Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Psikologi Indonesia Himpunan Psikologi Indonesia

2010, Vol VII, No. 1, 1-8, ISSN. 0853-3098

PSIKOLOGI PEREMPUAN:
KONTEKSTUALISASI DAN KONSTRUKTIVISME
DALAM PSIKOLOGI
(WOMEN PSYCHOLOGY: CONTEXTUALISATION AND
CONSTRUCTIVISM IN PSYCHOLOGY)

Nani Nurrachman
Fakultas Psikologi Unika Atmajaya

Diskusi dan perdebatan tentang kedudukan psikologi perempuan dalam ilmu psikologi hingga kini masih terus
berlangsung. Secara akademik, masih ada pertanyaan apakah perlu psikologi perempuan diajarkan tersendiri/
terpisah dari psikologi arus utama yang selama ini diajarkan. Secara kualitatif pengalaman hidup perempuan ber-
beda dengan pengalaman hidup laki-laki. Perilaku preskriptif lingkungan sosiokultural yang dikenakan kepada
perempuan merupakan keniscayaan peran budaya yang inheren dalam membentuk perilaku perempuan. Dengan
demikian, interpretasi terhadap berbagai gejala perilaku perempuan perlu dipahami secara kontekstual. Psikologi
perempuan tidak cukup hanya dideskripsikan melalui suatu penjelasan (eksplanasi ) tetapi juga harus mencakup
pemahaman diri dalam konteks sosial-budayanya dari sudut perempuan yang mengalaminya. Hal ini disebabkan
karena perilaku perempuan merupakan hasil interrelasi dan dialektika antara aspek biopsikologis dengan aspek
psikososiokulturalnya. Berbagai studi psikologi perempuan yang ada dalam konteks sosial budaya Indonesia dipa-
parkan di sini untuk memperkuat argumentasi tersebut di atas.
Kata kunci: aspek biospsiko-sosiokultural, psikologi perempuan, perilaku perempuan

The status of the psychology of women, especially in Indonesia, has been and is still greatly debated whether or not
it should be taught as a separate subject in the curriculum which is still based on mainstream psychology. Women’s
different biopsychological make up which molds her life experience and the way she constructs herself as well as
her behaviour is what makes the psychological study of women should be distinct from that of men. Simply because
she is a woman, social cultural factors play a significant influence on the way she views herself and others as well
as the way others view her. For this reason, it is not enough to explain the biopsychological essence of women, but
it also needs to understand her existence based on how she constructs her world and herself. Various psychologi-
cal studies of women, including those conducted in the context of Indonesian culture are presented here to support
this argument.
Key words: psychology of women , biopsychological-sociocultural , women’s behaviour

Mempelajari manusia oleh manusia objek studi, mental dan perilaku manusia
itu sendiri telah membuka wawasan dan menempati ranah yang amat luas.
kesadaran tentang kompleksitas ilmu psikologi, Secara faktual dan praktis dalam
suatu bidang ilmu yang mempelajari mental membicarakan wujud manusia berbagai
dan perilaku manusia. Baik manusia yang aspek biologis, psikologis, sosialkutural
mempelajari ataupun yang dipelajari memiliki serta historisitasnya tidak dapat dipisah-
kemampuan untuk melakukan refleksi. Oleh pisahkan. Respons manusia terhadap dunia
karena itu timbulnya keberagaman dalam lingkungannya merupakan hasil dari interrelasi
mempelajarinya tidak dapat dihindarkan antara faktor internal (biopsikologis) dengan
ketika mengembangkan konsep dan metode faktor eksternal (faktor sosialkutural) dirinya.
fokus studi mental dan perilaku manusianya. Kelemahan pembelajaran psikologi yang
Secara sosial psikologis, perilaku manusia selama ini diberikan dipengaruhi pendekatan
secara kritis dipengaruhi oleh interrelasi positivistik. Pendekatan ini cenderung sangat
antara faktor internal dengan faktor eksternal; kuat melihat fungsi-fungsi mental manusia,
antara psikodinamika intra-psikisnya dengan seperti pengindriaan, persepsi, kognisi,
interaksi interpsikisnya. Apa yang ada di emosi, motivasi dan lain sejenisnya sebagai
dalam dan di luar dirinya adalah dua variabel variabel yang bersitat umum, menetap serta
yang menentukan mengapa dan bagaimana berlaku universal terlepas dari perbedaan
individu berperilaku. Sehingga sebagai jender, ruang dan waktu. Individu manusia
2 NANI NURRACHMAN

