Ridha Herdiani
Pendahuluan
Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat
komunikasi yang logis. Bahasa lahir dari kreatifitas yang diungkapkan dalam
bentuk bunyi, lisan, gerak, maupun isyarat atau juga bentuk lainnya. Bahasa
memiliki empat keterampilan di antaranya berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis. Menulis adalah meletakan atau mengatur simbol-simbol grafis yang
menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang lain dapat
membaca simbol-simbol sebagai penyajian ekspresi bahasa (Lado, 1964), menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang paling tinggi (aktif produktif), karena
menulis lebih menekankan pada aspek motorik yang dituangkan dalam bahasa
tulisan. Untuk menyambungkan ilmu pengetahuan, dan wawasan melalui bahan
tertulis perlu kreatifitas, sehingga dapat diuraikan dan dimanfaatkan problem
solving. Menulis merupakan suatu proses yang kompak, yang merupakan
keterampilan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir di sekolah (M.E.
1
2
Di antara karunia Allah SWT yang paling besar bagi manusia adalah
kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya dengan
bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara telah membedakan manusia
dari makhluk lainnya. Dengan berbicara, manusia mengungkapkan perasaan
dirinya, mengatur lingkungannya dan pada akhirnya menciptakan budaya insani.
Sebelum lambang-lambang tulian digunakan, orang sudah menggunakan
berbicara sebagai alat berkomunikasi. Bahkan setelah tulisan ditemukan
sekalipun, berbicara lebih banyak digunakan. Ada beberapa kelebihan berbicara
yang tidak dapat digantikan dengan tulisan. Berbicara terasa lebih akrab, lebih
pribadi dan lebih manusiawi.
Namun, kenyataannya berbeda dengan harapan. Kemampuan siswa dalam
menulis pidato khususnya di SMAN Tanjungsari masih jauh dari harapan.
Keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan keingintahuan guru sebagai pelaksana
kurikulum belum dapat memvariasikan metode, dan teknik pembelajaran yang
bertumbu pada PAKEM. Siswa sebagai subjek dianggap sebagai objek sehinga
kreatifitasnya terbatasi pada suatu teknik yang diatur oleh guru. Melihat
kenyataan tersebut, penulis merasa terdorong untuk mengadakan Penelitian
Tindakan dengan judul “Model Pembelajaran Menulis Naskah Pidato Dengan
Teknik Sinektik Terhadap Siswa Kelas X5 SMAN Tanjungsari Kecamatan
Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014”.
Karena luasnya ruang lingkup yang tergambar pada latar belakang
masalah, maka penelitian ini dibatasi hal-hal sebagai berikut:
1) Kompetensi yang menjadi pusat perhatian penulis adalah pembelajaran
menulis pidato berdasarkan kosa kata dan paragrap.
2) Siswa yang menjadi sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X5 SMAN
Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014.
3) Metode Pengajaran yang dipilih untuk dieksperimenkan adalah menggunakan
strategi sinektik.
Berdasarkan hal di atas, dapat dirumuskan bahwa penelitian ini merupakan
uji coba model pembelajaran menulis pidato dengan menggunakan strategi
sinektik di kelas X5 SMAN Tanjungsari tahun pelajaran 2013-2014.
4
KajianTeori
Pidato
Socrates adalah seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika
dengan menyingkirkan sophesme negative. Socrates percaya bahwa retorika tidak
boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Tetapi ia mengganggap tidak semua
orang boleh diberi pelayanan ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya
untuk mereka yang berbakat. Ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil
pada tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam
susunan yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar.
Karena ia tidak mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia
hanya menuliskan pidato. Ia menuliskan risalah-risalah itu dianggap warisan
prosa Yunani yang menakjubkan.
Aristoteles membagi lima tahap dalam penyusunan pidato yang terkenal
sebagai lima hukum retorika, yaitu:
1) Invention (penemuan)
Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk
mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Juga merumuskan tujuan dan
mengumpulkan bahan (argument) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
6
2) Deposito (penyusunan)
Pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles
menyebutkan taxis, yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi dalam
beberapa bagian yang berkaitan secara logis.
3) Elucution (gaya)
Pembiacara memiliki kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk
mengemas pesannya.
4) Memoria (memori)
Pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikan, dengan mengatur
bahan-bahan pembicaraannya.
5) Pronontiatio (penyampaian)
Pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat
berperan. Pembicara harus memperhatikan suara dan gerakan-gerakan
anggota badan.
