Bentuk tubuh Chrysophyta kebanyakan bersel satu (uniseluler) dan bersel banyak
(multiseluler) dan tubuhnya biasanya berbentuk seperti benang. Pigmen Chrysophyta
berwarna keemasan, warna keemasan pada Chrysophyta disebabkan oleh karoten dan
xantofil. Di samping itu Chrysophyta mempunyai pigmen fotosintesis termasuk klorofil dan
karotenoid seperti fukoxantin dan diadinoxantin. Chrysophyta memiliki klorofil A dan C dan
klorofil tersebut tersimpan didalam kloroplas yang berbentuk cakram atau lembaran.
Kelas I: Xanthophyceae
1) Dinding sel
Dinding sel pada dua genus Xanthophyceae yaitu Tribonema Aeguale dan
Vaucheria disusun oleh selulosa. Pada Vaucheria sp selulosa menyusun 90% dinding
sel, sisanya disusun oleh glukosa (uronic acids). Beberapa organism dari kelas ini
mempunyai dinding sel yang disusun oleh dua bagian yang overlap (tumpang tindih)
seperti cawan petri.
2) Kloroplas dan cadangan makanan
Kloroplas dikelilingi oleh dua membran. Membrane tersebut berhubungan
dengan pembungkus inti. Klorofil A terdapat dalam kloroplas dengan sebagian besar
karotinoid seperti diadino xanthin, heteroxanthin dan vaucheriaxanthin. Klorofil C
sering ditemukan pada Vaucheria geminate. Mannitol dan glukosa tertimbun dalam
plastid selama proses fotosintesis.
Chlorella
Sumber: www.huffpost.com
Kelas II: Chrysophyceae
1) Flagella dan bintik mata
Diantara anggota Chrysophyceae banyak yang mempunyai dua tipe flagel yaitu tipe
wiphlas dan tinsel. Ochromonas mempunyai flagella yang tidak sama ukuran dan
susunannya, muncul dari bagian anterior sel. Flagellum yang lebih panjang menuju ke
depan selama berenang disebut pleuronematic atau tinsel. Flagellum ini dilengkapi
rambut sekitar 15 nm tebalnya disebut mastigonemes. Sebaliknya flagellum tipe
wiphlas yang mengarah ke belakang, pendek dan tumpul, tampak halus dan besar.
Pada bagian pangkal flagella tipe wiphlas mengandung electron yang berhubungan
dengan foto reseptor (bintik mata). Bintik mata terletak didalam salah satu kloroplas.
Bintik mata terdapat pada sebagian besar alga berflagel biasanya merupakan bagian
kloroplas seperti pada Ochromonas.
REPRODUKSI
Secara umum perkembangbiakan pada Chrysophyta terjadi secara generatif dan
vegetatif. Dengan membelah secara longitudinal dan fragmentasi terjadi menjadi 2
macam yaitu:
1. Koloni memisah menjadi 2 atau lebih (sel tunggal melepaskan diri dari koloni
kemudian membentuk koloni yang baru).
2. Sporik dengan membentuk 2 oospora (untuk sel yang tidak berflagel) dan statospora
(tipe spora yang unik yang ditemukan pada Chrysophyta, dengan bentuk speris dan
bulat, dinding spora bersilla, tersusun atas 2 bagian yang saling tumpang tindih,
mempunyai lubang atau pore ditutupi oleh sumbat yang mengandung gelatin).
Reproduksi aseksual pada genera yang immobile mungkin menggunakan spora berflagel atau
spora tidak berflagel. Spora yang tidak berflagel dengan tipe unik disebut statospora.
Reproduksi seksual biasanya isogami melalui penyatuan gamet berflagel atau tidak berflagel
tetapi dapat juga anisogami atau oogami.
Kelas I: Xanthophyceae
1) Secara aseksual
a) Vefetatif yaitu dengan fragmentasi. Alga yang koloninya berbentuk filament
seringkali mengadakan perkembangbiakan dengan fragmentasi yaitu koloni
patah menjadi dua bagian.
b) Zoospora, mempunyai dua flagel yang tidak sama panjang.bagian depan
adalah flagellum tinsel yang mempunyai panjang 4 sampai 6 kali. Flagelklum
whiplash yang ada pada bagian posteur. Zoozpora telanjang dan berbentuk
seperti buah pir yang akan menghasilkan 1-16 zoospora yang kemudian akan
dilepaskan melalui pemutusan dinding sporangial yang ovelap.
c) Aplanospora, dalam beberapa kasus kondisi lingkungan akan menentukan
apakah alga akan membentuk zoospore atau aplanospora. Bila tumbuh
dibawah permukaan air akan menghasilkan zoospore tetapi bila tumbuh pada
tanah yang basah menghasilkan aplanospora. Aplanospora melepaskan diri ari
sel induk kemudian tumbuh menjadi ganggang baru atau aplanospora dapat
memunculkan zoospore yang selanjutnya akan berkembang menjadi ganggang
baru.
d) Statospora, adalah spora yang terbentuk secara endogen dalam protoplas.
e) Akinet, adalah spora fase istirahat yang berdinding tebal mengandung banyak
cadangan makanan. Akinet pada Xanthophyceae berbentuk filament.
