Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan Praktikum


Adapun tujuan praktikum High Permormance Liquid Chromatography
(HPLC) adalah sebagai berikut:
1. Pemisahan senyawa dengan metode High Permormance Liquid
Chromatography.
Adapun tujuan praktikum Gas Chromatography (GC) adalah sebagai
berikut:
1. Memahami penggunaan alat Gas Chromatography.
2. Untuk mengetahui kadar senyawa (misalnya alkohol dalam minuman
beralkohol) dalam sampel.

1.2. Prinsip Kerja Praktikum


Adapun prinsip kerja dari High Permormance Liquid Chromatography
(HPLC) menggunakan kolom yang mengandung partikel-partikel kecil dari
fase tetap dan karena luas permukaan yang lebih besar dari fase tetap maka
sampel dalam High Permormance Liquid Chromatography terpisah dengan
sangat baik dengan efisiensi yang tinggi. Adapun prinsip kerja dari Gas
Chromatography (GC) merupakan teknik pemisahan komponen-komponen
dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen
tersebut kedalam dua fasa, yaitu fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa
cairan atau padatan.

1.3. Landasan Teori


1.3.1. Pengembangan Metode Analisis Asam Format dan Asam Laktat
sebagai Pengatur Keasaman pada Pakan Ternak Menggunakan
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Pendahuluan
Acidifier merupakan asam organic yang tidak hanya bermanfaat
dalam preservasi dan proteksi pakan dari perusakan oleh mikroba dan

1
jamur, namun juga berdampak langsung terhadap mekanisme
perbaikan kecernaan pakan pada ternak. Efek antimikroba tersebut
dikarenakan kemampuan asam organik dalam menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu melalui penurunan pH pakan.
Dalam beberapa dekade terakhir, acidifier digunakan sebagai
alternatif antibiotik dalam pakan ternak untuk meningkatkan
pertumbuhan dan mencegah berbagai penyakit enterik. Acidifier
berperan dalam menurunkan pH saluran cerna sehingga meningkatkan
aktivitas enzim proteolitik, meningkatkan pencernaan protein dan
menghambat proliferasi bakteri patogen di dalam saluran pencernaan.
Pada unggas, efek asam organik dalam acidifier dapat meningkatkan
respon kekebalan tubuh alami, menurunkan aktivitas bakteri patogen
dan menyeimbangkan populasi bakteri pada unggas. Di pasaran,
terdapat berbagai produk acidifier dengan berbagai komposisi asam
organik. Penetapan kadar asam organik dalam acidifier secara
kuantitatif menjadi sangat penting untuk menjaga efektifitas produk
dalam menekan pertumbuhan mikroba dan menurunkan pH pakan
serta saluran cerna. Berbagai metode sudah dikembangkan untuk
analisis asam organik, diantaranya menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) penukar ion dan KCKT fase balik tetapi
dengan derivatisasi. Analisis asam organik dengan metode
kromatografi ion membutuhkan peralatan dan biaya yang relatif mahal
sedangkan bila menggunakan KCKT fase terbalik dengan derivatisasi
cenderung lebih rumit. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini
dilakukan analisis menggunakan metode KCKT fase terbalik tanpa
derivatisasi. Pemilihan fase terbalik dengan kolom C18 dipilih
berdasarkan penelitian Tormo dan Izco dimana penggunaan sistem
tersebut tersebut lebih sederhana namun tetap memberikan nilai batas
deteksi yang baik. Pada umumnya, analisis asam organik
menggunakan pH fase gerak yang sangat asam (pH 2-3). Metode yang
dikembangkan pada tahun 2014 dapat menganalisis 5 jenis asam

2
organik pada pakan ternak dengan metode KCKT menggunakan fase
gerak asam pH 2,5. pH yang rendah akan berdampak pada lepasnya
ikatan antara silika dengan fase diam sehingga akan menyebabkan
pendeknya umur kolom. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan
dilakukan modifikasi terhadap pH fase gerak sehingga analisis dapat
dilakukan pada pH yang lebih tinggi dengan tetap mempertahankan
kualitas pemisahan yang baik dari komponen asam organik.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode analisis yang
optimum dan valid untuk penetapan kadar asam format dan asam
laktat. Metode tersebut dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar
asam format dan asam laktat dalam produk acidifier. Acidifier dapat
meningkatkan respon kekebalan tubuh alami, menurunkan aktivitas
bakteri patogen dan menyeimbangkan populasi bakteri pada unggas.

Metode
Alat yang digunakan adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(Shimadzu), kolom LiChrospher 100 RP-18 (5µm, Merck) dengan
dimensi kolom 250 x 4,0 mm, detektor UV-Vis (Shimadzu), timbangan
analitik (Acculab), pH meter (Eutech), kertas saring 0,45 µm
(Whatman), deGaser sonikator (Elmasonic), mikropipet 100 µl dan
1000 µl (Soccorex) dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan
dalam laboratorium kimia analisis.
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi aqua bidestilata (Ika pharmindo), Kalium dihidrogenfosfat
(Merck), Trietilamin (Merck), asam fosfat 85% (Merck), asam format
(Merck), asam sitrat (Merck), asam laktat (Merck), asam asetat
(Merck), silika gel (wakogel) dan sampel berupa dua merck acidifier.

Optimasi fase gerak untuk analisis


Sebanyak 20 µl larutan baku campuran asam format dan asam
laktat dengan konsentrasi masing-masing 1100 µg/ ml dan 120 µg/ ml

3
dalam matriks plasebo (asam sitrat, asam asetat dan silika) disuntikan
ke dalam kolom. Optimasi metode analisis dilakukan pada panjang
gelombang 214 nm, pH fase gerak 4,0; 4,25; 4,5 dan laju alir 0,6; 1,0
dan 1,2 ml/ menit. Dicatat dan dibandingkan waktu retensi dan
resolusi dari asam format dan asam laktat dengan pengaruh fase gerak
yang berbeda.

