Pneumotoraks
Pneumotoraks
REFERAT
Oleh:
Pembimbing :
MALANG
2011
iii
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
PNEUMOTORAKS
Oleh :
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
DAFTAR ISI
Halaman
Judul .................................................................................................... i
Halaman Pengesahan............................................................................. ii
Daftar Isi ............................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
rongga pleura, yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru-
paru. Hasilnya adalah kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa
masuk ruang intrapleural melalui komunikasi dari dinding dada (yaitu, trauma)
Hasil dari terapi pada 480 penderita dengan fraktur multiple costa dan
dihubungkan pada trauma dada yang telah dianalisa. Berdasarkan dari trauma;
berkaitan dengan trauma yang dengan forced position (posisi setengah duduk),
Indikasi untuk torakotomi dibatasi pada pasien dengan trauma dada yang
1. 3 Tujuan Penelitian
vii
pneumotoraks
BAB II
viii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat
yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara
2.2 Epidemiologi
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks
yang terjadi tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang
terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga
(Berck, 2010).
Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun
Seks : Lebih sering pada pria
Pneumotoraks spontan primer
Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia
10-30 tahun
Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per
tahun pada laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada
perempuan
Pneumotoraks spontan sekunder
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus
per 100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000
x
orang per tahun dan 5,8 per 100.000 perempuan per tahun.
Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder
pneumotoraks. Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam
paru yang sehat dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari. Angka
kejadian pneumotoraks spontan primer (PSP) sekitar 18-28 per 100.000 pria
pertahun dan 1,2-6 per 100.000 wanita pertahun (Mackenzie and Gray, 2007).
Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi, kurus, dan berusia
antara 18-40 tahun. Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah
ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru (Heffner and Huggins, 2004). Udara
yang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai
kelainan klinis dan radiologis. Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai
meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru
tidak adanya penyakit paru-paru yang mendasari (Heffner and Huggins, 2004).
Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara
spontan dalam 24-48 jam. Kecepatan absorpsi spontan udara dari rongga pleura
sekitar 1,25-1,8% dari volume hemitoraks per hari, dan suplementasi oksigen
kali lipat (Mackenzie and Gray, 2007). Beberapa macam terapi yang dapat
dilakukan pada pasien PSP antara lain observasi, drainase interkostal dengan
untuk besar-kecilnya pneumotoraks dan jenis terapi untuk PSP kecil simtomatik
dan PSP simtomatik yang stabil di antara keduanya(Mackenzie and Gray, 2007).
Berikut adalah ringkasan gabungan panduan terapi menurut BTS dan ACCP
pneumotoraks kecil (<2 cm, BTS; <3 cm, ACCP) dan gejala
xii
aspirasi pertama sudah lebih dari 2,5 liter atau aspirasi ulangan
Gray, 2007)
mempengaruhi efektivitas drain pada terapi PSP. Selain itu, tidak ada korelasi
antara ukuran drain dan tingkat komplikasi, rekurensi, dan lamanya pasien
dirawat. Namun kateter dengan diameter kecil tidak dapat digunakan apabila
terdapat cairan pleura (karena dapat menyumbat) dan adanya kebocoran udara
dan tekanan rendah (-10 to -20 cm H2O). Drain sebaiknya tidak diklem kecuali
diminta oleh ahli paru atau spesialis bedah TKV. Pengekleman drain dapat
keberhasilan atau penurunan resiko rekurensi. Indikasi klem drain adalah apabila
tension pneumotoraks.
penyakit paru yang mendasari. Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD,
Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang
melebar atau rusak. Perburukan klinis dan sequelae biasanya terjadi akibat
Apabila pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif
meningkatkan resiko kematian sampai dengan empat kali lipat. Sekitar 40-50%
pasien akan mengalami PSS yang kedua apabila pleurodesis tidak dilakukan
tube untuk setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna
dengan syringe dan kateter untuk pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit
melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan setelah terjadi re-ekspansi
paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir
dan dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan
pembukaan rongga paru secara paksa saat tidakan dianosis atau terapi invasif
Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di rumah sakit (Yilmaz, et al, 2002).
jarm halus transthoracic. Dua faktor yang memegang perang penting adalah
xv
ukuran dan kedalaman lesi. Apa bila lesi kecil dan dalam maka resiko
2009).
