2017
BAB I
E. Resume Jurnal
Berdasarkan jurnal yang didapat yaitu mengenai PENETAPAN KADAR KUMARIN DARI
KULIT MANIS (Cinnamomum burmanii Bl.) DENGAN METODA KROMATOGRAFI GAS
yang disusun oleh Yulianis, Adek Zamrud Adnan dan Deddi Prima Putra pada tahun 2011
dikatakan bahwa :
Tumbuhan kayu manis merupakan spesies dari genus Cinnamomum dengan famili
Lauraceae, berupa tumbuhan berkayu yang umumnya dikenal sebagai rempah-rempah
(Syarif, 2006). Dalam rangka pemanfaatan kayu manis yang maksimal sebagai bahan baku
obat, kosmetik, zat tambahan makanan dan minuman, maka dilakukan suatu penentuan
kualitas kayu manis berdasarkan kandungan senyawa di dalamnya. Analisa kandungan
senyawa di dalam Cinnamon baik true cinnamon maupun cassia telah dilakukan dengan
metoda GC oleh Miller dkk (1996) Setyaji, (2004). Dalam AOAC (1990) analisa kumarin
dalam minuman beralkohol dilakukan dengan metoda GC. Metoda kromatografi gas
merupakan metoda analisa yang cepat dengan sensitifitas yang tinggi. Berdasarkan latar
belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang analisa kumarin di dalam C. burmanii
Bl. dengan metoda kromatografi gas untuk meneliti kadar kumarin dari beberapa jenis mutu
Cinnamomum burmanii Bl.
Metoda Penelitian
Metoda Ekstraksi
Ekstraksi kumarin C. burmanii Bl. dengan pelarut yang berbeda
Serbuk kayu manis 5 gram ditempatkan dalam kertas saring dan masukkan dalam
tempat sampel pada tempat selongsong soklet, selanjutnya hubungkan tempat
selongsong dengan labu yang telah berisi batu didih, kemudian 150 ml DCM
ditambahkan ke dalam selongsong soklet sehingga pelarut mengalir melalui pipa
kapiler selongsong ke labu penampung, kemudian selongsong dihubungkan dengan
kondensor dan dialirkan air. Soklet dinyalakan pada suhu konstan (tanda 6,5 pada
heating mentle (tanda antara 1-10). Ekstraksi dilakukan selama 6 jam. Ekstrak yang
diperoleh disaring dengan kertas saring dan cuci kertas saring dengan pelarut,
kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental dan
ditimbang sampai berat yang konstan. Ekstrak dilarutkan dengan metanol pa dan
analisa dengan metoda kromatografi gas. Cara yang sama juga dilakukan ekstraksi
dengan pelarut berbeda heksan dan metanol dan dianalisa dengan kromatografi gas.
Prosedur masing-masing dilakukan 3 kali (untuk optimasi ini dilakukan terhadap
mutu kayu manis).
Dari hasil kromatogram diperoleh luas area. Dengan menggunakan persamaan regresi
linear dari kurva kalibrasi dapat dihitung kadar kumarin yang terkandung dalam sampel
Cinnamomum burmanii Bl. Kromatografi gas (GC) berfungsi untuk memisahkan berbagai
senyawa kimia dari campuran yang masuk ke dalam sistem dan menentukan kuantitatif
senyawa tersebut.
Metode ini dapat digunakan untuk analisa senyawa yang mudah menguap dengan bobot
molekul kecil. Berdasarkan hal tersebut maka digunakan metoda GC untuk analisa kumarin
didalam ekstrak kayu manis, kumarin diketahui senyawa yang sedikit menguap (semi
volatile) dengan bobot molekul yang cukup kecil 146. Prinsip pemisahannya adalah afinitas
berbagai komponen campuran pada fase diam cair, sedangkan fase gerak (gas) bermigrasi
melalui sistem (Novotny).
Hasil analisa kadar kumarin ekstrak C. burmanii Bl. berupa kromatogram yang
memperlihatkan luas area dengan waktu retensi yang sama dengan waktu retensi kumarin
standar yaitu sekitar 24,6 menit. Dari kromatogram sampel dapat dihitung kadar kumarin
dengan menggunakan persamaan regresi dari kurva kalibrasi standar. Kadar kumarin yang
diperoleh dari ekstrak metanol dari mutu kayu manis KB, AA, dan KA masing-masing
diperoleh: 1855,5ppm (0,186% b/b), 1915,8 ppm (0,192% b/b), 9177,4 ppm (0,918% b/b).
