Anda di halaman 1dari 17

ASKEP NEFROLITIASIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia merupakan makhluk yang komplek yang terdiri dari aspek bio, psikososial dan
spriritual yang mempunyai kebutuhan dasar yang sama dalam rangka kelangsungan
kehidupannya. Pemenuhan klebutuhan dasar ini akan berjalan dengan normal, jika sistem
tubuh mampu meregulasi mekanisme keseimbangan yang sudah diatur sedemikian
kompleks sehingga seseorang terhindar dari gangguan. Akan tetapi mekanisme tersebut
kadang mengalami kegagalan dan akhirnya akan memberikan dampak bagi tubuh
seseorang.

Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam velvis renal (ujung ureter yang
berpangkal di ginjal), sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem
urinarius. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang idiopatik.

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya


batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain : Herediter
(keturunan), Umur, Jenis Kelamin. Manifestasi klinisnya, jika batu menyebabkan obstruksi
akan menyebabkan terjadinya retensio urine.penatalaksanaan bagi penderita urolitiasis
dan nefrolitiasis ini dengan pengurangan nyeri, pengangkatan batu, terapi nutrisi dan
medikasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari nefrolitiasis ?

2. Apa saja penyebab penyakit nefrolitiasis ?

3. Bagaimana patofisiologi nefrolitiasis ?


4. Bagaimana tanda dan gejalanya ?

5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi ?

6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan ?

7. Bagaimana pengkajian untuk penderita nefrolitiasis ?

8. Apa saja diagnosa yang dapat tejadi ?

9. Bagaimana intervensi untuk penderita nefrolitiasis ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan


keperawatan secara langsung dan komprehensif yang meliputi aspek bio, psiko, sosial dan
spiritual dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan perkemihan Nefrolitiasis.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mampu memahami pengertian Nefrolitiasis.

b. Untuk mampu memahami penyebab dan tanda gejala nefrolitiasis.

c. Untuk mampu memahami pengkajian pada penderita nefrolitiasis.

d. Untuk mampu memahami diagnosa keperawatan yang terjadi pada penderita


nefrolitiasis.

e. Untuk mampu menyusun intervensi pada nefrolitiasiss.


BAB II

KONSEP MEDIK

A. Definisi

Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut
dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan
sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir dan krikil) sampai
sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan secara spontan, pria lebih
sering terkena penyakit ini dari pada wanita dan kekambuhan merupakan hal yang
mungkin terjadi)

B. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik.

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu


saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :

A. Faktor Intrinsik :

a) Herediter (keturunan).

b) Umur : sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.

c) Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

B. Faktor Ekstrinsik :

a) Geografis :

pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan
daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

b) Iklim dan temperatur


c) Asupan air :

kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi,
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

d) Diet :

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran
kemih.

e) Pekerjaan :

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktivitas atau sedentary life.

C. Patofisiologi

Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah:

1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau
benda asing saluran kemih.

2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin
dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.

3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat


pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida.
Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya
batu dalam saluran kemih.

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran
kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal).
D. Manifestasi klinik

Manifestasi klinisnyaadanya batu dalam traktus urinarius menurut Smeltzer (2001)


bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, edema, antara lain :

1. Ketika menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan


hidrostatik da distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

2. Infeksi (pielonetritis dan sistinis yang disertai menggigil, demam dan disuria).

3. Batu dipiala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-menerus di
area koskovertebral.

4. Nyeri bertahap biasanya pada pinggang.

5. Nyeri yang berpindah kebawah (panggul, testis/vulva).

6. Hematuria.

7. Mual dan muntah sebagai akibat dari adanya gejala gastrointestinal.

E. Komplikasi

Menurut guyton, 1993 adalah :

1. Gagal ginjal

Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut
kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal ini
menyebabkan iskemis ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal

2. Infeksi

Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan
microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada peritoneal.

3. Hidronefrosis

Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk diginjal dan
lam-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin
4. Avaskuler ischemia

Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian
jaringan.

F. Pemeriksaan penunjang

1.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisa :

 warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri


(kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).

 pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat),
alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat, kultur urine
menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN
menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi
oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera,
infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70
sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap :

 hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid

Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi) kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen :

menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang
uriter.

e. IVP :

Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau


panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureteroskopi :

Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.

g. USG Ginjal :

Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

G. Penatalaksanaan

 Karena batu ginjal meningkatkan resiko infeksi, sepsis dan obstruksi urinarius pasien
di instruksikan melaporkan penurunan volume urin dan adanya urin yang keruh atau
mengandung darah.

 Keluar urin total dan pola berkemih diperiksa.

 Meningkatkan pemasukan cairan di lakukan untuk mencegah dehidrasi dan


meningkatkan tekanan hidrostaltik dalam traktus urinasius untuk mendorong pasase batu.

 Ambulasi didorong sebagai suatu cara untuk menggeser batu dari taktus urinarius.

 Tanda-tanda vital pasien mencakup suhu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda dini
adanya infeksi.

 Segera melaporkan bila ada rasa nyeri.


 Analgesik diberikan sesuai resep untuk mengurangi nyeri.

 Melakukan pembedahan untuk pengambilan batu ginjal.

