Anda di halaman 1dari 15

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN

HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATHOGRAPHY (HPLC)

Disusun oleh :
AL MAR’ATUS SHOLIKHAH / KA 16/ 16030234039

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2019
A. JUDUL PERCOBAAN : Penentuan Kadar Parasetamol dengan
Metode HPLC
B. TANGGAL PERCOBAAN : 28 Februari 2019/ pukul 13.00-15.30 WIB
C. TUJUAN PERCOBAAN : Untuk menentukan kadar parasetamol
dalam sampel dengan metode HPLC

D. DASAR TEORI :
a. Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia (analit) yang
berdasarkan pada perbedaan migrasi/ distribusi masing-masing komponen campuran yang terpisah
pada fase diam (stationary phase) dibawah pengaruh fase gerak (mobile phase), fase gerak dapat
berupa gas atau zat cair dan fasa diam dapat berupa zat cair atau zat padat. Kromatografi cair
pertama kali diperkenalkan oleh Tswett pada tahun 1903 yang menggunakan kolom kapur untuk
memisahkan pigmen dari daun-daun hijau. Pita-pita warna yang dihasilkan pada adsorben
menginspirasi istilah kromatografi untuk menggambarkan proses pemisahan yang berasal dari kata
Jerman Chromos berarti warna dan grafe berarti menulis. Untuk masa sekarang pemisahan dan
penentuan warna sudah sedikit dilakukan dengan kromatografi modern, meskipun tidak relevan
istilah itu masih dipakai untuk menggambarkan seluruh tekhnik pemisahan yang menggunakan
fasa gerak dan fasa diam.
Kromatografi adalah salah satu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan permabatan komponen dalam medium tertentu. Prinsip pemisahan kromatografi yaitu
adanya distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fasa gerak berdasarkan perbedaan
sifat fisik komponen aang akan dipisahkan. Kromatografi dapat digunakan untuk analisa kuntitatif
dan kualitatif. Pada dasarnya, semua semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa
diam dan fasa gerak. Persyaratan uatama kromatografi adalah :
a. Ada fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam tak booleh bereaksi dengan fasa gerak.
b. Komponen sampel harus larut dalam fasa gerak dan berinteraksi dengan fasa diam.
c. Fasa gerak harus bisa melewati fasa diam, sedangkan fasa diam harus lebih terikat kuat
di posisinya.
Berdasarka jenis fasa diam, fasa gerak dan mekanisme kerjanya, kromatografi dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu :

b. High Performance Liquid Chromatography HPLC


Kromatografi cairan kinerja tinggi atau dalam bahasa inggris nya dikenal dengan sebutan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan salah satu teknik pemisahan
campuran secara modern. Teknik HPLC ini merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair,
yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam
kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada prakteknya, pembandingan kurang
menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan satu standar. Oleh karena itu, maka
pembandingan dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. (Tim Kimia Analitik
Instrumen., 2010).
High performance liquid chromatography (HPLC) atau yang sering disebut kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang penggunaannya paling luas. Kegunaan
umum HPLC adalah untuk pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif
senyawa obat dalam sediaan farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk identifikasi
kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar serta
senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012).
Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya. Adapun
prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel yangpakan diuji diinjeksikan ke dalam
kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia
( analit ) sesuai dengan perbedaan afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi
oleh detector (spektrofotometer UV, fluorometer atau indeks bias) pada panjang gelombang
tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat oleh recorder yang biasanya
dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan personal computer (PC) yang
terhubung online dengan alat HPLC tersebut.
Cara kerja HPLC adalah dengan bantuan pompa fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke
detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam
kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi
antara solutsolut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam
akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam
maka solut-solut tersebut akan keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam
bentuk kromatogram kromatografi gas. Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan
konsentrasi komponen dalam campuran. Computer dapat digunakan untuk mengontrol kerja
sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran HPLC.
Pada prinsipnya kerja HPLC adalah sama yaitu pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa
geraknya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC
digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan
kepolarannya dan kecepatannya untuk sampai kedektetor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini
akan teramati pada spectrum yang puncak-puncaknya terpisah. Ukuran skala polaritas : golongan
fluorocarbon < golongan hidrokarbon < senyawa terhalogenasi < golongan eter < golongan ester
< golongan keton < golongan alcohol < golongan asam.

