Makalah TB Paru
Makalah TB Paru
PENDAHULUAN
Indonesia berada pada posisi ketiga terbesar didunia dalam jumlah penderita
Tuberkulosis, setelah India dan China. Jumlah psien TB di Indonesia sekitar 10% dari
totao jumlah pasien TB didunia. Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) pada tahun 2007 dalam Depkes RI (2009), menunjukan bahwa
pwnyakit TB merupakan penyebab kematian nomor dua seteah penyakit
kardiovaskular (stroke) pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. Pada tahun 2008, angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/
CDR) di Indonesia sebesar 72,8% atau didapati 166.376 penderita baru dengan BTA
positif. Angka kesembuhan (Success Rate/ SR) 89%. Hal ini melampaui target global,
yaitu CDR 70% dan SR 85% (Depkes RI, 2009).
1.2 Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi tugas laporan kasus pada
stase paru.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
2.2 Etiologi
2.3 Epidemiologi
2
Menurut WHO (2013), sekitar 8,6 juta kasus TB ditemukan pada tahun 2012
dimana 1,1 juta pasien TB turut menderita HIV. Selain itu, turut ditemukan sekitar
450,000 kasus TB MDR pada tahun yang sama dan diperkirakan sekitar 170,000
orang telah meninggal dunia.3
2.4 Patogenesis
3
menyebar melalui saluran limfe dan saluran darah ke organ-organ lain seperti hepar,
lien, ginjal, tulang, otak dan lain-lainnya.4
Basil TB dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ atau hidup
dorman di dalam makrofag jaringan dan dapat menyebabkan TB aktif bertahun-tahun
kemudian. Tuberkel juga dapat hilang dengan resolusi, berkalsifikasi membentuk
kompleks Ghon, atau terjadi nekrosis dengan material kiju yang dibentuk dari
makrofag. Kalau masa kiju mencair maka basil dapat berkembang biak ekstraseluler
sehingga dapat meluas di jaringan paru dan dapat menyebar secara bertahap
menyebabkan lesi di organ-organ lainnya atau disebut sebagai TB milier.4
Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi awal TB primer, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama setelah infeksi. Penyebaran infeksi pada kelenjar
superfisial tersering adalah melaui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Masuknya
basil TB ke dalam aliran limfe selama fase awal TB primer paru dapat tertahan pada
satu atau lebih kelenjar superfisial. Dalam beberapa bulan, penyebaran secara
hematogen dapat diketahui jika ditemukan pembesaran seluruh kelenjar limfe yang
bersifat sementara.4
Pada sebagian besar kasus, infeksi pada kelenjar limfe ini regresi dan sembuh
sempurna, sedangkan pada sebagian kecil basil berkembang biak dalam kelenjar
limfe atau membentuk fokus TB yang tidak aktif, tetapi basil tetap hidup di
dalamnya. Fokus laten ini akan menjadi aktif beberapa bulan atau tahun kemudian
tergantung dari basil yang masuk, faktor imunitas bawaan maupun didapat, faktor
hipersensitivitas dan suseptibilitas kelenjar limfe yang terkena.4
Limfadenitis TB juga bisa disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung dari
fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari kompleks
primer, pembesaran akan timbul pertama kali di dekat tempat masuk basil TB.
Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang unilateral merupakan penyebaran dari
fokus primer di kulit atau subkutan paha. Limfadenitis TB dileher pada beberapa
kasus dapat disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan tetapi kasus ini jarang
4
terjadi kecuali di beberapa negara yang mempunyai prevalensi TB oleh M.bovine
yang tinggi.4
1. Fasilitas Kesehatan. Masih ada Faskes yang belum terlibat seluruhnya dengan
program pengendalian TB. Hanya 38% RS (Pemerintah, TNI, Polri dan
swasta) menerapkan pelayanan mengguanakan strategi DOTS.
2. Ketenagaan. Saat ini lebih kurang 24% staf-staf TB yang terlatih telah
ditempatkan di rumah sakit namun adanya peningkatan kebutuhan staf terlatih
dalam mengendalikan kasus-kasus seperti TB resisten obat dan lain-lain.
3. Obat anti tuberkulosis. Sistem manajemen dari pemerintah masih belum
optimal baik dari perencanaan, pengadaan, distribusi, pengagihan dan
pencatatan laporan.
4. Pembiayaan. Rendahnya komitmen politis dalam pengendalian TB
menyebabkan kurangnya pembiayaan dalam sektor ini.
5
5. Kepatuhan penyedia pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta terhadap
Pedoman Nasional Pengendalian TB. Sebagian besar rumah sakit dan praktek
swasta belum mencapai standar mutu pelayanan yang telah ditetapkan
program.
6
Rencana strategis Kementerian Kesehatan 4:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan berkeadilan,
serta berbasis bukti dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif.
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusi
(SDM) kesehatan yang merata dan bermutu.
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan.
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya
guna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang
bertanggung jawab.
Kebijakan Global Dan Regional
1. Pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas) akan
relatif berkurang sebesar 50% dibandingkan tahun 1990, dan setidaknya 70%
orang yang terinfeksi TB dapat dideteksi dengan strategi DOTS dan 85%
diantaranya dinyatakan sembuh.
2. Pada tahun 2050 TB bukan lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
global.
7
Visi Stop TB Partnership adalah dunia bebas dari TB yang akan dicapai melalui 4
misi yaitu 4:
1. Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan kesembuhan
bagi setiap pasien TB.
2. Menghentikan penularan TB.
3. Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat TB.
4. Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif, upaya diagnosis
dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB.
Rencana Global 2006-2015 4:
1. Meningkatkan dan memperluas pemanfaatan strategi untuk menghentikan
penularan TB dengan cara meningkatkan akses terhadap diagnosis yang
akurat dan pengobatan yang efektif dengan akselerasi pelaksanaan DOTS
untuk mencapai target global dalam pengendalian TB, dan meningkatkan
ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas obat anti TB.
2. Menyusun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan dengan cara
mengadaptasi DOTS untuk mencegah, menangani TB dengan resistensi OAT
(MDR-TB) dan menurunkan dampak TB/HIV
3. Mempercepat upaya eliminasi TB dengan cara meningkatkan penelitian dan
pengembangan untuk berbagai alat diagnostik, obat dan vaksin baru; serta
meningkatkan penerapan metode baru dan menjamin pemanfaatan, akses dan
keterjangkauannya.
8
2. Pengendalian TB paru dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan
memperhatikan strategi Global Stop TB partnership
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program pengendalian TB paru
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya MDR-TB
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh
seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyenkes), meliputi Puskesmas,
Rumah Sakit Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter Praktek Swasta
(DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.
6. Pengendalian TB paru dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan
kemitraan di antara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta, dan
masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB
(Gedurnas TB)
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan
untuk peningkatan mutu dan akses layanan
8. Pemberian Obat anti tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB dikelola
dengan manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya.
9. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
10. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok
rentan lainnya terhadap TB.
11. Penderita TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
12. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.
9
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Publik-Private Mix dan menjamin
kepatuhan terhadap International Standards for TB care
4. Memberdayakan masyarakat dan penderita TB
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7. Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi strategis
Pada sidang World Helath Assembly ke -67 (2014) telah ditetapkan resolusi
mengenai strategi pengendalian TB pasca 2015 dengan tujuan menghentikan epidemi
global TB pada tahun 2035 yang dipecahkan menjadi 3 pilar strategi utama yaitu 4:
10
d) Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan
beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
a) Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan
dan pencegahan TB.
b) Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan
pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c) Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan
kerangka kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib
lapor, registrasi vital, tata kelola dan penggunaan obat rasional serta
pengendalian infeksi.
d) Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk
mengurangi dampak determinan sosial terhadap TB.
3. Intensifikasi riset dan inovasi
a) Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode
intervensi dan strategi baru pengendalian TB.
b) Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan
merangsang inovasiinovasi baru untuk mempercepat pengembangan
program pengendalian TB.
Pada awal tahun 1990-an WHO mengembangkan strategi pengendalian TB
yang dikenali sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course).
Strategi DOTS ini mempunya 4 komponen kunci yaitu 4 :
11
Pada tingkat nasional telah dibuat strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia
2010-2014 yang terdiri dari 7 strategi yaitu 4:
12
2. Perjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan yang didukung
dengan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan.
3. Pelibatan semua fasilitas kesehatan untuk mempercepat penemuan dan
menghindari dari keterlambatan pengobatan.
4. Penemuan secara aktif pada golongan yang berisiko seperti pasien HIV,
diabetes melitus, malnutrisi, anak dibawah umur 5 tahum yang terpajan
dengan pasien TB, kontak erat dengan pasien TB dan populasi yang berisiko
tinggi terjadi TB.
5. Menjaring pasien yang memiliki gejala TB
a. Gejala utama: batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
b. Gejala tambahan: Batuk berdarah, sesak nafas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik.
6. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung
Membantu menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan
dan potensi penularan. Dilakukan dengan mungumpulkan 3 contoh uji
dahak (sewaktu-pagi-sewaktu)
b. Pemeriksaan Biakana
Untuk mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis dan menegakkan
diagnosa pasti TB.
7. Pemeriksaan uji kepekaan obat.
13
2.8 Tahap Pengobatan TB 1
14
Tahap awal : Diberikan setiap hari. Diharapkan untuk menurunkan jumlah kuman
secara
efekftif dalam tubuh pasien. Diberikan selama 2 bulan.
Tahap Lanjutan: Membunuh sisa sisa kuman dalam tubuh.
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3. Kategori Anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
Hasil Definisi
Pengobatan
Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal
pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan
menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada
Lengkap salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun
tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja
apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya resistensi OAT.
15
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang
dalam pengobatan.
Putus Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
Berobat terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
(loss to
follow up)
Tidak Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam
Dievaluasi kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain
dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.
Persyaratan PMO:
Tugas PMO:
16
BAB 3
KESIMPULAN
Bakteri ini bisa ditularkan lewat droplet yang terhirup diudara. Droplet ini
mengandungi M. tuberculosis dan bisa mencapai alveoli. Sistem imun tubuh bisa
menangani serangan bakteri ini namun pada orang dengan sistem imun yang
menurun, bakteri ini akan menginisiasi infeksi di daerah lokal (infeksi primer yang
disebut kompleks primek fokus Gohn).
17
Untuk menangani dan mencegah dari tertularnya TB, dibutuhkan manajemen
yang tepat baik dari pemerintah sehingga ke masyarakat. Upaya promosi
pengendalian TB juga harus ditingkatkan lagi dalam meningkatkan tahap kesadaran
rakyat Indonesia terhadap infeksi bakteri ini agar penderita infeksi TB segera
ditangani dengan cepat dan tepat. Dukungan dari pemerintah juga sangat signifikan
baik dari segi manajemen dan finansial agar angka pengendalian TB dapat
dilaksanakan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
18
http://www.who.int/hiv/topics/tb/tbhiv_facts_2013/en/index.html.
[Access on] 11 February 2016.
4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kemenkes RI, 2011. Strategi Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia 2010-2014.Jakarta.
5. Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama Jakarta. Edisi ke-3. Jakarta.
19