Anda di halaman 1dari 2

Jefri Usman

C11112032

Patogenesis

Meskipun cara masuk Mycobacterium leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian
tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh Mycobacterium leprae terhadap kulit
bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup Mycobacterium leprae pada suhu tubuh
yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.

Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada sel makrofag
di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwan di jaringan saraf. Bila kuman
Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag
(berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.

Pada kusta tipe multibasiler terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian
dapat merusak jaringan.

Pada kusta tipe pausibasiler kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag
sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah
menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia
langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan disekitarnya.

Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan Mycobacterium lepare, disamping itu sel Schwan
berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi
gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas
regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.

Terapi

Pengobatan Kusta diberikan mengikuti standar regimen dari WHO

a. Tipe Pausibasiler :

- Rifampisin 600 mg/bulan, diminum di depan petugas rumah sakit / puskesmas.

- DDS (diamino difenil sulfat) 100 mg/hari.

- Diberikan secara teratur 6 dosis dalam 6-9 bulan.


b. Tipe Multibasiler :

- Rifampisin 600 mg/bulan, diminum di depan petugas rumah sakit/puskesmas.

- DDS 100 mg/hari.

- Lamprene 300 mg/bulan, diminum di depan petugas dan dilanjutkan dengan dosis 50 mg/hari.

- Diberikan teratur 12 dosis dalam 12-18 bulan.

Obat alternatif yang lain adalah regimen ROM (kombinasi dari Rifampisin 600 mg, Ofloksasin 400
mg dan Minosiklin 100 mg dalam satu tablet).

Dosis pemberian ROM sesuai tipe kusta :

a. Tipe Pausibasiler lesi tunggal : ROM satu kali dosis tunggal.

b. Tipe Pausibasiler lesi 2-5 : ROM sekali dosis tunggal/bulan selama 6 bulan berturut-turut.

c. Tipe Multibasiler : ROM sekali dosis tunggal/bulan selama 24 bulan berturut-turut.

Selain obat-obat tersebut, pasien perlu juga diberikan vitamin yang bersifat neurotropik dan tablet
penambah darah.

Setelah mengkonsumsi obat dengan teratur, pasien bisa dinyatakan bebas pengobatan (RFT) tetapi
tetap kontrol teratur selama 2 tahun untuk tipe Pausibasiler dan 5 tahun untuk multibasiler.

Anda mungkin juga menyukai