Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR

KOMPONEN-KOMPONEN PROSES BELAJAR-MENGAJAR

KELOMPOK II : (3PBA-1)

RADIA BACHTIAR

ROSDIANA GAJALI

FAHYUNI UMASUGI

ARHAM FOKATEA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TERNATE

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

2019-2020
KATA PENGANTAR (Radia Bachtiar)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada ‫ ﷲ‬yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, begitu besar rasa syukur yang kami rasakan karena berkat ridho-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “KOMPONEN-KOMPONEN PROSES BELAJAR
MENGAJAR” makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PSIKOLOGI
BELAJAR.

Di dalam makalah ini memiliki beberapa poin yang telah kami susun sebaik mungkin
dengan usaha dan kemampuan kami. Kami berharap semoga dengan makalah ini dapat
memberikan ilmu kepada kita semua baik pembaca ataupun pada kami, penyusun makalah ini.

Kami sadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Karena hal tersebut
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan agar kedepannya kami dapat menjadi
lebih baik. Sekian kami ucapkan terima kasih.

Wa’alaikumssalam Wr. Wb.

Ternate, 21September 2019

Penulis
DAFTAR ISI (Radia Bachtiar)

KATA PENGANTAR .........................................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................................

A. LATAR BELAKANG ..............................................................................................


B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................................
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................................................

A. PROSEDUR DIDAKTIS ..........................................................................................


B. MEDIA PENGAJARAN ..........................................................................................
C. PENGELOMPOKAN SISWA .................................................................................
D. MATERI PELAJARAN ...........................................................................................

BAB III : PENUTUP ............................................................................................................

A. KESIMPULAN .........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang (Radia Bachtiar)

Pendidikan merupakan usaha orang dewasa dan pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing perkembangan jasmani serta pikiran intelektual. Proses belajar mengajar adalah
suatu kegiatan yng bersifat iteraktif untuk mewujudkan tercapainnya tujuan pembelajaran yang
telah diterapkan dalam perencanaan pembelajaran.

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Dari komponen-komponen pembelajaran tersebut,
tujuan dijadikan fokus utama pengembangan, artinya komponen-komponen tersebut
dikembangkan mengacu kepada komponen tujuan yang ingin dicapai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk dalam komponen-komponen proses belajar mengajar ?

C. Tujuan Penulisan
1. Unuk mengetahui apa daja yang termasuk dalam komponen-komponen proses belajar
mengajar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prosedur Didaktis (Radia Bachtiar)

Istilah “Prosedur Didaktis” merujuk pada kegiatan-kegiatan tenaga pengajar dala mengelola
proses belajar-mengajar di dalam kelas. Prosedur didaktis dapat diartikan dengan berbagai cara,
misalnya bila dikatakan: perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan oleh tenaga pengajar, yang
menyangkut penyajian materi pelajaran, supaya siswa dapat mencapai tujuan instruksional
tertentu. Kegiatan-kegiatan itu juga mencakup penentuan media pengajaran yang sesuai, bentuk
pengelompokan siswa yang sesuai dan materi pelajaran yang cocok. Prosedur-prosedur didaktis
dapat digolongkan menurut tiga pola, yaitu :

1. Berbagai Pola Prosedur Didaktis


a. Pola Narasi (Pengisahan)

Pola narasi adalah pola yang mana materi pelajaran langsung disajikan oleh guru dan
penyajiannya dipimpin oleh guru pula. Yang termasuk pola ini adalah prosedur-prosedur
didaktis yang tercakup dalam istilah “memberikan ulasan”, seperti menyampaikan informasi,
memberikan penjelasan, memberikan uraian (ceramah), menceritakan suatu kisah,
mengutarakan suatu masalah dan memberikan suatu demonstrasi.