Kegunaan HPLC antara lain:


- Untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis
- Analisis ketidakmurnian (impurities)
- Analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non volatile)
- Penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion
- Isolasi dan pemurnian senyawa
- Pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama
- Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah yang sekelumit (trace element), dalam jumlah
banyak, dan dalam skala proses industri.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
Jenis retensi solut merupakan dasar dalam HPLC karena pemisahan senyawa bergantung
pada jenis dan kekuatan interaksi solut dengan fasa diam. Mekanisme retensi dapat dikelompokan
menjadi:
1. Kromatografi adsorpsi (kromatografi fasa normal)
Kromatografi ini sangat cocok untuk pemisahan senyawa-senyawa yang agak polar.
Partikel- partikel silica atau alumina digunakan sebagai adsorben. Jenis kromatografi ini
menggunakan fasa gerak nonpolar seperti heksana. Untuk mengontrol retensi solut, biasanya
ditambahkan sedikit senyawa polar kepada pasa gerak sebagai modifier yang akan bersaing dengan
solut untuk merebut tempat adsorpsi. Waktu retensi dapat diperpendek dengan menaikkan
konsentrasi modifier.
2. Kromatografi Partisi ( Kromatografi fasa terbalik)
Biasanya fasa gerak lebih polar daripada fasa diam. Oleh karena fasa diam nonpolarnya
hanya dilapiskan, maka fasa gerak harus tidak bercampur dengan fasa diam, kemudian fasa gerak
harus dijenuhkan dengan zat cair fasa diam untuk mengurangi erosi lapisan fasa diam.
3. Kromatografi fasa terikat
Fasa terikat merupakan fasa yang stabil. Setiap pelarut dapat dipakai tanpa harus
menambahkan penjenuh. Kepolaran fasa gerak dapat diubah selama proses pemisahan
berlangsung bila solute-solut bervariasi. Kestabilan fasa terbalik menyebabkan waktu retensi yang
baik.
4. Kromatografi penukar ion
Merupakan teknik pemisahan campuran ion-ion atau molekul-molekul yang dapat diionkan.
Ion-ion bersaing dengan fasa gerak untuk memperebutkan berikatan dengan fasa diam. Dasar
pemisahan berasal dari perbedaan afinitas senyawa bermuatan terhadap permukaan penukar ion.
5. Kromatografi ekslusi ukuran
Kriteria utamanya adalah ukuran molekul. Interaksi polar dan nonpolar diantara solute dan
fasa diam pada dasarnya akan mempersulit retensi pemisahan yang terjadi karena solut-solut
berdifusi masuk dan keluar pori-pori material paking kolom.
(Hendayana, Sumar., 2006).
c. Parameter HPLC
Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu kromatogram adalah
Resolusi (Rs), Faktor Retensi (k), Faktor selektifitas (α), Efisiensi dan jumlah lempeng teoritis (N).
1. Resolusi (Rs)
Hal yang terpenting dari HPLC adalah mengoptimasi resolusi dalam waktu yang minimum.
Nilai resolusi yang melebihi 1,5 diantara dua puncak akan memberikan nilai pemisahan yang baik.
Resolusi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya: Selectivity, Effieciency, dan Retention.
2. Faktor Retensi (k)
Faktor retensi adalah waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu komponen dari
dalam kolom kromatografi. Nilai k yang tinggi mengindikasikan sampel memerlukan waktu dalam
berinteraksi dengan fase diam terlebih dahulu hingga keluar dari kolom saat tepat dalam
konsentrasi maksimum.
3. Faktor selektifitas (α)
Selektifitas merupakan kemampuan instrumen dalam mengenali senyawa-senyawa dalam
campuran untuk mendapat selektifitas yang maksimum diperlukan interaksi yang sesuai (partisi,
adsorpsi, size exclusion, atau ion exchange). Apabila kedua senyawa memiliki k atau nilai α = 1
kedua senyawa tidak dapat dipisahkan. akibat waktu retensinya identik. Agar terjadi pemisahan
yang baik maka nilai selektivitas (α) harus lebih besar daripada 1, semakin besar nilai α maka
pemisahannya akan semakin baik. Nilai α dapat diubah-ubah dengan cara, mengubah fasa gerak
(misalnya dengan memperbesar polaritas), mengubah fasa diam, mengubah temperatur karena
pada umumnya kenaikan temperatur akan memperkecil waktu retensi, dan mengubah bentuk
komponen
4. Efisiensi
Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan dengan
memuaskan dan dalam waktu yang singkat. Hasil yang idel kolom yang efisien akan menghasilkan
puncak yang tajam. Efisiensi sangat dipengaruhi oleh kapasitas dari kolom.
5. Lempeng teoritis (N)
Merupakan parameter yang menghitung efisiensi kromatografi. Menyatakan jumlah
peristiwa partisi yang dialami oleh analit pada setiap saat yang dibawa oleh fase gerak selama
elusi. Dimana semakin besar harga N akan memberikan puncak yang lebih efisien.
(Crawford, 2011)
d. Bagian-bagian instrument HPLC :

a. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe
pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan
(constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa
reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut
teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk,
menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran.
Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran
yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).
b. Injektor (Injector)
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan:
1. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem
tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil
dan resolusi tidak dipengaruhi.
2. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada
Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi
septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum
yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
3. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih
besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,
volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam
loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom
(Putra, 2004).
c. Kolom (Column)
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material
pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100 cm.
Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
2) Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom
25 -100 cm (Putra, 2004).
d. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1) Detektor spektrofotometri UV-Vis
Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna
untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat
menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi UV dan sinar
tampak pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur
atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang
celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh
indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur.
2) Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu detektor universal yang
memberi tanggap pada setiap zat terlarut, asalkan indeks biasnya jauh berbeda dengan indeks bias
fase gerak. Kelemahan utamanya adalah bahwa indeks bias ini peka terhadap suhu. Karena itu
suhu fase gerak, kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan seksama, bila pengukuran yang
cermat dilakukan pada kepekaan tinggi.
3) Detektor Elektrokimia
Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau direduksi secara elektrokimia
pada elektrode yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat untuk
menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia cukup peka, namun ada pula
kelemahannya. Adanya timbrungan listrik dan goncangan arus juga harus diperhatikan.
4) Detektor Photodiode-Array (PDA)
Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini
mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang
berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang
gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat ditampilkan. Dengan demikian, PDA
memberikan banyak lebih banyak informasi komposisi sampel disbanding dengan detector UV-
Vis. Dengan detektor ini, juga diperoleh spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat
dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem
KCKT yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian
puncak dengan membandingkan antara spectra analit dengan spectra senyawa yang sudah
diketahui.
Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor PDA ini dapat ditampilkan
sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang, dan waktu sehingga data ini dapat
dimanipulasi dan diplotkan kembali pada layar (monitor) lalu dibandingkan dengan data 3 dimensi
senyawa lain dari perpustakaan data yang ada di sistem komputernya sehingga bisa digunakan
untuk tujuan identifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
e. Metode Validasi
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode menurut United States
Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,
reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman,2007).
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-
parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode
harus divalidasi ketika :
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan atau karena munculnya suatu
problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring
dengan berjalannya waktu.
d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang
berbeda.
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar dua metode, seperti antara metode baru dan
metode baku.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
1. Linierity (Linieritas)
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang
secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas
suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara
respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal
pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode
kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan
koefisien korelasinya (r) (Gandjar dan Rohman, 2012).
2. Kisaran (Range)
Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana
suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-
kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian
komponen utama (mayor), maka konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan
konsentrasi kandungan analit yang diharapkan. Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku
dengan kisaran 25, 50, 75, 100, 125, dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar
dan Rohman, 2012).
Sebagaimana telah direkomendasikan ICH, kisaran umum yang digunakan untuk uji potensi
senyawa obat atau produk obat adalah ±20% dari target atau nominal konsentrasi; sementara untuk
uji keseragaman kadar adalah ±20% dari target atau nominal konsentrasi (Gandjar dan Rohman,
2012).
3. Stabilitas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa sampel dan larutan standar yang
disiapkan sesuai dengan metode masing-masing adalah stabil setidaknya selama durasi normal
urutan analitis (itu adalah rekomendasi biasanya untuk melakukan stabilitas larutan pada 24, 48,
dan 72 jam). Kriteria dapat ditentukan selama tahap pengembangan metode jika pengencer cocok
untuk sampel persiapan dan pengencer tidak bereaksi dengan aktif dan / atau eksipien dalam
matriks (Kazekevich and Lo Brutto, 2007).
4. Kekasaran
Definisi dalam hal ketidakrataan diberikan oleh USP adalah sebagai berikut: "Kekasaran dari
metode analisis adalah tingkat kemampuan untuk memproduksi hasil tes yang diperoleh oleh
analisisis dari sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium yang
berbeda, analisis instrumen yang berbeda berbeda, hari yang berbeda, dll. Ketidakrataan biasanya
dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh pada hasil tes dari variabel operasional dan lingkungan
dari metode analisis. Kekasaran adalah ukuran kemampuan untuk memproduksi hasil tes dalam
kondisi normal kondisi operasional yang diharapkan dari laboratorium-laboratorium ke dan dari
Analis ke analis". Praktis berbicara, kekasaran. adalah nama lain untuk presisi menengah, di mana
dua analis, dari dua laboratorium yang berbeda, pada dua hari yang berbeda, menggunakan
instrumentasi yang berbeda, jumlah kolom banyak, reagen, pelarut, dan bahan kimia, ikuti metode
uji identik dengan menguji sampel identik (Kazekevich and Lo Brutto, 2007).
5. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar
analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)
analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-
placebo recovery) yaitu memasukkan analit ke dalam matriks blanko atau metode penambahan
baku (standard addition method) yaitu penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung
analit (Harmita, 2004).
6. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan
secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan
diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan
dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility).
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada
kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek (Harmita, 2004).
7. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat
tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam
matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel
yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa
plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi (Harmita, 2004).
8. LOD dan LOQ
Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang
masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan
parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan
seksama. LOD dan LOQ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐒𝐃
𝐋𝐎𝐐 = 𝟏𝟎 ( )
𝐒
𝟑 𝐒𝐲 ⁄𝐱 𝟏𝟎 𝐒𝐲 ⁄𝐱
𝐋𝐎𝐃 = 𝐛 , 𝐋𝐎𝐐 = 𝐛
(Harmita, 2004)
Keuntungan HPLC dibandingkan kromatografi gas diantaranya, HPLC dapat menganalisis
cuplikan yang labil (mudah terurai) karena HPLC dilakukan pada suhu kamar, HPLC tidak terbatas
pada senyawa organime saja tetapi HPLC dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa
anorganik, dapat menganalisis cuplikan yang mempunyai berat molekul tinggi atau titim didihnya
sangat tinggi seperti polimer.
Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit
diperoleh. Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa, fasa gerak cair
dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan ke dalam fasa gerak dengan
penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan kompenen-komponen campuran karena perbedaan
kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya
dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu, sebaliknya solut-solut yang kuat
interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen campuran
yang keluar dideteksi oleh detektor HPLC kemudian serupa direkam dalam bentuk gas
kromatogram (Hendayana, Sumar., 2006).
f. Parasetamol
Parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N serta mudah larut dalam etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol
memiliki khasiat sebagai analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).

