Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS

OLEH :
NI NYOMAN SRI WULANDARI
0802105029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2012
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat
yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita
dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan
bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree
utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada
orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi
tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.

2. Epidemiologi
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis
purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak insidensi kasus
meningitis karena Haemophilus influenzae di Negara berkembang adalah pada
anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi
pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya
vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira
12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.9
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 1


10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di
Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun
sebesar 88 per 100.000.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan
jemaah haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi
pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African
Meningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke
Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara
sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi
dengan KLB besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada tahun
2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae
20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasuskasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan
Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim
dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi
pada musim kering. Meningitis karena virus berhubungan dengan musim,
di Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu
orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Di Amerika Serikat
pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per
100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.

3. Penyebab/faktor predisposisi

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 2


Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur,
cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan
meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan
oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur
dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia
dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus,
Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai
prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus,
Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex, Herpes zooster, dan
enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic (viral).

4. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis
Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran
Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 3
kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel
leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk
eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit
dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari
dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di
korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan
degenerasi neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural
yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang
disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 4


Pathway Meningitis

Etiologi Meningitis: Bakteri, Virus, Riketsia, Jamur, Cacing, dan Protozoa

Peradangan di Selaput otak

Hipertermi

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 5


5. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi
disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering
dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun
virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling
sering terjadi.

6. Gejala Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang
jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya,
meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia
dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum
invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh
Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok,
nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang
tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala
yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler
pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul
keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri
punggung.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 6


Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi
secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan,
kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu
ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44
% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas
tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I
atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung,
berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur
terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat
panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan,
fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala
yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.
Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi
kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol
dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan
kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 7


dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat
pengobatan sebagaimana mestinya.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran, nadi 100-140 x/mnt, suhu 37-
39°C, pernafasan 20-40 x/mnt teratur.
b. Kepala dan Leher
 Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya
merata, ubun-ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan
cembung, tidak tegang. Lingkar kepala 36 cm.
 Reaksi cahaya / , mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak
+ +

terdapat sub kunjungtival bleeding.


 Telinga tidak ada serumen.
 Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
 Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
 Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
c. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing / , Ronchi
- - / , tidak terdapat
- -

retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis


terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada
bising/ murmur.
d. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus,
bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung
kemih teraba kosong.
e. Ekstremitas

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 8


Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada
kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien
mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi.
Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1
menit.
f. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
g. Tanda Rangsang Meningeal
a. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tekuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus yaitu tekuk kaku dalam sikap kepala tertengdah dan pungguang
dalam sikap hiperekstensi. (Mansjoer, Arif, 2000; 437-439)
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang singkirkan penyangga kepala lakukan
gerakan anterofleksi leher secara pasif sampai dagu menyentuh dada. Bila terasa ada
tekanan sehingga dagu tidak bisa menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat
berarti kaku kuduk positif.
Gambar opistotonus :

b. Tanda rangsang meningeal Brudzinski


- Brudzinski sign, tanda leher
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang kemudian gerakan antreofleksi
leher secara pasif. Positif bila disusul secar reflektorik oleh gerakan fleksi pada
kedua tungkai sendi lutut dan panggul
Gambar :
Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 9
- Brudzinski sign, tanda tungkai kontralateral
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang salah satu tungkai diangkat dalam
sikap lutut lurus di sendi lutut, dan fleksi di sendi panggul. Positif bila tungkai
kontralateral timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
- Brudzinski sign, tanda pipi
Cara pemeriksaan : dilakukan penekanan pada kedua pipi tepat dibawah os
zigomatikum. Positif bila disusul gerakan reflektorik fleksi kedua sikudan gerakan
reflektorik keatas sejenak kedua lengan.
- Brudzinski sign, tanda simfisis pubis
Cara pemeriksaan : dilakukan penekana pada simfisis pubis. Positif bila disusul
gerakan reflektorik fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.
c. Tanda rangsang meningeal Kernig
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang satu tungkai difleksikan pada sendi
lutut dan panggul hingga 900, kemudian ekstensikan tngkai bawah pada sendi lutut
sampai membentuk sudut > 1350 trehadap paha. Positif bila pada tungkai kontralateral
timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
Gambar :

