Anda di halaman 1dari 4

TUGAS KELOMPOK 5 FILOSOFI PENDIDIKAN

ANGGOTA : 1. BAIQ RONA LEONY

2. IDA ZURAIDAH

3. LALU ZULPADLI

4. MUH. ALWI

5. RIFAATUN NISA

A. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang
sejalan dengan pemikiran KHD?

1. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai


luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter
peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks
lokal sosial budaya di daerah Anda?

Jawab:

Menurut pemikiran ki hajar dewantara bahwa Pendidikan adalah tempat persemaian


benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Ki hajar dewantara memiliki keyakinan
bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi
salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan
tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. KHD
menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita
tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi
kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Dari pemikiran ki hajar dewantara tersebut kearifan budaya yang relevan dengan
penguatan karakter di daerah kami adalah sebagai berikut:

a. Isong Bale (Gotong Royong)


Pada tradisi isong bale setiap penduduk desa secara bersama2 akan mengangkat
rumah panggung yang merupakam rumah adat sumbawa. Setiap tiang harus digotong
bersama2 dan membutuhkan kerjasama yang baik antara satu sama lain dan dilakukan
oleh laki2. Akan tetapi bukan berarti laki2 saja yang melakukan aktivitas kerjasama
tetapi juga pihak perempuan karena akan mengangkat genteng dan mempersiapkan
konsumsi. Melalui kegiatan ini maka warga desa akan sama-sama bergotong royong
dengan berasaskan kekluargaan karena tidak ada satupun pihak yang di upah dengan
uang. Pemikiran KHD dapat dikontekstualkan dalam pelajaran melalui IKM pada saat
anak mengerjakan proyek secara bekelompok. Pada proses ini anak akan belajar
bagaimana bekerjasama untuk menyelesaikan masalah sehingga membangun
semangat gotong royong anak sebagai salah 1 prinsip pelajar pancasila. Pengerjaan
proyek secara berkelompok juga diharapkan mampu membangun harmonis peserta
didik dengan rekan kelompok lainnya.
b. Tate Krame ( Sopan Santun)
Dalam suku sasak dikenal suatu adat kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi dengan
masyarakat yang lainnya dengan nama Tate Krame. Tate Krame ini jika diartikan
kedalam bahasa Indonesia menjadi Tata Krama. Seperti pada umumnya, setiap daerah
memiliki tata krama masing-masing yang menunjukkan ciri-ciri dari daerahnya
masing-masing. Tata krama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan
sebagai adat sopan santun. Begitupun juga dalam bahasa sasak, Tate Krame adalah
suatu cara bersopan santun dalam masyarakat suku sasak.
Tate Krame dibagi dalam 2 bentuk yakni tate krame dalam bertingkah laku dan dalam
berbahasa. Adat dalam bertingkahlaku sudah memiliki awig-awig adat (aturan-aturan
adat) tersendiri yang mesti dilakukan. Misalkan dalam Betemoe (bertamu),
masyarakat adat suku sasak akan mengucapkan salam terlebih dahulu didepan rumah,
dan tidak akan masuk apabila belum ada jawaban dari pemilik rumah dan
dipersilakan untuk masuk. Kemudian ketika disajikan makanan atau minuman harus
dihabiskan, untuk menghormati pemilik rumah yang telah menghidangkannya.
Sedangkan Tate Krame dalam berbahasa harus menggunakan bahasa yang sesuai
dengan lawan bicaranya, misalkan ketika berbicara dengan seseorang yang lebih tua
dan memiliki strata yang lebih tinggi menggunakan basa halus (bahasa yang lemut).
Contonya tiang (saya), pelinggih (“kamu” untuk yang lebih tua), mindah (tidak tahu),
sampun (sudah). Sedangkan ketika berbicara dengan yang lebih muda menggunakan
bahasa sasak biasa, seperti aku, kamu, deq taon (tidak tahu), uwah (sudah). Memang
dalam bahasa sasak sendiri memiliki tingkatan bahasa yang digunakan sesuai dengan
lawan berbicaranya. Kemudian tate krame dalam menghormati orang yang lebih tua
dari kita, yaitu apa bila ada orang tua berada di dekat kita dan akan melewatinya,
maka kita mengucapkan “tabe walar” atau bahasa halusnya atau bahasa yang lebih di
atasnya yaitu “Nurge”, apa bila di artikan dalam bahasa indonesia yaitu permisi.
Biasanya untuk menghormati orang yang lebih tua dari kita untuk menghormati
mereka.

2. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di
kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda
yang dapat diterapkan.

Jawab:

Salah satu pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau di sekolah
sesuai dengan konteks social budaya yaitu budaya tate krame (sopan santun) Pendidikan
Tate Krame diperlukan untuk menumbuhkan sikap peduli masyarakat terhadap
budayanya sendiri. Ketika kepedulian sudah hilang, maka kebudayaan yang hanya
mengikuti dari belakang pun akan hilang juga, karena kebudayaan tidak akan dapat
lestari dan terjaga tanpa ada masyarakat yang ber- Tate Krame yang bisa menjaganya.
Setelah melihat bagaimana realita yang terjadi dalam masyarakat suku sasak saat ini, dan
sudah tentu dapat kita saksikan lansung buktinya dalam kehidupan sehari-hari bahwa
kebudayaan suku sasak mulai luntur karena minat generasi muda untuk mempelajari
budayanya sudah mulai terkikis oleh arus zaman modern ini. Generasi muda seolah acuh
tak acauh terhadap kebudayaan sukunya sendiri. Sudah tidak ada kesopanan dan ketaatan
terhadap aturan.

Pendidikan tentang Tate Krame sangat penting untuk menjaga dan memajukan
kebudayaan suku sasak, seperti di SD dulu kami masih mendapatkan pelajaran muatan
local, yang mengajarkan kami tentang budaya sasak, seperti bahasa halus, masakan khas
daerah, kebudayaan daerah, sedangkan setelah memasuki SMP dan SMA, sudah tidak
ada lagi dalam mata pelajaran. Sehingga dapat dikatakan, budaya sasak sudah luntur
karena tidak ada pendidikan yang mendukung untuk berkembang dan bertahannya suku
sasak pada zaman yang modern ini.

Pendidikan Tate krame ini juga bisa kita terapkan kepada peserta didik terutama di
Sekolah Dasar. Karena pendidikan tingkat Sekolah Dasar adalah pondasi yang akan kita
bangun agar nanti ketika membangun kontruksinya sampai menjadi sebuah bangunan,
akan menghasilkan bangunan yang kokoh. Itulah yang diibaratkan Pendidikan yang akan
kita berikan kepada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar nantinya.

Tergerusnya kebudayaan ini disebabkan oleh sikap dari berbagai pihak yang bertanggung
jawab, dan tidak ada sarana untuk mengenalkan kebudayaan kepada masyarakat untuk
dapat mengenal kebudayaan daerahnya. Oleh karena itu, anak-anak zaman sekarang tidak
tahu banyak tentang budayanya sendiri. Sarana yang dibutuhkan untuk mengenalkan
kebudayaan suku sasak adalah lewat pendidikan Tate Krame. Apabila pendidikan Tate
Krame adat diberikan sejak bangku sekolah, maka nilai-nilai dan konsep Tate Krame
adat tersebut akan tertanam dalam hati dan pikiran anak.

Harus adanya upaya yang serius dari pemerintah secara umum dan pemerintah Provinsi
NTB khususnya untuk mengatasi masalah ini. Misalkan dengan memberlakukan
kurikulum yang khusus memperlajari kebudayaan sesuai daerah masing-masing, yang
jika di Lombok menjadi Pendidikan Tate Krame. Penanaman karakter cinta daerah
ditumbuhkan sejak dini melalui pendidikan. (kompasiana.com)

Anda mungkin juga menyukai