Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Gagal Jantung Akut


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF
Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
FK Unsyiah BPK RSUDZA Banda Aceh

Oleh:

Ruziqni Arihanim Putroe


1507101030232

Pembimbing

dr.Nurkhalis Mukhlis, Sp. JP(K) - FIHA

BAGIAN/SMF ILMU KARDIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SYIAH KUALA

BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2018
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis selesaikan.

Adapun laporan kasus dengan judul ”Gagal Jantung Akut” ini diajukan sebagai salah satu
tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Unsyiah / BLUD Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.Nurkhalis Mukhlis, Sp.JP (K)-FIHA yang
telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan tugas ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan
moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya.

Banda Aceh, Januari 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang kompleks
ditandai oleh sesak napas, edema pergelangan kaki dan fatik. Sorang pasien gagal jantung
memiliki gejala peningkatan tekanan vena jugular, edema perifer karena abnormalitas dari
struktur dan fungsi jantung, menyebabkan penurunan cardiac output serta peningkatan
tekanan intracardiac saat istirahat atau beraktivitas.
Gagal jantung sendiri adalah suatu masalah yang terus menjadi momok kesehatan di
seluruh dunia, dengan 20 juta orang dalam seluruh populasi dewasa terkena penyakit ini.
Prevalensi total penderita gagal jantung pada populasi dewasa di negara berkembang
berjumlah sekitar 2%. Prevalensi gagal jantung mengikuti pola eksponensial, meningkat
sesuai usia, dan mempengaruhi sekitar 6-10% masyarakat berusia diatas 65 tahun. Walaupun
jumlah insidensi relatif gagal jantung lebih rendah pada perempuan dibandingkan pria,
namun jumlah penderita perempuan sekitar 50% dari kasus gagal jantung. Hal ini terjadi
karena lebih tingginya angka harapan hidup perempuan dibandingkan pria.
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi di negara maju dan negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding eropa dan amerika disertai
dengan tampilan klinis yang lebih berat.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat
mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Prevalensi gagal jantung
berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 persen, dan yang
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi DI Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa
Tengah (0,18%). Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi Selatan dan
Papua sebesar 0,5 persen.
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat diperbaiki.
Mortalitas tahun pertama pada pasien gagal jantung cukup tinggi 20-60% dan berkaitan
dengan deraajat keparahannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang memiliki
berbagai macam abnormalitas pada struktur atau fungsi otot jantung, sehingga menyebabkan
berbagai macam gejala berupa nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan
aktifitas disertai / tidak kelelahan. tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan
kaki); dapat disertai oleh tanda –tanda (misal : peningkatan TVJ, ronkhi paru, dan edema
perifer yang menunjukkan adanya gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat yang
pada akhirnya akan berujung pada peningkatan angka hospitalisasi, penurunan kualitas hidup,
dan pemendekan angka harapan hidup.
2.2 Epidemiologi
Sekitar 1-2% populasi dewasa di negara-negara berkembang meningkat hingga >10%
pada penduduk usia >70 tahun. Risiko seumur hidup terjadinya gagal jantung pada usia 55
tahun yaitu 33% bagi laki-laki dan 28% bagi perempuan. (2016) Gagal jantung kongestif
lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung
terjadi pada 1% dari penduduk usia 50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau
lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus
meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus meningkat.

2.3 Patofisiologi
Berbagai faktor bisa berperan menimbulkan gagal jantung. Faktor-faktor ini kemudian
merangsang timbulnya mekanisme kompensasi, yang apabila berlebihan dapat menimbulkan
gejala-gejala gagal jantung. Gagal jantung paling sering mencerminkan adanya kelainan
fungsi kontraktilitas ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel
(suatu bentuk gagal diastolik).

