Anda di halaman 1dari 20

SENIN, 7-9

PERAN MEETING, INCENTIVE, CONVENTION, AND EXHIBITION


(MICE) DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI SEKTOR PARIWISATA
KHUSUSNYA KAWASAN NUSA TENGGARA

MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perekonomian dan Koperasi Indonesia
yang dibina oleh Drs. H. Gatot Isnaini M. Si

oleh:
Tri Handayani
26/SS
081216944991
150413601511

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
April 2016
PERNYATAAN KEASLIAAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Tri Handayani
NIM : 150413601511
Jurusan/Program Studi : Manajemen/S1 Manajemen
Fakultas/Program : Ekonomi
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini benar-benar
tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi baik sebagian atau seluruhnya.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa makalah ini hasil
plagiasi, baik sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 29 April 2016


Yang membuat pernyataan

TRI HANDAYANI

i
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian MICE ...................................................................... 3
2.2 Peran MICE Membangun Pariwisata di Indonesia
Khususnya Kawasan Nusa Tenggara ........................................ 4
2.3 Sektor Pariwisata Mampu Memberikan Perkembangan
Ekonomi di Kawasan Nusa Tenggara ....................................... 5
2.4 Tantangan Indonesia Mengembangkan MICE khususnya di
Kawasan Nusa Tenggara .......................................................... 6
2.5 Solusi Menghadapi Tantangan Mengembangkan MICE di
Kawasan Nusa Tenggara ........................................................ 9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................... 14
3.2 Saran ........................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan buku III RPJMN 2015-2019, pada bab 1 dibahas mengenai arah
pengembangan pembangunan wilayah nasional pada periode 2015-2019. Salah
satu agenda dalam pengembang wilayah dengan potensi keunggulan komparatif
dan kompetitif, serta posisi geografis strategis di masing-masing pulau. Terutama
tertulis pada agenda pengembangan di Kepulauan Nusa Tenggara yaitu akan
dijadikan sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis melalui pengembangan
industry Meeting, Incentive, Convetion, Exhibition (MICE).

Menurut Pendit (dalam Wahyuningsih 2014:11), bisnis MICE merupakan


bisnis jasa kepariwisataan yang bergerak di seputar Pertemuan, Insentif,
Konvensi, dan Pameran (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition, yang
disingkat MICE). Keempat jenis kegiatan kepariwisataan ini merupakan usaha
untuk memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang,
khususnya para pelaku bisnis, cendekiawan, eksekutif pemerintah dan swasta,
untuk membahas berbagai persoalan yang berkaitan dengan kepentingan bersama.
termasuk memamerkan produk-produk bisnis. Usaha kegiatan MICE memiliki
pengaruh berlipat ganda (multiplier effect) yang menguntungkan karena dalam
menyelenggaraannya akan selalu melibatkan banyak sektor usaha atau industri.
Keuntungan di atas akan dirasakan oleh banyak pihak karena pengeluaran
finansial dari segmen MICE sekitar 8-10 kali pengeluaran wisatawan biasa. Sektor
usaha yang diuntungkan dalam pengadaan MICE biasanya percetakan, hotel,
perusahaan souvenir, biro perjalanan wisata, transportasi, Professional Converensi
Organizer (PCO), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan Event Organizer.

Dalam pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai MICE yang akan


dikembangkan di kawasan Nusa Tenggara. Bagian dari mewujudkan arah dan
strategi wilayah pada tahun 2016 dengan mengurahi kesenjangan antar wilayah
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI). Potensi

1
2

Nusa Tenggara yang begitu kaya dengan adat-istiadat, budaya, bentang alam,
pertambagan, laut, perikanan, peternakan, dan lain-lain membuat pembangunan
terus digencarkan di kawasan timur Indonesia. Dengan potensi di atas maka
banyak investor lokal maupun asing yang berminat menanamkan modalnya guna
membantu pembangunan di kawasan Nusa Tenggara. Menurut halaman artikel
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi khusus yang berjudul KEK Mandalika
diwebsite http://kek.ekon.go.id/kek-di-indonesia/mandalika, sektor yang saat ini
sedang populer di Nusa Tenggara adalah sektor pariwisata yang mampu
mendatangkan wisatawan asing maupun lokal dengan kenaikan 20% pada bulan
Agustus 2015 dari bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sehingga munculnya
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang memang difokuskan pada
sektor pariwisata salah satunya MICE.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah


dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana mengetahui pengertian dari MICE?


2. Bagaimana peran MICE membangun pariwisata di Indonesia
khususnya Kawasan Nusa Tenggara?
3. Bagaimana sektor pariwisata mampu memberikan perkembangan
ekonomi di Kawasan Nusa Tenggara?
4. Tantangan apa saja yang dihadapi Indonesia untuk mengembangkan
MICE khususnya di kawasan Nusa Tenggara?
5. Bagaimana solusi untuk menghadapi tantangan dalam
mengembangkan MICE di Kawasan Nusa Tenggar?

Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman


Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM,2010).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari MICE


Mengingat masih kurangnya pengetahuan tentang MICE di Indonesia. Berikut
dijelaskan pengertian MICE menurut para pakar yaitu: MICE adalah singkatan
dari Meeting, Incentive, Convention, Exhibition. Dunia MICE merupakan dunia
bisnis yang sangat menjanjikan namun masih sangat baru dalam masyarakat
karena belum banyak diminati seperti bisnis lainnya padahal bisnis MICE
memiliki multiplier effect dalam penyelenggaraannya.
a. Menurut Pendit (dalam Wahyuningsih 2014:4), MICE diartikan sebagai
wisata konvensi, dengan batasan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan
pameran. Merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu
pertemuan sekelompok orang misalkan negarawan, usahawan, cendikiawan untuk
membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.
b. Sedangkan menurut Kesrul (dalam Wahyuningsih 2014:11), MICE
sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya merupakan perpaduan
antara leisure dan business, biasanya melibatkan sekelompok orang secara
bersama-sama, rangkaian kegiatannya dalam bentuk meetings, incentive travels,
conventions, congresses, conference dan exhibition.
c. Sedangkan Kesrul (dalam Wahyuningsih 2014: 11)
MICE sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya
merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya
melibatkan sekelompok orang secara bersama-sama, rangkaian
kegiatannya dalam bentuk meetings, incentive travels, conventions,
congresses, conference dan exhibition. Meeting adalah suatu
pertemuan atau persidangan yang diselenggarakan oleh kelompok
orang yang tergabung dalam asosiasi, perkumpulan atau
perserikatan dengan tujuan mengembangkan profesionalisme,
peningkatan sumber daya manusia, menggalang kerjasama anggota
dan pengurus, menyebarluaskan informasi terbaru, publikasi,
hubungan kemasyarakatan. Incentive merupakan hadiah atau
penghargaan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada
karyawan, klien, atau konsumen. Bentuknya bisa uang, paket wisata

3
4

atau barang. Conference atau konferensi adalah suatu pertemuan


yang diselenggarakan terutama mengenai bentuk-bentuk tata krama,
adat atau kebiasaan yang berdasarkan mufakat umum, dua
perjanjian antara negara-negara para penguasa pemerintahan atau
perjanjian international mengenai topik tawanan perang dan
sebagainya. Exhibition atau dengan kata lain pameran merupakan
suatu kegiatan yang diadakan guna menyebarluaskan informasi dan
promosi yang berhubungan dengan penyelenggaraan konvensi atau
yang ada kaitannya dengan pariwisata. Contoh kegiatan dari
exhibition itu sendiri yaitu kompetisi, seminar, workshop, expo,
kelas memasak atau cooking class.

Sehingga dapat disimpulkan MICE adalah jenis kegiatan yang terdapat dalam
industri pariwisata, kegiatan ini telah di rencakanan secara matang oleh suatu
kelompok atau kumpulan orang yang memiliki kesamaan tujuan dalam
penyelenggaran kegiatan tersebut. Keberadaan kegiatan MICE akan menimbulkan
keuntungan berganda pada sektor yang berkaitan dalam kegiatan tersebut
khususnya secara ekonomi.
Misalkan yang terjadi pada di Indonesia pada tahun 2015 yang lalu, yaitu
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung Jawa Barat. KAA
tersebut diadakan unuk kepentingan organisasi anggota ASEAN guna membahas
mengenai solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial negara-
negara Asia Afrika. Sebelum terjadinya pelaksanaan KAA pemerintah Bandung
disibukkan dengan pembenahan kota Bandung terutama di Jalan Asia Afrika
dimana di sana tempat diselenggarakan konferensi tersebut. Pembenahan kota
yang membuat kota menjadi lebih indah dan tertata akan mampu membuat para
wisatawan tertarik untuk berwisata di Bandung yang akhirnya akan memberikan
keuntungan untuk usaha kecil menengah diantaranya penjual makanan pinggir
jalan atau rumah makan, pengrajin oleh-oleh khas daerah atau souvenir, disektor
jasa transportasi, penginapan atau hotel dan lain-lain. Belum lagi usaha-usaha yang
ditunjuk langsung oleh pemerintah Bandung untuk membantu terlaksananya
konferensi dalam membuat souvenir khas Indonesia untuk para pemimpin negara
anggota ASEAN akan memberikan insentif tersendiri.

