Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Bijih Besi

Bijih besi dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya adalah golongan oksida,
sulfida, dan hidroksida. Golongan oksida meliputi hematit dan magnetit
sedangkan untuk golongan sulfida seperti pirit, kalkopirit, arsenopirit, dan pirotit.
Limonit dan goetit termasuk ke dalam golongan hidroksida.

Goetit merupakan mineral hidroksida besi memiliki sistem kristal orthorhombik


berwarna kuning kecoklatan, massa jenisnya 4,3, dan tingkat kekerasan 5,3.
Goetit atau bog iron ore umumnya memiliki kadar Fe sebesar 63% dan sulit untuk
diolah secara komersial jika kadar pengotor (Mn) lebih dari 5 %. Persebaran
goetit terdapat di daerah deposit bagian bawah lapisan tanah berlumpur
diantaranya di Alsace-Lorraine, Wespalia, Bohemia, dan Danau Superior serta
Gunung Apalachian di wilayah Amerika Serikat (Mottana,1977).

Gambar 2.1 Goetit (Pellant,1992)

Limonit atau bijih besi lumpur (bog iron ore) dengan rumus kimia Fe2O3.nH2O
merupakan kumpulan mineral yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrasi
mineral besi primer. Limonit ini dapat berupa stalaktit yang berwarna coklat karat

Bab II Teori Dasar 8


(gossan) dengan goresan coklat kekuningan. Di permukaan tanah limonit berupa
lapisan kuning cokelat atau topi besi (iron hat) yang menutupi lapisan bijih
sulfida. Di alam limonit ditemukan pada urat-urat bijih besi yang mengandung
mineral besi primer. Di alam limonit juga berperan sebagai semen alami yang
mengikat batuan sedimen (pasir) di batuan konglomerat. Di lingkungan air seperti
rawa-rawa dan tanah berlumpur, limonit terbentuk melalui proses penguapan pada
mineral bijih besi yang dibantu bakteri-bakteri (Mottana,1977).

Gambar 2.2 Limonit (Pellant,1992)

Hematite merupakan mineral besi golongan oksida dengan rumus kimia Fe2O3.
Hematit biasanya berbentuk tipis dan pipih. Mineral ini memiliki permukaan yang
dapat berubah warna jika sinar datang dari berbagai arah (iridescent). Hematit
berwarna kemerahan atau merah tua, abu-abu gelap, dan hitam. Mineral ini
memiliki tingkat kekerasan 5,5-6,5 dan massa jenisnya 4,2 sampai 5,25. Hematit
memiliki sistem kristal rhombohedral formasi raksasa (massive formation)
berbentuk kelopak mawar (iron rose).

Seringkali warna batuan dari mineralnya merah dan coklat kemerahan, bersifat
opaque dengan kilap metalik. Hematit memiliki goresan merah cerry gelap yang
mudah untuk dibedakan antara hematit, magnetit, dan ilmenit. Hematit akan larut
jika mineral ini dipanaskan dengan asam hidroklorik. Mineral ini terbentuk dari

Bab II Teori Dasar 9


proses oksidasi yang banyak ditemukan pada batuan beku. Daerah deposit
terbesar terdapat di danau Superior (USA), Quebec (Kanada), Venezuela, Brasil,
dan Angola. Hematit merupakan mineral utama dari logam besi dan biasanya
digunakan juga sebagai zat pewarna (pigmen) dan polishing powder
(Mottana,1977).

Gambar 2.3 Hematit (Pellant,1992)

Magnetit atau lodestone (magnet alam) berwarna hitam dan tidak tembus cahaya
dengan rumus kimia Fe3O4. Mineral ini memiliki susunan kristal sistem isometrik
berupa oktahedron dan dodecahedron. Selain itu, mineral ini memiliki massa jenis
5,18 dan tingkat kekerasan 5,5 – 6,5. Mineral ini memiliki sifat fisik berupa kilap
logam, ferromagnetik dan goresan berwarna hitam. Magnetit akan larut perlahan
dengan asam hidroklorik. Magnetit juga mengandung titanium atau chromium.
Daerah deposit magnetit yaitu berada di Norwegia, Romania, Rusia, dan Afrika
Selatan (Mottana,1977).

Bab II Teori Dasar 10


Gambar 2.4 Magnetit (Pellant,1992)

Ilmenit merupakan mineral golongan oksida dengan rumus kimia FeTiO3. Mineral
ini memiliki sistem kristal heksagonal dan tingkat kekerasan 5–6. Mineral ini juga
tidak tembus cahaya dan memiliki kilap sub-logam. Mineral ini berwarna hitam
atau coklat gelap dengan goresan berwarna hitam sampai coklat kemerahan.
Ilmenit akan larut berbentuk bubuk jika terkonsentrasi dengan asam hidroklorik.
Jika dipanaskan mineral ini cenderung bersifat magnetik dan kurang magnetik
dalam kondisi dingin. Karakteristik fisik bervariasi tergantung dengan jumlah
magnesium dalam solid solution. Ilmenit membentuk solid solution dengan
geikelite MgTiO3. Pada lingkungan batuan plutonik ilmenit terbentuk sebagai
produk segregasi temperatur tinggi yang juga terjadi di daerah pegmatites dan
nepheline syenittes. Daerah konsentrasi terbesar ilmenit terletak pada pasir
terutama pada pasir laut atau batuan metamorphik seperti pada klorit. Kristal
ilmenit besar ditemukan di daerah diorit di Kragero (Norwegia) sementara kristal
berukuran kecil bersinar dan berbentuk menarik ditemukan di Novara (Italia) dan
kawasan St.Gotthard (Swiss). Kristal ilmenite berukuran 2,5 cm (1 inch)
ditemukan di kota Orange dan Warwick (NewYork). Deposit terbesar di
Norwegia, India, Brasil, Kanada, Florida, dan Rusia. Ilmenite merupakan bijih
utama dari titanium (Mottana,1977).