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 10


8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
 Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
 Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
 Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
 Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
 Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, ada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
 Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
 Pemeriksaan Radiologis
 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.
 Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi) dan foto dada.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 11


9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serebrospinal melalui lumbal pungsi.
Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis,
serta menetukan kadar glukosa dan protein. Diagnostik kultur dan pewarnaan gram
seringkali dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal
biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tetapi bisa sangat
bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen dan keruh, reaksi nonne dan paddy biasanya
akan positif. Kadar klorida biasanya menurun, kadar glukosa akan berkurang sesuai lama
dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa
dalam darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal,
oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal pungsi.
Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dilakukan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Biasanya
dijumpai leukositosis yang bergeser ke kiri dan anemia megaloblastik.

10. Theraphy/Tindakan Penanganan


Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami meningitis adalah:
a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam
 Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak datang dengan keluhan
kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu (
pasien yang mempunyai penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk
mencari tempat yang aman dan pribadi)
2. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
3. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera ( dari membentur
permukaan keras).
4. Lepaskan pakaian yang ketat
5. Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien selama kejang
6. Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 12


7. Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan spatel lidah yang
diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
8. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena
tindakan ini
9. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang , karena kontraksi
otot kuat dan restrein dapat menimbulkan cedera
10. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi
ke depan , yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva
dan mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan
secret. (Brunner and Suddarth, 2002:2203)

 Tindakan mengatasi kejang


Saat kejang diberi diazepam i.v atau per rektal dengan dosis intravena 0,3-0,5 mg/kg
bb/kali per rektal dengan ketentuan dosis maksimum untuk anak kurang dari 10 tahun,
7,5 mg, dan di atas 10 tahun, 10 mg. saat tidak kejang, dilakukan pemberian luminal 5
mg/kg.bb..hari, oral dibagi menjadi 2-3 dosis
1) Tindakan perawatan perektal
Karena ditemukan pasien menderita Meningitis, dilakukan pemberian Adenosine
arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari
2) Pemakaian obat-obatan
 Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang demam
 Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti ampisilindosis 50-
100 mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis secara intravena
 Untuk menghilangkan edema otak diberikan obat-obatan sebagai berikut :
o Dexamethason
Diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb./hari intravena atau intramuscular. Dosis
diturunkan pelan-pelan bila setelah beberapa hari pasien menunjukkan
perbaikan
o Manitol

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 13


Dosis 1,5-2,0 mg/kg intravena dalam 30-60 menit dapat diulang setiap 8-12
jam dengan menggunakan larutan 15-20 %
o Gliserol
Dosis 0,5-2,0 gram/kg dengan sonde hidung, diencerkan 2 kali dan dapat
diulang setiap 6 jam.
o Glukosa 20%
Glukosa 20% sebanyak 10ml intravena beberapa kali sehari, dimasukkan ke
dalam pipa
3) Pengobatan suportif
o Pemberian cairan intravena (glukosa 10%), pemberian cairan ini dimaksudkan
untuk mempertahankan keseimbangan air-elektrolit,mencukupi kalori dan
pemberian obat-obatan
o Pemberian vitamin
o Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat hipoksia

11. Komplikasi
Komplikasi dari Meningitis adalah sebagai berikut;
o Retardasi mental
o Iritabel
o Ganguan motorik
o Epilepsi
o Emosi tidak stabil
o Sulit tidur
o Halusinasi
o Enuresis
o Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain (Kapita Selekta Kedokteran,
2000).
o Selain itu meningitis juga menimbulkan komplikasi berupa edema otak dan perdarahan
serebral (Erny, Darto Saharso, 2006).