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1.1 Dasar data pengkajian pasien

a. Anamnesis

Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit
Keluarga

b. Aktifitas / Istirahat.

c. Riwayat :

pekerjaan, dehidrasi, infeksi, imobilisasi

d. Eliminasi

e. Mual dan muntah

f. Makan dan Minum


g. Nyeri / rasa tidak nyaman

h. Keluhan nyeri

Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri, skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun
berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya. Apakah nyeri sampai menimbulkan kokik atau tidak.

i. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.

j. Respon emosi : cemas

k. Pengetahuan tentang penyakitnya

1.2 Pemeriksaan fisik

1. Keadaan Umum :

 Klien biasanya lemah.

 Kesadaran Composmetis.

 Adanya rasa nyeri.

2. Kulit :

 Teraba panas.

 Turgor kulit menurun.

 Penampilan pucat.

3. Pernafasan :

Pergerakan nafas simetris.

4. Cardio Vaskuler :

 Takicardi.
 Irama jantung reguler.

5. Gastro Intestinal:

Kurang asupan makanan nafsu makan menurun.

6. Sistem Integumen:

Tampak pucat.

7. Geneto Urinalis:

 Dalam BAK produksi urin tidak normal.

 Jumlah lebih sedikit karena ada penyumbatan.

1.3 Pola-pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup

Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam
menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka
pada ginjal.

3. Pola aktivitas dan latihan

Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya
luka pada ginjal.

4. Pola eliminasi

Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena
adanya sumbatan atau bagu ginjal dalam perut, BAK normal.

5. Pola tidur dan istirahat


Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya
penyakitnya.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan
bagaimana dilakukan operasi.

7. Pola sensori dan kognitif

Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah


sakit.

8. Pola reproduksi sexual

Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan
selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.

9. Pola hubungan peran

Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada gangguan.

10. Pola penaggulangan stress

Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika stress
muncul.

11. Pola nilai dan kepercayaan

Klien tetap berusaha dan berdoa supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat
sembuh.
B. DIAGNOSA

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubugan dengan adanya batu diginjal spasme pelvis
renalis.

2. Perubahan eliminasi urin : oliguria berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal untuk
mensekresi cairan.

3. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan tubuh karena trauma jaringan akibat
obstruksi ginjal.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubugan dengan adanya batu diginjal spasme pelvis
renalis.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri terkontrol /hilang dan rasa
nyaman terpenuhi.

 Kriteria hasil : 1) Skala nyeri menurun

2) Klien tidak gelisah

3) Klien dapat beristrahat dan tidur nyenyak.

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri.

Rasional : mengetahui seberapa jauh nyeri yang dirasakan klien.


2) Kaji lokasi nyeri

Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.

3) Ajarkan tekhnik relaksasi.

Rasional : mengurangi rasa nyeri klien.

4) Kolaborasi pemberian obat analgetik.

Rasional : menurunkan kolik uretral.

5) Ciptakan lingkunan yang kondusif.

Rasional : meminimalkan rasa nyeri klien.

2. Perubahan eliminasi urin : oliguria berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal untuk
mensekresi cairan.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pola berkemih seperti biasanya.

 Kriteria hasil : 1) Urine ± 250 cc/BAK 6-7x/hari.

2) Tak mengalami tanda inflamasi

3) Warna urine bening kekuningan.

Intervensi:

1) Awasi pemasukan dan pengeluaran : karaktristik urine.

Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh
infeksi dan pendarhan.

2) Tentukan pola berkemih klien.

Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksikabilitas saraf yang menyebabkan sensai


kebutuhan berkemih segera.

3) Dorong meningkatkan masukan cairan.

Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris dan dan dapat
membantu lewatnya batu.

4) Awasi pemeriksaan laboraturium : elektrolit, BUN (Blood Ureum Nitrogen), kreatinin.


Rasional : peninggian BUN (Blood Ureum Nitrogen), kreatinin dan elektrolit
mengidentifikasikan disfungsi ginjal.

3.) Resti infeksi berhubungan dengan penurunan tubuh karena trauma jaringan akibat
obstruksi ginjal.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.

 Kriteria hasil : Suhu normal dan warna urine tidak keruh (bening kekuningan), urine
tidak bau, leukosit menurun.

Intervensi

1) Kaji intensitas dan warna urine.

Rasional : seberapa jauh klien terkena infeksi.

2) Observasi tanda-tanda vital klien.

Rasional : mengetahui penurunan / peningkatan suhu.

3) Motivasi klien makan tinggi protein.

Rasional : infeksi tidak bertambah.

4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik.

Rasional : mengurangi infeksi menyebar.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut
dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan
sistin). Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.

Saran

Untuk mencegah terbentuknya kembali batu saluran kemih perlu disiplin yang tinggi
dalam melaksanakan perawatan dan pengobatan.

Maka perlu adanya pencegahan atau program sepanjang hidup, seperti :

1) Masalah yang mendasari untuk mempermudah terbentuknya batu saluran kemih harus
dikoreksi.

2) Infeksi harus dihindari atau pengobatan secara intensif untuk semua jenis type batu
DAFTAR PUSTAKA

Handerson, M.A,. 1991. “Ilmu Bedah Untuk Perawat” Yayasan Egsensia Medika Yogyakarta.

Mansjoer Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-2, Medikal Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Marilynn E. Dongoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Nursalam, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan,
Edisi Ke-1, Salemba Medika, Jakarta.

Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai