Suatu konstruksi yang kokoh dan stabil, tergantung dari kemampuan dan kesesuaian
pondasi yang menopang konstruksi tersebut. Pondasi adalah sebuah awal dari berdirinya
suatu konstruksi bangunan, sehingga pondasi ini sangat penting karena tanpa pondasi tidak
mungkin sebuah konstruksi bangunan dapat berdiri kokoh. Pembuatan pondasipun harus
disesuaikan dengan kontruksi yang akan dibangun diatasnya, sehingga pondasi dapat dengan
kokoh menopang beban yang diterimanya. Konstruksi bangunan sederhana seperti bangunan
rumah tinggal, cukup menggunakan pondasi dangkal. Namun untuk konstruksi bangunan
bertingkat, seperti gedung pencakar langit, konstruksi pier jembatan sudah barang tentu
membutuhkan pondasi dalam dengan persyaratan-persyaratan khusus.
Maka dari itu, pengetahuan tentang pondasi amat sangat penting. Terlebih pondasi
dalam yang membutuhkan pengetahuan dan perhitungan juga penelitian yang lebih
mendalam. Dan sebelum membahas pondasi dalam, kita harus memahami karakteristik
tanah dengan penyelidikan tanah dikarenakan jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah sekali
terganggu oleh pengaruh pengambilan contohnya di dalam tanah. Untuk menanggulangi hal
tersebut, sering dilakukan beberapa pengujian di lapangan secara langsung. Pengujian di
lapangan sangat berguna untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mendukung beban
pondasi dengan tidak dipengaruhi oleh kerusakan contoh tanah akibat operasi pengeboran
dan penanganan contoh (Hardiyatmo, 2010). Oleh karena itu diusahakan melakukan
penyelidikan tanah di lapangan (in-situ test). Pengujian di lapangan yang akan dilakukan
adalah:
Uji sondir atau dikenal dengan uji penetrasi kerucut statis banyak digunakan di
Indonesia. Pengujian ini merupakan suatu pengujian yang digunakan untuk menghitung
kapasitas dukung tanah. Nilai-nilai tahanan kerucut statis atau hambatan konus (qc) yang
diperoleh dari pengujian dapat langsung dikorelasikan dengan kapasitas dukung tanah
(Hardiyatmo, 2010b). Pada uji sondir, terjadi perubahan yang kompleks dari tegangan
tanah saat penetrasi sehingga hal ini mempersulit interpretasi secara teoritis. Dengan
demikian meskipun secara teoritis interpretasi hasil uji sondir telah ada, dalam prakteknya
uji sondir tetap bersifat empiris (Rahardjo, 2008).
Nilai yang penting diukur dari uji sondir adalah hambatan ujung konus (qc). Besarnya
nilai ini seringkali menunjukkan identifikasi dari jenis tanah dan konsistensinya. Pada tanah
pasiran, hambatan ujung jauh lebih besar dari tanah berbutir halus. Pada pasir padat (dense)
dan sangat padat (very dense), sondir ringan umumnya tidak dapat menembus lapisan ini.
Schmertman, (1978) dalam Rahardjo, (2008) memberikan petunjuk sederhana untuk
menginterpretasi data sondir untuk keperluan klasifikasi dan kondisi tanah.
Nilai fs dapat menggambarkan klasifikasi tanah. Selain itu rasio fs dan qc yang dikenal
dengan nama rasio gesekan (Rf) dapat digunakan untuk membedakan tanah berbutir halus
dan tanah berbutir kasar (Rahardjo, 2008). Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa tanah berbutir kasar mempunyai nilai Rf yang kecil (<2%), sementara untuk tanah
berbutir halus (lanau dan lempung) nilai Rf lebih tinggi.
Uji penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak
terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari
pengukuran kerapatan relative secara langsung dilapangan. Pengujian untuk mengetahui
nilai kerapaatan relative yang sering digunakan adalah Uji Penetrasi Standar atau disebut
Uji SPT (Standar Penetration Test).
B. Pengujian laboratorium
Menentukan berat jenis suatu contoh tanah. Yaitu perbandingan antara berat butir butir
dengan berat air destilasi di udara dengan volume yang sama dan pada temperatur tertentu.
Biasanya 25° C.
2. Atterberg limits
batas cair
Menentukan batas cair tanah. Yaitu kadar tanah tersebut pada keadaan atas peralihan
antara cair dan keadaan plastis. Tanah pada keadaan batas cair diperiksa dengan alat
Casagrande, kedua bagian tanah yang terpisah oleh alur selebar 2,5 mm menutup sepanjang
1cm pada 25 pukulan.
Untuk tanah yang butirannya lebih besar dari 0.075 mm atau tertahan pada #200,
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan saringan-saringan, sedangkan untuk tanah
dengan ukuran yang lebih kecil dari 0.075 mm atau melewati #200, pemeriksaan dilakukan
dengan cara sedimentasi yang dapat menggunakan cara hidrometer atau dengan pipet.
SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang
permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT
yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan
yang sama. (Shamsher Prakash, 1989).
Kepadatan relatif N
Very soft 2
soft 2-4
medium 4-8
stif 8-15
hard 15-30
dense ˃30
Tabel 2 Hubungan N dan Dr untuk tanah lempung
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya
dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Untuk mendapatkan harga
- Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi
dengan gradiasi tidak seragam, mempunyai sudut sebesar:
Φ = √12𝑁 + 15
Φ = √12𝑁 + 50
- Butiran pasir bersegi dengan gradiasi seragam, maka sudut gesernya adalah:
Φ = 0.3𝑁 + 27
Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif
untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel berikut:
Dimana,
Cu = kekuatan geser tanah undrained, dan
Nilai maksimum N/50 dari suku ke-2 persamaan diatas 2.9), yaitu suku persamaan yang
menyatakan tahanan gesek dinding tiang pancang, disarankan sebesar 1,0 t/ft2 (1,08 kg/m2 =
107 kN/m2), persamaan diatas telah digunakan dengan aman untuk perancangan tiang pancang
pada lempung kaku, Bromham dan Styles, (1971).
Rumusan yang digunakan untuk memperkirakan daya dukung pondasi tiang dengan
menggunakan data SPT adalah sebagai berikut :
Metoda ini diantaranya dikemukakan oleh Meyerhof (1956) yang menyatakan bahwa
tahanan ujung tiang mendekati tahanan ujung konus sondir dengan rentang 2/3 qc hingga
1,5 qc dan Meyerhof menganjurkan untuk keperluan praktis agar digunakan:
𝑞𝑝 = 𝑞𝑐
Selanjutnya tahanan selimut pada tiang dapat diambil langsung dari gesekan total
(jumlah hambatan lekat =JHL) dikalikan dengan keliling tiang, sehingga formula untuk
metoda langsung dapat dituliskan :
Rumusan ini diambil di Indonesia dengan mengambil angka keamanan 3 (tiga) untuk
tahanan ujung dan angka keamanan 5 (lima) untuk gesekannya. Sehingga daya dukung ijin
pondasi dapat dinyatakan dalam :
𝑞𝑝 𝐴𝑝 𝐽𝐻𝐿 𝑘𝑙𝑙
𝑄𝑢𝑙𝑡 = +
3 5
Pondasi dalam adalah jenis pondasi dibedakan dari pondasi dangkal dengan kedalaman
mereka tertanam ke dalam tanah. Ada banyak alasan seorang insinyur geoteknik akan
merekomendasikan pondasi dalam ke pondasi dangkal, tetapi beberapa alasan umum adalah
beban desain yang sangat besar, tanah yang buruk pada kedalaman dangkal, atau kendala situs
(seperti garis properti). Ada istilah yang berbeda digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis
pondasi yang mendalam, termasuk tumpukan (yang analog dengan tiang), tiang jembatan (yang
analog dengan kolom), poros dibor, dan caisson. Tumpukan umumnya didorong ke dalam tanah
di situ; pondasi mendalam lainnya biasanya diletakkan di tempat dengan menggunakan
penggalian dan pengeboran. Konvensi penamaan dapat bervariasi antara disiplin ilmu teknik dan
perusahaan. Pondasi dalam dapat terbuat dari kayu, baja, beton bertulang dan beton pratekan.
Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang.
Pondasi ini digunakan apabila tanah dasar terletak pada kedalaman yang relatif dalam. Jenis
pondasi dalam yang dicor ditempat dengan menggunakan komponen beton dan batu belah sebagai
pengisinya. Pada umumnya pondasi sumuran ini terbuat dari beton bertulang atau beton pracetak,
yang umum digunakan pada pekerjaan jembatan di Indonesia adalah dari silinder beton bertulang
dengan diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm.
Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang dipikul oleh pondasi tersebut.
Penurunan yang terjadi harus sesuai dengan batas yang diijinkan (toleransi) yaitu 1″
(2,54cm).
Pondasi sumuran adalah pondasi yang khusus, dalam perakteknya terdapat beberapa kondisi
yang dapat dijadikan alasan untuk penggunaannya, diantaranya adalah sebagai berikut :
Bila tanah keras terletak lebih dari 3 m, pondasi plat kaki atau jenis pondasi langsung lainnya
akan menjadi tidak hemat (galian tanahnya terlalu dalam & lebar).
Bila air permukaan tanah terletak agak tinggi, konstruksi plat beton akan sulit dilaksanakan
karena air harus dipompa dan dibuang ke luar lubang galian.
Dalam kondisi ini, pondasi sumuran menjadi pilihan tepat untuk konstruksi yang tanah
kerasnya terletak 3-5 m.
Menggali lubang untuk sumuran sesuai dengan diameter yang diinginkan, digali hingga mencapai
tanah keras atau stabil. Sumur-sumur ini diberi buis beton dengan ketebalan kurang lebih 10 cm
dengan pembesian. Dasar dari sumur dicor dengan ketebalan 40 cm sampai 1,00 m, diatas coran
tersebut disusun batu kali sampai dibawah 1,00 m buis beton teratas. Ruang kosong paling atas
dicor kembali dan diberi angker besi, yang gunanya untuk mengikat plat beton diatasnya. Plat
beton ini mirip dengan pondasi plat setempat, yang fungsinya untuk mengikat antar kolom
yangdisatukan oleh sloof beton.
Pondasi Bored Pile adalah bentuk Pondasi Dalam yang dibangun di dalam permukaan tanah
dengan kedalaman tertentu. Pondasi di tempatkan sampai kedalaman yang dibutuhkan dengan
cara membuat lobang yang dibor dengan alat khusus. Setelah mencapai kedalaman yang
disyaratkan, kemudian dilakukan pemasangan kesing/begisting yang terbuat dari plat besi,
kemudian dimasukkan rangka besi pondasi yang telah dirakit sebelumnya, lalu dilakukan
pengecoran terhadap lobang yang sudah di bor tersebut. Pekerjaan pondasi ini tentunya dibantu
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengerjaan pondasibored pile, yaitu:
Jenis Tanah. Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap kecepatan dalam pengeboran. Jika tipe
tanah pada lokasi yang berpasir atau tanah basah maka akan sangat mudah longsor sehingga
sangat sulit dalam proses pengangkatan mata bor setelah pengeboran. Salah sedikit bisa
mengakibatkan kelongsoran pada lubang yang telah dibuat.
Level Muka Air Tanah. Level muka air tanah sangat menentukan tekanan terhadap mata bor
dan dinding sumuran. Jika level air tanah sangat dangkal maka sumuran yang dibuatakan
sering mengalami kebanjiran yang akan berakibat sumuran akan mudah longsor dan mata
bor sulit menekan akibat tekanan air menuju arah keatas.
Area Pengeboran/Lahan Pekerjaan. Untuk area yang tergenang air, sangat tidak disarankan
untuk menggunakan pondasi sistem bore pile. Hal tersebut diakibatkan karena berpengaruh
terhadap faktor air semen pondasi bore pile. Penempatan mesin bor juga sangat sulit pada
posisi genangan.
Pembuatan bak penampungan yang berfungsi sebagai tepat penyimpanan sementara air
buangan dan tempat pencampuran air dengan tanah liat sebagai media pembantu dalam
proses pengeboran.
Berdasarkan kondisi tanah, system pengeboran basah diusulkan untuk pekerjaan pengeboran
dalam proyek ini. Air digunakan untuk menghancurkan material tanah dan mengurangi
gesekan dalam lubang. Langkah – langkah pengeboran dijelaskan sebagai berikut.
Pekerjaan Pengeboran. Pengeboran menggunakan cross drill dibantu dengan semprotan air
(air berlumpur) yang mengalir melalui lubang batang yang difungsikan untuk
menghancurkan tanah sehingga tanah dapat diangkut keluar lubang.
Pembersihan tahap pertama dilakukan dengan penyemprotan air selama±10 menit setelah
kedalaman perencanaan tercapai.
Untuk memastikan kondisi lubang telah bersih digunakan bor spiral yang berfungsi untuk
membawa dan memotong tanah sisa yang tidak dibawa oleh air. Dengan system ini,
diharapkan bahwa semua sisa pengeboran bias terangkat. Tahap ini adalah langkah terakhir
dari pengeboran.
Pondasi tiang pancang dalam kelompok pada tanah lempung seperti tergambar, Cu=40 kN/m2
, γ=18 kN/m3,e0=1,0 ; Cc=0,30 ; Cr=0,05 ; σc=70 kN/m2; sedangkan diameter tiang= 40 cm.
Pertanyaan :
b. Hitung penurunan pondasi akibat konsolidasi tanah lempung dengan anggapan penyebaran
beban sampai kedalaman 2B di bawah ujung tiang.
Penyelesaian :
a. Menghitung beban.
Daya dukung ujung .
Ujung tiang bertumpu pada lapisan lempung cu = 40 kN/m2
Daya dukung ujung (end bearing capacity) Qbu
qbu’=9.cu =9 x 40= 360 kPa
Kelompok tiang
Sekeliling tiang tanah lempung apabila efisiensi η < 1