0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
68 tayangan2 halaman
Tulisan ini membahas tentang pentingnya melestarikan kearifan lokal Batak Padang Bolak di kalangan generasi muda. Penulis mengungkapkan hasil riset yang menunjukkan bahwa banyak anak-anak sekarang tidak mengenal istilah penting dalam budaya Batak seperti penggunaan kosa kata dan dialek. Jika dibiarkan, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya adat istiadat seperti dalam acara pernikahan. O
Tulisan ini membahas tentang pentingnya melestarikan kearifan lokal Batak Padang Bolak di kalangan generasi muda. Penulis mengungkapkan hasil riset yang menunjukkan bahwa banyak anak-anak sekarang tidak mengenal istilah penting dalam budaya Batak seperti penggunaan kosa kata dan dialek. Jika dibiarkan, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya adat istiadat seperti dalam acara pernikahan. O
Tulisan ini membahas tentang pentingnya melestarikan kearifan lokal Batak Padang Bolak di kalangan generasi muda. Penulis mengungkapkan hasil riset yang menunjukkan bahwa banyak anak-anak sekarang tidak mengenal istilah penting dalam budaya Batak seperti penggunaan kosa kata dan dialek. Jika dibiarkan, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya adat istiadat seperti dalam acara pernikahan. O
Isemu ma na mambuat iboto ni ayahmu? Ahama na idokkon boltok siubeon?
Segelintir pertanyaan sederhana tersebut masih terukir jelas dalam ingatan saya. Tentu kita masih ingat bersama bahwa sistem pendidikan kita pernah dihiasi dengan nuansa lokal. Ya, betul sekali kita pernah mendengar pertanyaan tersebut dari guru sewaktu dibangku SD. Pelajaran tersebut merupakan pelajaran tambahan dikenal dengan istilah pelajaran Partuturan ni Halak Hita, yang tertuang dalam pelajaran muatan lokal. Secara implisit, mata pelajaran ini mengajarkan kita nilai-nilai budaya yang harus kita jaga dalam konteks kehidupan beragama dan beradat. Mata pelajaran ini masih diterapkan disekolah sekitar tahun 2005 ke bawah dan biasanya di-setting pada jam terakhir pelajaran sekolah. Namun tidak bisa dipungkiri dalam kurun waktu 10 tahun belakang ini, nilai-nilai tersebut mulai habis terkikis. Bahkan hanya segelintir sekolah saja yang masih menerapkan pelajaran tersebut, khususnya di Padang Lawas Utara yang kita banggakan bersama ini. Padahal nilai esensial yang terkandung dalam pelajaran Partuturan ni Halak Hita ini memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun karakter generasi muda yang kuat terhadap hempasan arus globalisasi. Sekilas permasalahan ini memang tampak sepele dan tidak begitu krusial bagi perkembangan maupun pertumbuhan suatu daerah. Namun kita tidak boleh lupa bahwa suatu daerah yang besar adalah daerah yang senantiasa menjaga kearifan lokalnya. Memang bagi generasi kita yang lahir pada tahun 1995 ke bawah masih memahami akan mekanisme Partuturan ni Halak Hita maupun dialek asli Batak Padang Bolak. Namun yang kita khawatirkan adalah generasi di atasnya, akankah mereka masih mengerti warisan leluhur kita tersebut? Berdasarkan riset yang dilakukan oleh penulis bersama beberapa dosen dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Tabagsel tentang Analisis Kekerabatan Bahasa Batak Mandailing, Angkola dan Padang Bolak, ditemukan suatu masalah yang diperoleh dari sampel penelitian bahwa banyak anak- anak SD/SMP sekarang ini sudah tidak mengenal istilah-istilah penting dalam budaya Batak kita. Misalnya seperti penggunaan kosa kata siamun (kanan), siambirang (kiri), bobok (mengikat), haduan (besok), siriaon (suka cita), siluluton (duka cita), horbo janggut (kambing) dan lain sebagainya. Hal ini bukanlah suatu perkara sepele yang boleh kita biarkan berlarut-larut. Terkecuali jika kita ingin generasi muda kita kehilangan jati dirinya sebagai suku Batak. Belum lagi jika kita masuk ke ranah Partuturon maupun Paradaton, pasti banyak sekali permasalahan yang akan kita temui. Saya rasa kita bersama memiliki tanggungjawab bersama terhadap permasalahan. Sungguh kita tidak rela jika generasi kita tidak lagi ikut menikmati indahnya kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur kita. Memangnya kenapa kalau hal ini kita biarkan berlarut-larut begitu saja. Apakah akan muncul dampak suatu masalah? Ya, tentu akan muncul suatu dampak negatif jika hal ini kita biarkan saja terjadi. Dampak yang muncul cenderung berupa permasalahan sosial (society problem). Kita tentu mengetahui bersama bahwa masyarakat Padang Lawas Utara ini masih menjaga adat istiadatnya, misalnya saja dalam acara siriaon (suka cita/pernikahan). Dalam acara tersebut terkandung nilai dan tahapan-tahapan adat yang harus ditempuh dalam pengaplikasiannya. Jika nilai-nilai tersebut tidak kita tanamkan sejak dini bagi generasi muda kita, apakah mereka bisa memahaminya. Lalu apa yang akan terjadi 50 tahun ke depan jika mereka tidak mengetahuinya mulai dari sekarang? Bisa dipastikan acara-acara adat di daerah kita ini akan mulai hilang secara perlahan. Karena orang yang memahami adat tersebut jumlah semakin berkurang. Dan Burangir Na Hombang bertuah yang diwariskan leluhur kita akan layu. Maka melalui tulisan ini, penulis menghimbau dan mengajak semua elemen masyarakat beserta Pemerintah Daerah untuk bersama-sama melestarikan kearifan lokal yang kita miliki. Penulis menyarankan agar mata pelajaran Partuturan ni Halak Hita dan Paradaton kembali diterapkan kembali dalam kurikulum pendidikan kita (Dinas Pendidikan Daerah, red). Agar warisan tersebut dapat diketahui oleh generasi kita selanjutnya. Dan juga kita bisa melestarikan kearifan lokal ini dengan mengenalkannya melalui event positif seperti Festival Makkobar, Marbondong dan Margondang yang saya rasa bisa kita laksanakan minimal sekali dalam setahun (Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Paluta, red). Semoga harta karun tersebut tetap terjaga untuk masa yang akan datang. Muda kehe hamu koum tu Ujung Batu Ikkon boluson doi baya huta Simangambat Mare ma hita rab bahu membahu Mambangun Paluta maju, maradat dohot marmartabat
Alhamdulillah Saya Bersama Perempuan Hebat Lainnya Mendapatkan Kepercayaan Menjadi Narasumber Dalam Webinar Special Hari Kartini Yang Di Selenggarakan Oleh Tribun Kaltara