2) Secara seksual
a) Pada Tribonema terjadi penyatuan antara sel gamet yang immobile dan gamet
yang mobil.
b) Pada Botrydium penyatuan sel gamet secara isogami atau anisogami.
c) Pada Vaucheria terjadi secara oogami. Untuk waktu yang cukup lama posisi
meosis dalam siklus hidup Vaucheria tidak diketahui tetapi dianggap pembelahan
terjadi selama perkecambahan dari zigot.
Kelas II: Chrysophyceae
1) Reproduksi aseksual
Pada Chrysomonadalis yang soliter reproduksi aseksual melalui pembelahan sel
secara longitudinal yang menghasilkan 2 sel anakan. Pada Chrysomonadalis yang
berkoloni, pembentukan koloni baru melalui lepasnya satu protoplas yang kemudian
berkembang menjadi koloni baru. Pada Chrysococcales dan Chrysotrichales
reproduksinya melalui zoospore uniflagel atau zoospore biflagel yang tak sama
panjang.
Ciri anggota Chrysophyceae adalah pembentukan statospora. Statospora berbentuk
elip atau oval, bola dan permukaan luar halus atau dengan berbagai ornament seperti
duri, kutil atau lengan. Statospora mempunayi lubang dengan kerah yang ditutup
sumbat. Sumbat tidak mengandung silica sel vegetative membentuk statosora secara
endogenous.
2) Secara seksual
Pada Dinobryon terjadi reproduksi secara isogami. Selama reproduksi seksual dua sel
vegetative berfungsi sebagai gamet dan menyatu. Pada spesies tertentu flagella
anterior kedua sel saling melingkari satu dengan yang lainnya kemudian sel
meninggalkan mangkuknya dan menyatu (hologami). Zigot kemudian membentuk
kista. Pada Chrysophyceae berbentuk koloni Synura petersenii, gamet jantan ditarik
oleh hormone yang disekresikan oleh betina. Gamet jantan meninggalkan koloni
induk, berenang menuju gamet betina pada koloni betina kemudian menyatu.
Kemudian terbentuk kista zigot yang mempunyai dinding silica. Perkecambahan kista
diikuti oleh proses meiosis.
Kelas III: Bacillariophyceae
1) Pembelahan sel
Peristiwa ini diawali dengan pertambahan volume frustules yang mengakibatkan
katup terpisah, diikuti pembelahan inti secara mitosis dengan benang spindle paralel
axis yang memastikan protoplas membelah secara longitudinal. Pembelahan katup
pada sel induk akan menajadi epiteka pada sel anak, dimana masing-masing sel anak
membentuk hipoteka baru.
2) Pembentukan auxospora tunggal melalui konjugasi dua sel
Dua sel melakukan konjugasi yang tertutup oleh pembungkus gelatin. Inti diploid
membelah menjadi empat inti haploid melalui proses meiosis. Dari keempat inti
hanya satu yang berfungsi sedang yang tiga mengalami degenerasi. Protoplas yang
mempunyai satu inti aktif sebagai gamet. Dua gamet yang berasal sari dua sel
menyatu kemudian membentuk zigot. Zigot mengalami periode istirahat kemudian
memanjang membentuk auxospora
3) Pembentukan auxospora melalui parthenogenesis
Dua diatom dikelilingi oleh lender. Inti masing-masing sel mengalami pembelahan
mitosis. Semua inti kecuali satu melebur sehingga protoplas mempunyai satu inti
diploid yang fungsional. Protoplas ini lepas dan akti sebagai auxospora.
4) Pembentukan auxospora melalui autogami
Inti diploid diatom membelah secara meiosis menjadi empat inti. Nucleus mengalami
degenarasi sehingga hanya tersisa dua sel inti yang fungsional. Penyatuan dua gamet
(autogami) menghasilkan zigot. Setelah beberapa periode istirahat zigot membesar
dan aktif sebagai auxospora yang kemudian membentuk katup yang overlapping.
5) Pembentukan spora melalui oogami
Pembelahan pertama terjadi secara meiosis. Dengan satu atau dua flagel yang muncul
dari protoplas anak. Struktur ini disebut gamet jantan. Sel yang menghasilkan gamet
jantan adalah anteredium. Sel diatom yang menghasilkan telur adalah oogonium. Sel
gamet jantan masuk kedalam oogonium dan menyatu dengan telur membentuk zigot,
kemudian zigot membesar dan tumbuh menjadi auxospora.
6) Statospora