Gambar 2. Rumus Struktur Paracetamol


Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah sebesar 668a
sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 715a pada max 257 nm.
Identifikasi: Sistem HD—k 0.1; sistem HW—k 0.32; sistem HX—RI 264; sistem HY—RI 241;
sistem HZ—waktu retensi 1.9 menit; sistem HAA—waktu retensi 5.6 menit; sistem HAM—waktu
retensi 2.0 menit; sistem HAX—waktu retensi 4.8 menit; sistem HAY—waktu retensi 3.7 menit
(Moffat et al., 2005).

E. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Labu ukur 25 mL 1 buah
2. Neraca analitik 1 buah
3. Spatula 1 buah
4. Gelas kimia 100 mL 5 buah
5. Gelas ukur 100 mL 1 buah
6. Pro pipet 1 buah
7. HPLC 1 set
8. Botol semprot 1 buah
b. Bahan
1. Larutan standar paracetamol 100 mL
2. Sampel paracetamol secukupnya
3. Aquades secukupnya

F. ALUR PERCOBAAN
1. Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar Paracetamol 100 ppm

- Diencerkan dengan konsentrasi


10, 20, 30, 40, 50 ppm

Larutan standar Paracetamol 10,20,30,40, dan 50 ppm

2. Pembuatan Kurva Standart

Larutan standar Paracetamol 10,20,30,40, dan 50 ppm

- Dibaca kromatogram dengan


HPLC dan dibuat kurva standart

Kurva standart
3. Penentuan Konsentrasi Paracetamol dalam Sampel

0,1 gram paracetamol


- Dimasukkan ke dalam gelas kimia
- Dilarutkan dengan sedikit aquades
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
- Ditambahkan aquades sampai tanda batas
- Dipindahkan ke gelas kimia
- Diukur konsentrasi dengan menggunakan HPLC