Uji Kesesuaian Sistem


Sebanyak 20 µl campuran larutan baku campuran disuntikan ke
dalam kolom dengan kondisi analisis terpilih. Dicatat waktu retensi,
area, nilai N, faktor ikutan (Tf), HETP dan presisi dari asam format
dan asam laktat pada enam kali penyuntikan.

Validasi Metode Analisis


Uji akurasi dan presisi dilakukan pada larutan baku campuran
dalam matriks plasebo (asam sitrat, asam asetat dan silika) dengan
konsentrasi 60%, 80%, 100%, 120% dan 140% dari yang tertera pada
label sediaan. Sebanyak 20 µl masing-masing konsentrasi larutan
disuntikan ke dalam kolom sebanyak 6 kali. Parameter akurasi
memenuhi syarat bila persen perolehan kembali (%UPK) berada
diantara rentang 98-102% untuk kadar analit 10%-100% dan
persyaratan perolehan kembali sebesar 97%-103% untuk kadar analit
1%-10%. Parameter akurasi memenuhi syarat bila persen koefisien
variasi (%KV) < 2%.
Uji selektivitas dilakukan dengan menyuntikan larutan matriks
plasebo (asam sitrat, asam asetat dan silika) ke dalam kolom. Metode
dikatakan selektif bila pada kromatogram hasil tidak ada gangguan di
sekitar waktu retensi asam format maupun asam laktat.

Kurva Kalibrasi dan Linieritas

4
Larutan baku campuran asam format dan asam laktat dibuat
dalam matriks dengan konsentrasi 40%, 60%, 80%, 100%,120%,
140% dan 160% untuk kurva kalibrasi. Variasi konsentrasi tersebut
yaitu 439,2; 663,68; 883,28; 1102,88; 1322,48; 1542,08;1764,61
µg/ml untuk asam format dan 47,88; 72,06; 96,24; 120,9; 145,08;
169,26; 193,44 µg/ ml untuk asam laktat. Masing-masing konsentrasi
kemudian disuntikan sebanyak 20 µl kedalam kolom dengan kondisi
analisis terpilih.
Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung secara statistik
melalui garis regresi linier dan kurva kalibrasi. Batas deteksi diperoleh
dengan membagi sejumlah 3 kali simpangan baku residual (Sy/x)
dengan slope (b) sedangkan batas kuantitasi diperoleh dengan
membagi sejumlah 10 kali simpangan baku residual (Sy/x) dengan
slope (b).

Analisis sampel
Sebanyak 300 mg sampel acidifier ditimbang dan dimasukan ke
dalam labu ukur 25 ml. Encerkan larutan menggunakan fase gerak
hingga batas labu. Pipet sebanyak 2 ml lalu masukan ke dalam labu
ukur 10 ml dan diencerkan menggunakan fase gerak hingga batas
labu. Sebanyak 20 µl larutan sampel disuntikkan ke dalam kolom
dengan kondisi terpilih. Luas puncak yang diperoleh dicatat dan
dihitung konsentrasi sampel menggunakan kurva kalibrasi.

Hasil dan Pembahasan


Hasil analisis menunjukan bahwa asam laktat dan asam sitrat
memiliki waktu retensi yang berdekatan sehingga pada analisis
campuran standar dalam matriks plasebo yang mengandung asam
asetat, asam sitrat dan silika, kedua asam tersebut terbaca dalam satu
puncak kromatogram. Hal ini disebabkan karena penggunaan fase
gerak dengan pH yang mendekati pKa dari asam laktat,namun cukup

5
jauh terhadap asam sitrat. Oleh karena pKa asam laktat sebesar 3,86,
hal ini membuat asam laktat berada dalam dua bentuk yaitu bentuk
molekul dan ionnya sehingga polaritas asam laktat meningkat dengan
adanya bentuk ion tersebut dan menyebabkan asam laktat kurang
tertahan pada fase gerak. Sedangkan asam sitrat memiliki 3 pKa yaitu
3,08, 4,74 dan 5,40. Perbedaan ketiga pKa tersebut dengan pH fase
gerak cukup jauh sehingga menyebabkan asam sitrat berada dalam
bentuk ion dengan jumlah lebih besar dan menjadikan asam sitrat
semakin polar dalam kondisi analisis. Akibatnya asam sitrat semakin
tidak tertahan pada kolom dan menyebabkan waktu retensinya
menyamai dari waktu retensi asam laktat. Pada prinsipnya, bila suatu
asam beradapada suatu pelarut dengan pH yang berbeda lebih dari 2
poin, maka hampir 99% asam tersebut berada dalam kondisi terion
yang berarti bersifat polar.

Tabel 1. Data Optimasi Fase Gerak Untuk Analisis


Kalium Kalium
dihidrogenfosfat dihidrogenfosfat
50 mM 50 mM-TEA 0,5%
Fase Gerak
pH 4,0 pH 4,0
Asam Asam Asam Asam
Format Laktat format Laktat
Waktu retensi
2,576 - 2,757 3,516
(menit)

Resolusi - 3,481

6
Keterangan: Analisis menggunakan kolom LiChrospher 100 RP-18, 5
µm, 4,0 x 250 mm, fase gerak dapar kalium dihydrogen
fosfat 50 mM-TEA 0,5% pH 4,00, laju alir 0,6 ml/ menit
dan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 214 nm.

Gambar 1. Kromatogram Standar Asam Format (A), Asam Asetat (B),


Asam Sitrat (C) dan Asam Laktat (D).

