Anda di halaman 1dari 40

TOLERANSI BERAGAMA DALAM QS.

AL-BAQARAH AYAT 256 (Studi


Komparatif Atas Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Sayyid Quthb)

Oleh:

Bulan Ramdhia Supraba Putri


NIM: 170.601.003

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM
2021

i
TOLERANSI BERAGAMA DALAM QS. AL-BAQARAH AYAT 256 (Studi
Komparatif Atas Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Sayyid quthb)

Proposal Skripsi
diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram untuk
melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Agama
(S.Ag)

Oleh:

Bulan Ramdhia Supraba Putri


NIM: 170.601.003

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM
2021

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Skripsi oleh : Bulan Ramdhia Supraba Putri,NIM: 170.601.003

denganjudul “TOLERANSI BERAGAMA DALAM QS. AL-BAQARAH AYAT

256(Studi Komparatif Atas Tafsir Ibnu Katsir dan Sayyid Qutbh)” telah

memenuhi syarat untuk diuji.

Disetujui pada tanggal

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.H.S. Ali Jadid Al-Idrus, M.Pd H.L.M. Fazlurrahman,Lc, MA


NIP. 197807032007101003 NIP. 198604052019031008

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah swt, Tuhan semesta

alam dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada

Baginda Nabi Besar Muhammad saw, juga kepada keluarga, sahabat,

dan semua pengikutnya. Amin.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian proposal Skripsi ini

tidak akan sukses tanpa bantuan dan keterlibatan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu dalam menyelesaikan Proposal Skrip, yaitu

1. Dr. H. S. Ali Jadid Al-Idrus, M.Pd selaku pembimbing I dan H. Lalu

Muhammad Fazlurrahman, Lc, M.A. sebagai pembimbing II yang

telah memberikan saran, bimbingan dan arahan selama penyusunan

skripsi ini sehingga bisa terselesaikan dengan baik;

2. H. Zulyadain, M.A. selaku ketua jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

(IQT);

3. Dr. H. M. Zaki, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama (FUSA);

4. Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag. selaku Rektor UIN Mataram

Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat

pahala yang berlipat-ganda dari Allah SWT.

Mataram,

Penulis,

Bulan Ramdhia Supraba Putri

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................... i

HALAMAN JUDUL........................................................................ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... iii

KATA PENGANTAR...................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................. v

A. Judul............................................................................................ 1

B. Latar Belakang Masalah............................................................... 1

C. Rumusan Masalah....................................................................... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................... 9

E. Telaah Pustaka.............................................................................10

F. Kerangka Teori............................................................................. 11

1. Pengertian Toleransi Beragama.................................................11

2. Pluralisme Pendapat Terkait Dengan Toleransi.........................17

3. Batasan Toleransi Antar Ummat Beragama..............................20

4. Tujuan Toleransi Beragama......................................................22

G. Metode Penelitian.........................................................................25

1. Jenis dan Sifat Penelitian..........................................................25

2. Sumber Data............................................................................26

3. Teknik Pengumpulan Data........................................................27

4. Tekn ik Analisis Data................................................................28

H. Sistematika Penelitian..................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................31

v
A. Toleransi Beragama dalam Q.S. Al- Baqarah Ayat 256 (Studi

Komparatif Atas Tafsir Ibnu Katsir dan Sayyid Quthb)

B. Latar Belakang Masalah

Memiliki suatu keyakinan dalam kehidupan itu merupakan

sebuah keharusan yang harus dimiliki, terutama memiliki

keyakinan dalam beragama. Adapun menjadi pemeluk suatu

agama merupakan pilihan setiap orang, karena setiap manusia

berhak menentukan dan memilih agama yang dianutnya sesuai

dengan keyakinan dan kepercayaannya.

Dalam ajaran agama islam, salah satu anugrah dan maha

rahman Allah swt yang dikaruniakan kepada umat manusia ialah

kebebasan dalam memilih atau menganut suatu agama

berdasarkan keyakinan masing-masing. Kebebasan beragama

merupakan suatu kehormatan bagi umat manusia dari Allah swt.

Tentunya tidak perlu dijelaskan dan ditegaskan kembali bahwa

semua konsekuensi dan resiko dari pilihan itu akan

dipertanggung jawabkan kelak dihadapan Allah swt.1

Adapun tidak diperbolehkan memaksa dalam memeluk

suatu agama, sesuai dengan yang diterangkan dalam kitab suci

Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 256, karena manusia

mengetahui dan mampu membedakan mana yang benar dan

mana yang salah dalam memilih, disatu sisi Allah swt pun telah

memberi petunjuk kehidupan yang benar kepada ummat

1
Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Hubungan Antar Ummat beragama,
(Jakarta: Departemen Agama, 2008), hlm. 30

1
2

manusia, jadi apapun yang menjadi pilihannya akan

dipertanggung jawabkan.2

        


      
     
     
tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.3

Adapun menurut KH. Bahauddin Nursalim atau biasa

dikenal dengan sebutan Gus Baha, dalam salah satu kajiannya

beliau menerangkan bahwa laa ikraha fiddin bukan berarti

seseorang bebas dalam memilih agama sesuai dengan

keinginanan yang dikehendaki, Allah sudah mengutus para Rasul

dan Nabi dengan Risalah yang dibawahnya untuk membawa umat

manusia kepada jalan yang benar. Akan tetapi manusia banyak

yang menentang dan tidak mau menerima ajaran tersebut . Ayat

ini harus dipahami keseluruhan ayat, sehingga dapat dipahami

bahwa yang dimaksud tidak ada paksaan dalam memeluk agama

islam karena yang benar sudah jelas dan yang salahpun sudah

jelas sehingga tidak harus memaksa orang-orang untuk memeluk

agama islam.4

2
Kartika Nur Utami, “Kebebasan Beragama Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Vol 6,
Nomor 1, Maret 2018, hlm. 25.
3
QS. Al-Baqarah [2]: 256.
4
Gus Bahauddin, “Pengajian Kitan Tafsir Jalalain”, Yogyakarta: Ponpen Izzati Nuril
Qur’an, 25 agustus 2019.
3

Terkait dengan hal tersebut, imam Ibnu Katsir dalam

penafsirannya mengenai redaksi ayat laa ikraha fiddin. Beliau

berpendapat bahwa tidak boleh atau memaksa siapapu untuk

memeluk atau menganut agama islam, karena sudah cukup jelas

petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti dari Allah swt tentang mana

yang baik dan buruk untuk ummat manusia. Sehingga tidak

perlu adanya pemaksaan untuk seseorang untuk memeluk agama

islam. Tapi barang siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah swt

untuk memeluk agama islam, akan dilapangkan dadanya dan

cahaya ilmunya maka akan hidayah tersebut sudah pasti

membuatnya masuk kedalam agama islam. akan tetapi barang

siapa dibutahkan hatinya oleh Allah, menutupi pendengaran dan

penglihatannya, maka sesungguhnya tidak ada manfaat

memaksakannya untuk masuk ke dalam agama islam.5

Manusia diciptakan Allah swt dengan fitarahnya yang

bersih (hanif), yaitu berakidah dan bertauhid dalam arti kata

manuisa awal penciptaannya mengesakan Allah swt semata,

sebagai dalam QS.al-A’raf ayat 172

       