Pola ini dianggap sesuai dalam menyampaikan hal-hal yang harus diketahui, yang tidak
atau sulit dapat digalih dari sumber lain, misalnya buku pelajaran; untuk memperkenalkan suatu
pokok bahasan yang nantinya masih akan dipelajari dengan cara-cara lain; untuk menunjukkan
hubungan dengan tema-tema yang sudah dipelajari; untuk mengurangi garis-garis besar dan
menunjukkan aspek-aspek pokok; untuk menimbulkan motivasi dan minat pada siswa.
Kelamahan pola ini adalah sulit mendapatkan jaminan, bahwa siswa sungguh-sungguh terlibat
dan mengolah materi yang disampaikan dengan baik.

Menggunakan pola narasi secara efisien dan efektif merupakan suatu seni tersendiri.
Pada umumnya disarankan supaya guru:

1) Memberikan introduksi lebih dahulu: masalah/topik apa yang akan dibahas dan apa
pentingnya dibahas.
2) Menggunakan suatu skema yang telah tercetak, ditulis pada papan tulis atau
diproyeksikan pada sebuah layar (overhead projector), yang disalin oleh siswa.
3) Meringkas hal-hal pokok secara berkala.
4) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk merangsang siswa ikut berpikir.
5) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan.
6) Menyuruh siswa menandai atau menggarisbawahi bagian-bagian atau kalimat-kalimat
tertentu dalam buku pelajaran, kalau tersedia.
7) Menghindari mendikte (siswa harus mencatat secara harafiah). Namun, diktat singkat
sebagai ringkasan pada akhir ulasan, dapat berguna.
8) Menyisipkan periode-periode singkat untuk istirahat, paling sedikit siswa berbuat
sesuatu yang lain dari mendengarkan. Daya konsentrasi mendengarkan cenderung
menurun sesudah 20-25 menit.
9) Menyesuaikan nada suara dan irama berbicara.
10) Memberikan contoh-contoh seperlunya.
11) Menggunakan media pengajaran audiovisual, sejauh menunjang ulasan verbal.

b. Pola Perundingan Bersama

Pada pola ini materi pelajaran dibentuk oleh guru bersama siswa, pimpinan dapat
dipegang langsung oleh guru, dapat pula tidak. Dalam pola ini, sekelompok orang
berkomunikasi satu sama lain dengan berbicara dan saling mendengarkan. Dalam rangka
pengajaran di kelas, kelompok orang itu terdiri atas siswa-siwa dan guru yang merundingkan
materi pelajaran untuk tujuan intruksional. Guru dapat menggunakan pola ini untuk membantu
siswa mengolah materi pelajaran dengan lebih baik, mengingat tujuan intruksional, khususnya
dalam rana kognitif; atau untuk membantu siswa memperoleh atau mengubah sikap tertentu.

Pola perundingan bersama mencakup beberapa variasi pelaksanaan, yaitu :

1) Guru mengajukan pertanyaan kepada kelas.


2) Guru memberikan kesempatan kepada kelas untuk mengajukan pertanyaan.
3) Pengajaran dalam bentuk tanya-jawab.
4) Pertemuan kelas.
5) Diskusi forum (Diskusi panel).
6) Diskusi kelompok.

c. Pola Pemberian Tugas

Pola ini mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa setelah mendapat tugas dari
guru, seperti membuat karangan, mengerjakan soal, menyusun makalah, mengadakan
eksperimen di laboraturium dan mempersiapkan suatu ceramah. Kegiatan-kegiatan ini juga
dapat memegang peranan kedua pola yang dibahas di atas, kalau terjadi kombinasi.

Pemberian tugas dapat dipandang dari tiga sudut, yaitu :


1) Menurut tujuan instruksional yang harus dicapai. Misalnya, tugas membuat karangan
berisikan evaluasi terhadap film yang baru saja dilihat oleh siswa, termasuk ranah
kognitif; tugas bernyanyi bersama sebagai ucapan selamat kepada teman sekelas
yang merayakan ulang tahun, termasuk ranah afektif; tugas meloncat tinggi dalam
bidang studi pendidikan jasmani, termasuk ranah psikomotorik.
2) Menurut jumlah siswa yang harus mengerjakan tugas. Ada tugas yang harus
dikrjakan sendiri-sendiri, dikerjakan bersama dengan teman atau dikerjakan bersama
dalam kelompok kecil ataupun besar.
3) Menurut kadara tuntutan atau pendampingan yang diberikan oleh tenaga pengajar.
Siswa dapat diminta untuk bekerja sendiri dan menemukan tanpa diberikan petunjuk
oleh guru (discovery learning) atau dengan jelas-jelas dituntun oleh guru (expository
teaching).

Kegiatan yang ditugaskan oleh guru, kerap harus dikerjakan di rumah; untuk itu
digunakan istilah “Pekerjaan Rumah”. Tujuan yang dikejar oleh guru dapat bermacam-macam,
antara lain supaya siswa berlatih, mengolah kembali materi pelajaran, menyusun jalan
pikirannya secara runtut, belajar membagi waktu dengan baik, dan belajar teknik-teknik studi
yang efektif dan efisien.

Namun, diperkirakan bahwa tugas-tugas yang dikerjakan di rumah akan membantu


dalam meningkatkan taraf prestasi belajar, kalau aneka tugas itu sungguh-sungguh merupakan
kelanjutan dati kegiatan belajar di sekolah dan siswa dibantu dalam mengembangkan teknik-
teknik studi yang tepat.

2. Aplikasi Prosedur Didaktis

Pertanyaan “prosedur didaktis manakah yang paling baik?” sulit dijawab dengan
menunjukkan satu pola tertentu diantara ketiga pola tersebut. Hasil penelitian mengenai
efisiensi dan efektivitas dari berbagai prosedur didaktis, tidak menunjukkan prosedur didaktis
tertentu sebagai prosedur yang paling baik.

Suatu prosedur didaktis harus dipandang sebagai salah satu komponen dalam kegiatan
pengajaraan, sebagaimana nampak pada model kegiatan didaktis menurut konsepsi E. De Corte.
Maka, pertimbangan-pertimbangan yang relevan dalam pemilihan prosedur didaktis adalah
sebagai berikut :

a. Tujuan intruksional khusus yang telah dirumuskan secara jelas, lebih-lebih menyangkut
aspek perilaku dan aspek isi. Misalnya tujuan intruksional “Siswa akan rela
berpartisipasi dalam upacara kenaikan bendera, dengan berdiri tegak dan menyanyikan
lagu kebangsaan dengan volume suara penuh”, kiranya tidak akan dicapai dengan
menggunakan pola prosedur narasi saja.
b. Keadaaan siswa yang aktual. Kelompok siswa yang ternyata belum memiliki
pengetahuan dan pengalaman atau belum menguasai teknik-teknik studi yang mutlak
dibutuhkan dalam mempelajari materi pelajaran tertentu, dengan tujuan intruksional
tertentu pula, harus dilayani dengan prosedur didaktis lain, dibandingkan dengan
kelompok siswa yang sudah memilikinya.
c. Keadaan guru sendiri. Guru yang kurang disiplin dalam menggunakan berbagai variasi
prosedur didaktis harus berusaha untuk mengembangkan diri dalam hal ini, namun
kebingungan guru sendiri akan berakibat negatif, seandainya dia dituntut untuk
menggunakan lebih banyak variasi dalam prosedur didaktis tanpa persiapan atau
penataran yang memadai.
d. Keadaan sekolah sebagai institut pendidikan. Misalnya, jadwal pelajaran yang hanya
mengenal periode-periode waktu 45-50 menit, tidak mungkin menggunakan prosedur-
prosedur didaktis yang menuntut periode waktu yang lebih lama. Misalnya pula, bila
perabotan didalam kelas hanya terdiri atas bangku-bangku duduk yang tidak dapat
dipindah, timbul hambatan dalam penggunaan prosedur didaktis tertentu, seperti
pertemuan kelas.