terasa sangat kuat tercerabut dari akar Association (APA, 1979, 1982) psikologi
sosial budayanya. Akibatnya, wujud manusia perempuan adalah suatu rancangan
dihadirkan dan dipahami tanpa konteks riset psikologi yang menempatkan cara
yang mewarnai dinamika kehidupannya. penampilan wujud perempuan sebagai tema
Pendekatan ini dikenal sebagai psikologi sentralnya. Parlee (1975) secara spesifik
arus utama. Psikologi arus utama sangat menyebutnya sebagai psychology for women
menekankan pada pengujian hipotesis. yang tidak saja berkaitan dengan pengalaman
Dalam psikologi arus utama manusia yang dianggap nyata bagi perempuan
menjadi tercerabut dari konteks sosialnya; tetapi bagaimana pengalamannya itu dapat
variabel yang diteliti merupakan rumusan membantu kehidupan perempuan itu sendiri.
umum yang tidak terikat waktu dan konteks. Dengan lain perkataan, perempuan perlu
Variabel perilaku yang hendak diteliti tidak diberdayakan. Sepuluh tahun kemudian,
membedakan jender; jika ada maka temuan French (1985) menyebut psikologi perempuan
pada diri perempuan menjadi suatu anomali. sebagai salah satu tonggak masyarakat
Yang dicari adalah kebenaran tunggal. Peneliti yang masuk dalam kategori profesi yang
dan subjek penelitiannya adalah dua entitas mempunyai sifat layanan sosial disamping
yang terpisah. Manusia menjadi sesuatu bidang kesehatan dan pendidikan .
yang abstrak. Sedangkan pendekatan Uraian dalam tulisan ini bertujuan
kontekstualisasi dan konstruktivisme lebih untuk memberikan argumentasi mengapa
menekankan pada interpretasi perilaku dalam psikologi perempuan perlu dipelajari secara
konteks budayanya. Manusia dipandang tersendiri meski masih tercakup dalam
sebagai makhluk sosial dan historis, ranah pengajaran psikologi secara umum.
dipengaruhi oleh pengalaman, ruang dan Diharapkan dapat memberikan kontribusi
waktu dan zaman tertentu. Peneliti dengan dalam memandang perilaku perempuan
subjek penelitiannya berada dalam suasana dengan mengetengahkan pemikiran psikologi
interaktif untuk mencari suatu interpretasi dan arus utama dengan psikologi yang dipengaruhi
representasi bersama tentang permasalahan oleh pascamodernisme yang antara lain
yang diteliti. Ada keberagaman dalam mendasarkan pada teori kontekstualisasi,
memandang realitas. konstruktivisme (Hastjarjo, 2008; Supratiknya,
Sebenarnya, teori-teori dalam psikologi 2008). Dalam hal ini mempelajari psikologi
arus utama yang selama ini dipelajari perempuan pendekatan yang paling tepat
didominasi oleh laki-laki. Padahal teori- adalah pendekatan kontekstualisasi dan
teori dalam kategori ini, khususnya konstruksivisme .
psikoanalisis, telah dikritik oleh sejumlah
psikolog perempuan sebagai teori yang Memahami Perempuan
tidak sesuai untuk menggambarkan Dari semua uraian di atas dapat dikatakan
perilaku perempuan. Kecenderungan untuk bahwa aspek-aspek bio-psiko-sosio-kutural
menginterpretasikan berbagai gangguan perlu dipandang sebagai satu kesatuan untuk
perilaku yang dialami oleh perempuan memahami perilaku perempuan. Perbedaan
sebagai suatu bentuk penyimpangan telah faktor biopsikologis (antara anak perempuan
menyebabkan perempuan dilihat sebagai dan laki-laki) yang berinterrelasi dan
mahluk yang rentan, lemah, kurang dapat berinteraksi dengan faktor psiko-sosiokultural
mengendalikan diri dan lain sejenisnya. (cara bagaimana anak perempuan dan
Sebagai kelompok, perempuan akhirnya lelaki diperlakukan oleh lingkungan) akan
termarjinalisasi dan mengalami diskriminasi menimbulkan perbedaan psikologis dan
secara sosial di masyarakat. Akibatnya, penghayatan pengalaman hidup sebagai
perempuan mengalami viktimisasi dengan perempuan atau lelaki dewasa. Konsekuensi
berbagai label dan stigma yang dikenakan pandangan tentang manusia sebagai makhluk
kepadanya. Timbullah istilah jender sebagai bio-psiko-sosio-kutural dengan perbedaan
konstruk sosial yang dapat dipahami sebagai tatanan biopsikologis adalah perlunya
suatu sistem relasi sosial antara laki-laki dan studi tentang perempuan yang berbeda
perempuan (yang timpang) ( Paludi 1998 ). dari studi tentang laki-laki. Adalah sukar
Padahal oleh American Psychological untuk melihat diri dan orang lain terlepas
NANI NURRACHMAN 3