2.2 Peran MICE Membangun Pariwisata di Indonesia Khususnya Kawasan


Nusa Tenggara
5

MICE sangatlah menguntungkan untuk dunia bisnis saat ini. Peran MICE
untuk pembangunan wilayah dapat menimbulkan multiplier effect yang bernilai
benefit untuk semua aspek yang mempengaruhinya (Pendit, 1999 (dalam
Wahyuningsih, 2014:12)). Apalagi untuk pembangunan wilayah yang memiliki
keindahan alam yang baru dan belum terjamah akan menarik wisatawan lokal dan
asing untuk mengeksploitasi keindahan tersebut. Wisata-wisata yang baru tersebut
akan lebih menguntungkan jika dikelola dengan adanya pembangunan
disekitarnya agar tercipta kawasan wisata yang kompleks. Kompleks di atas
maksudnya adalah tersedianya fasilitas penunjang wisata yang memadai seperti
transportasi yang mudah dan nyaman, infrastruktur jalan, jembatan gedung yang
layak bahkan mungkin dapat memenuhi kebutuhan highclass seseorang. Hal di
mungkin saja terjadi apalagi dalam pembahasan MICE maka akan dibahas tentang
kebutuhan bukan saja perorangan namun untuk sekelompok orang yang
menginginkan adanya nuansa bisnis yang nyaman sekaligus dengan suasana
liburan.

Peran MICE untuk kawasan Nusa Tenggara khususnya sudah dapat dilihat
dengan dijadikannya Kawasan Mandalika menjadi Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK). Alasan yang menjadikan Mandalika sebagai Kawasan Ekonomi Khusus
adalah kawasan ini memiliki keindahan dan eksotik, serta merupakan salah satu
destinasi wisata unggulan dan strategis di NTB. Dalam website resmi
http://presidenri.go.id menuliskan bahwa kawasan dengan luas 1175 ha ini sedang
berbenah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi penting di Pulau Lombok. Di
kawasan ini akan dibangun lokasi MICE dengan kapasitas antara 5000 hingga
7000 orang, hotel sebanyak 10.532 kamar, residen sebanyak 1.586 unit, lokasi
ritel seluas 340.144 meter persegi, lapangan golf seluas 100 ha, pusat marina
dengan 30 tempat berlabuh, Eco Park seluas 70 ha, Water Park seluas 70 ha dan
sebagainya. Pembangunan KEK Mandalika akan berlangsung selama 15 tahun,
antara tahun 2015 hingga 2030.

Komitmen pemerintah pusat pun sudah diberikan melalui anggaran


sebesar Rp 250 miliar pada APBN 2015 untuk pembangunan infrastruktur, di
samping komitmen Presiden Jokowi untuk menambah anggaran sebesar Rp 1,8
6

triliun dalam APBN 2016, termasuk untuk membangun sekolah pariwisata.


Menurut Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang dimuat dalam website
http://entrepreneur.bisnis.com, Pemerintah Daerah NTB memperkirakan kawasan
ini akan mampu menarik investasi hingga Rp 63,8 triliun hingga tahun 2025
dengan proyeksi tenaga kerja mencapai 58.700 orang.

2.3 Sektor Pariwisata Mampu Memberikan Perkembangan Ekonomi di


Kawasan Nusa Tenggara

Pariwisata di kawasan Nusa Tenggara memang banyak diminati terutama


untuk pariwisata alamnya. Artikel di dalam website resmi pemerintah
http://regionalinvestment.bkpm.go.id, Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) menulis beberapa obyek wisata yang ada di Provinsi Nusa Tenggara
Timur yaitu: Pantai Lasiana, Air Terjun Oenesu, Pantai Tablolong, Kolam Renang
Baumata, Taman Wisata Alam Pulau Menipo, Taman Wisata Hutan Camplong,
Pantai Kolbano, Pantai Nihiwatu, Obyek Mata Yangu, Pantai Mali (alor), Taman
Laut Pantar, Pantai Nembrala, Pulau Ndana, Pulau Do'o, Batu Termanu, Danau
Kelimutu (Danau 3 Warna), Pemandian Air Panas Mengeruda, Riung 17 Pulau,
Taman Nasional Komodo, Cagar Alam Mutis, Cagar Alam Watuata, Air Terjun
Matayangu, dan Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea). Oleh karena itu,
investasi asing diharapkan dapat berperan lebih besar melalui Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) guna mempercepat pembangunan di wilayah-wilayah
potensi wisata Nusa Tenggara. Diantaranya Pemerintahan Jepang telah
menyatakan kesediaannya untuk berinvestasi pada pembangunan bandara dengan
nilai US$ 200 juta.