Pertimbangan-pertiimbangan yang dikemukakan di atas, terutama menyangkut pengajaran


yang diberikan kepada sekelompok siswa dalam satuan kelompok kelas tertentu (pengajaran
klasikal). Sebagian dari pola-pola prosedur didaktis yang dibahas pun menyangkut pengajaran
kepada sekelompok siswa yang lebih kecil. Namun, dalam masing-masing pola narasi,
perundingan bersama dan pemberian tugas, terdapat juga bentuk-bentuk prosedur didaktis yang
dapat diterapkan didalam pengajaran kepada seorang siswa saja (pengajaran individu), misalnya
dalam les privat atau selama mendampingi seorang siswa didalam kelas. Dalam pengajaran
individual, terdapat interaksi yang lebih intensif antara tenaga pengajar dan siswa, yang pada
umumnya berperan positif dalam membangkitkan motivasi dan menemukan kesulitan yang
menghambat proses belajar siswa (diagnosis), serta memberikan bantuan untuk mengatasi
kesulitan tersebut (remedial teaching).

 Studi Kasus

Dalam proses belajar mengajar, proses didaktis memiliki peranan yang cukup penting dalam
mencapai tujuan belajar itu sendiri. Misalnya perbandingan pendidikan antara Indonesia dengan
Finlandia, dimana proses atau tahapan dalam sistem belajar mengajar kedua negara ini
sangatlah berbeda. Murid finlandia hanya sekali menghadapi satu kali ujian nasional ketika
berumur 16 tahun, sementara murid indonesia hampir tiap semester diadakan ujian. Bukan
hanya itu, pelajar di Finlandia mendapatkan waktu istirahat hampir tiga kali lebih lama daripada
negara lain serta dengan pekerjaan rumah yang minim. Namun dengan sistem yang leluasa itu
mereka justru bisa belajar lebih baik dan menjadi lebih pintar.

B. Media Pengajaran (Fahyuni Umasugi)


1. Pengertian Media Pembelajaran

Istilah media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari
"medium" yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi
kepada penerima informasi.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling
bertukar informasi.

Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi,


sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.

2. Jenis -Jenis Media Pembelajaran

Menurut Herry (2007:6.31) menyatakan:“Ada tiga jenis media pembelajaran yang


dapat dikembangkan dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran oleh guru di
sekolah, yaitu:

 Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan
indra penglihatan terdiri atas media yang dapat diproyeksikan (projekted
visual) dan media yang tidak dapat diproyeksikan (nonprojekted visual).
 Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif
yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa
untuk mempelajari bahan ajar dan jenisnya.
 Media audio visual merupakan kombinasi dari media audio dan media audio
visual atau media pandang dengar”

3. Fungsi Media Pembelajaran

Menurut Hamalik (2008), Fungsi media pembelajaran yaitu:

 Untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif


 Penggunaan media merupakan bagian internal dalam system pembelajaran.
 Media pembelajaran penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk mempercepat proses
pembelajaran dan membantu siswa dalam upaya memahami materi yang
disajikan oleh Guru dalam kelas Penggunaan media dalam pembelajaran
dimaksudkan untuk mempertinggi mutu pendidikan.

 Studi kasus

Studi kasus yang di ambil dalam materi Media pembelajaran yaitu di SMA N 5
KOTA TERNATE. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
menyalurkan sumber informasi kepada penerima informasi sehingga
sangatlah penting bagi paara siswa dan guru dalam proses belajar mengajar
dengan menggunakan media pembelajaran. Maka media pembelajaran sangatlah
penting karna dengan adanya media pembelajaran bisa mewujudkan situasi
pembelajaran yang efektif, Media pembelajaran juga penting dalam mencapai
tujuan pembelajaran tanpa media pembelajaran proses belajar mengajar
tidak akan efektif karna media pembelajaran meliputi alat pembelajaran
seperti media visual, media audio, dan media audio visual yang suda dijelaskan
dalam materi media pembelajaran di atas sesuai dengan fumgsi dari media
pembelajaran itu sendiri

C. Pengelompokan Siswa (Rosdiana Gajali)

Kebijakan pengelompokkan menurut Duke dan Canady (1991) bertujuan untuk


menguntungkan siswa, dengan memerhatikan: Outcome (tampilan). Mutu. Menentukan
posisi siswa “di tempat mana”.