Bab II Teori Dasar 11


Gambar 2. 5 Ilmenit (Pellant,1992)

Bijih besi yang terdapat di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga golongan
diantaranya (Alam, 2007) :

1. Golongan bijih besi primer


Golongan ini umumnya berasal dari bijih hematit atau magnetit atau
campuran keduanya. Kandungan Fe bervariasi, dari kandungan rendah
(low grade) hingga kandungan tinggi (high grade). Bijih besi high grade
memiliki kandungan Fe di atas 60 % sehingga dapat langsung digunakan
sebagai bahan baku pembuatan baja. Sementara bijih besi low grade
memiliki kandungan Fe yang rendah sehingga harus diberikan perlakuan
benefisiasi agar kadar Fe-nya meningkat.

Penyebaran bijih besi primer ini antara lain di Ketapang, Tamalang,


Belitung, dan Solok. Golongan bijih besi primer dibedakan ke dalam dua
jenis, yaitu :

a. Bijih besi hematit


Jenis ini biasanya terdapat bersama pengotor seperti silika dan
alumina. Proses peningkatan kadar besi biasanya dilakukan dengan
cara flotasi atau dengan menggunakan alat magnetic separator
intensitas tinggi. Jenis ini merupakan bahan baku utama pembuatan
besi baja.

Bab II Teori Dasar 12


b. Bijih besi magnetit
Jenis bijih ini memiliki sifat magnetit yang kuat dibandingkan dengan
bijih besi hematit sehingga proses peningkatan kadar Fe-nya dapat
dilakukan dengan menggunakan alat magnetic separator intensitas
tinggi. Penyebaran bijih besi jenis ini antara lain di daerah Pagelaran –
Lampung, Air Abu – Sumatera Barat, dan Tapin – Kalimantan Selatan.

2. Golongan bijih besi laterit


Golongan bijih besi ini berasal dari pelapukan batuan yang kaya akan besi.
Jenis mineral dan mineraloid utamanya berupa goetit atau limonit. Kadar
besi tidak terlalu tinggi, sekitar 35-45 persen (ada yang mencapai 50
persen atau lebih) karena mengandung air kristal. Proses benefisiasinya
relatif sulit bila dibandingkan dengan benefisiasi jenis hematit dan
magnetit. Penyebarannya di Indonesia antara lain di daerah Sebuku,
Pomala dan Halmahera.

3. Golongan Pasir besi


Golongan ini memiliki sifat magnet yang kuat dengan kandungan besi
rendah, sekitar 25-40 persen karena mengandung titanoksida. Jenis
mineral utamanya berupa titanomagnetit. Proses benefisiasi dapat
dilakukan dengan alat magnetic separator intensitas rendah. Di Indonesia
terdapat di daerah Yogyakarta.

2.2 Proses Pengolahan Mineral

Proses pengolahan mineral sangat penting dalam memegang peran peningkatan


kadar logam dan keekonomisannya. Proses tersebut meliputi beberapa tahapan
proses antara lain yaitu kominusi, pengayakan, konsentrasi, dan material
handling.

Bab II Teori Dasar 13


2.2.1 Kominusi

Kominusi adalah usaha pengecilan ukuran bijih hasil proses penambangan agar
dapat diproses lebih lanjut. Proses ini terdiri dari dua tahapan yaitu peremukan
(crushing) dan penggerusan (grinding) bijih (Kelly dan Spottiswood,1982).

Tujuan tahap kominusi adalah sebagai berikut :

1. Membebaskan mineral berharga dari ikatannya dengan mineral pengotor.


Keterbebasan mineral berharga ini dinyatakan dengan derajat liberasi.
2. Mengecilkan ukuran partikel agar sesuai dengan metoda pemisahan yang
akan dilakukan.
3. Mengekspos/memunculkan mineral berharga. Hal ini dilakukan untuk
keperluan proses flotasi maupun proses hidrometalurgi dimana mineral
berharga yang terekspos dapat diapungkan atau larut dalam pelarut.
4. Memperbesar luas permukaan mineral sehingga kecepatan reaksi pelarutan
dapat berlangsung dengan baik.
5. Memenuhi permintaan pasar.

2.2.1.1 Proses Peremukan (Crushing)

Proses peremukan (crushing) merupakan proses reduksi atau pengecilan ukuran


bijih material yang berukuran kasar sekitar 50 mm–3 mm (Kelly dan Spottiswood,
1982). Proses ini dilakukan dengan menggunakan alat peremuk (crusher). Dalam
proses peremukan ini dikenal dua proses utama, yaitu proses peremukan tahap
pertama dan peremukan tahap kedua. Dengan proses peremukan tahap pertama,
ukuran mineral dapat direduksi hingga menjadi 25 mm. Alat yang digunakan pada
proses ini antara lain jaw crusher atau gyratory crusher (Gaudin,1939).

Proses selanjutnya adalah proses peremukan tahap kedua, dimana reduksi ukuran
dilakukan dari 25 mm hingga mencapai 3 mm. Alat untuk proses ini antara lain
cone crusher, roll crusher, dan impact crusher (Gaudin,1939).

Bab II Teori Dasar 14


Gambar 2.6 Jaw Crusher

Gambar 2.7 Roll Crusher

2.2.1.2 Proses Penggerusan (Grinding)

Proses penggerusan (grinding) merupakan proses reduksi atau pengecilan ukuran


bijih atau material yang berukuran halus. Proses penggerusan merupakan
kelanjutan dari proses peremukkan. Berdasarkan media penggerusannya proses ini
dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Kelly dan Spottiswood, 1982) :

1. Ball mill, media penggerus berupa bola baja atau keramik,


2. Rod mill, media penggerus berupa batang-batang baja,

Bab II Teori Dasar 15


3. Pebble mill,media penggerus berupa batuan yang keras,
4. Autogeneous mill, tanpa media penggerus atau media penggerusnya adalah
bijih itu sendiri.
5. Semi-autogeneous mill, media penggerusnya adalah bijih itu sendiri
ditambah bola-bola baja.

Dari kelima jenis alat di atas, ball mill lebih sering digunakan pada proses
kominusi akhir hingga diperoleh ukuran partikel yang halus. Hal ini disebabkan
media penggerus yang berbentuk bola memiliki luas permukaan persatuan berat
yang lebih besar daripada media batang pada rod mill.