Penelitian ini berfokus terhadap asam format dan asam laktat,


sehingga kondisi tersebut tidak dipermasalahkan selama asam format
maupun asam laktat memiliki resolusi yang baik. Data optimasi fase
gerak dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk gambar kromatogram
campuran asam laktat, asam format, asam sitrat, asam asetat dalam
matriks dalam dilihat di Gambar 1.
Penggunaan kalium dihidrogenfosfat 50 mM-TEA 0,5% dengan
pH 4,0 memberikan nilai resolusi yang baik untuk asam format dan
asam laktat walaupun asam sitrat dan asam asetat tidak terpisah
dengan baik. Asam format memiliki waktu retensi 2,757 menit
sedangkan waktu retensi asam laktat adalah 3,516 menit dengan
resolusi sebesar 3,481. Penambahan trietilamin (TEA) pada fase gerak
akan berfungsi sebagai ion-pair agent. Pada pH fase gerak 4, TEA
yang memiliki pKa sebesar 10,75 akan berada dalam kondisi 99%

7
terion dan akan melapisi fase diam. Kation dari TEA pada fase gerak
akan berinteraksi dengan asam sitrat dan menjadikannya lebih tertahan
(waktu retensinya meningkat) bila dibandingkan pada analisis tanpa
penambahan TEA. Asam asetat sendiri tidak terlalu terpengaruh
dengan adanya penambahan TEA karena pKa asam asetat sebesar 4,75
sehingga asam asetat akan terdapat dalam bentuk molekul dan tidak
akan berinteraksi terhadap kation dari TEA pada fase diam. Analisis
pada waktu retensi yang hampir mirip diperoleh pada optimasi pH fase
gerak. Fase gerak pH 4,00 memberikan nilai resolusi yang paling baik.
Optimasi selanjutnya adalah laju alir fase gerak (1,0; 0,8; dan 0,6 ml/
menit). Hasil yang paling baik diperoleh pada laju alir 0,6 ml/ menit.
Semakin kecil laju alir maka waktu retensi yang dihasilkan akan
semakin lama namun ternyata memberikan nilai resolusi yang lebih
baik.

Tabel 2. Data Optimasi Ph Fase Gerak untuk Analisis Campuran Asam


Format dan Asam Laktat
pH 4,50 pH 4,25 pH 4,00
Fase Gerak
Asam Asam Asam Asam Asam Asam
Format laktat Format Laktat format laktat

Waktu retensi
2,801 3,447 2,780 3,436 2,757 3,516
(menit)

Resolusi 2,626 2,811 3,481

Tailing Factor
2,142 1,319 2,277 1,369 2,097 1,353
(Tf)

Plat Teoritis (N) 2016,740 3224,250 2212,421 3556,568 2629,878 4055,985

HETP 74,377 46,522 67,799 42,175 57,037 36,982

Tabel 3. Data Optimasi Laju Alir Fase Gerak untuk Analisis (Panjang

8
Kolom 25 cm)
pH 4,50 pH 4,25 pH 4,00
Fase Gerak
Asam Asam Asam Asam Asam Asam
Format laktat Format laktat format laktat

Waktu retensi
2,749 3,509 3,419 4,367 4,542 5,798
(menit)

Resolusi 2,874 3,046 3,156

Tailing Factor
2,134 1,218 2,208 1,194 2,163 1,139
(Tf)

Plat Teoritis (N) 1708,645 2908,678 2044,355 2985,261 2292,57 3297,961

HETP 0,0015 0,0086 0,0122 0,0084 0,0109 0,0076

Dari hasil uji kesesuaian sistem, %KV asam format sebesar


1,26% dan asam laktat sebesar 1,92%. Nilai KV tersebut masih di
bawah 2% sehingga masih memenuhi kriteria kecermatan. Nilai plat
teoritis 2000, nilai resolusi lebih dari 1,5 dan nilai faktor ikutan
dibawah 2 untuk asam laktat masih dapat dikategorikan memenuhi
syarat dari uji kesesuaian sistem. Nilai faktor ikutan asam format
masih sedikit di atas 2 namun masih memberikan resolusi yang baik.
Metode ini masih dapat dikembangkan lagi agar mendapatkan nilai
faktor ikutan asam format kurang dari 2. Pada uji akurasi, uji

9
perolehan kembali sebesar 98,19% - 101,57% untuk asam format.
Hasil tersebut memenuhi persyaratan perolehan kembali (%UPK)
sebesar 98% - 102% untuk kadar analit 10% - 100%. Sedangkan asam
laktat memberikan hasil uji perolehan kembali (%UPK) sebesar
97,35% - 101,86%. Hasil tersebut memenuhi persyaratan perolehan
kembali sebesar 97% - 103% untuk kadar analit 1% - 10%. Uji Presisi
memberikan nilai KV untuk asam format sebesar 0,23% - 0,59% dan
nilai KV untuk asam laktat sebesar 0,27% - 1,28%. Nilai KV tersebut
masih dibawah 2% sehingga masih memenuhi kriteria kecermatan.
Persamaan regresi linear untuk asam format yaitu y = 1213,7x +
115204 dengan nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar
0,9992 sedangkan persamaan regresi linear untuk asam laktat yaitu y
= 620,9x – 1564,6 dengan nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh
sebesar 0,9996. Hal tersebut menunjukan bahwa kurva kalibrasi
memenuhi persyaratan linearitas yaitu nilai r mendekati satu. Nilai
LOD asam format adalah 63,05µg/ ml dan LOQ sebesar 210,16 µg/
ml. Sedangkan untuk asam laktat diperoleh LOD sebesar 4,55 µg/ ml
dan LOQ sebesar 15,18 µg/ ml. Nilai LOD dan LOQ yang cukup
berarti tidak terlalu masalah karena konsentrasi analit sendiri di dalam
sampel terkandung dalam konsentrasi yang cukup besar sehingga
metode masih sesuai untuk diaplikasikan.

Tabel 4. Data Penetapan Kadar Sampel

% Kadar terhadap % Kadar terhadap


Zat
etiket sampel A etiket sampel B
Asam Format 108,40 101,65
107,26 104,95
109,05 107,32
108,91 105,22
109,82 104,16
108,19 109,95
Asam Laktat 156,88 168,25

10
158,79 172,82
160,65 163,71
160,06 151,10
161,99 162,42
167,90 170,01
Keterangan: Analisis menggunakan kolom LiChrospher 100 RP-18,5
µm, 4,0 x 250 mm, fase gerak dapar kalium dihidrogen
fosfat 50 mM-TEA 0,5% pH 4,00, laju alir 0,6 ml/ menit
dan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 214 nm.

Gambar 2. Kromatogram Sampel Mengandung Asam Format (A),


Asam Laktat (B), dan Asam Sitrat (C).

Pada analisis sampel memberikan hasil yaitu sampel A memiliki


kadar asam format terhadap label sebesar 107,26% - 109,82% dan
kadar asam laktat sebesar 156,88% - 167,90%. Sedangkan untuk
sampel B memiliki kadar asam format terhadap label sebesar 101,65%
- 109,95% dan memiliki kadar asam laktat terhadap label sebesar
151,10% - 172,82%. Pada sediaan acidifier sendiri, belum terdapat
aturan yang jelas dari pemerintah mengenai rentang yang

11
diperbolehkan terdapat dalam sediaan sehingga hasil dari penetapan
kadar dengan rentang analit di atas masih dianggap layak. Data
penetapan kadar sampel dapat dilihat pada Tabel 4, gambar
kromatogram sampel dapat dilihat di Gambar 2.

12
Kesimpulan
Metode analisis yang dikembangkan dengan menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi terbukti dapat menganalisis asam
laktat dan asam format yang terdapat pada acidifier pakan ternak
secara valid.Dengan demikian metode ini berpotensi untuk dapat
digunakan dalam analisis rutin acidifier pada pakan ternak. Modifikasi
dan pengembangan metode selanjutnya memungkinkan untuk
dilakukan pada jenis sediaan yang lain yang mengandung asam
organik tersebut.

1.3.2. Validasi Metode Dalam Penentuan Kadar Etanol Pada Arak


Menggunakan Kromatografi Gas Detektor Ionisasi Nyala
Pendahuluan
Arak merupakan minuman beralkohol yang digunakan dalam
beberapa upacara keagamaan di Bali. Arak diproduksi dibeberapa
tempat di Bali. Salah satu tempat produksi arak yaitu di Kecamatan
Sidemen, Karangasem, Bali. Arak yang diproduksi di Kecamatan
Sidemen masih dengan cara trandisonal dan tidak dilakukan
penentuan kadar etanol dari arak hasil produksi tersebut. Arak
dihasilkan dari proses didestilasi dari nira kelapa yang telah
difermentasi. Dalam menentukan kadar etanol dalam arak diperlukan
metode yang benar sehingga hasil yang diperoleh tepat dan akurat.
Metode kromatografi gas dengan detektor ionisasi nyala
merupakan metode yang tepat dalam menentukan kadar etanol di
dalam arak karena digunakan dalam pemisahan zat organik atau
anorganik yang mempunyai sifat mudah menguap. GC-FID digunakan
dalam analisis kandungan etanol pada wine karena kandungan pada
wine merupakan senyawa yang mudah menguap. Metode ini sangat
memungkinkan dalam menentukan 30 kandungan senyawa volatil
pada wine. Kandungan senyawa volatile yang dianalisis yaitu
asetaldehid, 2,3-butanedione, aseton, alkohol, asam asetat, asam
lemak dan 3-etil ester.
Kromatografi gas digunakan untuk menentukan konsentrasi
etanol. Metode ini banyak dimodifikasi dan peningkatanya signifikan
dalam menentukan konsentrasi etanol. Standar internal merupakan
modifikasi metode dalam kromatografi gas. Standar internal yang
digunakan dalam kromatografi gas bervariasi sesuai dengan teknik,
peralatan dan kolom yang digunakan. Senyawa yang sering digunakan
sebagai standar internal yaitu n-propanol dan t-butanol. Penggunaan
standar internal bertujuan untuk membandingkan hasil kromatogram
standar dengan sampel, standar internal ditambahkan pada sampel
yang akan dianalisis.
Sebelum digunakan dilakukan optimasi kondisi kromatografi
gas dengan memilih sistem dan kondisi yang sesuai, sehingga
mendapatkan pemisahan yang baik antara senyawa-senyawa yang
akan dipisahkan. Sistem yang digunakan dalam kromatografi gas
terdiri dari gas pembawa, injektor kolom dan detektor sedangkan
kondisi yang dipilih yaitu suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor
dan kecepatan alir gas. Memisahkan senyawa dengan kromatografi
gas perlu diperhatikan sifat fisik komponen yang akan dipisahkan.
Suatu metode analisis dapat digunakan apabila telah dilakukan
validasi meskipun metode yang akan dipakai sudah dipublikasikan
pada jurnal, buku teks, dan buku resmi. Tanpa melakukan validasi
pada kondisi percobaan maka ada kemungkinan data analisis yang
diperoleh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya.
Validasi metode dilakukan bertujuan untuk memberikan hasil
yang mendekati kebenaran. Karakteristik analisis dalam metode GC-
FID yaitu linieritas, selektivitas, ketepatan dan ketelitian.semua
karakteristik dalam validasi metode tersebut digunakan untuk
menentukan kualitas wine, klasifikasi dan pengontrolan terhadap
proses pembuatan wine.
Materi Dan Metode
Bahan
Bahan yang digunakan arak hasil produksi di Kecamatan
Sidemen, Kabupaten Karangasem, Bali, metanol, etanol, butanol dan
aquades.

Peralatan
Peralatan yang digunakan yaitu labu ukur 10 ml, pipet mikro,
gelas beker, kromatografi gas GC-agilent Technologies 6890-N
Network GC System, kolom HP InnoWax panjang 30 m; diameter 0,32
µm dan laju alir 0,70 ml/ menit, dengan fase diam polietilen glikol,
detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID), gas
pembawa helium (He), dan make-up gas nitrogen (gas tambahan)

Cara Kerja
Penyiapan Larutan Standar
Larutan metanol, etanol, butanol p.a dibuat menjadi larutan 1000
ppm sebagai larutan induk. Larutan tersebut diencerkan sehingga
diperoleh larutan methanol, etanol dan butanol konsentrasi 50 ppm.
Larutan campuran dibuat dengan mencampurkan larutan metanol,
etanol, butanol masing-masing dengan konsentrasi 1000 ppm dan
perbandingan 1:1:1.
Larutan campuran diencerkan untuk memperoleh konsentrasi 25
ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm. Sampel arak
diencerkan 10 kali dan digunakan sebagai sampel penelitian.

Optimasi Kondisi Kromatografi Gas


Larutan metanol, etanol, butanol masing-masing dengan
konsentrasi 50 ppm diinjeksikan ke dalam injektor kromatografi gas
sebanyak 1,0 µl pada kondisi analisis. Setelah dipilih dan diperoleh
kondisi kromatografi gas. Larutan campuran metanol, etanol, butanol
dengan perbandingan 1:1:1 konsentrasi 50 ppm diinjeksikan ke dalam
injektor kromatografi gas sebanyak 1,0 µl. Kondisi yang optimal
dipilih berdasarkan kemampuan sistem dalam pemisahan metanol,
etanol, butanol.

Parameter Validasi
Selektivitas
Pengujian selektivitas dilakukan dengan cara menginjeksikan
metanol, etanol, butanol, dan sampel arak yang telah ditambahkan
standar internal butanol masing-masing sebanyak 1,0 µl Masing-
masing larutan metanol, etanol, butanol masing-masing dengan
konsentrasi 50 ppm diinjeksikan ke dalam injektor kromatografi gas
sebanyak 1,0 µl. Selektivitas dikatagorikan baik apabila terjadi
pemisahan pada kromatogram dengan nilai Rs ≥ 1,

Linieritas
Uji linieritas dilakukan dengan cara satu seri konsentrasi larutan
campuran 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm masing-
masing diinjeksikan sebanyak 1,0 µl kedalam injektor kromatografi
gas kemudian dilakukan pengamatan luas puncak. Data yang
diperoleh dibuat persamaan regresi linier y = bx + a. Masing-masing
injeksi diulang sebanyak 3 kali dan kemudian ditentukan koefisien
determinasinya. r2 ≥ 0,95 maka metode tersebut memenuhi parameter.

Batas Deteksi
Batas deteksi ditentukan dari data persamaan regresi.

Ketelitian Dan Ketepatan


Validasi ketelitian dan ketepatan dilakukan dengan
menginjeksikan larutan campuran 50 ppm sebanyak 1,0 µl dengan
replikasi sebanyak 3x. Setelah memperoleh data dihitung standard
deviasi (SD), koefisien variasi (KV) dan area under curve (AUC)
kromatogram etanol.

Hasil Dan Pembahasan


Optimasi kondisi kromatografi gas dilakukan dengan memilih
sistem dan kondisi yang sesuai, sehingga mendapatkan pemisahan
yang baik antara senyawa-senyawa yang akan dipisahkan. Kondisi
kromatografi gas yang dipilih dalam penelitian ini yaitu suhu injektor
250 0C, suhu detektor 300 0C, dengan split rasio 20. Suhu awal kolom
50 0C ditahan dua menit pada suhu tersebut, ditingkatkan secara
bertahap sebesar 10 0C/ menit sampai suhu mencapai 220 0C dan
ditahan selama lima menit. Laju alir dari kolom yang terpilih adalah
0,7 ml/ menit. Laju alir gas helium 40 ml/ menit, laju alir nitrogen 50
ml/ menit dan laju udara sebagai pengoksida 450 ml/ menit.

A B

Gambar 3. Kromatogram Larutan Standar (A) Kromatogram Arak


(B). (1) Metanol, (2) Etanol, (3) Butanol, (4) Asam Asetat
Validasi Metode dalam Penentuan Kadar Etanol pada Arak
Menggunakan Kromatografi Gas

Gambar 3 kromotogram larutan standard (A) menunjukkan


kromatogram memberikan puncak pada waktu retensi 4,167
(metanol), 4,646 (etanol), 8,282 (butanol), 11,232 (asam asetat).
Sedangkan pada kromatogram arak memberikan puncak pada waktu
retensi 4,634 (etanol) dan 8,295 (butanol). Hasil analisis menunjukkan
arak tidak mengandung metanol dan asam asetat. Hal ini disebabkan
karena arak dihasilkan dari destilasi hasil fermentasi glukosa yang
terkanung dalam nira kelapa. Proses fermentasi glukosa menghasilkan
etanol yaitu:
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Standar internal yang digunakan dalam analisis larutan standar
maupun sampel yaitu butanol. Butanol mempunyai struktur kimia dan
sifat-sifat fisika yang hampir sama dengan etanol. Standar internal
digunakan dalam analisis kromatogram karena fluktuasi parameter-
parameter instrumental dapat mempengaruhi keakuratan dalam
analisis.