Adanya pengelompokkan siswa bertujuan untuk “menjamin” siswa mendapatkan akses


sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan kemampuan siswa. Pengelompokkan berdasarkan sifat
populasi (heterogen dan homogen). Unsur homogen siswa: Prestasi. Proses ujian. Perbedaan
perlakuan. Sekolah (dalam hal ini guru) melakukan analisa kebutuhan siswa yang berbeda-2
tersebut dalam setiap populasi.

Isu Persamaan (pengelompokkan homogen):

a. Pengelompokkan homogen banyak protes. • Guru memerhatikan kelompok “tinggi”


daripada “bawah”.
b. Guru lebih “memuji” kelompok tinggi daripada kelompok bawah.
Kelompok heterogen akan lebih efektif belajar, jika dikelola dengan baik dan bijak.
Faktor psikologis dari adanya masalah pengelompokkan:

a. Kelompok bawah telah terkonsep sebagai siswa yang “bodoh”.


b. Pola pikir siswa tinggi lebih dari siswa bawah.
c. Siswa lebih suka dikelompokkan dengan siswa lain yang berkemampuan sama.
Pengelompokkan dapat berubah, seiring dengan kedinamisan situasi belajar, dan
pertumbuhan dan perkembangan siswa.

Dampak pengelompokkan thd prestasi belajar siswa:

a. Jika pengelompokkan tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan prestasi siswa
pada kelompok bawah (faktor yang sudah terkonsep, minder, diejek teman, dan
merespons negatif).
b. Pengelompokkan homogen menunjukkan hasil positif bagi siswa yang berbakat.
c. Pengelompokkan bergantung pada persepsi dan sikap guru.
Pengelompokkan “tidak dapat dipaksakan”, dimaksudkan untuk menjamin siswa tiap
individu. Semua kelompok harus diperhatikan. Sehingga perlu penyadaran kepada siswa
(peserta didik) dalam semua kelompok: Kelompok tinggi: bukan karena untuk meningkatkan
gengsi tetapi memfasilitasi siswa untuk maju, tidak terhambat oleh siswa yang kurang
mampu. Kelompok rendah: bakatnya diasah dan dikembangkan agar lebih baik dan berguna
bagi siswa. Sehingga perlu penyadaran kepada siswa (peserta didik) dalam semua kelompok:
Kelompok tinggi: bukan karena untuk meningkatkan gengsi tetapi memfasilitasi siswa untuk
maju, tidak terhambat oleh siswa yang kurang mampu. Kelompok rendah: bakatnya diasah &
dikembangkan agar lebih baik & berguna bagi siswa.

a. Dasar Pengelompokan
Pengelompokan dalam kelas-kelas Pengelompokan berdasarkan bidang studi
Pengelompokan berdasarkan spesialisasi Pengelompokan dalam sistem kredit
Pengelompokan berdasarkan kemampuan Pengelompokan berdasarkan minat.

Yeager (1949) menyatakan dalam mengelompokkan peserta didik dapat didasarkan


kepada: Fungsi Integrasi, yaitu pengelompokan yang didasarkan atas kesamaankesamaan
yang ada pada peserta didik. Pengelompokan ini didasarkan menurut jenis kelamin, umur
dan sebagainya. Pengelompokan berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang
bersifat klasikal. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan peserta didik didasarkan kepada
perbedaan-perbedaan yang ada dalam individu peserta didik, seperti minat, bakat,
kemampuan dan sebagainya. Pengelompokan berdasarkan fungsi ini menghasilkan
pembelajaran individual.
Soetopo (1982) mengemukakan empat dasar pengelompokan peserta didik, yaitu:
friendship grouping adalah pengelompokan peserta didik yang didasarkan atas kesukaan
memilih teman. Masing-masing peserta didik diberi kesempatan untuk memilih anggota
kelompoknya sendiri serta menetapkan orang-orang yang dijadikan sebagai pemimpin
kelompoknya. Achievement grouping adalah suatu pengelompokan yang didasarkan atas
prestasi peserta didik. Aptitude grouping adalah suatu pengelompokan peserta didik yang
didasarkan atas kemampuan dan bakat mereka. Attention or interest grouping adalah
pengelompokan peserta didik yang didasarkan atas perhatian mereka atau minat mereka.
Pengelompokan demikian dilakukan, oleh karena tidak semua peserta didik yang berbakat
mengenai sesuatu dan sekaligus juga meminatinya. Tidak semua peserta didik yang mampu
sesuatu sekaligus juga meminatinya. Intelegence grouping adalah pengelompokan yang
didasarkan atas hasil tes kecerdasan atau intelegensi.