4
Gambar 1. Patogenesis gagal jantung

Bila curah jantung oleh suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme
kompensasi ini dipakai untuk mengatasi beban kerja, diupayakan memelihara tekanan darah
yang masih memadai untuk perfusi alat-alat vital. Mekanisme ini mencakup:

1. Mekanisme Frank Starling


Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan selama
pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah darah yang dipompa
ke dalam aorta atau arteri pulmonalis.Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan
ruang yang tidak sempurna sewaktu jantung berkontraksi sehingga volume darah yang
menumpuk dalam ventrikel semasa diastole lebih tinggi dibandingkan normal.Hal ini bekerja
sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir diastolik)
merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu
mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.

2. Hipertrofi Ventrikel
Stres pada dinding ventrikel meningkat akibat dilatasi (peningkatan radius ruang)atau
beban akhir yang tinggi misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak
5
terkendali.Peningkatan volume akhir diastol juga akan meningkatkan tekanan di dinding
ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang pertumbuhan hipertrofi
ventrikel.

3. Aktivasi Neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang mencakup
sistem saraf adrenergic, sistem rennin angiotensin, peningkatan produksi hormone
antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan curah jantung.Semua mekanisme
meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan
darah.Selanjutnya menyebabkan retensi garam dan air yang pada awalnya bermanfaat
meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, memaksimalkan isi
sekuncup melalui mekanisme Frank starling.

4. Sistem Saraf Adrenergik

Penurunan curah jantung oleh reseptor-reseptor di sinus karotis dan arkus aorta

sebaga penurunan perfusi.Reseptor ini mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding dengan

penurunan tekanan darah.Arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat dan tonus

parasimpatis berkurang.

5. Sistem Renin Angiotensin


Penurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem rennin angiotensin aldosteron
(RAA) yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan sistemik) ginjal,
yang menstimulasi pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dari ujung saraf simpatik,
menghambat tonus vagal, dan membantu pelepasan aldosteron dari adrenal, menyebabkan
retensi natrium dan air serta ekskresi kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal
jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron, sehingga meningkatkan kadar aldosteron
lebih lanjut.

6. Hormon Antidiuretik
Pada gagal jantung, sekresi hormone antidiuretik oleh kelenjar hipofisis posterior
meningkat, karena rangsang terhadap baroreseptordi arteri dan atrium kiri serta oleh kadar

6
Angitensin II meningkat dalam sirkulasi. Hormon anti diuretik berperan meningkatkan
volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan
cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah jantung.
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal,
yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endoteli-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajatgagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan
pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah
dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat
terjadinya remodeling vascular dan miokardial akibat endotelin.

2.4 Tanda dan Gejala Gagal Jantung

7
2.5 Klasifikasi Gagal Jantung

2.6 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian klinis, serta
pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium, dan
ekokardiografi Doppler.

8
Gambar dari ESC 2016

9
Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan
bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dari Kriteria
Framingham.

3.6.1 Tanda dan Gejala


Gejala khas gagal jantung: sesak nafas saat istirahat atau aktivitas,kelelahan, edema
tungkai Tanda khas gagal jantung: takikardia, takipnea, ronkhi paru, efusi pleura,
peningkatan tekana vena jugular, edema perifer, hepatomegaly. Tanda objektif gangguan
struktur atau fungsional jantung saat istirahat: kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur
jantung, abnirmalitas dalam gambaran EKG, kenaikan konsentrasi peptide natriuretic.
10
3.6.2 Manifestasi klinis gagal jantung

Kriteria Framingham

Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian klinis, serta
pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium, dan
ekokardiografi Doppler.
Tabel Kriteria Framingham
Kriteria Mayor
o Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
o Distensi vena leher
o Kardiomegali
o Edema paru akut
o Gallop S3
o Peninggian tekanan vena jugularis lebih dari 16 cm H2O
o Waktu sirkulasi ≥25 detik
o Refluks hepatojuguler
o Edema pulmonal, kongesti viseral, atau kardiomegali saat autopsi
Kriteria Minor
o Edema ekstremitas
o Batuk malam hari
o Dypsnea d’effort
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
o Takikardi (≥120/menit)
Kriteria Mayor atau Minor
Penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG harus dilakukan untuk semua pasien diduga gagal jantung.
Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki
nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
11
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10)
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Gagal jantung
Penilaian klinis
Sinus takikardia dekompensasi, anemia,
demam, hipertroidisme Pemeriksaan laboratorium