12. Prognosis

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 14


Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik
yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis
meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia
neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,
yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan
mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita
mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis
yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral
memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1
– 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa
terjadi.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 15


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien adalah :
a) Data diri
 Merupakan identitas diri pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal masuk
rumah sakit dan dokumentasi pengkajian.
b) Keluhan utama
 Merupakan dorongan penyebab klien masuk rumah sakit. Keluhan utama pada
penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam
dan kejang.
c) Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Riwayat
prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama
penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan
aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban
untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
lahir contohnya BBLR.
d) Pemeriksaan fisik.
Pada klien meningitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi:
 Keadaan umum penderita
Biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan
tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan
metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.
 Gangguan sistem pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
 Gangguan sistem kardiovaskuler.
Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 16
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter
rangsang parasimpatis ke jantung.
 Pengkajian tumbuh dan kembang
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak ini
menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat
dilakukan dengan menggunakan format DDST dan pengukuran antropometri.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
d. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
e. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
f. PK: Peningkatan TIK
g. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan
nafas.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang.
NOC : kontrol nyeri
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 17


2. Jarang dikakukan.
3. Kadang-kadang dilakukan.
4. Sering dilakukan.
5. Selalu dilakukan.
Dengan kriteria :
 Mengetahui faktor penyebab
 Mengetahui peningkatan nyeri
 Gunakan cara pencegahan
 Gunakan cara non analgetik
 Gunakan obat analgetik
 Kenali nyeri untuk perawatan professional
 Gunakan sumber yang tersedia
 Catat control nyeri
 Pasien dapat tidur dengan tenang
 Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Intervensi dan Rasional :


Manajemen nyeri
1) Kaji karakteristik nyeri, letak, durasi, kualitas dan kuantitas nyeri.
Rasional : Untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat pada pasien tersebut.
2) Berikan pengetahuan mengenai nyeri pada pasien.
Rasional : Untuk menambah pengetahuan pasien
3) Evaluasi pengalaman nyeri pasien.
Rasional : Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pernah dirasakan
sebelumnya atau tidak.
4) Awasi faktor lingkungan yang dapat menyebabkan nyeri.
Rasional : Dengan mengendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan nyeri
diharapkan nyeri pasien dapat berkurang. Menurunkan reaksi terhadap rangsangan
ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk
beristirahat.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 18


5) Ajarkan teknik relaksasi pada pasien
Rasional : Dengan teknik relaksasi diharapkan nyeri dapat berkurang. Teknik
relaksasi dapat berupa teknik nafas dalam, teknik distraksi, guided imaginary, dan
sebagainya.
6) Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Rasional : Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
7) Berikan obat analgesic
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit

b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam suhu dapat kembali normal.
NOC : Pengaturan Suhu
Skala :
1. Extremely compromize
2. Substantially compromise
3. Moderately compromise
4. Mildly compromise
5. Not compromise
Dengan kriteria hasil :
 Suhu kulit normal
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Tidak menunjukkan sakit kepala
 Tidak menunjukkan nyeri otot
 Tidak terdapat iritasi
 Tidak tampak ngantuk
 Warna kulit tidak berubah
 Berkeringat ketika panas
 Nadi dalam rentang yg diinginkan
 Pernapasan normal

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 19


 Hidrasi yang adekuat

Intervensi dan Rasional :


Regulasi suhu
1) Monitor suhu tiap 2 jam sekali.
Rasional : Dengan memonitor suhu setiap 2 jam sekali, maka perubahan suhu dapat
segera diketahui.
2) Monitor tekanan darah.
Rasional : Monitor tekanan darah pasien ketika duduk, berbaring dan berdiri untuk
mengetahui perbedaannya.
3) Auskultasi bunyi paru.
Rasional : Untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan.
4) Monitor perubahan warna kulit pada diri pasien.
Rasional : Pada pasien yang hipertermi dapat terjadi perubahan warna kulit
(kemerahan)
5) Monitor adanya sianosis pada pasien.
Rasional : Pada pasien demam biasanya sering terjadi sianosis yang ditunjukkan
dengan adanya warna kebiru-biruan pada ujung-ujung ekstremitas dan pada mukosa
bibir.
6) Monitor kelembaban kulit pasien.
Rasional : Pasien dengan demam tinggi harus dianjurkan untuk banyak minum untuk
menghindari terjadinya dehidrasi.