b. Jenis Pengelompokan
Mitchun dalam Imron (2012) mengemukakan dua jenis pengelompokan peserta didik,
yaitu: ability grouping adalah pengelompokan berdasarkan kemampuan di dalam setting
sekolah. pengelompokan di mana peserta didik yang pandai dikumpulkan dengan yang
pandai, yang kurang pandai dikumpulkan dengan yang kurang pandai. sub-grouping with in
the class adalah pengelompokan dalam setting kelas. pengelompkan di mana peserta didik
pada masing-masing kelas, dibagi lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Pengelompokan ini
juga memberi kesempatan kepada masing-masing individu untuk masuk ke dalam lebih dari
satu kelompok.

Ada beberapa macam kelompok kecil di dalam kelas ini, yaitu: interest grouping adalah
pengelompokan yang didasarkan atas minat peserta didik. Peserta didik yang berminat pada
pokok bahasan tertentu, pada kegiatan tertentu, pada topik tertentu atau tema tertentu,
membentuk ke dalam suatu kelompok. special need grouping, adalah pengelompokan
berdasarkan kebutuhankebutuhan khusus peserta didik. Peserta didik yang sebenarnya sudah
tergabung dalam kelompok-kelompok, dapat membentuk kelompok baru untuk belajar
ketrampilan khusus. team grouping adalah suatu kelompok yang terbentuk karena dua atau
lebih peserta didik ingin bekerja dan belajar bersama untuk memecahkan masalahmasalah
khusus. tutorial grouping adalah suatu pengelompokan di mana peserta didik bersamasama
dengan guru merencanakan kegiatan-kegiatan kelompoknya. Dengan demikian, apa yang
dilakukan oleh kelompok bersama dengan guru tersebut, telah disepakati terlebih dahulu.
Antara kelompok satu dengan yang lain bisa berbeda kegiatannya, karena mereka sama-sama
mempunyai otonomi untuk menentukan kelompoknya masing-masing. research grouping
adalah sutu pengelompokan di mana dua atau lebih peserta didik menggarap suatu topik
penelitian untuk dilaporkan di depan kelas. Bagaimana cara penggarapan, penyajian serta
sistem kerja yang dipergunakan bergantung kepada kesepakatan anggota kelompok. full-
class grouping adalah suatu pengelompokan di mana peserta didik secara bersama-sama
mempelahari dan mendapatkan pengalaman di bidang seni. Misalnya saja, kelompok yang
berlatih drama, musik, tari dan sebagainya. combined class grouping adalah suatu
pengelompokan di mana dua atau lebih kelas yang dikumpulkan dalam suatu ruangan untuk
bersama-sama menyaksikan pemutaran film, slide, TV dan media audio visual lainnya.
Menurut Regan (1996), ada 7 macam pengelompokan yang didasarkan atas realitas
pendidikan di sekolah dasar, yaitu: The non grade elementary school adalah sekolah dasar
tanpa tingkat. Sekolah dasar tanpa tingkat ini memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada peserta didik untuk mengambil mata pelajaran berdasarkan kemampuan masing-
masing individu peserta didiknya. Bahkan peserta didik dapat mengambil mata pelajaran
yang mungkin sama dengan mereka yang angkatan masuknya tidak sama. Multi-grade and
Multi-age grouping adalah pengelompokan yang multi tingkat dan multi usia.
Pengelompokan demikian dapat terjadi pada sekolah-sekolah yang menggunankan sistem
tingkat. Pada pengelompokan demikian, peserta didik berbeda usianya, dikelompokkan
dalam tempat yang sama. Mereka berinteraksi dan belajar bersama-sama. the dual progress
plan grouping adalah sistem pengelompokan kemajuan rangkap. Sistem pengelompokan
demmikian dimaksudkan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan kemampuan individual di
setiap umur dan setiap tingkat. Masing-masing peserta didik diberi kesempatan untuk
mengerjakan tugas-tugas guru sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