Artikel berjudul Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi


Indonesia dalam website http://kp3ei.go.id, tidak hanya para pengusaha atau
investor saja yang akan diuntungkan dengan pertumbuhan pariwisata di Nusa
Tenggara, melainkan sektor usaha kecil masyarakat sekitar juga akan
diuntungakan. Misalkan saja untuk kawasan pantai, pembangunan resort-resort
yang berada disekitar pantai akan mempengaruhi para nelayan setempat untuk
memberikan jasa pelayanan lalu lintas laut untuk akses wisatawan menikmati
keindahan bawah laut, nelayan setempat juga akan diuntungkan dengan hasil
7

tangkapan lautnya untuk ketersediaan bahan baku konsumsi di resort-resort


tersebut. Masyarakat asli Nusa tenggara pun juga akan merasakan keuntungan dari
pembangunan pariwisata melalui adanya objek wisata desa tradisional yaitu Desa
Bena, dimana desa ini masyarakatnya masih menjaga adat budayanya secara turun
temurun dan yang menjadi keunikan lainnya adalah bangunan-bangunan di sekitar
desa tersebut terdapat batu-batu peninggalan sejarah megalitik yang masih terjaga
keasliannya. Hal lain yang dapat memberikan keuntungan untuk masyarakat
setempat adalah hasil tenun ikat yang sangat diminati oleh wisatawan lokal
maupun luar negeri, tenun ikat yang asli buatan masyarakat sekitar dibuat dengan
cara menenun secara tradisional dengan menggunakan pewarna nabati dari alam
dan menggunakan motif-motif hewan, alam serta imajinasi penenun.

2.4 Tantangan Indonesia Mengembangkan MICE Khususnya Kawasan Nusa


Tenggara

Tantangan atau permasalahn utama dalam pembangunan di Nusa Tenggara


adalah mengenai kondisi lingkungan strateginya, baik lingkungan eksternal
maupun lingkungan internal (Wuryandari, 2014:104). Mengenai lingkungan
eksternal berkaitan dengan wilayah perbatasan Nusa Tenggara yang berbatasan
dengan beberapa negara. Misalnya Negara Timor Leste dan Australia yang
berbatasan langsung dengan Pulau Alor, Batek, Mangudu, Dana, dan Ndana.
Wilayah perbatasan tersebut langsung berhadapan dengan batas wilayah darat dan
laut yang memiliki potensi alam yang menguntungkan bagi Nusa Tenggara. Pulau
Ndana yang berbatasan langsung dengan wilayah Australia yang menjadi salah
satu wilayah memiliki potensi bahari yang menguntungkan dengan keindahan
bawah laut, kejernihan dan keanekaragaman biota laut yang dimilikinya.
Lingkungan internal yang menjadi masalah dalam pembangunan adalaah
keterbatasan sarana dan prasarana perhubungan darat, udara, dan laut seperti
adanya kapal feri, pesawat terbang, jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, dan jalan
raya yang belum dimaksimalkan pembangunannnya. Akibat dari keterbatasaan
sarana dan prasarana akan menyulitkan kegiatan mobilisasi penumpang, barang,
dan jasa yang mampu menggerakkan perekonomian daerah. Wilayah Nusa
Tenggara yang memiliki banyak pemisahan pulau oleh laut juga akan membuat
biaya transportasi akan lebih mahal, kemudian akan menimbulkan harga
8

kebutuhan bahan pokok juga mahal dan akan berimbas pada keengganan investor
swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan Nusa Tenggara (Wuryandari,
2014:110).
Permasalahan sosial juga masih dihadapi Nusa Tenggara mengingat
provinsi ini menduduki peringkat 33 yang termasuk golongan tertinggal.
Masyarakat yang masih didominasi oleh kemiskinan memiliki masalah utama
mengenai pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang masyoritas masih
mengandalkan sektor pertanian dengan metode konvensional akan sangat
tergantungan dengan kondisi alam yang memiliki ini maka perlu adanya
pembangunan sumber daya manusia masyarakat agar mereka mampu ikut serta
dalam pembangunan daerahnya (Wuryandari, 2014 curah hujan yang rendah
sepanjang tahun. Dengan kondisi sosial seperti:112).
Ibid (dalam Wuryandari 2014:113) Permasalahan mengenai wilayah Nusa
Tenggara yang termasuk dalam kawasan Circum-Pasifik dengan karakteristik
khusus kondisi struktur tanahnya yang labil sehingga sering terjadi patahan-
patahan. Kawasan Nusa Tenggara terdiri dari pulau-pulau yang terbentuk adanya
yang secara vulkanik seperti Pulau Flores, Slor, komodo, Solor dan lain-lain yang
memiliki kesuburan tanah namun sering terjadi gempa yang dapat mengancam
penduduk sekitar. Kemudian ada yang terbentuk dari dasar laut yang terangkat
kepermukaan seperti Pulau Sumba, Rote, Timor, Sabu dan lainnya. Akibat
keadaan geografis tersebut banyak terjadi bencana alam yang nantinya akan
membebani pengeluaran pemerintah untuk pembangunan kembali atau
pemeliharaan atas bencana tersebut.
Agenda pembangunan wilayah dapat dipilah ke dalam aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan, dimana agenda tersebut digunakan untuk memperoleh
sudut pandang yang komprehensif (Nugroho 2012:391). Pelengkap dalam
pembangunan ekonomi meliputi aktualisasi dan redifinisi nilai-nilai HAM,
memberantas kemiskinan, penguatan keuangan dan kemandirian daerah, antisipasi
perdagangan bebas, pembangunan teknologi informasi dan meningkatkan
infrastruktur. Agenda pembangunan sosial dan kelembagaan di wilayah mencakup
dua tujuan penting, yakni mengembangkan mekanisme kelembagaan yang ada
sehingga berfungsi lebih efektif memfasilitasi kepentingan seluruh stakeholder
9