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang
merusak pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan
udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju
hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di dada akibat benda ajam
(Sharma, 2009).
terobek oleh fraktur atau dislokasi costa. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan
peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli.
Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju
pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada
Manifestasi klinisnya dapat berupa Fallen lung sign/peptic lung sign di mana hilus
paru terletak lebih rendah dari normal atau terdapat pneumotoraks persisten
dengan chest tube terpasang dan berfungsi dengan baik (Sharma, 2009).
volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada saat
xvi
Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam,
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan
pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru
atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena
antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
luar karena terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan
yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam
pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
paru yang mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula
bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah bukan
perokok.
xviii
sebuah teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang
diinduksi oleh rokok yang kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag.
proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi
oleh udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai
tekanan alveolar yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
o Sarkoidosis
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis
xx
mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan
dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru yang
baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang
atau bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik
kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak
berpengalaman.
pada parenkim paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini
adanya aliran balik dari udara tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada
(ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa adanya aliran udara
balik.
arah kontralateral. Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya
sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran udara pada paru yang
kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan turunnya curah
xxi
jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika
(cyanosis)
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan
tinggi
d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat
avaskuler.
3. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya
tumor.
4. Biasanya arah kolaps ke medial
xxii
berlawanan.
b) BGA: untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah pasien
stabiisasi leher hingga dipastikan pasien tidak mengalami cedera cervical dengan
cara memasang cervical collar atau dengan kantong berisi pasir. Evaluasi tingkat
thrust (bila dicurigai terdapat cedera cervical/pada pasien tidak sadar) atau head
tilt chin lift dilanjutkan dengan membersihkan rongga mulut dengan swab
mengunakan jari telunjuk, mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka. Pada
perkembangan dinding dada asimetris, deviasi trakea ke paru yang sehat, JVP
berikutnya. Pemasangan chest tube cocok pada kasus yang terdapat multiple
injury, pasien yang menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau pasien yang
akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana deteksi peningkatan atau tension
dipertimbangkan bila oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak boleh
menunda pemasangan chest tube dan penutupan luka. Manajemen definitif pada
Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa
melakukan terapi definitif perban dapat diletakkan di atas luka dan diplester pada
tiga sisinya. Secara teori, hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk
masuk selama inspirasi. Hal ini mungkin sulit bila dilakukan pada luka yang luas
dan efeknya sangat bervariasi. Sesegera mungkin chest drain harus dipasang
hingga udara dapat dikeluarkan melalui spuit yang terhubung dengan jarum.
Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di udara. Udara yang keluar dengan
pnemothorax. Chest tube harus tersedia dengan cepat di ruang resusitasi dan
untuk blind needle thoracostomy. Hal ini menyebabkan status respiratori dan
tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa
terburu-buru. Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual
melalui tiga tahap yang umum disebut dengan efek Macklin. Urutan kejadiannya
terhadap jantung atau menurunkan aliran darah balik sehingga terjadi penurunan
xxv
subkutis. Apabila udara pada subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat
kiri.
retrofaringeal, dan selubung pembuluh darah leher, dan toraks lateral (Carolan,
pertama yang dapat dilakukan apabila terjadi distres adalah insisi kulit dengan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
pleura akibat robeknya pleura viseralis atau robeknya dinding dada dan
pleura parietalis
2. Pneumotoraks diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kejadian yakni
spontan dan primer, jenis fistel menjadi simple dan tension pneumotoraks,
dan lokalisasinya
3. Diagnosa pneumotoraks ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA
xxvii
21.00
Bascom R. 2006. Pneumothorax.
http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/. Diakses
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTpneumo.html. Diakses
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTtension.html. Diakses
Pneumomediastinum. http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM.
http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons
Pneumopericardium. Cont edu Anaesth Crit Care & Pain. 8(6): 204-209.
74
Yılmaz, A, Bayramgürler, B, Yazıcıoğlu, O, Ünver, M, Ertuğrul, M, Güngör, N,