Selektivitas
Nilai selektivitas hasil perhitungn senyawa standar
menunjukkan nilai Rs ≥ 1,5, hal ini didukung oleh Skoog bahwa suatu
senyawa akan terpisah sempurna dari senyawa-senyawa lain apabila
nilai Rs ≥ 1,5. Selain itu telah dilakukan penelitian oleh Suaniti 2011
yang menunjukkan nilai Rs ≥ 1,5.
Nilai resolusi menunjukkan kromatografi gas telah memisahkan
senyawa-senyawa dengan selektifitas yang tinggi dalam kondisi yang
optimum.

Linieritas
Nilai koefisien korelasi digunakan sebagai parameter untuk
menentukan linieritas.Perhitungan hasil analisis diperoleh persamaan
garis regresi senyawa standar.
Tabel 5. Persamaan Garis Regresi Standard Metanol, Etanol, dan
Asam Asetat
Persamaan garis Koefisien
Standar
regresi y=bx + a korelasi (r)
Metanol y = 0,34x – 1,41 0,9998

Etanol y = 0,32x – 0,79 0,9998


Asam Asetat y = 0,34x – 5,08 0,9855

Hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel 5 dimana nilai


koefisien korelasi dari senyawa standar yaitu r ≈ 1 .Menurut Suaniti
nilai koefisien korelasi yang baik yaitu r ≈ 1 dengan demikian detektor
FID telah memberikan respon yang linier antara luas puncak dan
konsentrasi sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa alat
kromatografi gas yang digunakan mempunyai linieritas tinggi.
penentuan linieritas metode GC-FID yang digunakan mempunyai nilai
linieritas pada rentang yang normal yaitu r2 = 0,9938 dan 0,9998. Pada
penelitian Ortega nilai r2 0,9938 – 0,9998 sehingga metode tersebut
dapat digunakan dalam menentukan kandungan senyawa volatile pada
wine.

Batas Deteksi
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang dapat dideteksi dan memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blanko. Perhitungan dari hasil penelitian menunjukkan nilai
batas deteksi masing-masing senyawa standar yaitu metanol = 0,1059
ng ; etanol = 0,1688 ng ; asam asetat = 0,0837 ng. Batas deteksi dari
masing-masing standar dibawah 5,0 ng, hal ini didukung oleh
Indrayanto bahwa apabila alat kromatografi gas dapat memberi respon
pada konsentrasi yang sangat kecil yaitu dibawah 5,0 ng, maka alat
kromatografi gas mempunyai sensitifitas yang tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa alat kromatografi gas yang digunakan dalam
penelitian mempunyai sensitifitas yang tinggi.
Ketelitian dan Ketepatan
Validasi ketelitian dapat ditentukan dari simpangan baku dan
koefisien variasinya. Koefisien variasi menunjukkan suatu
ketidaktelitian pengukuran. Hasil perhitungan pada tabel 5
menunjukkan koefisien variasi masing-masing standar yaitu metanol
0,7%; etanol 1,8% dan asam asetat1,8%.

Tabel 6. Data Validasi Ketelitian dan Ketepatan


Konsentrasi Konsentrasi terukur (ng/µl) KV K
Standar sebenarnya Sb
III (%) (%)
(ng/µl) I II

Metanol 50 47,8971 48,5761 48,2209 0,34 0,7 3,54

Etanol 50 47,2684 48,4797 48,9534 0,87 1,8 3,53

Asam
50 50,8274 49,7793 48,2028 0,88 1,8 0,79
asetat

Koefisien variasi dari standar telah memenuhi syarat, yaitu ≤


2%, hal ini didukung oleh Chapman and Hall menyatakan bahwa
koefisien variasi suatu senyawa telah memenuhi syarat apabila KV ≤
2% yang menunjukkan pengukuran dengan kromatografi gas telah
memberikan ketelitian dengan validitas tinggi.
Ketepatan dapat diungkapkan dengan kesalahan yaitu nilai
ketepatan tergantung pada besarnya penyimpangan data dari nilai rata-
rata dengan nilai sebenarnya. Uji validitas ketepatan memenuhi syarat
apabila kurang dari 5% maka kromatografi yang digunakan
mempunyai validitas yang tinggi, hal ini mendukung hasil perhitungan
yang menunjukkan nilai ketepatan masing-masing senyawa standar
kurang dari 5% yaitu metanol 3,54%; etanol 3,53% dan asam asetat
0,79%.

Penentuan Kadar Etanol Dalam Arak


Penentuan kadar etanol dalam arak dilakukan dengan
menambahkan sampel arak dengan standar interal butanol dan
dilakukan analisis menggunakan GC-FID setelah dilakukan validasi
metode. Hasil analisis arak ditunjukkan pada kromatogram yang
memberikan puncak pada waktu retensi retensi 4,634 (etanol) dan
8,295 (butanol). Penentuan kadar etanol pada arak dihitung
menggunakan persamaan kurva kalibrasi etanol dan diperoleh sebesar
17,88% (b/v). Hasil tersebut menunjukkan penentuan kadar etanol
pada arak menggunakan metode GC-FID yang telah divalidasi dan
menggunakan standar internal butanol dapat memberikan pemisahan
yang baik. Metode ini telah digunakan dan menghasilkan pemisahan
yag baik setelah dilakukan validasi terhadap sensitivitas, stabilitas,
linieritas, akurasi dan presisi dalam menentukan α-tokoferol pada
plasma manusia.

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode
kromatografi gas dengan menggunakan standar internal memberikan
hasil dengan validasi yang tinggi yaitu nilai selektivitas dari masing-
masing standar Rs > 1,5. Nilai linieritas ditunjukkan dengan koefisien
korelasi metanol 0,9998; etanol 0,9998 dan asam asetat 0,9274. Batas
deteksi yaitu metanol 0,1059 ng; etanol 0,1688 ng; asam asetat 0,0837
ng. Nilai ketelitian yaitu metanol 0,7%; etanol 1,8% dan asam asetat
1,8%. Nilai ketepatan yaitu metanol 3,54%; etanol 3,53% dan asam
asetat 0,79%. Metode kromatografi gas dengan detektor ionisasi nyala
(GC-FID) yang telah dilakukan validasi dapat digunakan untuk
menentukan kadar etanol.