Menurut ada tidaknya persiapan, sesuai dengan cara yang dilakukan waktu
Pada jenis pidato impromptu dilaksnakan secara spontan. Bagi juru pidato
disampaikannya.
dan hidup.
pembicara impromptu.
Jenis pidato yang kedua adalah manuskrip. Ini disebut juga dengan pidato
pidato. Manuskrip diperlukan oleh tokoh nasional, sebab kesalahan kata saja akan
kacau dan berakibat kurang baik bagi pembicara. Manuskrip dilakukan oleh
lain adalah pidato radio menggunakan manuskrip tanpa terlihat oleh pendengar.
Pidato manuskrip tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun
kepada mereka, pembicara dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan
8
kehilangan gerak dan bersifat kaku, umpan balik dari pendengar tidak dapat
lebih cepat dan sekedar menyiapkan garis-garis besarnya atau (otline) saja.
lebih informal dan langsung; baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan
pendengar; siapkan manuskrip dengan ketikan besar, misalnya tiga spasi dan batas
Jenis pidato yang ketiga adalah memoriter. Pada jenis memoriter, pesan
pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata. Seperti halnya manuskrip,
pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.
Tetapi karena pesan sudah tepat, tidak terjalin saling berhubungan antara pesan
Bahaya terbesar adalah timbul bila satu kata atau lebih hilang dari ingatan.
Seperti penulisan manuskrip, maka naskah memoriter pun harap ditulis kembali.
pidato yang paling baik dan yang paling sering dilakukan oleh juru pidato yang
mengingatnya kata demi kata. Out line itu hanya merupakan pedoman untuk
mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Keuntungan ekstempore ialah
pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai kebutuhan dan panyajiannya lebih
spontan. Bagi pembicara yang belum ahli, kerugian-kerugian berikut ini dapat
timbul. Persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang
jelek, kefasihan yang terhambat karena kesukaran memilih kata dengan segera.
Kemungkinan menyimpang dari out-line, dan tentu saja tidak dapat disajikan
TeknikSinektik
Kata sinektik merupakan kata sifat yang berasal dari bahasa Grik
synektinos yang berarti joining, connecting, of, causa, immediate. Arti yang lebih
tepat dengan istilah sinektik adalah connecting “menghubungkan”, atau
menyambung. Arti ini diperluas lagi melalui proses metafonik, yaitu penggunaan
analogi.
Sinektik yang ini bukan saja digunakan dalam bidang industri, melainkan
dalam bidang pendidikan. Pengembangan kreativitas individu dalam
memecahkan masalah kreatif. Kreatif tidak terbatas pada seni, melainkan juga
pada bidang lainnya, seperti sain dan teknologi (Dahlan, 1990:88).
Sinektik merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna
mengembangkan kreatifitas dirancang oleh William J.J. Gordon dan kawan-
kawannya. Mula-mula Gordon menerapkan prosedur sinektik untuk keperluan
mengembangkan aktifitas kelompok dalam organisasi industri, di mana individu
dilatih untuk mampu bekerja sama satu sama lain dan nantinya berfungsi sebagai
10
orang yang mampu mengatasi masalah (problem solvers) atau sebagai orang yang
mampu mengembangkan produksi (product developers).
Menurut Gordon, ada empat pandangan yang mendasari sinektik dan
sekaligus menantang pandangan lama tentang kreatifitas:
1. Kreatifitas merupakan kegiatan sehari-hari. Umumnya kita beranggapan
bhawa proses kreatifitas itu merupakan pekerjaan yang luar biasa seperi
seni, musik, atau penemuan baru. Menurut Gordon, krestifitas merupakan
bagian dari kegiatan kerja kita sehari-hari dan berlangsung seumur hidup.
Model yang dikembangkan Gordon dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah, ekspresif kreatif, empati.
2. Proses kreatif tidak selamanya misterius, tetapi dapat diuraikan dan
mungkin dapat dimanfaatkan untuk melatih individu guna meningkatkan
kreatifitas mereka. Menurut pandangan tradisional, kreatifitas itu
merupakan sesuatu hal yang bersifat misterius, bawaan sejak lahir, dan
kapasitas ini dapat hilang sewaktu-waktu. Gordon percaya jika individu
memehami kreatifitas di mana mereka hidup atau bekerja secara mandiri
atau sebagai anggota kelompok. Menurut Gordon, kreatifitas ditingkatkan
oleh kesadaran yang memberi petunjuk baginya untuk menjabarkan dan
menciptakan prosedur latihan yang dapat ditetapkan di sekolah atau setting
yang lainnya.
