Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

Tuberculosis

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK TUTORIAL A-2
Euis Maya Savira 13.072
Andika Achmad 13.071
Irma Rizki Hidayati 13.103
Rahajeng 13.083
Vitria Dwi Ayu 13.050
Kartika Maharani D 13.133
Faiza Supraini 13.044
Rizki Sutrisno 13.080
Elsya Melinda 13.204
Tiara Ayu P 13.201
Christian Rivandika 13.024
Tutor: dr. Irma
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga makalah Tuberculosis ini dapat disusun.
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruhnya yang membaca dan menyimak
makalah yang telah kami susun, agar menjadi pengetahuan yang lebih tentang
Tuberculosis dan terima kasih juga kepada dr. Irma selaku tutor A-2 yang
telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Dalam edisi ini, untuk menyajikan yang terbaik bagi pembaca sesuai komitmen
kami, beberapa bagian telah kami upayakan mengumpulkan data-data yang sesuai untuk
disimak.
Namun dengan rendah hati kami senantiasa mengharapkan masukan ide, saran, serta
kritik yang konstruktif yang tentunya akan sangat berharga bagi kami untuk lebih
menyempurnakan lagi segala kekurangan maupun ketidak telitian kami dan atas semua
itu kami dahulukan ucapan terima kasih.

Tim Penyusun

A-2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ..3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... .4
1.1 LATAR BELAKANG ..............................................................................4
1.2 SKENARIO ..............................................................................................5
1.3 PROBLEM ...............................................................................................7
1.4 HIPOTESIS ..............................................................................................7
1.4 MEKANISME ..........................................................................................7
1.5 I DONT KNOW ......................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................7
2.1 BASIC SCIENCE......................................................................................8
2.1.1 ANATOMI .............................................................................................8
2.2 TUBERCULOSIS.....................................................................................13
2.3 TATA LAKSANA TUBERCULOSIS..21
2.4 TUBERCULOSIS ANAK......................................................................... 25
2.5 TATALAKSANA TUBERCULOSIS ANAK ..........................................26
BAB III PENUTUP .....................................................................................................28
3.1 KESIMPULAN ..........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................29

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit Tuberculosis Paru (TB-Paru) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Menurut WHO tahun 2007 menunjukkan bahwa Tuberculosis Paru merupakan penyebab
kematian pada semua golongan usia dari golongan penyakit infeksi. Antara tahun telah
dilakukan survei prevalensi dengan hasil 0,4% - 0,6% penyakit Tuberculosis Paru
menyerang sebagian besar kelompok usia produktif kerja dengan penderita Tuberculosis
Paru.
Tuberkolusis paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama pada
Negara yang sedangkan berkembang. Angka kematian sejak mulai berkurang sejak di
terapkan program pengobatan pemberian gizi dan tata cara kehidupan penderita. Keadaan
penderita membaik semenjak di temukankannya streptomisin dan macam obat-obat anti
tuberkulin pada tahun berikutnya.

1.2 SKENARIO
Halaman 1
Tn.Budi berusia 34 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 bulan disertai
demam, sering berkeringat di malam hari, nafsu makan menurun dan mengalami penurunan
BB sekitar 7 kg dalam 3 bulan terakhir. Pasien tidak tahu apakah pernah kontak dengan
penderita tbc. Pasien juga menyangkal adanya gejala diabetes mellitus dan gejala penyakit
paru obstruktif kronik. Pasien menyangkal pernah batuk berdarah.
Saat ini, Tn.Budi merokok sebanyak 10-12 batang sehari sejak usia 15 tahun. Kurang
lebih dari setahun yang lalu pasien pernah membuat tato di lengannya. Pasien bekerja sebagai
penjaga di sebuah tempat hiburan malam sejak 10 tahun yang lalu. Kadang-kadang pasien
juga berhubungan sex dengan beberapa perempuan di tempat kerjanya.
Halaman 2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang dan lemah, kesadaran CM
TB: 165 cm ; BB: 45 kg
Tanda Vital:
Tensi: 100/70 mmHg ; Nadi: 105x/mnt
RR: 26x/mnt ; Suhu: 38,2 C
Kepala, THT dan leher : DBN
Thoraks:
Paru : I = kanan tertinggal saat inspirasi
P = fremitus taktil kanan lebih lemah dari kiri
P = Sonor pada seluruh lapang paru
A = Suara nafa bronkovesikuler diapeks kanan, suara nafas vesikuler di lapang paru
Lainnya, ronki (+) di apkes kanan, tidak ada wheezing
Abdomen dan ekstremitas dalam batas normal