    
        
       
“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Ka mi
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari

5
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid 1, (Bairut: Dar Al-Fikri, 1984), hlm.
129.
4

kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)


adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", 6

Allah sudah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahkan terdapat

hadist Nabi yang menjelaskan bahwa ketika manusia masih di

alam Rahim Allah swt telah mengambil perjanjian suci atas

kesiapan tulusnya menyembah hanya kepadanya sebelum lahir ke

muka bumi ini, lalu ruh ditanya tentang kesiapan mengakui Allah

swt sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya, kemudian

ruh menjawab bersaksi tiada Tuhan selain Allah swt. Untuk

menjaga komitmen kehambaan yang di ikrarkan tersebut maka

Allah swt memperindahkan manusia setelah lahir hingga akhir


7
hayatnya. agar menghadapkan wajahnya kepada Agama yang

lurus sebagai fitrah kehambaannya, sebagaimana QS.ar- Rum

ayat 30

       


         
      

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” 8

Seperti yang kita ketahui bahwa meskipun manusia

terlahir dengan fitrah dan sudah mengikrarkan janji dengan Allah

swt tapi karna pengaruh lingkungan dan latar belakang keluarga

dan orang tua akan membuat manusia keluar dari fitrahnya.

Tetapi Allah tidak pernah membiarkan hamba-hamba-Nya berada


6
QS. Al- Araf [2]: 127.
7
Guntur Cahaya Kesuma, “Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam”, Vol.
6, Nomor 2, Agustus 2013, hlm. 81
8
QS. Ar-Rum [21]:30
5

dalam kesesatan, karena itu Allah swt mengutus seorang Rasul

dan para Nabi dengan membawa risalah agar manusia

mengetahui mana ajaran yang benar dan salah.

Kebebasan dalam beragama juga mempunyai peranan

penting dan menjadi kunci agar terciptanya perdamaian. Salah

satu fungsi agama yaitu menciptakan rasa aman dan sejahtera

bagi para pemeluknya. Adapun rasa aman tersebut diperoleh dari

para pemeluknya melalui keyakinannya tentang kehendak dan

petunjuk dari tuhan. Dan setiap agama pasti menganut ajaran

tentang keharusan menciptakan perdamaian, kerukunan.9

Adapun kerukunan dapat diklarifikasikan mejadi dua

bagian yaitu kerukunan antar ummat seagama dan kerukunan

antar ummat beragama atau antar manusia pada umumnya.

Kerukunan antar ummat beragama pada umumnya dapat

diwujudkan apabila satu sama lain dapat saling menghormati,

menghargai dan bersikap tenggang rasa antar sesama.

Menciptakan kerukunan antar ummat beragama merupakan

kewajiban seluruh warga atau ummat beragama beserta

pemerintah dan jajarannya. Mulai dari tanggung jawab yang

berkaitan dengan ketenangan, ketentraman, keamanan dan

ketertiban termasuk juga di dalamnya memfasilitasi terwujudnya

kerukunan antar ummat beragama, agar terciptanya

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan 1996), hlm. 219.


9
6

keharmonisan saling mengerti dan saling menghormati dan

menghargai.10

Upaya mewujudkan dan melahirkan kerukunan hidup

umat beragama, tidak boleh memaksakan seseorang untuk

memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi

manusia (HAM) yang telah diberikan kebebasan untuk memilih

baik yang berkaitan dengan kepercayaan maupun diluar konteks

yang berkaitan dengan hal itu. Kerukunan antar umat beragama

dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, apabila masing-

masing umat beragama dapat mematuhi aturan-aturan yang

diajarkan oleh agamanya masing-masing serta memenuhi per

aturan yang telah disahkan Negara atau sebuah instansi

pemerintahan. Umat beragama tidak diperkenankan untuk

membuat aturan-aturan pribadi atau kelompok, yang berakibat

pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat beragama

yang diakibatkan adanya kepentingan ataupun misi secara

pribadi dan golongan.

Menghargai adalah menghormati segala sesuatu hasil atau

milik orang lain. Menghargai orang lain sangat penting dalam

kehidupan ini. Dengan menghargai orang lain maka orang lain

juga akan menghargai kita. Sikap apa yang kita peroleh dari

orang lain adalah cerminan dari sukap kita sehari-hari kepada

orang lain. Jika kita bersikap baik dan menghargai orang lain

maka orang lain maka orang lain akan berbuat demikian. Sikap
10
Winzaldi Nirmansya, Tenggang Rasa Kunci Kerukunan dan Kedamaian (Depok: CV
Ciptamedia Binanusa, 2013), hlm 9.
7

menghargai sangat peting diterapkan di kehidupan sehari-sehari,

terlebih kita ini adalah bangsa Indonesia. Bangsa kita terdiri atas

beragam ras, suku, bahasa, dan agama, seperti semboyan Negara

kita Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).

Persatuan ini, hanya bisa terjadi jika kita saling menghormati

satu sama lain. Perbedaan di Negara Indonesia yang tercinta ini,

tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan karena masing-masing

orang memiliki pendirian yang berbeda sehingga satu-satunya

jalan adalah dengan saling menghargai.

Agama pada umumnya diyakini mengandung ajaran-ajaran

yang berasal dari Tuhan yang maha esa. Ajaran-ajaran agama

merupakan yang kebenarannya tidak bisa dipermasalahkan oleh

akal manusia. Menurut islam, kata “Agama’’ dalam bahasa

Indonesia berarti sama dengan kata “Din” dalam bahasa Arab.

Kata “Din” berarti menguasai, menundukkan, patuh, utang,

balasan atau kebiasaan. “Din” juga berarti membawa peraturan

yang harus dipatuhi, baik dalam bentuk perintah yang wajib

dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus di tinggalkan.