self-contained classroom adalah penempatan sekelompok peserta didik oleh seorang


guru. Sedangkan sekelompok peserta didik yang lain ditempatkan pada guru lainnya. team
teaching adalah pengelompokan yang di dalamnya terdapat sekelompok peserta didik yang
diajarkan oleh guru secara tim. Dalam pembelajaran ini, guru lebih membatasi diri pada
kapasitas keahliannya, dan sama sekali tidak mengajarkan apa yang ada di luar keahliannya.
Hal demikian dapat terjadi, oleh karena tidak jarang satu mata pelajaran atau bidang studi,
membutuhkan keahliannya yang bermacam-macam. departementalisasi adalah suatu sistem
pengelompokan peserta didik, yang di dalamnya guru hanya mengkhususkan diri pada mata
pelajaran tertentu. Oleh karena guru hanya mengkhususkan diri pada mata pelajaran tertentu,
maka yang mereka ajarkan hanyalah mata pelajaran tertentu juga. ability grouping adalah
pengelompokan berdasarkan kemampuan peserta didik. Peserta didik yang mempunyai
tingkat kemampuan yang sama ditempatkan pada kelompok yang sama. Peserta didik yang
sama-sama tinggi kemampuannya ditempatkan pada kelompok yang kemampuannya tinggi,
sementara peserta didik yang kemampuannya rendah ditempatkan dalam kelompok peserta
didik yang berkemampuan rendah.

 Studi kasus
Studi kasus dalam negeri yaitu pada salah satu siswa yang bernama HT yang
mengalami underachiever dengan karakteristik antara lain rendahnya self-esteem
(rendahnya konsep diri) dan juga rendahnya konsep diri akademik. Karakter
lainnya HT menghindari tugas-tugas sekolah, lebih tertarik pada kegiatan diluar
kegiatan sekolah, bergantung pada orang lain dalam mengerjakan tugas-
tugasnya, kurang baik dalam pengerjaan tugas sekolah, kebiasaan belajar kurang
baik, memiliki masalah penerimaan dengan teman sebaya dan seringkali
kurang jujur. Faktor-faktor yang menyebabkan HT mengalami underachiever
antara lain aktivitas belajar yang kurang dan tidak adanya pengawasan
orangtua. Faktor yang berkaitan dengan kondisi psikologis yang ditandai dengan
rendahnya harapan atau target self- esteem yang rendah dan takut mengalami
kegagalan. Faktor motivasi yang rendah. Faktor yang berhubungan dengan kondisi
psikososial yaitu kondisi keluarga, orangtua yang terlalu meremehkan, orangtua
kurang memberikan perhatian, seringnya ayah memberi sanksi kepada HT dan
orangtua yang sering mengkritik. Sekolah juga menjadi penyebab dikarenakan
kondisi kelas yang kurang nyaman dan berisik serta adanya pengaruh negatif dari
teman.

D. Materi Pelajaran (Arham Fokatea)


1. Pengertian Materi Pelajaran

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi pembelajaran (instructional


material) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh
peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Menurut
National Center for Vocational Education Research Ltd ada tiga pengertian
materi pembelajaran yaitu: merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/
instruktur untuk perencanaan dan penelaah inplementasi pembelajaran Artinya materi
yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar
menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indicator.

2. Jenis-jenis Materi Pelajaran

Jenis-jeni smateri pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Fakta adalah segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi
nama-nama objek, peristiwa, lambang, nama tempat, nama orang dan lain
sebagainya.
b. Konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa
timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, cirri khusus, hakikat,
inti/isi dan sebagainya.
c. Prinsip adalah berupa hal-hal pokok dan memiliki posisi terpenting meliputi
dalil, rumus, paradigm, teori serta hubungan antar konsep yang
menggambarkan implikasi sebab akibat.
d. Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam
melakukan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem..
e. Sikap atau nilai merupakan hasil belajar aspek sikap pemanfaatan lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan.