Gambar 2.8 Ball Mill (Jar Mill)

Gambar 2.9 Bola keramik

Bab II Teori Dasar 16


Tiga mekanisme proses penggerusan (Wills,1981), yaitu :

1. Tumbukan (impact) atau kompresi (compression), yaitu proses


penggerusan dimana melibatkan gaya yang tegak lurus permukaan
partikel.

Gambar 2.10 Impact atau Compression


2. Chipping, yaitu proses penggerusan dimana melibatkan gaya yang
membentuk sudut dengan permukaan partikel.

Gambar 2.11 Chipping


3. Abrasi, yaitu proses penggerusan akibat adanya gesekan pada permukaan
partikel.

Gambar 2.12 Abrasi

Proses peremukan selalu dilakukan dengan cara kering sedangkan proses


penggerusan dilakukan dengan cara basah atau kering.

Ada beberapa faktor penentuan penggerusan dengan cara basah atau dengan cara
kering (Kelly dan Spottiswood, 1982), yaitu :

1. Penggerusan dengan cara basah membutuhkan energi yang lebih rendah


dibandingkan cara kering.
2. Proses pengklasifikasian dengan cara basah relatif mudah dan memerlukan
ruang/tempat yang lebih kecil dibandingkan cara kering.

Bab II Teori Dasar 17


3. Proses penggerusan cara basah lebih ekonomis karena tidak memerlukan
dust collector dan tidak adanya proses pengeringan terlebih dahulu.
4. Korosi sering terjadi untuk penggerusan dengan cara basah sehingga
proses ini diperlukan konsumsi media gerus dan bahan pelapis yang lebih
banyak.

2.2.2 Pengayakan (Screening)

Proses pengayakan atau screening merupakan proses sizing atau pemisahan


mekanik yang berdasarkan ukuran bijih yang dilakukan setelah proses
penggerusan. Proses pengayakan akan memisahkan mineral-mineral berdasarkan
ukurannya. Alat yang digunakan berupa ayakan (screen). Untuk mineral-mineral
yang sangat halus screen dapat dibuat dari kawat logam yang ditenun (woven
metal wire).

Tujuan utama proses pengayakan (Wills, 1981), yaitu :

1. Mempersiapkan umpan yang berselang ukuran kecil untuk proses


konsentrasi.
2. Mencegah material-material undersize masuk ke dalam proses kominusi
ukuran kasar, misalnya operasi peremukan dan penggerusan mineral
halus.sehingga meningkatkan kapasitas dan efisiensi produk.
3. Mencegah material-material oversize masuk ke tahap berikutnya pada
operasi kominusi sirkuit tertutup.
4. Menghasilkan produk dalam kelompok fraksi ukuran tertentu.

Analisis hasil ayakan berupa fraksi sampel yang lolos dari bidang ayakan terhadap
sampel yang diayak. Analisis tersebut diberikan dalam bentuk basis kumulatif dari
setiap persentase sampel yang tidak lolos pada masing-masing screen.

Bab II Teori Dasar 18


Gambar 2.13 Seri Ayakan (Sieve Series)

Ukuran ayakan sudah tertentu dan biasanya dinyatakan dalam satuan mesh. Mesh
adalah satuan untuk menyatakan banyaknya lubang ayakan dalam satu inchi
panjang linier. Misalnya ukuran ayakan 100 mesh, artinya terdapat 100 lubang
ayakan dalam satu inchi panjang linier. Konversi ukuran mesh–µm pada ayakan
ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Konversi ukuran ayakan mesh-µm


(Kelly dan Spotiswood, 1982)
Ukuran Ayakan
Standar ASTM Standar Tyler
(mm) (µm) (mesh) (mesh)
0,850 850 20 20
0,710 710 25 24
0,500 500 35 32
0,425 425 40 35
0,300 300 50 48
0,212 212 70 65
0,150 150 100 100
0,106 106 140 150
0,075 75 200 200
0,045 45 325 325

2.2.3 Konsentrasi

Tahap konsentrasi adalah tahap pemisahan yang didasarkan pada sifat-sifat fisik
dari mineral yang akan dipisahkan. Makin besar perbedaan sifat fisiknya akan
semakin baik hasil konsentrasinya.

Bab II Teori Dasar 19


Berdasarkan sifat fisik mineral, proses konsentrasi digolongkan ke dalam lima
kelompok (Wills, 1981), yaitu :

1. Sorting, pemisahan yang didasarkan pada perbedaan sifat optik (warna dan
kilap) dari mineral yang akan pisahkan.
2. Konsentrasi gravitasi (gravity concentration), didasarkan pada perbedaan
berat jenis dari mineral yang akan dipisahkan.
3. Pemisahan magnetik (magnetic separation), didasarkan pada perbedaan
sifat magnet dari mineral yang akan dipisahkan.
4. Pemisahan elektrostatik (electrostatic separation), didasarkan pada sifat
konduktivitas listrik dari mineral yang akan dipisahkan dan
5. Flotasi (flotation), didasarkan pada sifat permukaan mineral.

2.2.3.1 Konsentrasi Gravitasi

Konsentrasi gravitasi merupakan metode pemisahan mineral berdasarkan berat


jenis dan pengaruh gaya gravitasi, gaya dorong air, gaya gesek partikel, dan gaya
sentrifugal sehingga mempengaruhi perbedaan kecepatan pengendapan partikel
mineral dalam suatu media fluida. Proses konsentrasi dapat dilakukan dengan baik
bila memiliki syarat utama yaitu perbedaan berat jenis mineral berharga dengan
pengotor relatif besar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan relatif partikel mineral dalam fluida


diantaranya ukuran, bentuk, dan berat jenis mineral yang akan dipisahkan.
Perbedaan ini akan mempengaruhi besarnya kecepatan terminal partikel mineral
tersebut dalam fluida.