Agama mengatur tata kehidupan manusia untuk mencapai

ketentraman, keselamatan, dan kebahagiaan. Ini berarti bahwa

manusia, meskipun diberi kemampuan akal untuk dapat

memikirkan dan mengatur kehidupannya, tidak dapat

sepenuhnya mencapai kehidupan yang teratur tanpa adanya

aturan-aturan agama.
8

Agama adalah bagian dari fundamen hidup dan kehidupan,

dipecaya ratusan tahun oleh masyarakat sebagai bagian

pendekatan diri pada sang pencipta. Dalam hal keragama Agama

dan keberagamaan ini secara umum masyarakat menyadari

bahwa hak setiap individu untuk memilihnya, penuh kesadaran

dan tanpa paksaan. Kebebasan yang dimaksut oleh islam adalah

kebebasan yang masih menaati aturan-aturan dan norma, bukan

kebebasan yang tanpa batas. Pada perinsipnya, islam sangat

menjunjung tinggi kebebasan dan tanggung jawab seseorang

dalam beragama. Tidak ada paksaan dalam beragama, seseorang

beriman atau tidak itu merupakan pilihan peribadi perorangan,

namun pilihan itu mengandung konsekuensi yang harus

dipertanggung jawabkan.11

Memeluk suatu agama adalah meyakini suatu agama.

Setiap orang memiliki kebebasan memeluk suatu agama dan

menjalankan ibadat menurut agama dan kepercayaan yang

diyakininya. Kita tidak dibenarkan memaksakan suatu agama

kepada seseorang. Seseorang memutuskan memeluk suatu agama

atas dasar kemerdekaan pribadi yang yang dikaruniakan oleh

Allah swt. sejak ia lahir atas dasar Undang-undang Dasar yang

disebut UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi :

Negara menjaminkan kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk meme luk agamanya masing-masing dan untuk beribadah

menurut agama dan kepercayaannya itu.


11
Tri Wahyu Hidayati, Apakah kebebasan beragama = Bebas Pindah Agama?, (Salatiga
: Stainsalatiga Press, 2008), cet. 1, p.180
9

Pernyataan ini mengandung arti bahwa keanekaragaman

pemeluk agama yang ada di Indonesia diberi kebebasan untuk

melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinan masing-

masing. Kebebasan yang demikian harus dilakukan agar tidak

mengganggu dan merugikan umat yang beragama lain, karena

jika hal tersebut terjadi akan membawa akibat yang dapat

menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Di Indonesia sudah banyak konflik yang mengatas

namakan agama sebagai pemicu perpecahan. Di Maluku, telah

terjadi konflik berdarah dan berapi yang menelan banyak korban

jiwa dan harta serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan

diberbagai bidang. Unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai

pemicu dan sasaran penghancuran dalam konflik. Konflik yang

mengatas namakan latar belakang perbedaan agama di Indonesia

seperti kasus di Maluku dan Lampung menjadi bukti bahwa

kerukunan umat beragama tidak bersifat tetap melainkan terkait

dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang.

Menurut Moch Nurhasim munculnya kasus terkait dengan

persoalan keagamaan, yang dipicu oleh beberapa hal antara lain :

1. Pelecehan/penodaan agama melalui penggunaan simbol-

simbol, maupun istilah-istilah keagamaan dari suatu agama

oleh pihak lain secara tidak bertanggung jawab.

2. Fanatisme agama. Fanatisme yang dimaksud adalah suatu

sikap yang mau menang sendiri serta mengabaikan kehadiran


10

umat beragama lainnya yang memiliki cara/ritual ibah dan

paham agama yang berbeda.

3. Adanya diskomunikasi dan miskomunikasi antar umat

beragama. Konflik ini dapat terjadi karena adanya

miskomunikasi (salah paham) dan diskomunikasi

(komunikasi yang buruk).12

Dari latar belakang tersebut peneliti tertarik mengkaji

tentang toleransi beragama yang menjadi salah satu ajaran yang

mendapat perhatian penting dalam doktrin keislaman serta

bagaimana Al-Qur’an menerangkan bagaimana bentuk toleransi

beragama serta pendapat para mufassir terkait dengan toleransi

beragama.. Oleh karena itu peneliti ingin mengangkat judul

penelitian tentang “TOLERANSI BERAGAMA DALAM QS. AL-

BAQARAH AYAT 256 (Studi Komparatif atas Tafsir Ibnu Katsir dan

Tafsir Fii Zhilalill Qur’an). Hal ini perlu dikaji

C. Rumusan Masalah

1. Apa saja nilai-nilai toleransi beragama dalam surah al-

Baqarah ayat 256 ?

2. Bagaimana penafsiran Ibnu Katsir dan Tafsir fii zhilalil

Qur’an terhadap Q.S Al-Baqarah Ayat 256 tentang toleransi

beragama ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

12
Putri Komala Pua Bunga, “Toleransi Umat Beragama Dan Pengaruhnya Terhadap
Kerukunan Masyarakat Di Desa Tendakinde Kecamatan Wolowae Kabupaten Nagekeo Nusa
Tenggara Timur”. (Skripsi, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah
Makassar,2018).hlm 1-4.
11

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di

atas, penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui Bagaimana penafsiran Ibnu Katsir dan tafsir

Fii Zhilalil Qur’an terhadap Q.S Al-Baqarah ayat 256 tentang

toleransi beragama.

b. Mengetahui Apa saja nilai-nilai toleransi beragama dalam

surah al-Baqarah ayat 256.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran secara teoritik maupun konseptual dalam

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

Tafsir Al Quran yang berhubungan dengan toleransi

beragama.

b. Manfaat Akademik

Berupa sumbangan ilmiah bagi jurusan Ilmu Al

Quran dan Tafsir khususnya untuk mengemangkan

penelitian menggunakan metode kualitatif untuk

memberikan penjelasan yang lebih rinci dan objektif

tentang toleransi Bergama menurut Ibnu Katsir dan Tafsir

Fii Zhilalil Qur’an pada Quran surat Al- Baqarah Ayat

256.Serta dapat memberikan manfaat terutama bagi

penulis dan mahasiswa jurusan Ilmu Al Quran dan Tafsir.

D. Telaah Pustaka
12

Telaah pustaka merupakan salah satu cara penelusuran

terhadap karya-karya studi terdahulu yang terkait fungsinya

agar terhindar dari duplikasi, plagiasi, serta menjamin keaslian

dan keabsahanpenelitian yang dilakukan. Berdasarkan definisi

yang telah dipaparkan tersebut dan sebagaimana hasil yang telah

peneliti dapatkan untuk menghindari duplikasi, plagiasi serta

menjamin keaslian dan keabsahan, penelitian yang peneliti

lakukan, peneliti menemukan beberapa keterkaitan dan

perbedaan dengan peneliti-peneliti terdahulu, diantarnya:

1. Mahalli Fikri, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama Universitas Islam Negeri Mataram. Dengan judul

skripsi yang membahas tentang “Konsep Toleransi Beragama

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Kafirun (Studi Komparatif Tafsir Al-

Azhar dan Tafsir Al-Misbah).13Penelitian tersebut

menggunakan dua tafsir Indonesia yaitu tafsir Al-Azhar dan

tafsir Al-Misbah, sedangkan bedanya peneliti dengan

penelitian sebelumnya yaitu pada penggunaan dua tafsir dan

ayat yang digunakan. Peneliti yang sebelumnya menggunakan

tafsir Al-Azhar dan tafsir Al-Misbah, dengan mengkaji ayat

tentang konsep toleransi beragama. Sedangkan peneliti

menggunakan tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Sayyid Quthb, yang

memfokuskan hanya pada satu surah saja yaitu surah al-

Baqarah dengan alasan untuk mengkaji lebih mendalam

13
Mahalli Fikri, “ Konsep Toleransi Beragama Dalam A-Qur’an Surat Al-Kafirun,
( Skripsi, FUSA UIN Mataram, Mataram, 2019), hlm. 9.
13

tentang makna dan sikap toleransi yang terkandung

didalamnya.