dan membangun kelembagaan bagi berfungsinya suatu sistem kelembagaan yang


lebih terintegrasi untuk mendukung pembangunan wilayah (Nugroho 2012:396).
Pembangunan sendiri ditujukan untuk kesejahteraan rakyat melalui kinerja
kelembagaan pemerintah. Maka perlu adanya pembentukan kelembagaan yang
menciptakan kepercayaan kepada rakyat dan juga memiliki pengabdian untuk
rakyat, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok dengan memanfaatkan
kekuasaan yang ada. Pembangunan sektor lingkungan memiliki tujuan untuk
meletakkan manusia sebagai pusat perhatian dalam hubungan dengan
pemanfaatan sumber-sumberdaya alam bagi terciptanya kesejahteraan,
memelihara modal-modal sumber daya alam bagi terjaminnya pengelolaan sistem
produksi secara berkelanjutan dan perlindungan bagi modal sumber daya alam
yang akan dan telah mengalami kerusakan (Nugroho 2012:403). Pembangunan
modern ini mengarah pada pembangunan yang berkelanjutan yang mengutamakan
kelestarian lingkungan hidup karena dianggap pembangunan lingkungan yang
konvensional sudah sangat merugikan dan lebih bersifat merusak alam. Apalagi
dengan banyaknya potensi alam yang dimiliki Nusa Tenggara maka lingkungan
alam menjadi prioritas utama untuk dijaga dan dilestarikan keasliannya.

2.5 Solusi Menghadapi Tantangan Mengembangkan MICE di Kawasan Nusa


Tenggara

1. Perspektif Kependudukan
Setiawan, B (dalam Wuryandari 2014:207) Pembangunan di Nusa Tenggara
masih menunjukkan ketimpangan antarwilayah yaitu ditunjukkan dengan jumlah
dan distribusi penduduknya yang tidak merata. Namun, persebaran penduduk
yang tidak merata ini juga dapat menjadi potensi apabila dalam perwujudannya
penduduk dapat disebar secara merata guna alokasi persebaran penduduk untuk
pembangaunan tiap wilayah. Akan tetapi pembangunan wilayah tertinggal tidak
terlalu diperhatikan. Masyarakat pada umumnya memilih untuk mencari wilayah
yang pembangunannya dianggap maju yang dianggap akan menguntungkan
dalam segi ekonomi. Pada akhirnya akan membuat suatu fokus wilayah yang
memiliki populasi penduduk yang banyak. Contohnya penduduk Pulau Timur
yang memilik pergi ke Kupang karena pembangunan disana lebih maju, bahkan
10

yang lebih parah adanya pengiriman tenaga kerja migran ke Malaysia sebagai
buruh pertanian dan pembantu rumah tangga.
Permasalah kependudukan tersebut adalah kualitas penduduk atau sumber
daya manusia yang masih rendah baik dilihat dari tingkat pendidikan ataupun
kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat partisipasi
sekolah terutama untuk pendidikan dasar sembilan tahun dan masih tingginya
anggka kematian bayi walaupun terus mengalami penurunan setiap tahunnya.
Upaya progam kesehatan sudah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat bersama dengan penurunan angka mortalitas dan fertilitas.
2. Perspektif Ekonomi
Pengembangan ekonomi wilayah Provinsi NTT yang mencakup 21
kabupaten/kota tidak terlepas dari potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-
masing wilayah. Dari segi sektor pertanian pada tahun 2005-2010 masih menjadi
penggerak perekonomian daerah. Namun, akhir-akhir ini sektor jasa,
perdagangan, hotel, dan restoran menunjukkan peningkatan yang mampu
menyumbang PDRB. Dari sektor industri belum menunjukkan perkembangan, hal
ini terkait belum kondusifnya investasi di kawasan Nusa Tenggara. Rendahnya
investasi disebabkan beberapa faktor diantaranya (1) Terbatasnya ketersediaan
infrastruktur prasarana, baik darat, laut maupun udara serta minimnya pasokan
listrik dan air bersih; (2) Kepemilikan lahan yang masih didominasi oleh tanah
persekutuan adat yang mempersulit pemanfaatan lahan untuk pengembangan
investasi; (3) Kurangnya promosi terhadap potensi daerah; (4) Pengurusan
administrasi izin penanaman modal dan investasi yang lama dan masih banyak
dijumpai pungutan liar (Wuryandari, 2014:269).