1.3.3. Kromatography
Kromatografi berasal dari kata chroma (warna) dan graphein
(penulisan), merupakan suatu teknik pemisahan fisika yang
memanfaatkan perbedaan yang kecil dari sifat-sifat fisika komponen
yang akan dipisahkan. Istilah kromatografi (penulisan warna) mula-
mula dikenalkan oleh seorang botani Rusia Mikhail Semenovic Tswett
pada tahun 1908 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman
dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang
berisi kalsium karbonat (CaCO3).
Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk
memisahkan dan mengkuantitatifkan berbagai macam komponen yang
kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisika suatu campuran yang
terpisah pada fase diam yang dipengaruhi pergerakan fase yang
bergerak. Beberapa sifat fisika umum dari molekul yang dipakai
sebagai asas teknik pemisahan kromatografi adalah :
a. Kecendrungan molekul untuk teradsorpsi oleh partikel- partikel
padatan yang halus.
b. Kecendrungan molekul untuk melarut pada fase cair.
c. Kecendrungan molekul untuk teratsirikan.

Metode-metode kromatografi tidak dapat dikelompokkan


dengan hanya meninjau satu macam sifat. Artinya kita dapat
menyatakan teknik-teknik kolom seperti destilasi, ekstraksi pelarut,
penukar ion ke dalam satu kelas, tetapi teknik tersebut dapat juga
diklasifikasikan dengan berdasarkan metode-metode differential
migration. Pada semua metode-metode differential migration,
pemisahan berbagai komponen campuran yang bermigrasi pada
berbagai medium tergantung pada karakteristik laju individual
komponen-komponenya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam
klasifikasi, sesungguhnya terjadi tidak hanya satu sifat fisis saja yang
ditinjau tetapi gabungan-gabungan yang digunakan dalam teknik
pemisahan.
Dibandingkan dengan metode pemisahan secara keseluruhan,
klasifikasi metode kromatografi, relatif lebih sederhana. Fase gerak
dapat berupas gas atau cairan, sedangkan fase diam dapat berupa zat
cair atau padat. Jadi kita memiliki kombinasi cair-cair, cair-padat, gas-
cair, gas-padat. Jika pemisahan terutama meliputi suatu partisi
sederhana antara fase diam cair dan fase gerak cair juga, maka proses
ini dikenal sebagai kromatografi partisi. Jika gaya fisika ke
permukaan terutama meliputi kemampuan retensi dari fase diamnya,
maka proses disebut sebagai kromatografi adsorpsi. Jika fase
bergeraknya adalah gas, metode ini disebut sebagai kromatografi gas-
cair atau kromatografi gas-padat.

1.3.4. Jenis-Jenis Kromatography


Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi :
a. Kromatografi adsorbs
b. Kromatografi partisi
c. Kromatografi pasangan ion
d. Kromatografi penukar ion
e. Kromatografi eksklusi ukuran
f. Kromatografi afinitas

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat


dibagi atas :
a. Kromatografi kertas
b. Kromatografi lapis tipis yang keduanya sering disebut dengan
kromatografi planar
c. Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
d. Kromatografi GC
1.3.5. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Dalam kromatografi selalu dilibatkan dan jenis fase yaitu fase
diam dan fase mobil. Kedua hal ini selalu berhubungan dan harus
selalu diperhatikan dengan teliti. Untuk mempersingkat dan
memperoleh hasil maupun waktu yang dibutuhkan maka dipakai
bantuan tekanan dan alat kromatografi yang mempergunakan prinsip
ini disebut HPLC.
HPLC menggunakan kolom yang mengandung partikel-partikel
kecil dari fase tetap dan area luas permukaa yang lebih besar dari fase
tetap maka sampel dalam HPLC terpisah dengan sangat baik dengan
efisiensi yang tinggi. Mekanisme pemisahan yang berbeda dengan
cepat dilakukan mengikatkan gugus-gugus kimia yang berbeda pada
permukaan partikel silika yang disebut dengan fase terikat. Secara
teoritis HPLC itu identik dengan Liquid Solid Chromatography,
Liquid Chromatography dan Ion Exchange Chromatography.

1.3.6. Kromatography Gas


Kromatografi gas adalah salah satu metode pemisahan
kromatografi yang digunakan untuk memisahkan semua zat yang
berbentuk uap/gas atau dapat diuapkan, tanpa mengalami penguraian
dan menggunakan gas sebagai fase geraknya. Prinsip kerja dari
kromatografi gas adalah dengan menyuntikkan contoh ke dalam ujung
kromatografi gas, lalu contoh tersebut diuapkan dan dielusi oleh gas
inert yang digunakan sebgai fase geraknya. Perbedaan yang cukup
mencolok dari sebagian besar metode kromatografi lainnya yaitu
terletak pada fase geraknya. Fase gerak yang digunakan tidak ikut
berinteraksi dengan senyawa atau molekul dari alat tersebut, sehingga
fase gerak yang digunakan hanya berfungsi sebagai zat yang
membawa alat ke dalam kolom.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat
terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi
sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan
titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat
penunjangnya. Sedangkan dalam kromatografi padat-gas, digunakan
suatu zat padat penyerap. Ide untuk memfraksionasikan gas-gas
dengan menginteraksikannya terhadap suatu zat padat atau cairan
tidak bergerak melalui suatu aksi selektif terhadap suatu komponen
tertentu.

BAB II
PROSEDUR KERJA
2.1. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Beaker glass 100 ml : 4 buah
2. Labu ukur 100 ml : 2 buah
3. Labu ukur 250 ml : 1 buah
4. Neraca analitik : 1 buah
5. Spatula : 1 buah
6. Kaca arloji : 2 buah
7. Tabung reaksi : 2 buah
8. Rak tabung : 1 buah
9. Statif : 1 buah
10. Corong kaca : 1 buah
11. Batang pengaduk : 1 buah
12. Pipet tetes : 2 buah
13. Pipet ukur 10 ml : 1 buah
14. Pipet ukur 1 ml : 1 buah
15. Penangas air : 2 buah
16. Bola hisap : 2 buah
17. Cawan Petri dish : 1 buah
18. Pipet tetes : 1 buah
19. Mortar dan pestle : 1 buah
20. Botol vial : 4 buah
21. Glass chamber : 8 buah
22. Gelas ukur 100 ml : 1 buah

b. Bahan
1. Hablur K2HPO4.3H2O : 2,28 gram
2. Paracetamol generik 500 mg : 5 gram
3. Aquadest panas : 1 liter
4. Heksan + Aseton 1:1 : secukupnya
5. Metil alkohol 60 % : 250 ml
6. Kertas kromatografi : 8 lembar
7. Daun pepaya : secukupnya
8. Aquadest : 1 liter
9. Aluminium foil : 1 gulung
10. Tissue gulung : 1 gulung

2.2. Prosedur Kerja


2.2.1. Prosedur Pembuatan Larutan Ekstrak Klorofil dari Daun Pepaya
1. Daun pepaya digerus hingga halus kemudian dimasukkan ke
dalam test tube hingga setengah bagian.
2. Pelarut Heksan + Aseton 1:1 ditambahkan hingga berlebih satu ruas
jari.
3. Larutan ekstrak diaduk dengan menggunakan spatula kemudian
ditutup dengan aluminium foil.

2.2.2. Prosedur Pembuatan Larutan Fasa Gerak


2.2.2.1. Metil Alkohol 60% Dalam Labu 250 ml
1. Larutan metil alkohol di ukur sebanyak 30 ml dengan
menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam labu
250 ml.
2. Aquadest dimasukkan ke dalam labu hingga tanda batas dan
larutan dihomogenkan.

2.2.2.2. Pembuatan Larutan Dipotassium Hidroksi Fosfat 0,1 M


1. Hablur K2HPO4.3H2O ditimbang sebanyak 0,57 gram
mengggunakan neraca analitik dengan wadah kaca arloji.
2. Hablur K2HPO4 yang telah ditimbang kemudian dilarutkan
ke dalam labu ukur 25 mL dengan aquades.
3. Aquades ditambahkan ke dalam labu ukur hingga tepat
mencapai batas.
4. Larutan dihomogenkan.

2.2.2.3. Pembuatan Larutan Potassium Dihidroksi Fosfat 0,1 M


1. Hablur KH2PO4 ditimbang sebanyak 0,34 gram
menggunakan neraca analitik pada wadah kaca arloji.
2. Hablur KH2PO4 yang telah ditimbang kemudian dilarutkan
ke dalam labu ukur 25 ml dengan aquades.
3. Aquades ditambahkan ke dalam labu hingga mencapai
tanda batas pada labu ukur.
4. Campuran selanjutnya dihomogenkan.

2.2.2.4. Pembuatan Larutan Fase Gerak


1. Larutan K2HPO4.3H2O 0,1 M diambil sebanyak 25 ml
dengan menggunakan gelas ukur.
2. Selanjutnya larutan KH2PO4 diambil sebanyak 2 ml dengan
menggunakan gelas ukur.
3. Larutan KH2PO4 tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur
yang sama.
4. Metanol 60 % ditambahkan ke dalam labu tersebut
sebanyak 50 mL.
5. Campuran dihomogenkan.

2.2.3. Prosedur Pembuatan Larutan Internal Standar dari Internal


Standar Paracetamol Generik 5 mg Dalam Labu Ukur 100 ml
1. Paracetamol digerus dan ditimbang sebanyak 5,0000 g
menggunakan neraca analitik.
2. Aquadest panas dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan larutan
diaduk hingga homogen.
2. Setelah homogen, air panas ditambahkan lagi hingga tanda batas
labu

2.2.4. Prosedur Kerja Pembuatan Larutan Standar Kurva Kalibrasi


2.2.4.1. Pembuatan Larutan Standar Baku 200 ppm
1. Larutan induk paracetamol 50.000 ppm dipipet sebanyak
0,04 ml ke dalam botol vial 10 ml.
2. Metil alkohol 60% ditambahkan sebanyak 9.96 ml ke
dalam botol vial yang sama.
3. Botol vial ditutup.

2.2.4.2. Pembuatan Larutan Standar Baku 400 ppm


1. Larutan paracetamol 50.000 ppm dipipet sebanyak 0,08
mL ke dalam botol vial 10 ml.
2. Metil alkohol 60% ditambahkan sebanyak 9,92 ml ke
dalam botol yang sama.
3. Botol vial ditutup.

2.2.4.3. Pembuatan Larutan Standar Baku 600 ppm


1. Larutan paracetamol 50.000 ppm dipipet sebanyak 0,12 ml
ke dalam botol vial 10 ml.
2. Metil alkohol 60% ditambahkan sebanyak 8,88 ml ke
dalam botol yang sama.
3. Botol vial ditutup.

2.2.4.4. Pembuatan Larutan Standar Baku 800 ppm


1. Larutan paracetamol 50.000 ppm dipipet sebanyak 0,16
mL ke dalam botol vial 10 ml.
2. Metil alcohol 60% ditambahkan sebanyak 0,84 ml ke
dalam botol yang sama.
3. Botol vial ditutup.

Anda mungkin juga menyukai