2. Arif Yuliyanto, Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Salatiga

dengan judul skripsi yang membahas tentang “Pengaruh

Toleransi Antar Ummat Beragama Terhadap Perkembangan

Islam di Dusun Morgosari Desa Ngadirojo Kecamatan Ampel”.14

Bedanya penelitian terdahulu fokus terhadap pengaruh

perkembangan islam pada Dusun Morgosari Desa Ngadirojo

Kecamatan Ampel, sedangkan peneliti mengkaji ayat yang

terkait toleransi beragama dalam surah al-Baqarah Ayat 256.

3. A. Nurhayati, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan

Politik UIN Alauddin Makassar degan judul skripsi yang

membahas tentang “Toleransi Antar Umat Beragama Di Desa

Selama Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa

Tenggara Timur”.15 Bedanya penelitian Skripsi ini membahas

Toleransi Antara Umat Beragama pada lingkungan Minoritas

Muslim di Desa Selama Kecamatan Reok Kabupaten

Manggarani. Berdasarkan judul, maka dapat dirumuskan

pokok permasalahan penelitian tersebut dibagi dalam dua sub

masalah, yaitu : 1) Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat

beragama di Desa Selama Kecamatan Reok Kabupaten

14
Arif Yuliyanto, “Pengaruh Toleransi Antar Ummat Beragama Terhadap
Perkembangan Islam di Dusun Morgosari Desa Ngadirojo Kecamatan Ampel, (
Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Imu Keguruan IAIN Salatiga Kecamatan Ampel,
2015 ).
15
A. Nurhayati, “Toleransi Antar Umat Beragama Di Desa Selama
Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur”
(Skripsi,FUSA UIN Alauddin Makassar,2017).
14

Manggarani ? 2) Bagaimana bentuk-bentuk toleransi anatara

umat beragama di Desa Selama ? 3) bagaimana sikap toleransi

antara umat beragama di Desa Selama. Sedangkan peneliti

membahas toleransi beragama dalam surah Al-Baqarah ayat

256 dan memiliki sub masalah yaitu : 1) Apa saja nilai-nilai

toleransi beragama dalam Surah Al-Baqarah ayat 256? 2)

Bagaimana Penafsiran Ibnu Katsir dan tafsir Sayyid Quthb

terhadap Q.S. Al-Baqarah ayat 256 tentang toleransi

beragama.

4. Laili Fitriani, Mahasiswa Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi yang membahas

tentang “Toleransi Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Analisis

terhadap QS. Al- Mumtahanah [60]:8-9 Dalam Tafsir Fi-Zilalil al-

Qur’an).16 Bedanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

mengetahui secara mendalam bangunan toleransi dengan

penafsiran Sayyid Quthb. Berusaha menjawab, persoalan

antara umat beragama yang berangkat dari QS.Al-

Muntahanah, khususnya dalam tafsir Sayyid Quthb.

Sedangkan peneliti bertujuan untuk mengetahui penafsiran

Ibnu Katsir dan tafsir Sayyid quthb terhadap Q.S Al-Baqarah

ayat 256 tentang toleransi beragama, dan mengetahui apa

16
Laili Fitriani, “Toleransi Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Analisis
terhadap QS. Al- Mumtahanah [60]:8-9 Dalam Tafsir Fi-Zilalil al- Qur’an). (Skripsi,
FUSA UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2019).
15

saja nilai-nilai toleransi beragama dalam surah Al-Baqarah

ayat 256.

5. Journal Ushuluddin oleh Khotimah dengan judul “ Toleransi

Beragama”.17 Bedanya penelitian ini memebahas tentang

toleransi beragama secara umum. Sedangkan peneliti

membahas toleransi beragama dalam surah Al-Baqarah ayat

256 ( Studi Komparatif atas Tafsir Ibnu Katsir dan tafsir

Sayyid Quthb).

E. Kerangka Teori

1. Pengertian Toleransi beragama

Dalam kamus besar bahasa indonesia toleransi berarti

bersifat atau bersikap, menghargai, membiarkan,

membolehkan pendirian (pendapat,pandangan, kepercayaan)

yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Dalam terminology Islam istilah yang dekat dengan

kerukunan umat beragama adalah “tasamuh”. Keduanya

menunjukkan pengertian yang hampir sama, yaitu saling

memahami, saling menghormati, dan saling menghargai

sebagai sesama manusia. Tasamuh memuat tindakan

penerimaan dan tuntutan dalam batas-batas tertentu. Dengan

kata lain, prilaku tasamuh dalam beragama memiliki

pengertian untuk tidak saling melanggar batasan, terutama

yang berkaitan dengan batasan keimanan (aqidah).

17
Khotimah, Toleransi Beragama, jurnal Ushuluddin, Vol. 20. Nomor 2, juli 2013.
16

Agama merupakan pedoman hidup pemeluknya. Ia

memberi kepada pemeluknya pedoman atau petunjuk yang

menyangkut segala aspek kehidupannya. Agama juga

merupakan suatu kepercayaan terhadap sesuatu yang

dianggap gaib dan menjadikannya prinsip bertindak dan

bertingkah laku bagi para pemeluknya. Jadi dapat diartikan

kesimpulan bahwa toleransi beragama adalah sikap lapang

dada dalam menghargai kepercayaan, prinsip dan

peganganhidup orang lain tanpa harus mengakui kebenaran

atau mengorbankan kepercayaan yang dianutnya.18

Islam menjunjung tinggi toleransi. Toleransi mengarah

kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai

macam perbedaan, baik dari segi suku bangsa, warna kulit,

bahsa, adat istiadat, budaya, bahasa, serta Agama. Ini semua

merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi

ketetapan Tuhan.

Konsep toleransi bergama dalam Islam bukanlah

membenarkan dan mengakui semua Agama dan keyakinan

yang ada saat ini karena ini merupakan persoalan akidah dan

keimanan yang harus dijaga dengan baik oleh setiap peribadi

Muslim. Toleransi bukan mengakui semua Agama sama,

apalagi membenarkan tata cara Ibadah umat beragama lain.

Tidak ada toleransi dalam hal akidah dan ibadah. Karena

sesungguhnya bagi orang Islam agama yang diridhai disisi


18
Khotimah, Toleransi Beragama, jurnal Ushuluddin, Vol. 20. Nomor 2, juli 2013.hlm.
214.
17

Allah SWT, hanyalah Islam. Toleransi hanyalah dalam urusan

muamalah dan kehidupan sosial.19

Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup

masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang

berhubungan dengan akidah atau Ketuhanan yang

diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk

meyakini dan memeluk Agama yang dipilihnya masing-masing

serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-

ajaran yang dianut atau diyakininya. Toleransi beragama

merupakan realisasi dari ekspresi pengalaman keagamaan

dalam bentuk komunitas.

Toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi

social. Umat beraga mesti berupaya memunculkan toleransi

untuk menjaga kestabilan sosial sehingga tidak terjadi

benturan-benturan ideologi dan fisik diantara umat berbeda

Agama. Umat beragama seharusnya mampu untuk

menghilangkan sikap fanatik radikal yang menyebabkan

hilangnya sikap toleran dalam beragama.

Toleransi merupakan sikap yang positif. Indonesia

sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, memberi dan

menjamin kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk

19
Ibnu Rusydi, MA. Dan Siti Zoleha, Dra, M. MPd,Makna Kerukunan Antar Umat
Beragama Dalam Konteks Keislaman Dan KeIndpnesian,al-Afkar,Journal for Islamic Studies,
Vol.1 Nomor 1, January 2018.
18

suatu Agama dan kepercayaan yang disukainya tanpa ada

paksaan.20

Begitu pula dengan dialog pemikiran Timur dan Barat

yang dimana perjumpaan Raja Abdullah bin Abdul Aziz dengan

Paus Benediktus XVI di Vatikan tergolong peristiwa yang

sungguh langkah sehingga Zuhairi Miswari menyebut bahwa

kunjungan itu sebagai pertemuan bersejarah (liqa’tarikhi),

sebagaimana yang terungkap dalam tulisannya. Dalam dialog

pemikiran Timur dan Barat mengenai Pentingnya Perdamaian

dalam konteks seperti ini, silaturahmi Raja Abdullah bin Abdul

Aziz ke Vatikan mempunyai arti yang amat mendalam.

Setidaknya, ada tiga hal penting yang hendak disampaikan

dalam kunjungan tersebut.

Pertama,ia menegaskan perihal pentingnya perdamaian,

khususnya perdamaian yang dibangun diatas fundamen dialog

diantara Agama-agama Samawi,yaitu Islam, Kristen, dan

Yahudi.

Sejak Abad ke-18, Wahabisme merupakan paham yang

determinan diArab Saudi. Kemudian, berkembang menjadi

sebuah paham yang memondial, terutama setelah lonjakan

harga minyak dan adanya dukungan resmi dari kerjaan dalam

rangka melawan Dinasti Ottoman. Kini situasinya sudah

berubah. Arab Saudi seakan-akan memulai sebuah peradaban

baru dalam politik global. Raja Abdullah bin Abdul Aziz

Siti Faridah,Kebebasan Beragama Dan Rana Toleransinya, Lex Scientia Law Review,
20

Volume 2 Nomor. 2,November2018,hlm.210


19

hendak mengabarkan, Arab Saudi telah membawa pesan baru

kepada dunia tentang pentingnya peradaban dialog dan

toleransi.

Kedua, ia menggaris bawahi bahwa setiap Agama

mempunyai common platfrom, yang seharusnya dijadikan

modal untuk membudayakan dialog antaragama. Paus

Benidiktus XVI menyebut baik pandangan itu, terutama agar

dialog antar-peradaban dapat mendorong perdamaian dan

keadilan, terutama dalam membangun nilai-nilai spritual dan

moral ditengah keluarga.

Ketiga, secara politis, kunjungan itu dapat dimaknai

sebagai penyeimbangan atas politik luar Negeri Iran yang

sejauh ini menata benteng perseteruan dengan Barat.

Sebaliknya, Arab Saudi ingin membawa peradaban toleransi,

bukan konfrontasi.

Dengan demikian, komitmen kedua tokoh penting itu

semestinya dapat dijadikan acuan untuk menabuh genderang

relasi antara Agama yang lebih harmonis pada masa

mendatang. Sebab dunia sedang membutuhkan oase toleransi,

bukan intoleransi, apalagi anarki.21

Untuk menciptakan keharmonisan hidup yang plural,

bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang secara

garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, upaya

konstitusional dan politik seperti terlihat dalam penetepan


21
H. Moh. Fauzan Januari, M. Ag. Dan Muhammad Alfan, Dialog Pemikiran Timur -–
Barat, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA,2011).hlm.21-23.
20

Undang-undang, peraturan, dan sejumlah petunjuk mengenai

penataan pluralitas itu. Kedua, membangun ketulusan

pluralitas melalui penumbuhan kesadaran titik temu

(kalimatun sawa’) ditingkat esoterik Agama-agama secara

tulus, untuk -kemudian membangun harmonitas kehidupan.

Sementara itu, telah dilakukan pula berbagai

musyawarah, baik intern umat beragama maupun antar umat

beragama serta antara umat beragama dengan pemerintah.

Demikian juga telah banyak dilakukan pekan orientasi,

serasahan, dan kerja sama sosial kemasyarakatan. Pada sisi

lain telah dikeluarkan sejumlah peraturan pemerintah

menyangkut pembinaan kerukunan hidup beragama.–Sal-ah

satu diantaranya Peraturan bersama Menteri Agama dan

Menteri dalam Negeri No.9 dan No.8 Tahun 2006 yang

mengatur tugas pemerintah dalam pembinaan kerukunan

hidup umat beragama berbasis kesadaran masyarakat, dan

pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

ditingkat daerah P-rovinsi dan Kabupaten-Kota. 22

2. Pluralisme Pendapat Terkait Dengan Toleransi

Adapun pluralisme pendapat terkait dengan toleransi yaitu :

a. Buya Hamka

Dalam menafsirkan ayat-ayat toleransi khususnya

Qur’an Q.S. Al-Baqarah Ayat 256, menurut Buya

Hamka ayat ini merupakan suatu tantangan kepada


22
Syahrin Harahap, M. A.Teologi Kerukunan,( Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP,
2011) hlm. 7,8,9.
21

manusia karena Islam adalah benar. Orang tidak akan

dipaksa memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk

berfikir. Asal dia berfikir sehat, dia pasti akan sampai

kepada Islam. keyakinan suatu Agama tidak boleh

dipaksakan sebab “ telah nyata kebenaran dan

kesesatan”. Orang boleh menggunakan akalnya untuk

menimbang dan memilih kebenaran itu, dan orang pun

mempunyai pikiran waras untuk menjauhi kesesatan.23

b. Muhammad Quraish Shihab

Dalam menafsirkan ayat ini, Quraish Shihab

menjelaskan hubungan dengan ayat sebelumnya yaitu

ayat al-kursiy, yang menerangkan siapa Allah SWT. Dan

kewajarannya untuk disembah, serta keharusan

mengikuti Agama yang ditetapkannya, serta jelas pula

Dia memeliki kekuasaan yang tidak terbendung, maka

bisa jadi ada yang menduga bahwa hal tersebut dapat

menjadi alasan bagi Allah SWT. Untuk memaksa umat

manusia menganut Agamanya, apalagi dengan

kekuasaannya yang tidak terkalahkan.Namun tidak

demikian, lanjutan ayat ini justru memberi kebebasan

kepada manusia untuk memilih agama yang mereka

kehendaki, karena telah jelas jalan yang benar dari

jalan yang sesat.24

23
Muhammad Abdul Rokhim, Toleransi Antar Umat Beragama Dalam Pandangan
Mufassir Indonesia. (Skripsi,IAIN Wali Songo Semarang, 2016) hlm. 27.
24
Muhammad Abdul Rokhim, Toleransi Antar Umat Beragama Dalam Pandangan
Mufassir Indonesia. (Skripsi,IAIN Wali Songo Semarang, 2016).hlm. 29.
22

Dari kedua tokoh penafsiran tersebut dapat

disimpulkan bahwa dalam penafsiran Buya Hamka dan

M. Quraish Shihab terkait dengan surah Al-Baqarah

ayat 256 tidak ada pemaksaan dari Allah swt dalam hal

keyakinan atau dalam menganut suatu agama. Allah

swt telah menganugrahkan pemikiran atau akal kepada

ummat manusia dengan tujuan bisa membedakan

mana jalan yang benar dan mana yang salah untuk

diikuti ataupun dikerjakan. Karena telah jelas mana

jalan yang benar dan mana jalan yang sesat.

3. Batasan Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi mengandung pengertian kesediaan menerima

kenyataan pendapat yang berbeda-beda tentang kebenaran

yang dianut. Dapat menghargai keyakinan orang lain terhadap

Agama yang dipeluknya serta memberi kebebasan untuk

untuk menjalankan apa yang dianutnya dengan tidak

sinkretisme dan bukan pada prinsip Agama yang dianutnya.

Toleransi antar umat beragama dapat diwujudkan dalam

bentuk antara lain :

a. Saling menghormati

b. Memberi kebebasan kepada pemeluk Agama lain dalam

menjalankan ibadah sesuai dengan Agama dan

kepercayaannya.

c. Tolong- menolong dalam hidup bermasyarakat.


23

Meskipun demikian antar umat beragama dapat

diwujudkan sebagaimana tersebut diatas, tetapi bukan

berarti dalam melaksanakan toleransi ini dengan

mencampur adukkan antara kepentingan sosial dan

aqidah.Dalam melaksanakan toleransi ada batasan-

batasan tertentu.

Menurut Ali Machsum (Rais’Aam Nahdlatul Ulama):

“Batasan toleransi itu ada menurut keyakinan


masing-masing.Islam menghormati orang yang
beragama Kristen, Budha, Hindu, dan Agama
lainnya.Bukan karena dia Kristen, Budha, atau
Hindu tapi Islam menghormati mereka sebagai umat
Allah SWT. Ciptaan Allah SWT. Yang wajib dikasihi.
Islam mewajibkan untuk saling menghormati sesama
umat beragama, tapi akan akan murtad kalau
dengan itu membenarkan Agama lain.”

Dari batasan yang disampaikan oleh Ali Machsum,

tentang batsan toleransi ini, membuktikan gambaran

bahwa umat beragama bertoleransi dan menghormati

orang lain (umat beragama lain) itu dengan tidak

memandang apa Agama yang dipeluk oleh orang

tersebut melainkan dengan melihat bahwa dia adalah

umat Allah SWT, atau ciptaan Allah SWT. Yang wajib

saling menghormati sebab sebagai umat beragama dan

umat manusia wajib saling menghormati dan

mengasihi.

Toleransi antar umat beragama bukan sinkretisme,

seperti yang telah dijelaskan diatas.Toleransi tidak

dibenarkan dengan mengakui kebenaran semua


24

Agama.Sebab orang salah kaprah dalam mengartikan

dan melaksanakan toleransi.Misalnya, ada orang yang

rela mengorbankan syari’at agama dengan tidak minta

izin pada tamunya untuk shalat malah menunggui

tamunya karena takut dibilang tidak toleransi dan tidak

menghargai tamu.Bukan seperti ini yang diinginkan

dalam toleransi itu, toleransi antar umat beragama yang

diharapkan di sini adalah toleransi yang tidak

menyangkut bidang akidah atau dogma masing-masing

Agama.Melainkan hanya menyangkut amal sosial antar

sesame insan sosial, sesame warga Negara, sehingga

tercipta persatuan dan kesatuan.

Setiap Agama mempunya ajaran sendiri-sendiri dan

pada dasarnya tidak ada Agama.Yang mengajarkan

kejelekan kepada penganutnya. Salah satu tujuan

pokok ajaran agama adalah pemeliharaan terhadap

agama itu sendiri, yang antara lain menuntut

peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran

Agamanya serta membentengi mereka dari setiap usaha

pencemaran atau pengaruh lain yang membuat akidah

mereka tidak murni lagi. Begitu juga dengan Agama

Islam, Agama Samawi yang ajarannya berasal dari Allah

SWT, tidak menghendaki adanya pencampuran

ajarannya dengan ajaran lain.25


25
M. Wahid Nur Tualeka, Kajian Kritis Tentang Toleransi Beragama Dalam Islam, Al-
Hikmah : Jurnal Studi Agama-Agama, Volume.2. Nomor 2,2016.hlm.3-4.
25

4. Tujuan Toleransi Beragama

Berbagai konflik dimasyarakat terjadi, baik secara

vertikal maupun horizontal, yang mengakibatkan jatuhnya

korban jiwa, harta, dan nilai kemanusiaan. Salah satu ragam

konflik yang perlu mendapatkan perhatian ada awal Era

Reformasi adalah konflik antar umat beragama. Konflik yang

bernuansa Agama di Ambon, Poso, Ketapang, Mataram, dan

tempat lain seolah merusak citra Indonesia sebagai Negara

yang selalu menjunjung kebhinekaan dan menghargai semua

pemeluk Agama.

Dalam konflik-konflik bernuansa Agama tersebut,

infrastruktur Agama memainkan peran dalam eskalasi konflik.

Nilai-nilai Agama yang sejalan dengan gagasan konflik

dieksplorasi dan dijadikan sebagai pijakan untuk

mengabsahkan tindakan kekerasan terhadap umat beragama

lain.