3. Prinsip-prinsip Penentuan Materi Pembelajaran

Prinsip – prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi pembelajaran


adalah:

a. Relevansi (kesesuaian)

Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi


dan kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik
berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa
fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi lain. Contoh: kompetensi
dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah ”mendeskripsikan sistim gerak pada
manusia dan hubungannya dengan manusia” maka pemilihan materi pembelajaran
yang disampaikan seharusnya ”.

b. Konsistensi (ketetapan}

Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada dua macam maka
materi yang diajarkan juga harus meliputi dua macam. Contoh: kompetensi dasar
yang harus dikuasai peserta didik adalah “pengenalan mengenai sistem panca indra”.

c. Adquency (kecukupan)

Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik
menguasai konpetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan
tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu
tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya jika terlalu banyak
maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum.

Dalam pengembangan materi belajar guru harus mampu mengidentifikasikan dan


mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Potensi peserta didik meliputi potensi intelektual, emosional, spiritual, sosial


dan potensi vokasional

b. Relevansi dan karakteristik daerah. Jika peserta didik bersekolah dan berlokasi
di daerah pantai, maka pengembangan materi pembelajaran diupayakan agar
selaras dengan kondisi masyarakat pantai.

c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual peserta


didik

d. Kebermanfaatan bagi peserta didik. Pengembangan materi pembelajaran


diupayakan agar manfaatnya dapat dirasakan peserta didik dalam waktu yang
relative singkat setelah suatu materi pembelajaran tuntas dilaksanakan.

e. Struktur keilmuan yang sesuai dengan materi pembelajaran suatu ilmu.

f. Aktulaitas, kedalaman dan keluasan materi pembelajaran. Mengembangkan


materi pembelajaran hendaknya mempertimbangkan potensi peserta didik,
tingkat perkembangan peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, alokasi
waktu dan perkembangan peradaban dunia.

g. Relevansi kebutuhan peserta didik dan tuntunan lingkungan


h. Alokasi waktu

4. Cakupan Materi Pelajara

Dalam cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus memperhatikan


beberapa aspek berikut:

a. Aspek kognitif, aspek afektif atau aspek psikomotor, karena ketika sudah
diimplementasikan dalam proses pembelajaran maka tiap-tiap jenis uraian materi
tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang berbeda-beda. Selain
memperhatikan jenis materi juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu
digunakan dalam menentukan cakupan pembelajaran yang menyangkut keluasan
dan kedalaman materi

b. Keluasan materi berarti menggambarkan seberapa banyak materi-materi yang


dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran. Kedalaman materi yang
menyangkut rincian konsep-
konsep yang terkandung di dalamnya yang harus dipelajari oleh peserta didik.

c. Kecakupan atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan.


Memadainya cakupan aspek materi pembelajaran akan sangat membantu
tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Cakupan atau
ruang lingkup materi perlu ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang akan
diajarkan terlalu banyak, terlalu sedikit atau telah memadai sehingga terjadi
kesesuaian dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan (Radia Bachtiar)

Komponen-komponen pembelajaran adalah kumpulan dari beberapa item yang saling


berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar.
Didalam proses pembelajaran terdapat komponen-komponen yaitu :

 Prosedur didaktis
 Media pengajaran
 Pengelompokan siswa
 Materi pengajaran

Keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Guru
sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di lapangan, sangat menentukan keberhasilan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Jika ada salah satu komponen pembelajaran yang
bermasalah, maka proses belajar-mengajar tidak dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

 Winkel, W.S.1996.Psikologi Pengajaran.Jakarta : Gramedia Widiasarana


 http://sitinurjannahfkip.blogspot.com/2015/02/makalah-tentang-komponen-
pembelajaran.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai