Makalah Asam Asetat
Makalah Asam Asetat
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan
oleh berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil
samping dari pembuatan bir atau anggur.
Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak
lama. Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos
menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat
warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau
campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa
Romawi menghasilkan sapa , sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan
anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang
disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada
peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat
pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan
dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas
Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial
yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak
perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia
yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli
kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya
sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat
anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi
karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi
tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya
reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang
diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida
1
menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat
menghasilkan asam asetat.
Sekarang ini, asam asetat diproduksi baik secara sintetis maupun secara
fermentasi bakteri. Produksi asam asetat melalui fermentasi hanya mencapai sekitar
10% dari produksi dunia utamanya produksi cuka makanan. Aturan menetapkan
bahwa cuka yang digunakan dalam makanan harus berasal dari proses biologis
karena lebih aman bagi kesehatan.
Pembuatan asam asetat sintesis dalam skala industri lebih sering menggunakan
metode karbonilasi methanol. Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dalam
pabrik yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan
katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−), sedangkan proses cativa
menggunakan katalis iridium ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium.
Methanol
2
Nama IUPAC
Methanol
Nama lain
hydroxymethane
methyl alcohol
methyl hydrate
wood alcohol
carbinol
Sifat
Rumus molekul CH3OH
Bahaya
Klasifikasi EU Flammable (F)
Toxic (T)
Titik nyala 11 °C
I.2.2. Iodida
Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi
metil iodide:
MaOH + HI MeI + H2O
3
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]-
sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-
Asam asetat yang jelas, cairan tak berwarna dengan rumus kimia C2H4O2.
Memiliki titik leleh 62,06°F (16.7°C) dan mendidih pada 244,4°F (118°C), kerapatan
1,049g/mL pada 25oC dan flash point 390C. Dalam konsentrasi tinggi,asam asetat
bersifat korosif, memiliki bau tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat
seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan
sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa
4
konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira
sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat
berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga
dapat dideteksi pada uap bersuhu 120°C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di
dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat
murni Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air).
Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi
sekitar 154–157 J mol–1 K–1.
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium,
dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat).
Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa.
Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir
semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam
asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)
5
Densitas dan fase : 1.049 g cm−3, cairan 1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur : 16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)
Titik didih : 118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)
Penampilan : Cairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa) : 4.76 pada 25°C
6
RANCANGAN PROSES
7
iodinepromoted kobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena katalis ini
bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium
bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam
asetat sampai 99 % sedangkan katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90 %
saja. Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,
1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida
2. Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida
menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6). CH3I +
[Rh-kompleks]
Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk
yang baik. Skema pembuatan dalam pabrik dapat dilihat seperti pada gambar berikut:
8
Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor
dan direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan
konversi methanol menjadi metil iodide:
MaOH + HI MeI + H2O
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]-
sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat
CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3.
Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi
sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk
ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III) (Gambar 4). Dengan terbentuknya
kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas. Kompleks ini kemudian
direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium yang terpisah. Ditangki ini
bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil iodida yang terbentuk
kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI.
9
Gambar 5 The major unit comprising a commercial-scale Monsanto methanol
operating plant, which uses a rhodium-based catalyst
Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
II.4. Tinjauan Thermodinamika dan Kinetika dari proses produksi asam asetat
dengan metode Monsato dan metode Cativa:
1) Tinjauan Thermodinamika:
CH3OH + CO → CH3COOH
∆𝐻𝑟 = ∆𝐻𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 − ∆𝐻𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛
∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝑂𝐻 = −238660𝐽
∆𝐻𝑓298 𝐶𝑂 = −110525𝐽
∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = −484500𝐽
∆𝐻𝑟 = ∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 − (∆𝐻𝑓298 𝐶𝐻3 𝑂𝐻 + ∆𝐻𝑓298 𝐶𝑂)
∆𝐻𝑟 = −484500 − (−238660 − 110525) = −135315𝐽
o Karena ∆𝐻𝑟 bernilai negatif, maka dapat diketahui reaksi bersifat eksotermis.
12
o Sesuai dengan tinjauan Thermodinamika, pada reaksi eksotermis jika tekanan
diperkecil maka reaksi akan berjalan ke arah reaktan (koefisien besar). Oleh
karena itu tekanan harus diperbesar agar reaksi berjalan ke kanan.
o Jika suhu dinaikkan maka reaksi akan berjalan ke arah reaktan, oleh karena itu
suhu operasi harus diturunkan agar reaksi berjalan ke arah produk.
2) Tinjauan Kinetika:
Sesuai dengan hukum Arrhenius:
𝐸⁄
𝑘 = 𝐴. 𝑒 − 𝑅𝑇
13
volume reaktan dalam reaktor maka jarak antar molekul satu dengan yang lain
akan semakin jauh sehingga frekuensi tumbukan antar reaktan akan semakin
kecil.
Jika jenis reaktor yang dipilih Continue stirred tank reactor (CSTR)
Q1
CA0
Q2 CA CC
CB CD
Overall
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ± 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 = 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑑(𝜌. 𝑉)
𝜌. 𝑄1 − 𝜌. 𝑄2 ± 0 =
𝑑𝑡
𝜌. 𝑑(𝑉)
𝜌. 𝑄1 − 𝜌. 𝑄2 =
𝑑𝑡
𝑑𝑉
𝑄1 − 𝑄2 =
𝑑𝑡
Neraca Komponen
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ± 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 = 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑑(𝐶𝐶 . 𝑉)
𝐶𝐶0 . 𝑄1 − 𝐶𝐶 . 𝑄2 + 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 =
𝑑𝑡
𝑑𝑉 𝑑𝐶𝐶
0 − 𝐶𝐶 . 𝑄2 + 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 = 𝐶𝐶 +𝑉
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐶
𝐶𝐶 . 𝑄2 + 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 = 𝐶𝐶 (𝑄1 −𝑄2 ) + 𝑉
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐶
𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 = 𝐶𝐶 . 𝑄1 + 𝑉
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐶
𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 . 𝑉 − 𝐶𝐶 . 𝑄1 = 𝑉
𝑑𝑡
𝐶𝐶 . 𝑄1 𝑑𝐶𝐶
𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵 − = = 𝑟𝐶
𝑉 𝑑𝑡
14
o Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin besar volume reaktor
maka laju pembentukan produk akan semakin kecil. Namun penggunaan
reaktor CSTR lebih efektif daripada reaktor batch, karena pada reaktor CSTR
produk akan secara kontinyu dihasilkan sehingga akan mengurangi waktu
tinggal reaktan dalam reaktor.
o Waktu tinggal reaktan dalam reaktor yang terlalu lama dapat mengurangi hasil
produksi suatu pabrik atau industri sehingga akan kurang menguntungkan bagi
suatu industri.
15
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode monsato ialah
methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO
menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Katalis rhodium
bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2.
2. Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh
carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto
hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium
yang mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO)2I2]–.
3. Reaksi pembuatan asam asetat adalah reaksi eksotermis karena ∆𝐻𝑟 bernilai
negatif.
4. Pada penggunaan reaktor batch dan kontinyu semakin besar volume maka
kecepatan reaksi pembentukan produknya akan semakin kecil.
5. Penggunaan reaktor CSTR lebih efektif daripada reaktor batch, karena pada
reaktor CSTR produk akan secara kontinyu dihasilkan sehingga akan
mengurangi waktu tinggal reaktan dalam reaktor.
6. Waktu tinggal reaktan dalam reaktor yang terlalu lama dapat mengurangi
hasil produksi suatu pabrik atau industri sehingga akan kurang
menguntungkan bagi suatu industri.
2. Saran
1. Proses produksi asam asetat sebaiknya dilakukan pada tekanan besar dan
suhu rendah.
2. Industri asam asetat akan lebih baik jika menggunakan reactor CSTR.
16
Daftar Pustaka
Jones Jone H., The Cativa Process For The Manufacture Plant Of Acetic Acid
Iridium Catalyst Improves Productivity In An Established Industrial Process.
BP Chemicals Ltd., Hull Research &Technology Centre, Salt End, Hull HU12
8DS, U.K
Li Xuebing and Enrique Iglesia. The Synthesis of Acetic Acid from Ethane, Ethene,
or Ethanol on Mo-V-Nb Oxide. Department of Chemical Engineering,
University of California, Berkeley, CA 94720, USA
17