Oleh karena itulah Islam juga menghendaki pemeluknya

untuk menebar toleransi (tasammuh), serta menjauhi sikap

buruk sangka terhadap Agama lain. Dengan budaya toleransi

dan komunikasi diharapkan kekerasan atas nama Agama yang

sering terjadi belakangan ini. Sehingga tri kerukunan umat

beragama (kerukunan intern umat beragama,kerukunan antar

umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan

pemerintah) segera terwujud di Indonesia sesuai dengan cita-

cita kita bersama. Karena pada hakikatnya toleransi pada


26

intinya adalah usaha kebaikan, khususnya pada

kemajemukan gama yang memiliki tujuan luhur yaitu

tercapainya kerukunan, baik intern Agama maupun

antaragama. nis bahasa, budaya maupun politik. Karena

itulah toleransi merupakan konsep agung dan mulia yang

sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran Agam-agama,

termasuk juga Islam. Namun konsep tersebut perlu diperjelas

dan pertegas agar kita tidak terjerumus dalam pluralisme

teologis, sebab yang diperbolehkan adalah pluralisme

sosiologis.

Menurut Jurhanuddin dalam Amirullah Syarbini

menjelaskan bahwa tujuan kerukunan umat beragama adalah

sebagai berikut : pertama, meningkatkan keimanan dan

ketakwaan masing-masing Agama. Masing-masing Agama

dengan adanya kenyataan Agama lain, akan semakin

mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam

ajaran-ajaran Agamanya serta semakin berusaha untuk

mengamalkan ajaran-ajaran Agamanya.

Kedua, mewujudkan stabilitas nasional yang konstan.

Dengan adanya toleransi umat beragama secara praktis

ketegengan-ketegangan yang ditimbulkam akibat perbedaan

paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat

dihindari. Apabila kehidupan beragama rukun, dan sling

menghormati, maka stbilitas nasional akan terjaga.


27

Ketiga, menjunjung dan menyukseskan pembangunan.

Usaha pembngunan akan sukses apabila didukung dan

ditopang oleh segenap lapisan masyrakat. Sedangkan jika

umat beragama selalu bertikai dan saling menodai, tentu tidak

dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta

membantu pembangunan, bahkan dapat berakibat sebaliknya.

Keempat, memelihara dan mempererat rasa

persaudaraan. Rasa kebersamaan dan keadilan, perdamaian,

dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menghindari

semua keburukan. Fakta historis toleransi juga dapat

ditunjukkan melalui piagam Madinah. Piagam ini adalah suatu

contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah

dipraktikkan Nabi Muhammad SAW di Madinah.26

5. Macam-macam Kafir

a. Kafir harbi atau kafir muharrib, yaitu orang kafir yang

berada dalam peperangan dan permusuhan terhadap kaum

muslimin;

b. Kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang hidup ditengah kaum

muslimin di bawah pemerintah muslim dan mereka

membayar jizyah setiap tahun;

26
Khotimah, Toleransi Beragama, jurnal Ushuluddin, Vol. 20. Nomor 2, juli 2013, hlm.
.215-216.
28

c. Kafir mu’ahhad, yaitu orang kafir yang sedang berada

dalam perjanjian dengan kaum muslimin dalam jangka

waktu tertentu.27

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Berangkat dari permaslahan yang diangkat dan data

yang akan dihimpun, maka tampak jelas bahwa jenis

penelitian ini ialah penelitian kepustakaan

(Libraryresearch) dengan subyek dan objeknya, semauanya

berasal dari bahan-bahan kepustakaan (literature) erupa

kitab-kitab tafsir, kitab-kitab ilmu hadits dan sebagainya.

Kondisi data yang demikian sudah cukup untuk dijadikan

bahan baku penelitian; sehingga tidak kesulitan dalam

melakukan analisa untuk mengambil kesimpulan yang

merupakan hasil penelitian jika demikian , maka penelitian

ini tidak memerlukan data lapangan karena yang ingin

dicari ialah pemikiran, konsep atau teori yang

dikemukakan oleh para ulama dan ilmuan yang tertuang di

dalam karya-karya tulis mereka. 28

2. Sumber data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber

data primer dan sekunder antara lain:

a. Data primer

27
Salma Mursyid, KONSEP TOLERANSI (AL-sAMAHAH) ANTAR UMAT
BERAGAMAPERSPEKTI ISLAM, AQLAM; Journal Of Islam And Plurality.hal.42.
28
Prof. Dr. H. Muji Nasrudin Baidan, Dr. Hj. Erwati Aziz, M.Ag,” Metodologi Khusus
Penelitian Tafsir” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016 ) Hlm. 152.
29

Data primer adalah suatu objek atau dokumen

original, material mentah dari pelaku yang disebut:

fist hand information”. Data yang dikumpulkan dari

situasi actual ketika peristiwa terajadi dinamakan

data primer.

Terkait dengan sumber data sebagai bahan dasar

dalam penelitian ini, studi pustaka dilakukan dengan

cara merujuk kepada Al-Quran karena peneliti satu

surat yang ada dalam AlQuran yakni surat Surat Al-

Baqarah Ayat 256 . dan peneliti menggunakan Tafsir

Ibnu Katsir dan Fii Zhilalil Qur’an yang merupakan

sumber utama dari judul yang akan dibahas oleh

peneliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang

dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber-

sumber lain yang telah tersedia sebelaum penelitian

yang dilakukan.

Sumber atau data sekunder yang dijadikan

sebagai literature oleh peneliti dariIsmail Ibnu Katsir

dan Sayyid Qutb dapat digunakan sebagai literatur

oleh peneliti yaitu dari buku-buku Ismail Ibnu Katsir

dan Sayyid Qutb dapat digunakan sebagai refrensi

yaitu Tafsir Ibnu Katsir karya Ismail Ibnu Katsir dan

Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutb. Disamping


30

itu juga, peneliti merujuk kepada Skripsi, tesis, jurnal,

website-website yang relevan dengan pembahasan,

khususnya karya-karya yang membahas tentang

toleransi beragama dalam Al-Qur’an.29

3. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang

sistematis dan standar untuk memperoleh data yang

diperlukan. Metode yang digunkan dalam penelitian ini

adalah metode dokumentasi.Metode dokumentasi adalah

mengumpulkan dokumen dan darta-data yang diperlukan

dalam permasalahan penelitian kemudian ditelaah secara

intens sehingga dapat mendukung dan menambah

kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.

Dokumentasi yang dimaksuda dalam penelitian ini

adalah: pertama, mengumpulkan data atau dokumen.

Kedua, mereduksi data (data reduktion). Ketiga,

pemaparan data (data display). Dan keempat, penarikan

kesimpulan dan verifikasi yang berkaitan dengan judul

penelitian.

Jadi peneliti melakukan penelitian dengan

mengumpulkan buku-buku, jurnal, skripsi, tesis dan

sumber-sumber lain yang berkaitan tentang toleransi.