Kecepatan terminal suatu partikel dinyatakan sebagai berikut (Gaudin,1939) :

Bab II Teori Dasar 20


1. Untuk partikel berukuran kasar (diameter partikel lebih besar dari 0,5 cm)
dengan menggunakan persamaan Newton, yaitu:

4.g.d ( D p − D f )
Vt = (2-1)
3.Q.D f

2. Untuk partikel berukuran halus (diameter partikel lebih kecil dari 50 µm)
dengan menggunakan persamaan Stokes, yaitu:
g .d 2 ( D p − D f )
Vt = (2-2)
18µ

Dengan g = percepatan gravitasi


d = diameter partikel
Q = koefisien gesek atau tahanan spesifik
Dp= densitas padatan
Df = densitas fluida
µ = viskositas fluida
Vt = kecepatan terminal

Berdasarkan sifat gerak medianya, konsentrasi gravitasi dapat dibagi menjadi tiga
macam (Kelly dan Spottiswood, 1982), yaitu :

1. Pemisahan dalam media yang relatif tenang, contohnya adalah sink and
float separation atau heavy media separation.
2. Pemisahan dalam media yang bergerak horizontal/miring, contohnya
adalah pemisahan pada meja goyang dan humprey spiral dan
3. Pemisahan dalam media yang bergerak vertikal, contohnya adalah jigging.

2.2.3.2 Konsentrasi Gravitasi Metode Tabling

Proses konsentrasi metode tabling merupakan salah satu proses konsentrasi tertua.
Proses ini sudah digunakan sejak abad ke-19. Alat yang digunakan adalah meja
goyang. Meja goyang merupakan alat konsentrasi mineral yang memanfaatkan

Bab II Teori Dasar 21


gerakan fluida dan hentakan meja untuk memisahkan mineral-mineral dari
pengotornya. Secara umum, mineral-mineral yang dapat diproses pada meja
goyang berukuran lebih halus dibandingkan dengan ukuran mineral yang diproses
dengan metoda jigging (Curie, 1973).

(1). Komponen-komponen Meja Goyang


Komponen komponen yang terdapat pada meja goyang dijelaskan sebagai berikut:

a. Head motion
Head motion tertutup merupakan komponen utama atau dasar dari meja
goyang. Seperangkat head motion yang terdiri dari beberapa bagian antara
lain kedua pitman yang terbuat dari besi tempa, toggle yang terbuat dari
besi cor, dan roller bearing yang dilindungi oleh minyak pelumas yang
mengendalikan gaya gesek tertentu (Wills,1981). Bagian bagian alat dari
head motion ditunjukkan pada Gambar 2.14

Gambar 2.14 Head Motion dari Wilfley Table (Taggart,1976)

Bagian-bagian dari head motion ( Gambar 14) :


a. Pitman
b. Pulley-driven eccentric
c. Toggle
d. Yoke
e. Fixed block
f. Spring atau Pegas
g. Fixed block
h. Rod ( penghubung yoke dengan meja)

Bab II Teori Dasar 22


Mekanisme kerja alat head motion diawali dengan proses ketika meja
goyang sedang tidak dioperasikan spiral pegas (spring) dalam kondisi
memanjang atau meregang dan toggle dalam keadaan mendatar. Saat meja
goyang mulai dioperasikan, kedua pitman bergerak secara eksentrik
sehingga toggle dalam keadaan miring. Akibatnya dek meja bergerak ke
belakang atau mundur sampai pitman bergerak miring mencapai titik
paling atas dan spiral pegas merapat. Lalu pitman kembali bergerak turun
sehingga toggle dalam keadaan mendatar lagi dan spiral pegas kembali
merenggang. Akibatnya dek meja kembali bergerak maju ke depan.
Gerakan maju mundur terus berulang ketika meja goyang dioperasikan.
Gerakan tersebut bersifat asimetris karena gerakan mundur (tarik) lebih
kuat dibandingkan gerakan maju (dorong) (Gaudin, 1939).

b. Pengatur stroke (stroke adjustment)


Pengatur stroke pada meja goyang berupa sekrup yang dapat diputar yang
terdapat pada bagian luar head motion. Sekrup tersebut bila diputar ke arah
kanan, panjang sekrup akan semakin memendek mengakibatkan frekuensi
stroke makin berkurang dan panjang stroke semakin besar. Sekrup ini
berhubungan langsung dengan spiral pegas. Hal ini dapat dilihat bila
sekrup memendek, spiral pegas semakin ditekan ke dalam akibatnya gaya
lawan pegas bekerja makin besar dan pegas akan sulit bergerak merapat-
merenggang (Outokumpu,2007).

Bab II Teori Dasar 23


Gambar 2.15 Head Motion dengan pengatur stroke
ditunjukkan tanda panah warna merah

c. Pengatur kemiringan
Kemiringan dek memegang peranan penting dalam operasi meja
goyang yang berkisar 1o-6o. Kemiringan dek dapat diatur dengan
memutar kran sekrup di bagian bawah dek. Konektor yang terpasang
miring merupakan penghubung antara dek dan kran sekrup. Besi
penumpu terdapat dibagian atas dari konektor yang berfungsi
menumpu dek. Bila kran sekrup diputar ke kanan besi penumpu akan
bergerak mendorong konektor sehingga kemiringan dek bertambah
(Outokumpu,2007).

d Dek (meja)
Dek merupakan alas meja berbahan koefisien gesek tinggi tempat
terjadinya proses tabling dan stratifikasi mineral yang terbuat dari
kayu, linoleum, karet, dan plastik dengan riffle yang tersusun di
atasnya (Wills, 1981).

Bab II Teori Dasar 24


Feed Box
Head Motion
Water Box
Dek(Meja)
Wadah
Wadah Penampung
Penampung Tailing
Konsentrat
Wadah
Penampung
Midling

Gambar 2.16 Komponen-komponen Wilfley Table

e. Riffle
Riffle berperan penting dalam peningkatan kapasitas di operasi meja
goyang. Riffle adalah suatu media sejenis tanggul yang ditempelkan di
atas dek dengan pola tertentu. Tipe riffle bermacam-macam sesuai
penggunaan masing-masing proses tabling. Biasanya riflle terbuat dari
kayu mahoni atau dari jenis kayu keras di atas permukaan dek yang
terlapisi linoleum. Riffle biasanya memiliki ketebalan ½ inch dan lebar
¼ inch (Gaudin,1939). Riffle berfungsi untuk menahan partikel-
partikel berat agar tidak ikut terbawa aliran air pencuci dengan
membentuk arus eddy yang akan membantu proses konsentrasi mineral
umpan dan membentuk aliran turbulen yang mengakibatkan terjadinya
efek stratifikasi. Hubungan riffle dengan ukuran partikel dijelaskan
bahwa jika tinggi riffle terlalu rendah (bila dibandingkan terhadap
diameter partikel), maka partikel akan mudah terbawa laju aliran air
pencuci menuju ke zona tailing. Apabila tinggi riffle sangat tinggi
maka arus eddy tidak mampu mengaduk dan mengangkat partikel yang
berada di lapisan terbawah di daerah antar riffle. Oleh karena itulah,
partikel kasar yang mempunyai diameter besar membutuhkan riffle
yang tinggi sedangkan partikel halus membutuhkan riffle yang
rendah.(Burt,1984).

Bab II Teori Dasar 25


(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 2.17 Tipe riffle pada wilfley table (Taggart,1976)(a)pola standard riffle,
(b)tipe finishing riffle, (c)tipe roughing riffle dan (d) 1623 riffle

f. Drives (motor penggerak)


Motor merupakan komponen sumber penggerak meja goyang dengan
sumber energi berupa listrik atau bahan bakar minyak. Putaran rotor
pada motor ini harus bersifat stabil pada wilfley table
(Outokumpu,2007).

g. Kotak umpan (feed box) dan kotak air pencuci (water box)
Kotak umpan (feed box) merupakan kotak yang terletak di ujung kiri
atas dari dek. Kotak ini berfungsi sebagai tempat jatuh umpan dari
feeder ke atas permukaan dek melalui celah-celah pada bagian bawah
dinding kotak umpan yang selanjutnya aliran umpan menuju
permukaan dek.

Bab II Teori Dasar 26


Kotak air (water box) berada diantara kotak umpan dan saluran air
yang berfungsi mengalirkan air bersih ke atas permukaan dek melalui
celah di bagian bawah kotak tersebut. Selain itu, saluran air dengan
gate-gate mengatur aliran air bersih tersebut yang akan membantu
membersihkan dan mendorong mineral-mineral berat yang terjebak
dalam pengotor selama lintasan riffle.

h. Wadah penampung konsentrat, midling, dan tailing (launder)


Wadah penampung konsentrat, midling dan tailing ditempatkan di
sepanjang sisi yang lebih rendah permukaannya. Produk pemisahan
berupa konsentrat, midling dan tailing akan masuk pada wadah
penampungan masing-masing.
(2). Variabel-variabel Operasi pada Meja Goyang

Variabel-variabel operasi dapat diatur pada meja goyang untuk mengoptimalkan


proses pemisahan mineral. Gaudin (1939) membagi variabel menjadi dua jenis,
yaitu variabel rancangan dan variabel operasi. Variabel rancangan adalah variabel
yang sudah tetap. Variabel ini didasarkan pada fungsi dan tujuan penggunaan alat.
Variabel rancangan meliputi bentuk dan ukuran meja, bentuk dan susunan riffle,
bahan pelapis permukaan meja serta kadar dan ukuran umpan. Sementara variabel
operasi merupakan variabel-variabel yang dapat diubah selama proses konsentrasi
berlangsung untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Variabel ini meliputi
panjang dan frekuensi stroke, laju pengumpanan, berat jenis pulp umpan,
kemiringan dek, dan letak penampungan produk.

Kelly dan Spottiswood (1982) membagi variabel-variabel tersebut dalam empat


bagian, yaitu variabel rancangan, kecepatan langkah, stroke dan kendali operasi.
Variabel rancangan meliputi bentuk meja, bentuk riffle, susunan riffle, bahan
pelapis permukaan meja dan kadar umpan. Kecepatan motor dan pulley size
termasuk dalam variabel kecepatan langkah. Sementara toggle dan setting getaran

Bab II Teori Dasar 27


termasuk dalam variabel stroke. Variabel kendali operasi mencakup kemiringan
meja, berat jenis pulp, laju air pencuci, dan letak penampungan produk.

Pada operasi konsentrasi dengan menggunakan meja goyang, variabel yang dapat
diatur oleh operator adalah variabel operasi. Hakim (1997) menggunakan variabel
operasi laju air pencuci, kadar umpan, berat jenis pulp, laju pengumpanan,
kemiringan meja, dan frekuensi stroke yang memfokuskan variabel panjang
stroke, laju air pencuci, laju pengumpanan, dan kemiringan dek untuk melihat
pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap kadar dan perolehan.

Wijaya (2006) menititkberatkan menggunakan variabel operasi kemiringan dek,


ukuran butiran dan frekuensi stroke untuk melihat pengaruh ketiga variabel
tersebut terhadap peningkatan kadar dan perolehan.
(3). Proses Pemisahan pada Meja Goyang

Proses konsentrasi metode tabling merupakan proses pemisahan secara gravitasi


dengan prinsip utama perbedaan berat jenis mineral-mineral logam berharga dan
pengotornya. Jika perbedaan berat jenis tersebut besar maka pemisahan secara
gravitasi relatif mudah dilakukan akan tetapi bila sebaliknya maka pemisahan
dengan metode tabling sulit dilakukan.