c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan tercapai keefektifan
perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:
Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)
- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 20


- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
- Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
- Tidak ada syncope (skala 5 = none)
- Tidak ada muntah (skala 5 = none)
Seizure Control
- Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)
- Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly
Demonstrated)

Intervensi :
Cerebral Perfusion Promotion
1) Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi dan
adanya penurunan kesadaran.
Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status neurologi
dan tingkat kesadaran klien.
2) Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15, atau
30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.
Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran darah ke otidak
sehingga nutrisi dan O2 ke otidak adekuat.
3) Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan
level bikarbonat)
Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke
otidak.
4) Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Rasional: oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke
otidak.
Oxygen Therapy
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 21


Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk mencegah
terputusnya aliran oksigen ke otidak sehingga mencegah terjadinya hipoksia jaringan
otidak.
2) Monitor aliran oksigen.
Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan
kebutuhan.
Vital Signs Monitoring
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan
status keefektifan perfusi jaringan.
2) Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi penting
untuk mengetahui keefektifan terapi.
Seizure management
1) Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang
Rasional: pada stroke hemoragik pemantaun mata dan kepala penting apa adanya
perburukan kondisi pasien
2) Monitor status neurologik
Rasional: satus neurologik pasien membrikan gamabran seizure dan dapat
memberikan intervensi yang tepat
3) Monitor TTV
Rasional: perubahan TTV menunjukan adanya perbaikan atau perburukan kondisi
pasien
4) Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang
Rasional: pendokumentasian penting untuk memantau status perkembangan
neurologi pasien
5) Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektor Citicolin 3x250
mg/IV
Rasional: Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap kepekaan
yang berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau perubahan-
perubahan lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran terhadap Natrium

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 22


termasuk pengurangan potensiasi pasca tetanik pada sinap. Citicolin juga
memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan kadar kolin.
Seizure Precaution
1) Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien
Rasional: arang-barang yang berbahaya bisa digunakan untuk mencederai diri pasien
2) Jaga ikatan di samping tempat tidur
Rasional: memberikan keamanan bagi pasien dan tidak menimbulkan risio jatuh
3) Pasang tiang pengaman
Rasional: memberikan pengaman sehingga pasien tidak cedera
4) Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
Rasional: menghidari timbulnya cedera pada pasien

d. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Intervensi dan Rasional :
1) Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Rasional : Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2) Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat pasien.
Rasional : Melindungi pasien bila kejang terjadi
3) Pertahankan bedrest total selama fase akut
Rasional : Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia
4) Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, Phenobarbital
Rasional : Untuk mencegah atau mengurangi kejang

e. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran


Tujuan dan Kriteria Hasil:

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 23


Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil:
Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa
- Elastisitas kulit dapat dipertahankan (skala 5 = not compremised)
- Integritas kulit utuh (skala 5 = not compremised)
- Tidak ada lesi kulit (skala 5 = none)
- Tidak ada eritema eritema (skala 5 = none)
Intervensi:
Pencegahan Ulkus Dekubitus
1) Gunakan alat pengkajian untuk memonitor risiko ulkus dekubitus seperti Braden
scale/Norton scale
Rasional: Alat pengkajian membantu dalam mengetahui risiko klien mengalami
dekubitus
2) Catat status kulit klien setiap hari
Rasional: Perubahan status kulit merupakan salah satu indikator yang
mengidentifikasikan ulkus dekubitus
3) Hilangkan kelembaban berlebih pada kulit, hasil dari pengeluaran keringat, drainase
pada luka, inkontinensia alvi dan inkontinensia urine
Rasional: Kelembaban yang berlebih mempercepat terjadinya proses kerusakan pada
kulit.
4) Berikan barier perlindungan seperti krim atau bahan penyerap seperi pad.
Rasional : Untuk mengurangi kelembaban berlebih.
5) Inspeksi kulit di sekitar tulang yang menonjol dan tekanan lain ketika reposisi
dilakukan kurang dalam sehari.
Rasional: Tulang yang menonjol paling rentan menyebabkan luka pada kulit sehingga
pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui risiko dekubitus.
6) Jaga tempat tidur tetap bersih, kering dan tidak mengkerut.
Rasional: Meminimalkan risiko cedera pada kulit.
7) Hindari penggunaan air panas ketika mandi dan gunakan sabun yang lembut.
Rasional: Penggunaan air panas dapat merusak integritas kulit, sabun yang lembut
meminimalkan iritasi pada kulit.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 24