Sektor primer diantaranya pertanian, tanaman pangan, perkebunan, dan


perikanan mampu menjadi unggulan karena topografi dan ilkim yang semiarid
berpotensi untuk ditanami jagung dan ubi kayu yang tidak membutuhkan banyak
air. Potensi perkebunan yang dikembangkan diantaranya kelapa, kemiri, cokelat,
dan jambu mete, sedangkan peternakan unggulan yaitu ayam, sapi, dan babi.
Perikanan yang dibudidayaakan rumput laut dan produk garam sebagai motor
penggerak, akan tetapi dari sektor pertanian belum mampu diandalkan karena
11

hasil dari pertanian yang dijual ke luar daerah masih dalam bentuk mentah
sehingga tidak memiliki nilai jual yang lebih.

Sehingga perlu adanya peningkatan sektor pertanian yang dikombinasikan


dengan sektor industri misalkan industri yang berbasis pertanian agroindustri. Hal
tersebut sangatlah menguntungkan karena efektivitas dan efisiensi dari pertanian
dapat memberikan pendapatan yang besar bari perekonomian daerah setempat
serta kedepannya mampu menjadi sektor utama dalam perekonomian. Peraturan
Gubernur NTT No 33 tahun 2010 tentang pedoman pembangunan desa mandiri
anggur merah provinsi NTT tahun 2009-2013 (dalam Wuryandari 2014:274)
kebijakan pembangunan ekonomi dalam upaya sarana pembangunan pada tahun
2013, lebih diarahkan pada penyerapan tenaga kerja dengan membuka lapangan
kerja baru, menciptakan iklim investasi, dan usaha kondusif dalam sektor
unggulan serta membuka dan memperluas pemasaran bagi produk-produk hasil
pertanian sebagai upaya meningkatkan daya saing dan nilai tambah sektor
pertanian di NTT. Kebijakan juga diarahkan pada ekstensifikasi investasi kecil
dan menengah, serta penguatan kelembagaan dan pelaku ekonomi kecil dan
menengah pada sektor-sektor produktif melalui Progam Anggaran Untuk
Masyarakat Menuju Sejahtera (Anggur Merah).

3. Dimensi Sosial
Zainuddin, D (dalam Wuryandari 2014:318) Modal sosial memiliki arti
penting dalam pengembangan wilayah Nusa Tenggara karena masyarakatnya
masih banyak terikat dengan adat yang memiliki dimensi kepercayaan, jaringan
sosial, dan pranata sosial. Hal ini tidak hanya dalam tatanan strukturnya saja tetapi
juga kultur dan kepemilikan tanah. Oleh karena itu, proses pengembnagan
wilayah di Nusa Tenggara harus berbasis komunitas baik perencanaan,
pelaksanaan, maupun pengawasannya. Misalnya dalam pengelolahan sumber air
di sekitar diserahkan pada masyarakat setempat secara komunitas karena dalam
pengelolahannya akan ditopang dengan pranata sosial yang ada pada masyarakat
tersebut dalam bentuk norma adat yang menimbulkan rasa takut untuk merusak
sumber air, dan apabila melanggar akan menyebabkan kemalangan bagi
pelanggarnya.
12

Pengembangan wilayah juga akan dilakukan pengembangan bagi


masyarakatnya. Namun, penopang sarana dan prasarananya belum memadai baik
dari segi pendidikan, ekonomi, kesehatan, maupun sarana dan prasaran
transportasi. Hal tersebut juga akan menyebabkan kesenjangan antar lapisan
masyarakat yang satu dengan yang lain, karena disatu sisi ada masyarakat yang
mendapat fasilitas publik yang memadai dan disisi lain tidak. Adanya rasa tidak
beruntung pada masyarakat juga dapat terjadi karena faktor struktural, contonya
kasus relokasi pengungsian di Kabupaten Belu yang terjadi pada tahun 1999 yang
menyebabkan Timor Timur terlepas dari NKRI (Wuryandari, 2014:320).
Masyarakat Belu merasa kurang dilayani dalam aspek pendidikan dan kesehatan
karena sarana pelayanan yang terbatas apalagi rumah mereka sering terjadi banjir.
Bentuk swadaya masyarakat atau kerja sama sinergi antara masyarakat dan
pemerintah maupun dengan pihat swasta dapat dilakukan untuk penyediaan dan
pemeliharaan prasarana dan sarana yang terbatas. Dalam menjalin kerja sama
tersebut perlu adanya saling percaya yang terpelihara agar terjadi kesinkronan
antar kedua belah pihak. Kelembagaan suku juga dapat didayagunakan tidak
hanya sebagai social networking, tetapi juga sebagai rumah di mana pranata sosial
disosialisasikan dan ditaati bersama.
4. Prespektif Kebudayaan
Menurut Soetomo (dalam Wuryandari 2014:325), Pengembangan wilayah
pada abad ke-20 dan awal abad ke-21 saat ini mengalami perubahan, dari konsep
yang berdasarkan potensi wilayah menjadi konsep pengembangan wilayah yang
mengandung makna lebih luas dengan mencakup hal-hal nonmaterial yaitu
ketidakmampuan suatu wilayah menjadi dirinya sendiri sebagai suatu
perkembangan kehidupan baik berwujud fisik, sosial, maupun ekonomi. Namun,
hal tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan Hettne, B dalam bukunya
“Teori Pembangunan dan Tiga Dunia” bahwa dalam rangka pengembangan
wilayah, penekanan semestinya diberikan pada penggunaan bermacam-macam
jenis sumber daya alam, juga sumber daya manusia, sumber daya kebudayaan,
kelembagaan sosial, politik, dan sebagainya. Dari pernyataan tersebut juga
mendasari teori kemajemukan budaya yang pada prinsipnya menyatakan bahwa
pembangunan akibat spesialisasi dan pembagian kerja yang maju antarwilayah,
13