Kriteria konsentrasi (KK) merupakan suatu perkiraan apakah proses konsentrasi


gravitasi dapat diterapkan untuk memisahkan mineral-mineral yang mempunyai
perbedaan berat jenis serta selang ukuran yang dapat dipakai serta secara spesifik
untuk menilai tingkat kesulitan pemisahan. KK merupakan hubungan antara berat
jenis mineral berat, pengotor, dan fluida yang digunakan untuk pemisahan. KK
dinyatakan dengan persamaan (Wills, 1981):

Dh − D
KK = f
(2-3)
Dl − D f

Dengan Dh = berat jenis mineral berat

Bab II Teori Dasar 28


Dl = berat jenis mineral ringan
Df = berat jenis fluida yang digunakan

Tabel 2.2 menyatakan hubungan antara nilai KK dan tingkat kemudahan


pemisahan mineral berharga dan pengotornya dengan proses konsentrasi gravitasi

Tabel 2.2 Penggolongan pemisahan mineral berdasarkan


kriteria konsentrasi (KK) (Taggart,1976)

Nilai KK Keterangan untuk Pemisahan Mineral


Pemisahan mineral tidak mungkin
< 1,25
dilakukan dengan konsentrasi gravitasi
Pemisahan mineral masih dapat dilakukan
pada ukuran gravel (kerikil) 1-10 mm atau
1,25 – 1,5
16 mesh sampai 0,371 inch tapi tidak pada
ukuran sand 0,05-1 mm.
Pemisahan mineral kemungkinan sulit
1,5 – 1,75 dilakukan. Batas maksimal ukuran partikel
(commercial lower size) sekitar 10 mesh
Pemisahan mineral dapat dilakukan pada
1,75 – 2,5 ukuran yang lebih halus daripada -65 +100
mesh.
Pemisahan mineral sangat mudah dilakukan
> 2,5
untuk semua ukuran partikel.

Bab II Teori Dasar 29


Proses pemisahan terjadi akibat adanya tiga gaya yang bekerja pada partikel
dalam fluida (Gaudin,1939), yaitu :

1. Gaya gravitasi. Untuk partikel bulat dengan jari-jari r, maka gaya gravitasi
sepanjang kemiringan adalah:
F1 = m . g .sin α (2-4)
4
F1 = π r3 g (Dp – Df) sin α (2-5)
3

dengan F1 = Gaya tarik gravitasi


Dp = Berat jenis partikel
Df = Berat jenis fluida
α = Sudut film terhadap arah horisontal

2. Gaya gesek antara partikel dengan permukaan bidang, dinyatakan dengan:


4
F2 = - π r3 g ф (Dp – Df) cos α (2-6)
3

F2 = gaya gesek partikel dengan permukaan bidang


ф = koefisien gesek

3. Gaya dorong fluida akan menyebabkan partikel dan fluida akan sama-
sama bergerak dengan kecepatan tertentu sehingga terjadi stratifikasi
secara vertikal (startifikasi diantara riffle) dan stratifikasi horisontal
(stratifikasi melintasi riffle). Di setiap pergerakan partikel dan fluida
terdapat tahanan partikel di dalam fluida merupakan fungsi dari kecepatan
pengendapan partikel relatif lambat dan aliran fluida yang bersifat laminer.
Gaya dorong fluida dengan adanya tahanan fluida adalah jumlah semua
gaya yang terjadi di partikel itu sendiri. Diasumsikan tahanan tersebut
merupakan tahanan stokes maka :
R=6πµrV
Sehingga gaya dorong fluida adalah:

Bab II Teori Dasar 30


9
F3 = - k π r3 g Df sin α + 6 k π r2 g θ Df sin α – 6 k π r µ vp (2-7)
2

dengan k = koefisien rancangan


F3 = gaya dorong fluida
vp = kecepatan partikel
θ = tebal aliran fluida
µ = viskositas fluida

Peranan ketiga gaya tersebut sangat menentukan perlapisan (stratifikasi) dan


urutan partikel dengan partikel besar ringan paling depan diikuti partikel kecil
ringan. Kemudian diikuti partikel besar berat serta partikel kecil berat paling
akhir.
Variabel-variabel yang menentukan kinerja ketiga gaya tersebut dalam proses
stratifikasi partikel, yaitu :

a. Pengaruh Riffle pada Proses pemisahan

Riffle yang terdapat pada meja berfungsi untuk menyebabkan arus


putar (arus eddy) di sekitarnya. Arus tersebut mengaduk dan
mengangkat partikel-partikel yang tersangkut di antara riffle-riffle
yang ditunjukkan pada Gambar 2.18 (a). Akibat adanya proses
pengadukan tersebut partikel akan mengalami proses stratifikasi.
Proses stratifikasi partikel secara vertikal akibat arus eddy dipengaruhi
oleh berat jenis dan ukuran partikel yang ditunjukkan pada Gambar
2.18 (b)

Bab II Teori Dasar 31


(a)

.
(b)

Gambar 2.18 Peran riffle dalam proses pemisahan (a) A adalah pengaruh
riffle terhadap arus eddy; B adalah arus eddy yang terjadi diantara riffle,
(Taggart,1976) (b) proses stratifikasi partikel
akibat adanya arus eddy. (Burt,1984)

Hal ini dapat dijelaskan dengan mengasumsikan benda jatuh bebas


dalam fluida, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16

m’g

mg

Ff
Gambar 2.19 Gerak jatuh bebas dalam fluida (Hakim,1997)

Jika suatu partikel berada dalam kesetimbangan di dalam suatu fluida


dengan densitas fluida (Df). Partikel di dalam fluida dipengaruhi gaya
gravitasi, gaya gesek yang diterima partikel dalam fluida dan gaya
dorong fluida akibat arus eddy . Maka pada keadaan setimbang gaya
pada partikel sebagai berikut :

Fg = m.g – m’.g (2-8)


4
Fg = F1 = π r3 g (Dp – Df) (2-9)
3

dengan Ff = gaya dorong fluida ke atas akibat arus eddy

Bab II Teori Dasar 32


Fg = gaya berat partikel dalam fluida

b. Pengaruh Stroke terhadap Proses Pemisahan

Stroke merupakan variabel operasi yang penting dalam proses


konsentrasi menggunakan meja goyang. Stroke mendorong partikel ke
arah longitudinal (sejajar sumbu meja) dengan gerakan bolak-balik
secara asimetris sehingga dek (meja) mengalami gerakan mundur yang
lebih kuat daripada gerakan maju. Stroke mengakibatkan partikel
dengan densitas tinggi bergerak berlawanan arah dengan gerakan
mundur meja (menuju zona konsentrat).

Saat stroke menuju arah depan, ada gaya yang bergerak melawan arah
maju dek. Gaya yang berlawanan tersebut adalah gaya gesek antar
partikel dengan permukaan meja sehingga akan membentuk kecepatan
antara permukaan bidang dengan fluida. Kecepatan tersebut
mempengaruhi kecepatan fluida tiap kedalaman. Peristiwa ini
mempengaruhi kecepatan setiap partikel yang bergerak ke arah zona
konsentrat. Partikel paling bawah mempunyai kecepatan paling tinggi
sedangkan partikel yang berada pada posisi paling atas mempunyai
kecepatan paling rendah. Setelah keluar dari riffle, stroke berperan
mendorong partikel berat berukuran kecil paling jauh, disusul partikel
berat berukuran besar, kemudian partikel ringan berukuran kecil serta
partikel ringan berukuran besar menempati urutan paling akhir.

Panjang stroke dapat diatur sedangkan frekuensi stroke ada yang dapat
diubah dan ada pula yang dibuat tetap. Frekuensi yang dibuat tetap
tidak memiliki hubungan dengan panjang stroke. Untuk penelitian ini
panjang stroke dibuat tetap, tetapi frekuensi dapat diubah-ubah
(Gaudin,1939).

Bab II Teori Dasar 33


Gambar 2.20 Akhir pergerakan partikel pada shaking table (Gaudin,1939)

c. Pengaruh Kemiringan Dek terhadap Proses Pemisahan

Efek transportasi partikel-partikel yang akan dipisahkan pada meja


goyang dipengaruhi kemiringan dek dan bentuk riffle. Kemiringan dek
yang kecil (landai) menyebabkan kecepatan aliran fluida secara
tranversal rendah sehingga partikel terdorong masuk ke tempat
penampungan konsentrat. Sementara kemiringan dek yang curam
mengakibatkan banyak partikel bergerak masuk ke tailing
(Curie,1973).

Dalam operasi konsentrasi menggunakan meja goyang, terdapat dua


macam kemiringan, yaitu kemiringan yang ditentukan dari sisi kotak
umpan sampai ujung sisi tailing (side tilt) dan kemiringan yang
ditentukan sepanjang pergerakan (motion) dari mesin penggerak
sampai ujung sisi konsentrat (longitudinal tilt). Longitudinal tilt
biasanya dibuat tetap. Ukuran partikel dan berat jenis partikel juga
mempengaruhi kecepatan partikel pada kemiringan tertentu
(Burt,1984).

Bab II Teori Dasar 34


d. Pengaruh Ukuran Partikel Bijih terhadap Proses Pemisahan

Ukuran partikel bijih merupakan salah satu variabel penting lainnya


dalam proses pemisahan dengan meja goyang. Gaudin (1939)
mengemukakan mineral-mineral berukuran kasar dan halus dapat
diproses dengan meja goyang, tetapi berbeda cara penanganannya. Jika
mineral berukuran kasar diproses meggunakan jumlah umpan yang
banyak, air yang banyak, frekuensi stroke rendah, dan panjang stroke
tinggi. Gaya dorong fluida dan gaya gesek yang lebih besar untuk
mengangkat pengotor agar melewati riffle pada partikel berukuran
kasar. Hal ini dapat terjadi jika menggunakan jumlah air yang banyak
dan panjang stroke yang besar.

Sementara untuk partikel yang berukuran halus penanganannya


sebaliknya. Gaya dorong fluida yang diperlukan untuk mengangkat
mineral-mineral pengotor serta gaya gesek antara partikel-partikel
mineral dengan permukaan dek relatif lebih kecil. Bila diberikan
perlakuan yang sama dengan mineral-mineral berat, akan terjadi
ketidakseimbangan. Gaya dorong fluida lebih besar daripada gaya
gravitasi sehingga mineral-mineral berat pun akan ikut terangkat yang
akhirnya masuk ke dalam tailing. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kehilangan (losses).

Chaterjee (1998) menyatakan bahwa kelompok pemisahan dengan


meja goyang adalah untuk bijih berukuran butiran sekitar 0,012 mm
sampai dengan 10 mm. Sementara untuk pemisahan mineral berukuran
0,007 – 0,1 mm sebaiknya digunakan Bartless Mozley table. Jenis
Crossbelt table juga dapat digunakan, tetapi khusus bagi mineral
dengan ukuran 0,005 – 0,06 mm.

Bab II Teori Dasar 35


Gambar 2.21. Klasifikasi pemisahan mineral berdasarkan
ukuran partikel (Chaterjee,1998)

Chaterjee (1998) menunjukkan adanya pengaruh ukuran butiran


terhadap recovery dalam metode tabling berbagai mineral seperti
cassiterite, wolframite, dan bijih besi seperti yang ditunjukkan Gambar
2.22. Gambar 2.22 juga menjelaskan partikel berukuran (5 µm) dapat
dilakukan proses pemisahan pemisahan dengan metode tabling
sehingga dengan makin bertambahnya ukuran partikel maka perolehan
konsentrat akan semakin meningkat.

Gambar 2.22 Pengaruh ukuran butiran partikel dengan perolehan


untuk mineral-mineral tertentu pada pemisahan tabling.
(A untuk cassiterite, B untuk wolframite dan

Bab II Teori Dasar 36


C untuk bijih besi) (Chaterjee,1998)

e. Pengaruh Laju Air Pencuci terhadap Proses Pemisahan

Laju air pencuci akan berperan dalam pemisahan secara transversal


(tegak lurus sumbu meja). Selain itu, air pencuci digunakan sebagai
sarana transportasi partikel dari kotak umpan ke penampungan produk
(Gaudin,1939).

Distribusi kecepatan berbeda untuk tiap kedalaman aliran fluida.


Kecepatan pada dasar lapisan sebesar nol dan maksimum pada lapisan
aliran fluida bagian atas. Hal ini merupakan asumsi dasar bahwa aliran
fluida bergerak secara laminer.

Sifat aliran fluida dapat ditentukan dari bilangan Reynold (Re). Bila Re
kurang dari 2100 maka aliran fluida bersifat laminer, tetapi bila lebih,
maka aliran bersifat turbulen. Bilangan Reynold dinyatakan dalam
persamaan:

4θ ⋅ D f ⋅ g ⋅ sin α
2

Re = (2-10)

Dengan Df : berat jenis fluida


θ : tebal aliran fluida
µ : viskositas fluida
α : kemiringan bidang

Pada bidang miring, gaya yang bekerja pada fluida dengan kemiringan
α adalah:

Fa = m . g .sin α (2-11)

Bab II Teori Dasar 37


Dengan
Fa = Df . A .( θ – y ). g sin α (2-12)

Keterangan :
Fa = gaya yang disebabkan pengaruh gravitasi
y = jarak dari dasar bidang laipsan
A = luas bidang lapisan pada fluida
g = percepatan gravitasi

Gaya yang dibutuhkan untuk menahan gerakan fluida sehingga


kecepatan pada tiap luas bidang lapisan relatif tetap (Gaudin,1939),
yaitu :
Fb dv
=µ (2-13)
A dy

Fb = gaya penahan gerakan fluida


dv
= perubahan kecepatan relatif tiap perubahan kedalaman fluida
dy

Pada kondisi setimbang Fa = Fb

dv
µ⋅A = D f ⋅ A ⋅ (θ − y ) ⋅ g ⋅ sin α
dy

dv D f .g . sin α
= ( θ − y)
dy 2µ

D f .g . sin α
v= (2 θ − y) y (2-14)

dengan v = kecepatan aliran fluida pada jarak y dari bidang.

Bab II Teori Dasar 38


(4). Jenis-jenis Shaking Table
Teknologi pemisahan mineral dengan metode konsentrasi pada aliran film
menggunakan meja goyang telah semakin berkembang. Berikut ini jenis-jenis
meja goyang yang telah dikembangkan :

a. Wilfley Table
Wilfley table adalah jenis shaking table yang umum dan banyak
digunakan. Wilfley table mulai diperkenalkan pada tahun 1895-1896,
menandai kemajuan besar dalam bidang pemisahan konsentrasi aliran
film. Kemajuan yang nampak dari wilfley table adalah diperkenalkannya
riffle dan head motion. Riffle memiliki fungsi meningkatkan kapasitas dan
membantu dalam pemisahan mineral kasar. Sementara head motion
memberikan gerakan bolak-balik dek saat proses pemisahan berlangsung
sehingga prosesnya berlangsung secara efektif (Gaudin,1939).

Gambar 2.23 Wilfley Table (Taggart,1976)

b. Garfield Table
Berbeda dengan wilfley table dalam hal penempatan riffle. Garfield table
memiliki riffle yang panjangnya yang sama dengan panjang dek. Proses
flowing film concentration tidak mengalami perubahan karena tidak
terdapat perubahan permukaan dek. Garfield table banyak digunakan
untuk operasi tabling umpan yang kasar dengan kapasitas bijih yang
dioperasikan lebih besar (Gaudin,1939).

c. Butchart Table

Bab II Teori Dasar 39


Perbedaan shaking table jenis ini dengan wilfley table terletak pada head
motion dan riffle. Butchart table mempunyai riffle yang bengkok ke arah
permukaan table yang lebih tinggi. Riffle memiliki panjang beberapa inchi,
sepanjang diagonal dek dari kotak umpan. Riffle ini memaksa partikel-
partikel untuk terdorong agar bergerak jauh ke arah permukaan dek yang
lebih tinggi sebelum masuk dalam konsentrat. Butchart table hanya
berfungsi untuk pemisahan partikel kasar (roughing) (Gaudin,1939).

Gambar 2.24 Butchart Table (a) dan (b) full length riffling (c) digonally
terminated riffling (Taggart,1976)

d. Card Table
Perbedaan jenis ini dibandingkan dengan wilfley table terletak pada riffle.
Pada card table riffle yang terpotong masuk ke dalam linolium kemudian
mengarah ke bagian segitiga lebih panjang daripada yang terdapat dalam
linolium dalam bagian segi empat. Head motion pun mempunyai
perbedaan sedikit dengan wilfley table walaupun masih menggunakan
prinsip toggle dan pitman (Gaudin,1939).

Bab II Teori Dasar 40


Gambar 2.25 Riffle pada Card Table(Taggart,1976)

Gambar 2.26 Head Motion dari Card Table (Taggart,1976)

Bagian-bagian dari head motion ( Gambar 2.23) :


a. Fixed pins
b. Fixed toggle block
c. Fixed Pins
d. Lever arm
e. Upper end
f. Connecting arm
g. Crankshaft
h. Lever arm
i. P adalah pin
j. S adalah spring atau pegas

e. Deister dan Deister-Overstrom Table


Deister dan Deister-Overstrom table menggunakan head motion yang
berbeda dan kira-kira berbentuk belah ketupat (rhombohedral). Bentuk
belah ketupat ini memerlukan lantai dasar yang lebih kecil. Pada Deister-
Overstrom table untuk pencucian batubara, setiap riffle yang kelima atau
keenam memiliki bentuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan riffle-

Bab II Teori Dasar 41


riffle yang yang lain. Hal ini membuat genangan air lebih dalam pada
daerah diantara riffle-riffle tersebut sehingga membantu pemisahan
partikel-partikel kasar (Gaudin,1939).

Gambar 2.27 Deister-Overstorm Table (a) sand table,


(b) slime table (Taggart,1976)

f. Plat-O Table
Meja goyang jenis ini mempunyai dua atau lebih bidang permukaan.
Ketinggian riffle dibuat tetap kecuali pada titik dimana permukaan dek
menaik untuk bertemu dengan bidang yang akan dibentuk oleh bagian atas
riffle (Gaudin,1939).

Bab II Teori Dasar 42


Gambar 2.28 Riffle pada Plat-O Table jenis triplex
untuk umpan kasar (Taggart,1976)

Bab II Teori Dasar 43

Anda mungkin juga menyukai