Konsentrasi sampel
G. HASIL PENGAMATAN

VII. Hasil Pengamatan


Hasil Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. a. Pembuatan Larutan Standart - Larutan satndar Larutan Standar Diperoleh persamaan
- 50 ppm : tidak
paracetamol 100 y = 324.59x - 2085.1
Larutan Standar berwarna
Paracetamol 100 ppm ppm : larutan tidak dengan regresi (R2)
- 40 ppm : tidak
berwarna = 0,9625
- Diencerkan secara bertingkat berwarna
dengan konsentrasi 50, 40, - Aquades : larutan
- 30 ppm : tidak
30, 20, dan 10 ppm tidak berwarna
- Diukur konsentrasinya berwarna
dengan HPLC - 20 ppm : tidak
berwarna
Kurva standart Paracetamol
- 10 ppm : tidak
berwarna
Luas area pada waktu
retensi ± 2,7
- 50 ppm : 15010,8
- 40 ppm : 9559,82617
- 30 ppm : 7350,89355
- 20 ppm : 5559,70508
- 10 ppm : 781,44739
b. Penentuan Konsentrasi Paracetamol - Panadol : kaplet - Massa Panadol : 0,1003 Diperoleh kadar
dalam Sampel + H2O →
berwarna putih gram paracetamol dalam
- Aquades : tidak - Panadol + aquades : (s) sampel Panadol
0,1 gram Paracetamol
berwarna larutan tidak berwarna sebanyak 161,
- Dimasukkan ke dalam gelas - Disaring : (aq) 07366216 ppm
kimia (filtrat : larutan tidak dalam setiap 0,1003
- Dilarutkan dengan sedikit berwarna, endapan : gram sampel
aquades endapan putih)
- Dimasukkan ke dalam labu - Luas area sampel :
ukur 100 mL 4686,03760 Dalam setiap tablet
- Ditambahkan aquades sampai yang massanya
tnda batas 0,6886 gram ,

- Dipindahkan ke dalam gelas mengandung

kimia Panadol sebesar

- Diukur konsentrasi dengan 1105,83573 ppm

menggunakan HPLC

Konsentrasi Sampel
H. DAFTAR PUSTAKA
Crawford Scientific. The Theory of HPLC Cromatographic Parameters.
http://www.chromacademy.com. Diakses 20 Februari 2019
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. dan Rohma, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gandjar, I.G. dan Rohma, A. 2012. Analisis Obat secara Spektroskopi dan
Kromatografi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian.
Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforensis
Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Kazakevich, Y. and Lo Brutto, L. 2007. HPLC for Pharmaceutical Scientist. New Jersey :
John Wiley & Sons, Inc.
Moffat, A.C.O, et al. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons In Pharmaceuticals,
Body Fluids and Post-Mortem Metrial 3rd edition Book 2. London : Pharmaceutical
Press.
Putra, De Lux E. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. Medan
: USU Digital Library.
Tim Kimia Analitik Instrumen. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI-
431). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

LAMPIRAN

No konsentrasi (ppm) luas area


1 10 781.44739
2 20 5559.70508
3 30 7350.89355
4 40 9559.82617
5 50 15010.8
Kurva Standart Parasetamol
16,000.00000
y = 324.59x - 2085.1
14,000.00000 R² = 0.9625
uas area puncak (mAU*s)
12,000.00000

10,000.00000

8,000.00000

6,000.00000

4,000.00000

2,000.00000

0.00000
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi ppm

Luas area sampel : 50197,8 (y)


Persamaan garis : y = 324.59x - 2085.1
y = 324.59x - 2085.1
50197,8 = 324.59x - 2085.1
50197,8 + 2085.1 = 324.59x
52282.9 = 324.59x
X = 161, 07366216 ppm

Massa satu tablet Panadol adalah : 0,6886 gram


Maka dalam satu tablet Panadol mengandung parasetamol sebesar :
0,6886 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 0,1003 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 161,07366216 ppm
= 1105,83573 ppm

Anda mungkin juga menyukai