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a) Penggunaan kondisi sistem kromatografi gas yang dilakukan adalah dengan kolom
BP-624, detektor FID, dengan gas pembawa N2 33 ml/menit, telah dapat
menganalisa kumarin dengan melakukan validasi metoda yang meliputi linearitas
dengan koefisien korelasi mendekati 1 yaitu: 0,999. Hasil yang diperoleh memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh USP (2005), sehingga metoda GC cukup handal
untuk analisa kumarin.
b) Kadar kumarin dalam C. burmanii Bl. mutu AA, KA dan KB diperoleh masing-masing
0,192%, 0,918%, 0,186%. Hasil analisa statistik menunjukkan ada perbedaan
(sangat bermakna pada P<0,01) kadar kumarin dari C. burmanii Bl. mutu KA, KB dan
AA.
BAB II
Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia Kromatografi merupakan salah
satu metode pemisahan komponen-komponen campuran yang berdasarkan distribusi
diferensial dari komponen-komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa
diam. Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya
menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau
didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Metode ini
sangat bermanfaat di bidang farmasi untuk menganalisis secara simultan beberapa analit
dalam martiks sederhana maupun kompleks.
Kromatografi ditemukan oleh Tswett pada tahun 1903. D.T. Day juga menggunakan
kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama
diakui sebagai penemu. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) ditetapkan pada tahun 1938
oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian disempurnakan oleh Stahl pada tahun 1958.
Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka
memenangkan Nobel) untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas.Pada
tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi
gas. Pada akhir tahun 1960 an, semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan
kromatografi cair sebagai suatu teknik mengimbangi kromatografi gas. High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini.
Sejarah bagian HPLC menggambarkan evolusi dari tahun 1970 ke tahun 1990-an.
HPLC modern memiliki banyak aplikasi termasuk pemisahan, identifikasi, pemurnian, dan
kuantifikasi dari berbagai senyawa.
Kromatografi cairan tekanan tinggi dikembangkan pada pertengahan tahun 1970-an dan
segera ditingkatkan dengan pengembangan bahan kemasan kolom dan kenyamanan
tambahan on-line detektor. Pada akhir 1970-an, metode baru termasuk fase terbalik
kromatografi cair yang diperbolehkan untuk meningkatkan pemisahan antara senyawa yang
sangat mirip. Pada tahun 1980-an HPLC sering digunakan untuk pemisahan senyawa kimia.
Meningkatkan teknik-teknik baru pemisahan, identifikasi, pemurnian dan kuantifikasi jauh di
atas teknik-teknik sebelumnya. Komputer dan otomatisasi menambah kenyamanan HPLC.
Perbaikan dalam kolom jenis dan dengan demikian reproduktifitas dibuat sebagai istilah-
istilah seperti mikro-kolom, kolom afinitas, dan Fast HPLC mulai immerge.
1. Cepat
2. Resolusi tinggi
3. Sensitivitas detektor
4. Kolom dapat digunakan kembali
5. Ideal untuk zat termolabil dan volatilitas rendah
6. Mekanisme pemisahan lebih variatif
7. Mudah rekoveri sampel
B. PRINSIP KERJA
Prinsip dari HPLC (High Performance Liquid Chromatography) adalah suatu teknik yang
mana solut atau zat terlarut terpisah perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini
melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut
dalam fase gerak dan fase diam
Urutan skala polaritas : golongan fluorocarbon < golongan hidrokarbon < senyawa
terhalogenasi < golongan eter < golongan ester < golongan keton < golongan alkohol <
golongan asam.
C. INSTRUMENTASI ALAT
Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom kedetektor
dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran fasa gerak dengan
cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran karena
perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang
kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya
solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama.
Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian
direkam dalam bentuk kromatogram.
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun
labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat
menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan
harus dilakukan deggasing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak. Sebab adanya
gas dalam fase gerak akan mengganggu detektor sehingga akan mengacaukan hasil
analisis. Fase gerak biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang
secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini
ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-
komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase
terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan
meningkatnya polaritas pelarut.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik
adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk
pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran
pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-
pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan
fase terbalik.
Fase gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen atau pelarut.
Selain berfungsi sebagai pembawa komponen-komponen campuran campuran menuju
detector, fase gerak dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fase gerak
dalam HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan.
1) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan
dianalisis.
2) Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat
mengganggu interpretasi kromatografi.