dari jenis kelaminnya, karena sampai batas perempuan hendak dipandang, ia tidak
tertentu jenis kelamin mengikat setiap orang. dapat dilepaskan sepenuhnya dari peran
Keanggotaan ke dalam salah satu kategori dan fungsinya sebagai ibu. Dalam konteks
sosial atas dasar jenis kelamin merupakan ini, Mead melihat perempuan dalam
suatu keharusan bilamana seseorang hendak kedudukannya sebagai ibu sebagai sumber
berpartisipasi dalam masyarakat. Pemikiran moralitas. Adalah suara ibu dan bukan bapak
ini tidak berarti secara mutlak bahwa laki- yang memberikan prinsip-prinsip dasar dan
laki lebih sexist daripada perempuan tetapi awal bagi pembentukan dan pengembangan
bahwa laki-laki mempunyai minat dan moral anak. Friedan secara khusus melihat
perhatian yang berbeda yang memengaruhi dampak kejenuhan baik fisik maupun
perilakunya. Sukarnya mentransendasikan mental perempuan karena tenggelam dalam
penghayatan sebagai perempuan atau laki- gambaran stereotipikal sebagai ibu rumah
laki inilah yang melihat diri dan orang lain tangga saja. Gambaran ini makin diperkuat
tetap sebagai individu perempuan atau laki- oleh media massa, khususnya majalah-
laki. Oleh karena itu layak dipahami bahwa majalah perempuan.
psikologi perempuan berbeda dari psikologi Psikologi tentang perempuan sebenarnya
laki-laki. telah dimulai sejak teori psikoanalisis
Sejalan dengan ini pula, dapat dipahami dikembangkan oleh Freud. Sejak awal Freud
jika dikatakan perilaku perempuan tidak berdiri telah berbicara tentang perbedaan perempuan
tersendiri atau di luar konteks lingkungannya. dan laki-laki dalam perkembangan kehidupan
Ia adalah hasil keterpaduan dari berbagai psikoseksualnya. Teori psikoanalisis ini
aspek biopsikososio-kuturalnya. Oleh karena dikembangkan berdasarkan mite Oedipus
itu interpretasi terhadap berbagai gejala Rex yang ceritanya terdiri dari tiga babak
perilaku perempuan perlu dipahami secara sehingga sebenarnya merupakan suatu
kontekstual. Psikologi perempuan tidak trilogi. Tokoh utamanya adalah Oedipus yang
hanya cukup dideskripsikan melalui suatu suatu ketika secara tidak sadar mengawini
penjelasan (eksplanasi) tetapi juga harus ibunya sendiri, Jocasta yang merupakan
mencakup proses pemahaman dirinya dalam bagian pertama dari trilogi tersebut. Namun
konteks sosial-budaya di mana ia berada. di sinilah kelemahan utama dari Freud
Psikologi perempuan berawal dari studi- dalam menginterpretasikan mite ini. Ia hanya
studi tentang kehidupan psike perempuan; mendasarkan teorinya pada pengembangan
bagaimana perempuan sebagai subjek interpretasi hubungan Oedipus (anak laki-laki)
hidup dalam suatu lingkungan sosial budaya dengan Jocasta (ibu) dari perspektif Oedipus.
tertentu; bagaimana dinamika psikologik Interpretasi ini kemudian dipakai sebagai
perempuan berkembang awalnya sebagai kerangka pikir tentang (anak) perempuan.
objek kemudian sebagai subjek. Hal ini berarti Freud mengabaikan perspektif Jocasta
berbagai studi tentang perempuan yang terhadap hubungannya dengan Oedipus,
biasanya bersifat antropologis dan sosiologis yang bisa memiliki interpretasi berbeda.
belum dapat menjelaskan sepenuhnya Upaya menginterpretasikan hubungan ibu
perilaku perempuan. Namun sebaliknya, dengan anak laki dan anak perempuan dari
pemahaman tentang psikodinamika perilaku perspektif perempuan, sebagai ibu, kiranya
perempuan akan kurang signifikan bila tidak perlu dikembangkan agar dapat memperoleh
diletakkan dalam konteks lingkungan sosial gambaran perbedaan perkembangan
budayanya. Oleh karena itu pula, psikologi perempuan dan laki-laki secara proporsional
perempuan perlu mendapatkan tempatnya sehingga terhindar dari bias.
tersendiri dalam psikologi arus utama yang Pandangan tentang perempuan dalam
selama ini dikenal dan diajarkan . psikologi pun sejak awal telah mendapatkan
kritik yang cukup tajam. Deutsch (1944,
Studi-studi Psikologi tentang Perempuan 1945), seorang psikolog perempuan sealiran
Studi antropologi dari Mead (1935) dengan Freud justru berpendapat bahwa
dan studi sosiologi dari Friedan (1972) anak perempuan tidak dapat melepaskan
menggambarkan bahwa bagaimanapun diri sepenuhnya dari ibunya. Ikatan di antara
4 NANI NURRACHMAN

kedua individu ini mempunyai peran yang amat oleh Rich (1976) dilihat sebagai pengalaman
penting bagi perkembangan kepribadiannya. yang intens dan kaya akan berbagai
Baginya motherhood merupakan tujuan dan perasaan, makna dan nilai bagi perempuan
kondisi yang akan menyerap semua kekuatan yang bersangkutan. Namun sekalipun
dari kepribadian perempuan itu sendiri. demikian, Rich juga melihatnya sebagai
Horney (1967) mempertimbangkan bentuk kelembagaan di mana perempuan
pengaruh yang penting dari lingkungan menjadi sasaran dari berbagai praktek dan
budaya bagi perilaku masokistis perempuan. kebijakan dalam masyarakat yang didominasi
Bagi Horney kecenderungan perilaku masokis laki-laki. Dengan demikian bagi perempuan,
pada perempuan sangat dipengaruhi oleh menjadi ibu adalah peristiwa biologis tetapi
faktor sosial budaya pada suatu kurun waktu penghayatan keibuan adalah sublimasi
tertentu: ‘… the change has occurred in psikologis.
the patterns of culture than in the particular Deskripsi perempuan sebagai ibu yang
women …’ (1967: 224). memiliki kuasa dan daya pengaruh yang kuat
Dalam perkembangan selanjutnya, ini oleh Ruddick (1982) secara filosofis digaris-
gambaran serupa tetap muncul. Dinnerstein bawahi dengan apa yang disebutnya sebagai
(1976) mengajukan pandangan bahwa maternal thinking. Bagi Ruddick aktivitas
karena anak-anak dibesarkan oleh ibu dan dan pengalaman perempuan yang paling
ketergantungan hidup mereka terhadap menonjol terdapat dalam perannya sebagai
tokoh ibu besar, maka ibu dipandang memiliki ibu. Komitmen ibu untuk mengembangkan
kuasa yang besar. Menurut Chodorow (1978), nilai dan memenuhi kebutuhan anaknya
perempuan sebagai pengasuh utama anak bersifat sukarela. Komitmen ini merupakan
lebih cenderung merupakan figur pertama rasional dari maternal thinking. Moralitas
dan utama dalam pembentukan diri anak. dan kebajikan ibu berkembang dari cara
Pandangan ini lebih jauh dikembangkan berpikir demikian ini. Bapak adalah peran
oleh Bergman (1991), Jordan dan Surrey yang ditentukan oleh tuntutan budaya bagi
(1986), Kaplan dan Surrey (1984) yang kelangsungan hidup secara fisik anak/