menurut prinsip pembangunan teritorial, wilayah itu sendirilah yang harus


dikembangkan, bukan sistem fungsional yang lebih besar, sifat kultural yang
melekat pada pengembagan wilayah.
Dalam pembangunan Nusa Tenggara dari prespektif kebudayaan yang
masyarakatnya memiliki variasi kebudayaan dan bersifat majemuk, karena
terbentuk berdasarkan banyak kelompok etnik. Menurut Patji, A. R. (dalam
Wuryandari 2014:336), Implementasi prespektif kebudayaan suatu wilayah adalah
sebagai metode dan pendekatan yang bersifat menyeluruh atau holistik, juga
merupakan sistem analisis untuk mengamati hubungan-hubungan yang terjadi
antara bermacam-macam aspek kebudayaan yang dikembangkan didalam
kehidupankelompok-kelompok masyarakat dengan faktor-faktor pembangunan
yang dikenalkan kepada mereka. Sehingga arti dari pembangunan sebenarnya
harus berorientasi pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakatnya, dan
hubungannya dengan kebudayaan adalah suatu gerakan pengembangan wilayah
dapat dianggap sebagai faktor yangpenting, krusial dan strategis dalam rangka
mengangkat harkat manusia dan kemanusiaannya. Kebudayaan sendiri dilahirkan
dari kreativitas warga suatu kelompok karena kebudayaan manusia memiliki
makna keberadaannya di bumi yang berbeda dari makhluk penghuni lain dari
bumi.
Mengingat bahwa Nusa Tenggara memiliki entis kebudayaan yang
beragam, hal tersebut merupakan kebanggaan, kekayaan, keuntungan wilayah
namun disamping itu juga dapat menjadi suatu yang bermasalah karena etnik yang
berbeda memiliki potensi sparatisme di dalamnya. Kebudayaan juga menyangkut
mengenai manusia di dalamnya, kualitas dari manusia itu sendiri apabila mampu di
tingkatkan dari segi kualitasnya maka pembangunan akan mudah untuk di
laksanakan. Dan pembangunan kualitas manusia itu akan mampu mewujudkan
julukan-julukan yang dahulu pernah disandang oleh Nusa Tenggara yaitu sebagai
provinsi jagung, provinsi cendana, provinsi koperasi, provinsi garam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang peran meeting, incentive, convention, and
exhibition atau sering disebut MICE dalam pengembangan ekonomi sektor
pariwisata di Nusa Tenggara , maka diambil kesimpulan :
1. MICE singkatan dari Meeting, Incentive, Convention, Exhibition. MICE
adalah jenis kegiatan yang terdapat dalam industri pariwisata, kegiatan ini telah di
rencakanan secara matang oleh suatu kelompok atau kumpulan orang yang
memiliki kesamaan tujuan dalam penyelenggaran kegiatan tersebut.
2. Sektor pariwisata akan sangat berpengaruh pada pembangunan yang ada di
Nusa Tenggara. Potensi alam yang indah dan unik mampu memberikan
keunggulan pariwisata apabila dalam pembangunannya ada koordinasi antara
pemerintah dan masyarakat yang baik. Pembangunan untuk mendukung MICE di
Nusa Tenggara juga sangat membutuhkan investasi dari berbagai pihak, oleh
karena itu promosi untuk mengenalkan potensi pariwisata di Nusa Tenggara juga
harus digencarkan.
3. Apabila pembanguna untuk mendukung adanya MICE di Nusa Tenggara
berhasil, maka akan banyak sekali sektor yang diuntungkan. Keuntungan tidak
hanya dimiliki oleh para investor tetapi usaha-usaha yang mendukung adanya
MICE seperti usaha jasa travel, usaha jasa kuliner, hotel, supplier untuk memasok
kebutuhan dapur hotel dan rumah kuliner seperti petani sayur, buah, ikan, daging
dan lain-lain, usaha pembuatan souvenir, usaha kecil menengah untuk oleh-oleh
khas, dan lain-lain. Masyarakat sekitar wilayah pembangunan juga akan
diberdayakan dengan terbukanya lapangan kerja dan pengembangan dan
pembangunan diberbagai bidang.
4. Banyak sekali permasalah dalam pembangunan di Nusa Tenggara,
masalah internal dan eksternal wilayah juga masih menjadi masalah klasik yang
dihadapi. Masalah dari segi politik, penduduk, ekonomi, sosial dan budaya juga
perlu adanya analisa dan pemecahan masalah yang ada.