3. Kreatifitas tercipta disegala bidang, ini merupakan ide yang bertentangan
dengan keyakinan umum bahwa kreatifitas itu terbatas hanya dalam
bidang seni pada hal bidang-bidang sain dan mesin pun meningkatkan
karena kreasi manusia. Gordon menunjukkan suatu hubungan yang erat
antara tumbuhnya berfikir di bidang seni dan sain.
4. Peningkatan berfikit kreatif inidvidu dan kelompok yang sama. Individu
dan kelompok menimbulkan ide-ide dan produk dalam berbagai hal,
sangat berbeda dengan pendirian yang mengatakan bahwa kreatifitas
merupakan pengalaman yang bersifat individual.
Pemrosesan spesifik dalam sinektik dikembangkan dari seperangkat
anggapan dasar tentang psikologi kreatifitas:
11
HasilPembahasan
Setelah dilaksanakan pengumpulan data debagaimana telah diungkapkan
pada bab terdahulu, maka diperoleh deskripsi data hasil penelitian yang dapat
penulis uraikan sebagai berikut.
1. Data hasil pretes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa
kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam Menulis
Naskah Pidato adalah sebagai berikut.
Tabel1
Nilai Pretes pada Pembelajaran menulis Naskah Pidato
No No. Induk Nama JK Skor Nilai
Tabel2
Nilai Postes Pada Pembelajaran Menulis Naskah Pidato
No No. Induk Nama JK Skor Nilai
𝑀𝑑
t=√ 𝛴𝑥2 𝑑
𝑁(𝑁−1)
Tabel 3
Distribusi Perbedaan Mean Pretes dan Postes
Skor Gain Xd= Xd2
No Nama Siswa
Pretes Postes (d) (d-md)
1 AIMAN RASYID 5.0 7.0 2 0,6 0,36
MAYA ROBIATUL
16 5.5 6.5 1 -0,4 0,16
ADAWIAH
MUHAMMAD SAMSUL
20 6.5 8.0 1,5 0,1 0,01
ANWAR
Jumlah 42 7,36
Dengan demikian:
𝑀𝑑
t=√ 𝛴𝑥2 𝑑
𝑁(𝑁−1)
1,4
t=√ 0,25
30(30−1)
t = 14,8253
Dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95% serta derajat
kebebasan 29, maka terbukti bahwa thitung (14,8253) lebih beesar dari ttabel (1,70).
Rata-rata nilai yang diraih siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari tahun
Pelajaran 2013-2014 sebelum mengikuti pembelajaran menulis teks pidato dengan
menggunakan teknik Sinektik (pretes) adalah 5,7 (tergolong sedang). Setelah
mengikuti pembelajaran menulis teks pidato dengan menggunakan teknik Sinektik
(postes) adalah 7,1 (tergolong baik).
Tabel 4
Keterangan Nilai Dengan Angka
10 Istimewa 5 Sedang
18
Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdiri atas deskripsi data, pengujian
hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian, sebagaimana telah penulis paparkan di
atas, penulis dapat mengemukakan beberapa fakta dari Penelitian Tindakan kelas
yang berjudul “Model Pembelajaran Menulis Pidato dengan Teknik Sinektik
Terhadap Siswa Kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 adalah
sebagai berikut.
1) Kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-
2014 dalam Menulis Teks Pidato sebelum mendapat perlakuan
19
PustakaRujukan
Sunarto, Achmad. Contoh-contoh Teks Pidato dan Pedoman Pembawa Acara.
Jakarta: Pustaka Amani.
Arikunto, S. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Erlangga.
Badudu, Jd. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.
Depdiknas. 2002. Laporan Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Jawa
Barat: Dinas Pendidikan.
Djojosuroto dan Sumaryati. 2004. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan
Sastra. Bandung: Nuansa.
Harjasujana, A. 1991. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.
Keraf, Gorys. 1980. Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Larry King, Bill Gilbert. 1996. Seni Bebicara. Jakarta: Gramedia.
Rogers, natalie. 2004. Berani Bicara Di Depan Publik Cara Cepat Berpidato.
Bandung: Nuansa.
20