menyatakan bahwa bertumpu pada ibu, keluarga. Peran ibu ditentukan oleh kebutuhan
identitas diri anak perempuan terbentuk dan anak akan perlindungan secara psikologis.
berkembang secara fleksibel dalam intimitas Dampaknya adalah bahwa hal ini kemudian
proses interaksi interpersonal antara ibu dan terkait dengan cara berpikirnya sebagai
anak perempuannya. Oleh karena tatanan perempuan: ’ … interest in preservation,
biopsikologisnya dengan ibu/perempuan growth and acceptability of the child govern
berbeda, identitas anak laki-laki terbentuk maternal practices in general...’ (1982: 32).
melalui keterpisahan (separation) hubungan Selain pandangan yang dikemukakan oleh
dengan ibunya. Bagi para tokoh ini, identitas Ruddick, Miller (1976) jauh hari sebelumnya
diri perempuan berkembang melalui intimitas, menyoroti bahwa empati merupakan faktor
sedangkan untuk laki-laki identitas diri dasar yang mengorganisasi kehidupan
terbentuk mendahului intimitas perilakunya. perempuan. Perempuan lebih memiliki harga
Bagi perempuan itu sendiri, menurut Rubin diri bila mampu berpartisipasi dalam hubungan
(1979) menjadi ibu merupakan masa relasional. Hal ini sebenarnya merupakan
perubahan yang intens dalam kehidupannya, suatu kekuatan tetapi sering disalah-artikan
karena ia akan dihadapkan pada dua sisi sebagai kelemahan, apalagi dalam budaya
dari identitas diri sebagai ibu/perempuan. yang menilai tinggi karakteristik dari sifat-
Sisi pertama berupa konsep diri sebagai sifat agresif, prestatif dan kemandirian.
ibu yang terikat pada hubungan dengan Studi Gilligan (1982) bahkan menunjukkan
anaknya, sedangkan sisi lainnya adalah sisi bahwa moralitas perempuan didasari
sosial di mana peran ibu dipengaruhi oleh prinsip tidak merugikan orang lain dengan
berbagai mitos dan harapan masyarakatnya: mengembangkan kualitas-kualitas kerjasama
’… a woman is the symbolic mother-always dan pengorbanan.
nurturant, always available – even when she Secara ringkas, self dan identitas
is at work…‘ (1979: 17). perempuan merupakan self-in-relation yang
Peran dan posisi perempuan sebagai ibu tidak berdiri sendiri terlepas dari orang-orang
NANI NURRACHMAN 5