14
15

5. Dari segi politik untuk pembangunan perlu adanya tolak ukur yaitu
partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas agar fenomena penyalah
gunaan kewenangan aparatur negara seperti adanya korupsi, kolusi dan nepotisme
dapat dihilangkan karena aparatur negaralah sebagai motor penggerak
pengembangan wilayah. Dari segi kependudukan harus dibangun mengenai
kualitas sumber daya manusia karena manusialah yang menjadikan pembangunan
itu ada dan berjalan sesuai apa yang diinginkan. Dari segi ekonomi, untuk
pembangunan sektor pertanian dan hasil laut harus ada perubahan yang signifikan
karena potensi dari sektor tersebut dapat diupayakan untuk membuat Nusa
Tenggara mencapai kesejahteraannya. Dari sektor sosial dan budaya, karena Nusa
Tenggara banyak memiliki keanekaragaman budaya dari masyarakatnya, hal
tersebut harus dijadikan alat untuk pembangunan. Untuk itu kebudayaan khas
Nusa Tenggara harus dijaga keasliannya dengan cara misalkan membuat
perkampungan budaya dengan menyuguhkan keunikan etnik yang dimiliki Nusa
Tenggara kepada wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas maka didapatkan saran sebagai berikut:

Terhadap pemerintah, terutama pemerintahan Nusa Tenggara Timur dan Nusa


Tenggara Barat, dimana dalam judul penulisan makalah ini dibahas mengenai
potensi yang dimiliki wilayah Nusa Tenggara untuk menjadi kawasan
pembangunan MICE. Wilayah Nusa Tenggara sangat kaya akan keindahan
alamnya, dimana hal tersebut yang mampu menarik wisatwan untuk
mengunjunginya sekaligus menjadikannya kawasan MICE. Namun, dengan
keterbatasan yang ada terutama untuk pembangunan masyarakatnya dari segi
kualitas harus sangat diperhatikan dan ditingkatkan. Mengingat pembangunan
wilayah adalah untuk kesejahteraan masyarakat dan sekaligus dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri maka masyarakat dalam pembangunan tersebut harus
berkualitas.
DAFTAR RUJUKAN

Benyamin, M.Y. 2015. Daerah Bisa Jadi Mesin Pertumbuhan Baru, (Online),
(http://entrepreneur.bisnis.com), diakses 10 Maret 2015.

KEK Mandalika. DewanNasional Kawasan Ekonomi khusus. (Online),


(http://kek.ekon.go.id/kek-di-indonesia/mandalika), diakses 10 Maret
2016.

Koridor Bali-Nusa Tenggara. Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan


Ekonomi Indonesia, (Online), (http://kp3ei.go.id), diakses 9 Maret 2016.

Nugroho, I. & Dahuri, R. 2012 Pembangunan Wilayah: Prespektif Ekonomi,


Sosial, dan Lingkunga. Jakarta: LP3ES.

Perpres RI No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Jangka Menengah Nasional


Tahun 2015-2019. Pedoman Penyusun RPJMN 2015-2019. (Online),
(http://www.bappenas.go.id), diakses 16 Februari 2016.

Potensi Wisata Alam di Nusa Tenggara Timur. Badan Koordinasi Penanaman


Modal. (Online), (http://regionalinvestment.bkpm.go.id), diakses 9 Maret
2016.

Presiden RI. Tekad NTB Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim.


(Online), (http://www.presidenri.go.id/maritim/tekad-ntb-mewujudkan-
indonesia-sebagai-poros-maritim-2.html), diakses 13 Maret 2016.

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi,


Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian.
Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wahyuningsih, S. 2014. MICE. Meeting Incentive Convention/Conference and


Exhibition. Madura: UTM PRESS.

Wuryandari, G. 2014. Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur dari


Perspektif Sosial: Permasalahan dan Kebijakan. Jakarta: LIPI.

16

Anda mungkin juga menyukai