3) Zat air harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.
4) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
5) Zat air tidak kental. Umumnya kekentalan tidak melebihi 0,5 cP (centi Poise).
6) Sesuai dengan detector.
1) HPLC fase normal: HPLC dengan kombinasi antara fase diam polar dan fase gerak
non-polar. Fase diam yang digunakan seperti silica, alumina, atau trietilenaglikol
yang dilapiskan pada partikel silica. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah
heksana atau i-propileter.
2) HPLC fase terbalik: HPLC dengan kombinasi antara fase diam non-polar dan fase
gerak polar. Fase gerak yang digunakan seperti air, methanol, atau asetinitril.
2. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk
menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan,
dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan
konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase
gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan
tekanan konstan.
a. Pompa reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara
gerakan piston mundur-maju yang dijalankan oleh motor.
b. Pompa displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) terdiri dari tabung yang dilengkapi
pendorong yang digerakkan oleh motor.
c. Pompa pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi. Pompa jenis ini murah
dan bebas pulsa. Akan tetapi mempunya keterbatasan kapasitas dan tekanan yang
dihasilkan (<2000 psi) serta kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan
takanan balik kolom.
3. Tempat Injeksi/Injektor
Injektor adalah alat yang digunakan untuk menginjeksi sampel yang akan
dipisahkan Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi
yang minimum dari material kolom. Sampel yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam
kolom secara otomatis atau manual melalui injeksi. Volume injeksi sangat tepat karena
mempunyai sampel loop dengan variabel volume (misalnya 20 – 500 μL).
4. Tempat sampel
Tempat sampel berfungsi untuk mengimpan sampel yang akan dipisahkan dalam
HPLC dimana sampel yang digunakan disimpan dalam botol kemudian dimasukkan
kedalam tempat tersebut. Tempat ini menyimpan banyak botol sampel hal inilah yang
menjadi kelebihan dari proses pemisahan dengan menggunakan HPLC karena dapat
memisahkan sampel dengan jumlah yang banyak.
5. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam
kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif).Detektor yang baik
memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang
luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah
terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat
diperoleh.
Detektor HPLC yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel
panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range
yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada
kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang
mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif)
seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang
spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-
Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom
merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses
pemisahansolut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom
konvensional, yakni:
Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih
lambat (10 -100 μl/menit).
Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis
kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional
dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika
yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika
adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).
Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti
klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya
dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah,
sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut
yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti
silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi
yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.
7. Selang penghubung
Selang penghubung yaitu berfungsi untuk menghubungkan eluent dengan kolom
8. Mesin pengendali
Mesin pengendali merupakan bagian yang terpenting dalam proses pemisahan ini
karena mesin pengendali berfungsi sebagai sebagai alat untuk mengendalikan
semua proses pemisahan yang sedeng berlangsung.
9. Komputer
Komputer merupakan alat yang digunakan untuk membaca pembacaankromatogram
yang telah dihasilkan pada perconbaan ini.
D. PENGOLAHAN DATA
E. Resume Jurnal
Prosedur Kerja
Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam
kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat
dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang
konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC
adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa
diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara
komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.
Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa
vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi
vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar
yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu.
Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra
Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan
dari pengotornya.
Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan
standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap
larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C,
pada masing-masing kromatogramnya.
Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan
mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi
larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah
larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding
komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor).
Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada
kromatogram.
Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c
1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38.
Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-
komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak,
Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk
vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan
pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu
retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya
mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan
bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada
sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan
waktu retensi natrium benzoat.
Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah
115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam
sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone
terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium
benzoat.
Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar
natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.
DAFTAR PUSTAKA
http://toraerdo.blogspot.co.id/2010/06/hplc-high-performance-liquid.html
http://lansida.blogspot.co.id/2010/07/hplc-kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html
http://chemsanboice-kimiaituasyk.blogspot.co.id/2012/06/hplc.html
http://tomychemyster.blogspot.co.id/2013/01/instrumen-kimia-hplc.html
Masfufatul, Hanik, Novi Nurlaeli, Vega Isma Zakiah. 2015. Penentuan Kadar Natrium
Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan Instrumen HPLC. Fakultas Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Yulianis, Adek Zamrud Adnan, Deddi Prima Putra. 2011. Penetapan Kadar Kumarin Dari
Kulit Manis (Cinnamomum burmanii Bl.) Dengan Metoda Kromatografi Gas.