Peneliti juga mengumpulkan karya-karya denfan

29
Muhalli Fikri, Skripsi Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an Surat Al-
Kafirun(Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah).hlm. 23.
31

mendokumentasikan atau memfoto jurnal buku-buku

yang terdapat diperpustakaan sebagai tambahan referensi.

4. Teknik Analisis data

Setelah data-data penelitian terkumpul dari sumber-

sumber yang dijadikan sebagai objek penelitian,

selanjutnya peneliti menggunakan metode yang digunakan

untuk melakukan analisis terhadap data-data yang

ditemukan. Maka metode yang sesuai dengan jenis

penelitian peneliti adalah Content Analysis (analisi isi)

Content Analysis (analisi buku) merupakan metode

penelitian yang sistematis bekerja melalui transkrip yang

memberikan kode-kode yang berupa angka atau kata-kata,

untuk menspsesipikkan karakteristik dalam teks.

Selain itu juga metode content analysis, penelitian

ini juga menggunakan metode deduktif. Sedangkan metode

deduktif adalah pernyataan yang bersifat umum dengan

hokum atau teori yang sudah ada kemudian selanjutnya

melangkah pada kenyataan khusus yang ingin

disimpulkan. Dengan metode deduktif ini, peneliti mengkaji

ayat-ayat Al-Quran surat al bawarah ayat 256 secara

umum, baru kemudian menafsirkan ayatg per ayat dengan

tafsir Ibnu Katsir dan Fii Zhilalil Qur’an, lalu mengkaji

tentang nilai-nilai toleransi yang terkandung dalam surat


30
tersebut secara spesifik.
30
Muhalli Fikri, Skripsi Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an Surat Al-
Kafirun(Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah).hlm 24-25.
32

H. Sistematika Penelitian

Untuk mencapai pembahasan yang sistematis dalam

penelitia ini, maka perlu adanya gambaran secara singkat

tentang bagaimana sistematika pembahasaa yang akan

dipaparkan. Adapun sistematika yang akan dipaparkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

I. BAB 1, Berisi tentang pendahuluan, terdiri dari latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori,

metode penelitian, dan sistematika penelitian.

II. BAB 2, Membahas tentang biografi tokoh yang terdiri

dari riwayat hidup dari Ismail Bin Katsir dan Sayyid

Qutb, riwayat pendidikan, karya-karya, dan riwayat

Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Fii Zhilalil Quran

meliputi; latar belakang penelitian, metode dan corak

yang digunakan.

III. BAB 3, Tentang penafsiran berisi ayat tentang

toleransi yakni QS. Al-Baqarah ayat 256 beserta

terjemahan, asbab al nuzul perbandingan penafsiran

Ismail Ibnu Katsir dalam tafsir Ibnu Katsir dan sayyid

qutb dalam tafsir Fii Zhilalil Qur’an dalam mengkaji

surat QS. Al-Baqarah 256 dan menganalisinya,

kemudian mengulas tentang toleransi dalam surat

QS. Al-Baqarah kemudian menganalisis

perbandingan tafsir tersebut serta menganalisis


33

nilai-nilai toleransi dalam QS. Al-Baqarah ayat 256

tersebut.

IV. BAB 4, Merupakan bab terakhir yakni penutup.

Pada bab ini akan diulas kesimpulan dari hasil


31
penelitian dan saran.

31
Muhalli Fikri, Skripsi Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an Surat Al-
Kafirun(Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah).hlm 26.
34

DAFTAR PUSTAKA

Guntur Cahaya Kesuma, “Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan


Islam”, Vol. 6, Nomor 2, Agustus 2013.

H. Moh. Fauzan Januari, M. Ag. Dan Muhammad Alfan, Dialog Pemikiran


Timur -–Barat, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA) 2011.

Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid 1, (Bairut: Dar Al-Fikri,


1984.

Kartika Nur Utami, “Kebebasan Beragama Dalam Perspektif Al-Qur’an”,


Vol 6, Nomor 1, Maret 2018.

Prof. Dr. H. Muji Nasrudin Baidan, Dr. Hj. Erwati Aziz, M.Ag,” Metodologi
Khusus Penelitian Tafsir” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 2016.

Winzaldi Nirmansya, Tenggang Rasa Kunci Kerukunan dan Kedamaian


(Depok: CV Ciptamedia Binanusa) 2013.

Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Hubungan Antar Ummat


beragama, (Jakarta: Departemen Agama) 2008.

Gus Bahauddin, “Pengajian Kitan Tafsir Jalalain”, Yogyakarta: Ponpen


Izzati Nuril Qur’an, 25 agustus 2019.

Ibnu Rusydi, MA. Dan Siti Zoleha, Dra, M. MPd,Makna Kerukunan Antar
Umat Beragama Dalam Konteks Keislaman Dan KeIndpnesian,al-
Afkar,Journal for Islamic Studies, Vol.1 Nomor 1, January 2018.

Jamil, Toleransi Dalam Islam. Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam: Al-
Amin,volume 1, No 2, 2018.

Khotimah, Toleransi Beragama, jurnal Ushuluddin, Vol. 20. Nomor 2,


juli 2013.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan) 1996.

M. thorokul Huda, dkk, Ayat-Ayat Toleransi Dalam Al-Qur’an Perspektif


Tafsir Al-Misbah dan Tafsir Al-Azhar,Tribakti;Jurnal Pemikiran
Keislaman, Volume 30, Nomor 2, Juli 2019.

M. Wahid Nur Tualeka, Kajian Kritis Tentang Toleransi Beragama Dalam


Islam, Al-Hikmah : Jurnal Studi Agama-Agama, Volume.2.
Nomor 2,2016.

Muhalli Fikri, Skripsi Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an Surat


Al-Kafirun(Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah).
35

Muhammad Abdul Rokhim, Toleransi Antar Umat Beragama Dalam


Pandangan Mufassir Indonesia. (Skripsi,IAIN Wali Songo
Semarang, 2016)

Putri Komala Pua Bunga, “Toleransi Umat Beragama Dan Pengaruhnya


Terhadap Kerukunan Masyarakat Di Desa Tendakinde Kecamatan
Wolowae Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur”. (Skripsi, Fakultas
Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Makassar,2018).

Salma Mursyid, KONSEP TOLERANSI (AL-sAMAHAH) ANTAR UMAT


BERAGAMAPERSPEKTI ISLAM, AQLAM; Journal Of Islam And
Plurality.

Siti Faridah,Kebebasan Beragama Dan Rana Toleransinya, Lex Scientia


Law Review, Volume 2 Nomor. 2,November2018,hlm.210

Syahrin Harahap, M. A.Teologi Kerukunan,( Jakarta : PRENADA MEDIA


GROUP) 2011.

Tri Wahyu Hidayati, Apakah kebebasan beragama = Bebas Pindah


Agama?, (Salatiga : Stainsalatiga Press, 2008), cet. 1, p.180

Anda mungkin juga menyukai