8) Pastikan klien mendapatkan intidake yang adekuat seperti cairan, protein, vitamin B,
vitamin C, dan kalori.
Rasional: Pemberian protein dapat membantu regenerasi sel-sel yang rusak. Cairan
menjaga status hidrasi dan elastisitas kulit, vitamin dan kalori membantu
mempertahankan integritas kulit.

f. PK: Peningkatan TIK


Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah diberika askep selam 1 x 24 jam, diharapkan perawat dapat meminimalkan
komplikasi peningkatan TIK, dengan kriteria hasil:
- TTV dalam rentang normal (RR=16-20x/mnt, nadi=60-100x/mnt, TD=120/80
mmHg, suhu = 36-37,5oC)
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (Trias TIK: muntah proyektil, nyeri kepala,
papil edema)
Intervensi
1) Kaji ulang status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK, terutama GCS.
Rasional: Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
2) Monitor TTV: tekanan darah, denyut nadi, respirasi, suhu minimal satu jam sampai
keadaan klien stabil.
Rasional: Perubahan TTV menjadi indikator dalam peningkatan tekanan intracranial
3) Naikkan kepala dengan sudut 15-45 derajat (tidak hiperekstensi dan fleksi) dan
posisi netral (dari kepala hingga daerah lumbal dalam garis lurus) jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional: Dengan posisi tersebut maka akan meningkatan dan melancarkan aliran balik
vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi
penigkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah
penekanan pada saraf spinalis yang menambah peningkatan TIK.
4) Monitor intidake dan output cairan tiap 8 jam sekali.

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 25


Rasional: Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah edema
serebri.
5) Kolaborasi: Berikan obat Manitol 4x100 cc dan Fentanyl drip 300 mg  2.1 cc/jam
dengan syringe pump, Ranitidine 3x1 ampul/IV, Asam traneksamat 4x1 gr/IV
Rasional: Manitol merupakan antidiuretik yang dapat menarik cairan untuk mengurangi
edema otidak dan fentanyl dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Ranitidine merupakan suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi
sekresi asam lambung, yang terjadi akibat peningkatan TIK. Asam traneksamat
merupakan antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin, sehinga
mencegah perdarahan yang merupakan penyebab peningkatan TIK.

g. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan
nafas.
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Intervensi:
Respiratory monitoring
1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan diberikan.
2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 26


Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan diberikan.
3) Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas
cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas
pasien
6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk
memenuhi O2 pasien
7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan tindakan suction
8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi
dan memberikan pasien safety
9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi.
10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas dan
memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi
11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 27


12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan
irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea
Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 28


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta, 1999
Wong, Donna L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Munttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Anonim. 2008. Pemeriksaan Fisik pada Anak. (Online).
www.fk.uwks.ac.id/PemeriksaanFisik17Sep2008.pdf diakses pada tanggal 27 Oktober
2010
Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifcation (NOC), Fourth edition. USA : Mosby.
McCloskey, Joanne C & Bulecheck, Gloria M. 2004. IOWA Intervention Project
Nursing Intervention Classifcation (NIC), Fourth edition. USA : Mosby.
Nanda. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2000
Indah. P, Elizabeth. 1998. Asuhan Keperawatan Meningitis. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Sri Wulandari | LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS 29

Anda mungkin juga menyukai