lain di sekitarnya. Peranan significant others potensi yang lebih besar untuk mencapai
serta hubungan antatara dirinya dengan posisi yang tinggi dibandingkan perempuan
mereka memiliki pengaruh besar dalam Barat. Hal ini diindikasikan melalui gaya/pola
menentukan berbagai sikap dan perilakunya. dalam mengekspresikan dirinya. Ia sering
Dalam konteks ini ibu merupakan tokoh menjumpai perempuan yang dikatakan
pertama dan utama bagi pengembangan berpikir seperti laki-laki, logis, kemauan kuat
diri anak perempuan. Psikologi perempuan tanpa mencantumkan kata sifat maskulin
dengan demikian dapat dikatakan bertumpu padanya. Baginya paling tidak pada budaya
pada konsep ibu. Jawa dan Sunda tidak ada perbedaan
secara tegas untuk membedakan suatu
(Psikologi) Perempuan Indonesia: Suatu kualitas sebagai maskulin atau feminin. Apa
Catatan Awal yang ada adalah kategorisasi perilaku ke
Meskipun pada saat ini sudah mulai banyak dalam pembagian halus-kasar atau antara
studi-studi tentang perempuan Indonesia, pengendalian diri–impulsivitas .
namun studi-studi psikologis masih dirasakan Jika dicari adanya kesamaan antara
kurang berkembang. Keterbatasan ini masih ulasan psikologi perempuan di atas dengan
ditambah karena rujukan yang dipakai masih gambaran perempuan Indonesia, maka hal
berasal dari budaya Barat peneliti/penulisnya, ini ada pada peran ibu yang diembannya.
sehingga apa yang tergambarkan adalah Namun sekalipun sama, di Indonesia
deskripsi dan ide tentang perempuan yang peran perempuan sebagai ibu tidak dapat
tidak mencakup pandangan dari perspektif diidentikkan dengan pengertian motherhood
perempuan itu sendiri. karena mencakup rentang peran yang lebih
Dalam konteks perbedaan budaya luas. Brown (1981) menilai ketika Soekarno
ini, Locher-Sholten dan Niehof (dalam pada tahun 1928 mengajak perempuan
Nurrachman, 1993: 102–103) merujuk kepada memainkan peran politik yang lebih aktif
konsep sexual dualism sebagai kerangka dalam pergerakan nasional, ia memakai
referensi dalam memandang perbedaan jenis sebutan kaum ibu. Di sini Soekarno menarik
kelamin pada masyarakat Indonesia. Konsep pengertian yang memperbolehkan perempuan
ini merujuk kepada cara pandang mikro- menggunakan otoritas yang melekat pada
makro kosmos yang ada dalam sistem kognitif dirinya sebagai ibu untuk melintasi batas-
budaya Indonesia. Dalam hal ini perbedaan batas domestik guna mencapai tujuan politik
perempuan dan laki-laki atas dasar jenis dan ekonomi. Pun pada masyarakat Aceh,
kelamin tidak perlu dipertentangkan karena Minangkabau dan Jawa dikenal konsep
perbedaan ini saling terkait satu sama lain. matrifocality (Tanner, Geertz & Snouck
Analoginya dapat dilihat dalam kehidupan Hurgronje, dalam Nurrachman, 1993: 108–
manusia yang bersifat asosiatif (pusat- 109). Dalam konsep ini, perempuan sebagai
tepi, luar-dalam, panas-dingin). Pasangan ibu memiliki kontrol atas sumber-sumber
asosiatif ini memberikan kesan setara yang ekonomi keluarga dan terlibat dalam proses
dapat berarti komplementer, sama nilainya. berbagai pengambilan keputusan dalam
Pengertian hirarki pun juga memiliki nilai keluarga. Jika dianalisis, hal ini mengarah
sebagai sesuatu yang lebih tinggi namun pada kesimpulan bahwa:
melingkupi pasangan asosiatif tersebut. 1. Dalam ketiga masyarakat tersebut, anak-
Jadi dualisme dapat berarti elemen-elemen anak biasanya merasa dekat dengan
komplementer dan hirarkis. Contohnya, ibunya; secara budaya, peran ibu
pada masyarakat Madura yang didominasi mendapat penekanan tertentu.
lelaki, calon penganten laki-laki dan 2. Dalam ketiga masyarakat tersebut, hanya
keluarganya diharapkan bersikap merendah ada sedikit perbedaan antara perempuan
agar dapat diterima oleh calon penganten dan laki-laki dalam hal mengambil inisiatif,
perempuan dan keluarganya. Dalam situasi sikap otonom serta keberanian untuk
ini perempuan menjadi superior. Willner menyatakan diri serta bersikap tegas
( 1976 ) yang pernah hidup dan bekerja di dalam mengambil keputusan.
pulau Jawa pada dasawarsa 1960 melihat Dalam ketiga masyarakat tersebut,
bahwa perempuan Indonesia memiliki perempuan dididik untuk menjadi relative
6 NANI NURRACHMAN

independent dan aktif sebagai perempuan aliran teori konstruktivisme sebagaimana


dan ibu. dijelaskan Supratiknya, maka realitas
Namun pada sisi yang berbeda, konsep ibu (sosiokultural perempuan) merupakan
juga memiliki arti yang eksesif. Djajadiningrat– hasil konstruksi mental perempuan yang
Nieuwenhuis (1987) melihat Ibuisme sebagai beragam, bersumber dari pengalaman
daya potensial bagi perempuan Indonesia hidup dan kehidupan besamanya, bersifat
karena perannya dalam memperbesar lokal dan spesifik. Bentuk dan isinya pun
penghasilan keluarga dan memperkuat posisi tergantung dari pribadi maupun kelompok
politik keluarga melalui jejaring yang mereka (perempuan) yang membentuk konstruksi
kembangkan. Secara berbeda Suryakusuma itu (Supratiknya, 2008). Di sini, pengakuan
(1991) mengelaborasi konsep Ibuisme terhadap keberagaman perilaku perempuan
menjadi State Ibuism yang mengarah pada sebagai pribadi maupun kelompok diakui,
domestikasi dunia perempuan. Bapak berdasarkan ras, agama/kepercayaan, etnis
sebagai kepala keluarga merupakan sumber dan lain sebagainya. Perempuan bukanlah
utama dari kekuasaan, sedangkan ibu satu kelompok, setiap perempuan dan antar
menjadi salah satu media dari kekuasaan kelompok perempuan memiliki pengalaman
itu. Noerhadi (1985) mengamati bahwa hidup yang berbeda (Nurrachman, 1993).
masyarakat memberi tempat yang tinggi Selanjutnya mengikuti Supratiknya,
pada citra keibuan yang dapat menopang konstruktivisme dengan sendirinya menganut
kepemimpinan perempuan sebagai ibu. kontekstualisme. Pengertian ini memandang
Apalagi sebutan bagi perempuan dewasa bahwa antara berbagai fenomena intrapsikis
dengan mudah berubah menjadi sebutan dan konteks sosial (perilaku perempuan)
ibu; suatu sebutan yang memiliki arti sosial ada interrelasi dan interaksi. Jadi, psikologi
dan bukannya biopsikologis. Gejala ibuisme perempuan perlu dipahami dengan
adalah investasi yang berlebihan dalam meletakkan perempuan sebagai subjek studi
keluarga yang dicapai melalui kemapanan dengan mempertimbangkan pengalaman
material melalui laki-laki (suami/bapak) rentang kehidupan secara utuh perempuan
sebagai syarat untuk dapat memberikan yang berbeda dari laki-laki, sekalipun
kemapanan emosional bagi keluarga. Dengan perempuan adalah setara dengan laki-laki .
demikian psikologi perempuan Indonesia Uraian di atas pada akhirnya membawa
secara implisit tertangkap dalam istilah Ibu beberapa implikasi terhadap pembelajaran
dan Ibuisme yang ada dalam masyarakat psikologi. Pertama, psikologi perempuan
Indonesia. Dalam masyarakat Indonesia Ibu perlu mendapatkan tempat khusus dalam
adalah peran, sebutan sekaligus simbol, baik perkembangan manusia, dengan fokus
dalam pengertian biopsikologisnya maupun pada pola asuh/sosialisasi peran jender
dalam pengertian psikososiokulturalnya. serta dampak perubahan aspek ketubuhan/
Selanjutnya, mempertimbangkan berbagai biologi terhadap perilaku perempuan.
gejala tentang perempuan Indonesia seperti Kedua, berbagai pengukuran psikologis
ditengarai di atas, pengertian kodrat yang (kemampuan, kepribadian, dan sebagainya)
selama ini terkait dengan kemampuan selayaknya mempertimbangkan perbedaan
perempuan untuk mengandung, melahirkan jenis kelamin, sekalipun yang dicari pada
dan menyusui anak perlu dikaji kembali. akhirnya adalah norma standar. Ketiga,
faktor lingkungan sosial budaya perlu pula
Penutup dipahami kontribusinya terhadap perilaku
Pengalaman perempuan yang bertumpu perempuan, baik secara individual maupun
pada kemampuan biologisnya untuk sosial. Keempat, ukuran perilaku menyimpang
mengandung, melahirkan serta menyusui dan/atau berbagai gangguan kejiwaan lain
menyebabkan perempuan menjalani dan hendaknya juga mempertimbangkan kondisi
menghayati pengalaman hidup yang berbeda kehidupan psikologis dan sosial perempuan.
dari laki-laki. Kemampuan ini memiliki status Terakhir, kesemuanya ini, khususnya terkait
dan peran (menjadi ibu) yang dikenai perilaku butir keempat, membawa konsekuensi
preskriptif oleh lingkungan sosial budayanya. terhadap pendekatan dan tehnik dalam
Beranjak dari perumusan tentang ontologi konseling dan terapi terhadap perempuan .
NANI NURRACHMAN 7

Daftar Pustaka
American Psychological Association (1979). Wellesly College, Mass.
Models for organizing Women Psycholo-
gist . Kaplan , A.G., & Surrey , J.L. (1984). The
relational self in women. Developmental
American Psychological Association (1982). theory and public policy. In L.E. Walker
Women in the APA. (Ed.), Women and mental health policy.
London: Sage.
Bergman , S. J. (1991). Men’s psychological
development: A relational perspective. Mead, M. (1935). Sex and temperament in
Stone Centre for Developmental Services three primitive societies. New York: Wil-
and Studies, Wellesly College, Mass. liam Morrow.
Chodorow , N. (1978). The reproduction of Miller, J.B. (1976). Toward a new psychology
mothering. Psychoanalysis and the soci- of women. Boston: Beacon Press.
ology of gender. University of California
Press. Noerhadi, T.H. (1985). Psikologi wanita Indo-
nesia dan aktualisasi diri, mitos ‘Ibu’dan
Deutsch , H. (1944). Psychology of women sindrom ‘Ibuisme.’ Dalam S.C.U. Munan-
(Vol. I). Grune and Stratton, NY. dar (Ed.), Emansipasi dan peran ganda
wanita Indonesia, suatu tinjauan psikolo-
Deutsch, H. (1945). Psychology of women gis. Jakarta: UI Press.
(Vol. II). New York: Grune and Stratton.
Noerhadi, T.H. (1991). Wanita dan kepemimpi-
Dinnerstein, D. (1976). The Mermaid and the nan. Dalam M.G. Tan (Ed.), Perempuan
Minotaur. New York: Harper and Row. Indonesia, pemimpin masa depan? Ja-
Djajadiningrat – Nieuwenhuis (1987). Ibuism karta: Pustaka Sinar Harapan.
and priyayization: Path to power. In Loch- Nurrachman, N. (1993). Wanita Indonesia:
er-Scholten & A. Niehof (Eds.), Indo- Identitas sosial, diri pribadi dan pengem-
nesian women in focus, past and present bangannya dalam organisasi wanita (Di-
notions. Dordrecht: Foris Publication. sertasi doktor). Universitas Indonesia,
French , M. (1985). Beyond power. On wom- Jakarta.
en, men and morals. New York: Ballantine
Books.
Paludi, M.A. (1998). The psychology of wom-
Friedan , B. (1972). The feminine mystique. en. New York: Prentice Hall.
New York: Dell.
Gilligan, C. (1982). In a different voice. Psy-
chological theory and women’s devel- Rich, A. (1976). Of woman born. Motherhood
opment. Mass., CA: Harvard University as experience and institution. London:
Press. Bantam Books.
Hastjarjo, T.D. (2008). Mengintegrasikan Rubin, L.B. (1979). Women of a certain age.
psikologi: Peluang atau mimpi? Pidato The midlife search for self. New York:
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Harper Colophon Books.
Fakultas Psikologi Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta. Ruddick, S. (1982). Maternal thinking. To-
ward a politics of peace. New York: Bal-
Horney, K. (1967). Feminine psychology. lantine Books.
New York: W.W. Norton.
Supratiknya, A. (2008). Tantangan psikologi
Jordan , J.V., & Surrey , J.L. (1986). Empa- (di Indonesia). Bukan unifikasi melainkan
thy and self boundaries. Stone Centre kontekstualisasi. Pidato Pengukuhan Ja-
for Development Services and Studies, batan Guru Besar Fakultas Psikologi Uni-
8 NANI NURRACHMAN

versitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Indonesian women. Some past and cur-
rent perspective. Centre d’Etude du Sud-
Suryakusuma, J. (1991). State Ibuism. The est Asiatique et de l’extreme Orient, Brux-
social construction of womanhood in the elles.
Indonesian New Order. NAV, 6(2), June.
Willner, A.R. (1976). Expanding women’s ho-
rizon in Indonesia. In B.B. Hering (Ed.),

__________________________________
E-mail: nani.nurrachman @atmajaya.ac.id
Hp: 0811 865 657

Anda mungkin juga menyukai