Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

I.1. Sejarah Proses

Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan
oleh berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil
samping dari pembuatan bir atau anggur.
Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak
lama. Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos
menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat
warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau
campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa
Romawi menghasilkan sapa , sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan
anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang
disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada
peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat
pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan
dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas
Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial
yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak
perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia
yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli
kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya
sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat
anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi
karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi
tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya
reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang
diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida

1
menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat
menghasilkan asam asetat.
Sekarang ini, asam asetat diproduksi baik secara sintetis maupun secara
fermentasi bakteri. Produksi asam asetat melalui fermentasi hanya mencapai sekitar
10% dari produksi dunia utamanya produksi cuka makanan. Aturan menetapkan
bahwa cuka yang digunakan dalam makanan harus berasal dari proses biologis
karena lebih aman bagi kesehatan.
Pembuatan asam asetat sintesis dalam skala industri lebih sering menggunakan
metode karbonilasi methanol. Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dalam
pabrik yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan
katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−), sedangkan proses cativa
menggunakan katalis iridium ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium.

I.2. Spesifikasi Bahan Baku


I.2.1. Methanol
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah
senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling
sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan baku
pembuatan asam asetat dengan metode karbonilasi methanol.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan
sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.

Methanol

2
Nama IUPAC
Methanol

Nama lain
hydroxymethane
methyl alcohol
methyl hydrate
wood alcohol
carbinol

Sifat
Rumus molekul CH3OH

Massa molar 32.04 g/mol

Penampilan colorless liquid

Densitas 0.7918 g/cm³, liquid

Titik leleh –97 °C, -142.9 °F (176 K)

Titik didih 64.7 °C, 148.4 °F (337.8 K)

Kelarutan dalam air Fully miscible

Keasaman (pKa) ~ 15.5

Viskositas 0.59 mPa·s at 20 °C

Momen dipol 1.69 D (gas)

Bahaya
Klasifikasi EU Flammable (F)
Toxic (T)

Titik nyala 11 °C

I.2.2. Iodida
Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi
metil iodide:
MaOH + HI MeI + H2O

3
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]-
sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-

I.2.3. Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−)

Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) berperan sebagai katalis dalam proses


pembuatan asam asetat dalam skala industri. Katalis ini sangat aktif sehingga akan
memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Struktur katalis kompleks
Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) dapat dilihat seperti gambar berikut:

I.2.4. Iridium ([Ir(CO)2I2]−)

Iridium ([Ir(CO)2I2]−) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam


asetat dalam skala industri.Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih
sedikit dalam campuran reaksi. Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2]– dapat dilihat
seperti gambar berikut:

I.3. Spesifikasi Produk

Asam asetat yang jelas, cairan tak berwarna dengan rumus kimia C2H4O2.
Memiliki titik leleh 62,06°F (16.7°C) dan mendidih pada 244,4°F (118°C), kerapatan
1,049g/mL pada 25oC dan flash point 390C. Dalam konsentrasi tinggi,asam asetat
bersifat korosif, memiliki bau tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat
seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan
sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa

4
konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira
sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat
berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga
dapat dideteksi pada uap bersuhu 120°C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di
dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat
murni Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air).
Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi
sekitar 154–157 J mol–1 K–1.
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium,
dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat).
Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa.
Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir
semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam
asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)

NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan


garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi
dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila
bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling
terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan
turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi
nukleofilik.
Nama sistematis : Asam etanoat, Asam asetat
Nama alternatif : Asam metanakarboksilat
Asetil hidroksida : (AcOH)
Hidrogen asetat : (HAc) Asam cuka
Rumus molekul : CH3COOH
Massa molar : 60.05 g/mol

5
Densitas dan fase : 1.049 g cm−3, cairan 1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur : 16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)
Titik didih : 118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)
Penampilan : Cairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa) : 4.76 pada 25°C

I.4. Kegunaan Asam Asetat


Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai
bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM).
Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

6
RANCANGAN PROSES

II.1. Reaksi / mekanisme reaksi


Teknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari
pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang
digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol,
sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif
fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang
umum digunakan dalam industri asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam
asetat lebih dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh
industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya
dihasilkan melalui metode-metode alternatif.
1. Karbonilisasi methanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi
ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO → CH3COOH
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri
terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O
(2) CH3I + CO → CH3COI
(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI
Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dengan metode karbonilisasi
methanol yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan
katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−), sedangkan proses cativa
menggunakan katalis iridium ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium.
II.2.Kondisi Operasi Proses Monsanto
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di
Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang
rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah
methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO
menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam
asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis

7
iodinepromoted kobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena katalis ini
bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium
bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam
asetat sampai 99 % sedangkan katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90 %
saja. Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,
1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida

CH3OH + HI CH3I + H2O

2. Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida
menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6). CH3I +
[Rh-kompleks]

Mekanisme Reaksi Katalis


Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium
kompleks yang larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan
bekerja dalam reaksi ini karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di
bawah kondisi reaksi. Struktur katalis [Rh(CO)2I2]- dapat dilihat seperti gambar
berikut.

Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk
yang baik. Skema pembuatan dalam pabrik dapat dilihat seperti pada gambar berikut:

8
Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor
dan direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan
konversi methanol menjadi metil iodide:
MaOH + HI MeI + H2O

Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]-
sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat
CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3.
Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi
sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk
ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III) (Gambar 4). Dengan terbentuknya
kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas. Kompleks ini kemudian
direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium yang terpisah. Ditangki ini
bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil iodida yang terbentuk
kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI.

Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol


menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi dan melanjutkan siklus.
Sedangkan asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk
dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti asam propionate. Pemurnian
dilakukan dengan cara destilasi. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar
berikut:

9
Gambar 5 The major unit comprising a commercial-scale Monsanto methanol
operating plant, which uses a rhodium-based catalyst

II.3. Kondisi Operasi Proses Cativa


Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh
carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya
berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang
mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO)2I2]–. Proses ini pertama kali
dikembangkan oleh BP Chemicals dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian
10
Monsanto telah menunjukkan bahwa iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses
carbonylation metanol. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis
iridium bisa dipromosikan dengan bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan
sebuah katalis yang lebih unggul daripada sistem berbasis rhodium. Penggunaan
iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan
demikian dapat mengurangi jumlah kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi
produk samping dan menekan gas air reaksi bergeser. Selain itu, proses ini
memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan proses
Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat sangat kecil dalam produk.
Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2]– dapat dilihat seperti gambar beriktut:

Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida.


Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis
kompleks iridium (gambar 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]- (gambar 2), setelah
terbentuk struktur ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan
keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I]
11
(gambar 3), struktuir ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi
berikatan dengan CH3 (gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas,
sehingga dengan adanya ion I- di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO
lepas dari kompleks dan bereaksi dengan I- membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI
ini kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida
(HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan
methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam
asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor
maka dilakukan destilasi. Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan
proses Cativa dapat dipresentasikan seperti berikut ini.

II.4. Tinjauan Thermodinamika dan Kinetika dari proses produksi asam asetat
dengan metode Monsato dan metode Cativa:
1) Tinjauan Thermodinamika:
CH3OH + CO → CH3COOH
∆𝐻𝑟 = ∆𝐻𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 − ∆𝐻𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛
∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝑂𝐻 = −238660𝐽
∆𝐻𝑓298 𝐶𝑂 = −110525𝐽
∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = −484500𝐽
∆𝐻𝑟 = ∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 − (∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝑂𝐻 + ∆𝐻𝑓298 𝐶𝑂)
∆𝐻𝑟 = −484500 − (−238660 − 110525) = −135315𝐽
o Karena ∆𝐻𝑟 bernilai negatif, maka dapat diketahui reaksi bersifat eksotermis.

12
o Sesuai dengan tinjauan Thermodinamika, pada reaksi eksotermis jika tekanan
diperkecil maka reaksi akan berjalan ke arah reaktan (koefisien besar). Oleh
karena itu tekanan harus diperbesar agar reaksi berjalan ke kanan.
o Jika suhu dinaikkan maka reaksi akan berjalan ke arah reaktan, oleh karena itu
suhu operasi harus diturunkan agar reaksi berjalan ke arah produk.
2) Tinjauan Kinetika:
Sesuai dengan hukum Arrhenius:
𝐸⁄
𝑘 = 𝐴. 𝑒 − 𝑅𝑇

k = konstanta kecepatan reaksi


A = frekuensi faktor tumbukan
E = energi aktivasi dari reaksi
R = konstanta gas ideal
= 1.98 cal/gm-mol.oK
= 1.98 Btu/lb-mol.oR
= 82.06 cm3.atm/gm-mol.oK
T = suhu reaksi
 Sesuai hukum Arrhenius maka semakin tinggi suhu operasi maka semakin
besar nilai konstanta kecepatan reaksi
 Semakin besar nilai konstanta kecepatan reaksi, maka semakin cepat laju
reaksinya sehingga semakin banyak produk yang dihasilkan
𝑘1
𝐴+𝐵→𝐶+𝐷
−𝑟𝐴 = 𝑟𝐶 = 𝑟𝐷 = 𝑘1 𝐶𝐴 𝐶𝐵
 Sesuai dengan persamaan laju reaksi di atas, semakin besar konsentrasi reaktan
maka semakin cepat laju reaksi pembentukan produk.
a. Pemilihan Reaktor :
 Jika jenis reaktor yang dipilih Batch
1 𝑑𝑁𝑖 1 𝑑(𝐶𝑖 𝑉) 1 𝑉𝑑𝐶𝑖 + 𝐶𝑖 𝑑𝑉
𝑟𝑖 = = =
𝑉 𝑑𝑡 𝑉 𝑑𝑡 𝑉 𝑑𝑡
𝑑𝐶𝑖 𝐶𝑖 𝑑𝑉
𝑟𝑖 = +
𝑑𝑡 𝑉 𝑑𝑡
o Semakin besar volume reaktan dalam reaktor maka semakin kecil laju
kecepatan reaksi pembentukan produk. Secara molekular semakin besar

13
volume reaktan dalam reaktor maka jarak antar molekul satu dengan yang lain
akan semakin jauh sehingga frekuensi tumbukan antar reaktan akan semakin
kecil.
 Jika jenis reaktor yang dipilih Continue stirred tank reactor (CSTR)
Q1
CA0

Q2 CA CC

CB CD

Overall
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ± 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 = 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑑(𝜌. 𝑉)
𝜌. 𝑄1 − 𝜌. 𝑄2 ± 0 =
𝑑𝑡
𝜌. 𝑑(𝑉)
𝜌. 𝑄1 − 𝜌. 𝑄2 =
𝑑𝑡
𝑑𝑉
𝑄1 − 𝑄2 =
𝑑𝑡
Neraca Komponen
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ± 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 = 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑑(𝐶𝐶 . 𝑉)
𝐶𝐶0 . 𝑄1 − 𝐶𝐶 . 𝑄2 + 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 =
𝑑𝑡
𝑑𝑉 𝑑𝐶𝐶
0 − 𝐶𝐶 . 𝑄2 + 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 = 𝐶𝐶 +𝑉
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐶
𝐶𝐶 . 𝑄2 + 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 = 𝐶𝐶 (𝑄1 −𝑄2 ) + 𝑉
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐶
𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 = 𝐶𝐶 . 𝑄1 + 𝑉
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐶
𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 − 𝐶𝐶 . 𝑄1 = 𝑉
𝑑𝑡
𝐶𝐶 . 𝑄1 𝑑𝐶𝐶
𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 − = = 𝑟𝐶
𝑉 𝑑𝑡

14
o Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin besar volume reaktor
maka laju pembentukan produk akan semakin kecil. Namun penggunaan
reaktor CSTR lebih efektif daripada reaktor batch, karena pada reaktor CSTR
produk akan secara kontinyu dihasilkan sehingga akan mengurangi waktu
tinggal reaktan dalam reaktor.
o Waktu tinggal reaktan dalam reaktor yang terlalu lama dapat mengurangi hasil
produksi suatu pabrik atau industri sehingga akan kurang menguntungkan bagi
suatu industri.

15
PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode monsato ialah
methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO
menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Katalis rhodium
bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2.
2. Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh
carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto
hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium
yang mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO)2I2]–.
3. Reaksi pembuatan asam asetat adalah reaksi eksotermis karena ∆𝐻𝑟 bernilai
negatif.
4. Pada penggunaan reaktor batch dan kontinyu semakin besar volume maka
kecepatan reaksi pembentukan produknya akan semakin kecil.
5. Penggunaan reaktor CSTR lebih efektif daripada reaktor batch, karena pada
reaktor CSTR produk akan secara kontinyu dihasilkan sehingga akan
mengurangi waktu tinggal reaktan dalam reaktor.
6. Waktu tinggal reaktan dalam reaktor yang terlalu lama dapat mengurangi
hasil produksi suatu pabrik atau industri sehingga akan kurang
menguntungkan bagi suatu industri.

2. Saran
1. Proses produksi asam asetat sebaiknya dilakukan pada tekanan besar dan
suhu rendah.
2. Industri asam asetat akan lebih baik jika menggunakan reactor CSTR.

16
Daftar Pustaka

Jones Jone H., The Cativa Process For The Manufacture Plant Of Acetic Acid
Iridium Catalyst Improves Productivity In An Established Industrial Process.
BP Chemicals Ltd., Hull Research &Technology Centre, Salt End, Hull HU12
8DS, U.K

Li Xuebing and Enrique Iglesia. The Synthesis of Acetic Acid from Ethane, Ethene,
or Ethanol on Mo-V-Nb Oxide. Department of Chemical Engineering,
University of California, Berkeley, CA 94720, USA

Roth J. F. The Production of Acetic Acid Rhodium Catalysed Carbonylation Of


Methanol. Monsanto Co., St. Louis, Missouri

Shakhashiri. 2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. General Chemistry.

17

Anda mungkin juga menyukai