Halaman 3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
5

Hb
: 10,5 mg/dl
Ht
: 30%
Eritrosit
: 4.200.000/mm3
Leukosit
: 10.000/mm3
Trombosit
: 250.000/mm3
LED
: 115 mm/jam
Kimia Darah
SGOT
:30 IU/L
SGPT
:35 IU/L
Ureum
:40 mg/dl
Kreatinin
: 1,2 mg/dl
Rapid test: HIV reactive positif
Saturasi Oksigen : 93%
BTA sputum
SPS: positif 1/1 positif/ positif 5
Rontgen Thoraks
Tampak infiltrate luas di segmen apical lobus kanan.
Halaman 4
Dokter yang bertugas mendiagnosis pasien menderita Tuberkulosis paru BTA (+) lesi luas
kasus baru dengan HIV positif. Terapi yang diberikan 2HRZE/4RH dan ARV. Selain itu
dokter juga memberikan obat golongan hepatoprotektor dan Vitamin B6. Pasien diminta
control 2 minggu lagi. (evaluasi pengobatan, efek samping obat termasuk cek fungsi hati dan
ginjal)

1.3 PROBLEM
1. Apakah lingkungan kerja berpengaruh terhadap kondisi pasien?
2. Apa yang menyebabkan batuknya bertahan selama 2 bulan ?
3. Apa yang menyebabkan sering berkeringat dimalam hari dan demam?
4. Mengapa nafsu makan dan BB pasien terus menurun ?

1.4 HIPOTESIS
1. Tb Paru
2. Keganasan
6

3. HIV/AIDS
1.5 MEKANISME

1.6 I DONT KNOW


1. Basic science
2.Tuberculosis
3. Tuberculosis Anak
4. Imunologi Tuberculosis
5. Tata Laksana Tuberculosis

BAB II PEMBAHASAN

2.1 BASIC SCIENCE


2.1.1ANATOMI

Saluran napas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli.Didalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat
menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli.Terdapat juga suatu sistem pertahanan
yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik
melalui batuk ataupun bersin.
1. HIDUNG
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam
rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi.Struktur ini tipis terdiri dari
tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi.
2. FARING
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungan-nya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang
Laring (Laring-faringeal).Orofaring adalah bagian dari faring merupakan gabungan
sistem respirasi dan pencernaan.

3. LARING
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea,
dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
4. EPIGLOTIS
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.Epiglottis
ini melekat pada bagian belakang vertebra cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
5. PLICA VOKALIS
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
8

ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago
thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan.membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati.
Bagian ini tidak terlibat dalam produksi suara.
6. OTOT-OTOT
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea,
yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis.
Otot-otot tersebut di inervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
7. FONASI
Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi.Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu
oleh sinus udara cranialis.
8. TRAKEA
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus
sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran taklengkap
yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.

9. BRONKUS
Percabangan saluran napas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan
dan kiri.Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum
sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus,
bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran napas tidak kolaps
atau kempis sehingga aliran udara lancar.
10. ALVEOLI
Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli.Di sini terjadi pertukaran
oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar
300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.
9

PARU-PARU
Sistem pernapasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran napas dan paruparu
beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya.Di dalam
rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya.Rongga dada dipisahkan dengan rongga
perut oleh diafragma.

10

Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki:
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalamleher sekitar 2,5 cm diatas clavicula
2. Permukaan costo vertebra, menempelpada bagian dalam dinding dada
3. Permukaan mediastinal, menempelpada perikardium dan jantung
4. Basis, terletak pada diafragma
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius, dan inferior
sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.Diperkirakan bahwa stiap
paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup
luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Paru-paru dibungkus oleh pleura.Pleura ada yang menempel langsung ke paru,
11

disebut sebagai pleura visceral.Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding


rongga dada dalam.Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan
paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada.
Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting
sebagai otot pernapasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernapas adalah sebagai
berikut :
- interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yangmengangkat masing-masing iga.
- sternokleidomastoid yang mengangkat sternum(tulang dada)
- skalenus yang mengangkat 2 iga teratas
- interkostalis internus (antar iga dalam) yangmenurunkan iga-iga
- otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligusmembuat isi perut mendorongdiafragma
ke atas
-otot dalam diafragma yang dapat menurunkandiafragma
Inspirasi
Normal : diafragma (utama) ~saraf frenikus otot interkostal eksterna
~saraf interkostal
Tambahan : sternokleidomastoideus, serratus anterior, skalenus
Ekspirasi
Normal : otot-otot inspirasi relaksasi >> recoil
Tambahan : otot dinding abdomen:
- M. Obliquus externus
- M. Obliquus internus
- M. Rectus abdominis
- M. Transversus abdominis
otot interkostal interna

12

2.2 TUBERCULOSIS
A. Pengertian Tuberculosis (TB)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat
kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis.
dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama
parenkim paru.
B. Klasifikasi Penyakit Tuberculosis
1. TBC Paru
Tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleora (selaput paru).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam:
TBC Paru BTA (+)
TBC Paru BTA (-)
2. TBC Ekstra Paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya: pleura
(selaput paru), selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendihan, kuilit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat kepercayaannya, TBC Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu:
TBC Ekstra Paru Ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : Meningitis, Perikarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran Kemih dan alat kelamin.
C. Etiologi Penyakit Tuberculosis
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 4 m dan tebal 0,3 0,6 m dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
D. Patofisiologi Penyakit Tuberculosis
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan
melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui
system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan
banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal,
sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan
bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup
dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut
komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa
13

seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa.
Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem
imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini
tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian
menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi
menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut.
E. Agent, Host dan Environment Penular Penyakit Tuberculosis
Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan
lingkungan (environment). Ketiga faktor penting ini disebut segi tiga epidemiologi
(Epidemiologi Triangle), hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara
sederhana sebagai timbangan yaitu agent penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi
yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.
Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang, maka
seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan menyebabkan
seseorang sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent
penyebab menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula bila agent
penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor penjamu tetap, maka
bobot agent penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang
baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah
menjadi cenderung menguntungkan agent penyebab penyakit, maka orang akan sakit,
pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut :
Agent
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan
termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan
sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.
Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae,
Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai
Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan.
Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan
yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Mycobacterium
tuberculosis mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2- 0,8 mikron. Kuman ini
melayang diudara dan disebut droplet nuclei. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup
pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun
lamanya. Tetapi kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api.
Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain
itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol
80 % dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam.
Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh
dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih
dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel bakteri. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media
yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk tuberkulosis.
14

Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, merupakan bakteri


mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 40 C, tetapi akan tumbuh secara
optimal pada suhu 31-37 C. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agent sangat penting
untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit, sifat-sifat tersebut termasuk ukuran,
kemampuan berkembang biak, kematian agent atau daya tahan terhadap pemanasan
atau pendinginan.
Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau
manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi syarat untuk menimbulkan
penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest.
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah kuman
Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pathogenitas, infektifitas dan virulensi.
Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada
host. Pathogenitas agent dapat berubah dan tidak sama derajatnya bagi berbagai host.
Berdasarkan sumber yang sama pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada
tingkat rendah. Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam
tubuh host dan berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama
infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah
keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman
tuberkulosis paru termasuk tingkat tinggi, jadi kuman ini tidak dapat dianggap remeh
begitu saja.
Host
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis,
kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis
dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian pusat
ekologi kesehatan (1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan
keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan
kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini
dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya
menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman TB.
Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data
bahwa Tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi,
dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya.
Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1
orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita
tuberkulosis.
Hal yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau
daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan.
Karakteristik host dapat dibedakan antara lain; Umur, jenis kelamin,
pekerjaan, keturunan, pekerjaan, keturunan, ras dan gaya hidup.
Host atau penjamu; manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan anthropoda yang
dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk agent menular dalam kondisi
alam (lawan dari percobaan). Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan
hewan, tetapi host yang dimaksud dalam penelitia ini adalah manusia. Beberapa faktor
host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah; kekebalan tubuh
15

(alami dan buatan), status gizi, pengaruh infeksi HIV/AIDS.


Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda
hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen-elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan
non fisik, lingkungan fisik terdiri dari; Keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah,
persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, temperatur atau suhu, lingkungan tempat
tinggal.
Adapun lingkungan non fisik meliputi; sosial, budaya, ekonomi dan politik yang
mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit.
F. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan
seperti uraian dibawah ini:
1. Faktor Sosial Ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian,
lingkungan perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan
penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC,
karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan
memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi.
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan
faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun
anak-anak.
anak.
3. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15
50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun
sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
4. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1
juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada
kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin
laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol
sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah
terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

16

G. Cara Penularan Penyakit Tuberculosis


Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan
adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru
batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara selama
beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.
Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya
maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka
penderita tersebut dianggap tidak menular.
H. Gejala Penyakit Tuberculosis
Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk kering kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada
keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
Sesak nafas (Dyspnea)
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru.
Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman yang masuk.
Malaise (keadaan lesu)
Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan menurun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
I. Diagnosa Penyakit Tuberculosis
Diagnosis TB Paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi - sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
17

Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis TB Ekstra Paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan
bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

J.Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat
bagan alur)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
18

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
K. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu definisi kasus yang
meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);
2. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis (BTA positif atau
BTA negatif);
3. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat);
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati).
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe pasien adalah
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB: Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh
dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif): pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi.
2. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. mengurangi efek samping.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1.TB paru. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. TB ekstra paru. TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1. TB paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran TB.
19

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
Catatan:
Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
3) Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindahan (Transfer In)
20

Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Lain-lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
L. Pencegahan Penyakit Tuberculosis
Sebenarnya seseorang bisa terhindar dari penyakit TBC dengan berpola hidup yang
sehat dan teratur. Dengan system pola hidup seperti itu diharapkan daya tubuh
seseorang akan cukup kuat untuk membersihkan perlindungan terhadap berbagai
macam penyakit. Orang yang benar-benar sehat meskipun ia diserang kuman TBC,
diperkirakan tidak akan mempan dan tidak akan menimbulkan gejala TBC.
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi yang cukup, minum susu
yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri
hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
2.3 Pengobatan TB
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.
Dalam pengobatan TB digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada
Tabel 1

Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
21

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
merekomendasikan
paduan OAT standar, yaitu :
Kategori 1 :
o 2HRZE/4H3R3
o 2HRZE/4HR
o 2HRZE/6HE
Kategori 2 :
o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
o 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 :
o 2HRZ/4H3R3
o 2HRZ/4HR
o 2HRZ/6HE
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT Anak :
2HRZ/4HR

22

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan
TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.
1. Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 sebagaimana
dalam Tabel 2
Tabel 2. Dosis paduan OAT KDT Kategori 1

2. Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
23

Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3
sebagaimana dalam Tabel 4
Tabel 4. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2

2.4 TUBERCULOSIS ANAK


Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak < 15 tahun.
Gejala umum TB pada anak :
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, dan tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapatkan penanganan gizi yang baik
(failure to thrive).
Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
(failure to thrive) dengan adekuat.
Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe bawah kulit yang tidak sakit. Biasanya ganda, paling
sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal).
Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
24

Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare, benjolan (massa) di rongga perut, dan tandatanda cairan dalam
rongga perut.
Gejala Spesifik :
Gejala-gejala ini biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh mana yang terserang,
misalnya:
TB kulit/skrofuloderma
TB tulang dan sendi:
tulang punggung (spondilitis): gibbus
tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul
tulang lutut: pincang dan/atau bengkak
tulang kaki dan tangan
TB otak dan saraf:
Meningitis: dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.
Gejala mata:
conjunctivitis phlyctenularis
tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
Menegakan diagnosis TB pada anak
Melalui anamnesis yang cermat dan pemeriksaan jasmani.
Uji Tuberkulin (Tes Mantoux).
Rontgen dada.
Cara Mencegah TB Pada Anak
Imunisasi BCG : -Pada anak < 2 bulan
- Untuk mencegah TB berat
Kemoprofilaksis : - Ada riwayat kontak
- Uji tuberkulin
- INH 5-10 mg/kg/hari

2.5 Tatalaksana TB Anak


Diagnosis TB pada anak umumnya sulit ditegakkan, sehingga sering terjadi misdiagnosis
baik overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Oleh karena itu Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
Nasional TB Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu sistem
pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis.
Dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
selanjutnya dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih
atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
TB). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu
dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CTScan,
dan lain lainnya.
Sistem skor (scoring system) dan pemeriksaan penunjang sebagaimana dalam Tabel 8.
25

Alur Tata Laksana

OAT Kategori Anak


Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6
bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap
lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH) sebagaimana
dalam Tabel 9

Tabel 9. Dosis OAT KDT anak

26

Dosis harian maksimal pada anak

BAB III PENUTUP


27

1.1 KESIMPULAN
Penyakit Tuberculosis Paru (TB-Paru) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Menurut WHO tahun 2007 menunjukkan bahwa Tuberculosis Paru merupakan penyebab
kematian pada semua golongan usia dari golongan penyakit infeksi. Antara tahun telah
dilakukan survei prevalensi dengan hasil 0,4% - 0,6% penyakit Tuberculosis Paru
menyerang sebagian besar kelompok usia produktif kerja dengan penderita Tuberculosis
Paru.
Penyakit Tuberculosis Paru adalah suatu penyakit menular, masalah yang terjadi pada
klien pola nafas tidak efektif, resiko penularan terhadap keluarga dan orang lain perlu
mendapat perhatian secara seksama.

DAFTAR PUSTAKA
28

Guyton, C. Arthur. 2008. Fisiologi Kedokteran Ed. 11. Jakarta: EGC


Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
Suparman, Waspadji Sarwono. 2005. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI. Jakarta
Djojodirmoto, Darmanto. 2012. Respirologi. Jakarta: EGC
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: CV. Trans Media
Wibisono, M.Jusuf. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, FK Unair. Jakarta

29

Anda mungkin juga menyukai