Obat penyekat β, anti


Sinus aritmia, hipotiroidisme, Evaluasi terapi obat
Bradikardia sindroma sinus sakit Pemeriksaan laboratorium

Atrial Hipertiroidisme, infeksi, Perlambat konduksi AV,


takikardia / gagal jantung dekompensasi, konversi medik, elektroversi,
futer / fbrilasi infark miokard ablasi kateter, antikoagulasi
Iskemia, infark,
kardiomiopati, Pemeriksaan laboratorium, tes
Aritmia latihan beban, pemeriksaan
miokardits, hipokalemia,
ventrikel perfusi, angiografi coroner, ICD
hipomagnesemia, overdosis
digitalis
Ekokardiografi, troponin,
Iskemia / Infark Penyakit jantung koroner Angiografikoroner,revaskularisasi
Ekokardiografi, angiografii
Infark, kardiomiopati
Gelombang Q koroner
hipertrofi, LBBB, preexitasi
Hipertrofi Hipertensi, penyakit katup
Ekokardiografi, Doppler
ventrikel kiri aorta, kardiomiopati hipertrofi
Blok Infark miokard, Intoksikasi
Evaluasi penggunaan obat, pacu
obat, miokarditis, sarkoidosis,
Atrioventrikular jantung, penyakit sistemik
Penyakit Lyme
Obesitas, emfisema, efusi Ekokardiograf, rontgen toraks
Mikrovoltase
perikard, amiloidosis

b. Foto Thorax
Komponen penting dalam diagnosis gagal jantung, rontgen toraks dapat mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi
paru yang dapat menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel Ekhokardiografi, doppler
Kardiomegali
kanan, atria, efusi perikard
Hipertensi, stenosis aorta, Ekhokardiografi, doppler
Hipertropi ventrikel
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan pengisian Gagal jantung kiri
Kongesti vena paru
ventrikel kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian Gagal jantung kiri

12
ventrikel kiri
Gagal jantung dengan Pikirkan diagnosis non
peningkatan pengisian tekanan kardiak
Efusi pleura
jika ditemukan bilateral, infeksi
paru, keganasan
Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal
Garis Kerley B
jantung kronis
Emboli paru atau emfisema Pemeriksaan CT,
Area paru hiperlusen
Spirometri, ekokardiografi
Pneumonia sekunder akibat Tatalaksana kedua penyakit :
Infeksi paru kongesti paru Gagal jantung dan infeksi
paru
Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
Infiltrat paru
lanjutan

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit (Na & K), kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan ini mutlak harus
dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut: (1) untuk
mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik). Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna
jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi,
meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering
dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI
(Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau
antagonis aldosterone).

d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Istilah ekokardiograf digunakan untuk
semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung
dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan

13
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik
normal adala fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%). Pemeriksaan ini merupakan
baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan
membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 -
50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan diastolik)
- Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak adekuat
(obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien endokardits,
penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada
pasien fibrilasi atrial.
- Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada keadaan
hipokinesis atau akinesis berat
Tabel. Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung
Temuan Umum Disfungsi Sistolik Disfungsi Diastolik

 Ukuran dan bentuk  Ejeksi fraksi ventrikel  Ejeksi fraksi ventrikel


ventrikel kiri berkurang <45% kiri normal > 45-50%
 Ejeksi fraksi ventikel kiri  Ventrikel kiri membesar  Ukuran ventrikel kiri
(LVEF)  Dinding ventrikel kiri normal
 Gerakan regional tipis  Dinding ventrikel kiri
dinding jantung,  Remodelling eksentrik tebal, atrium kiri
synchronisitas kontraksi ventrikel kiri berdilatasi
ventrikular  Regurgitasi ringan-  Remodelling eksentrik
 Remodelling LV sedang katup mitral* ventrikel kiri.
(konsentrik vs eksentrik)  Hipertensi pulmonal*  Tidak ada mitral

14
 Hipertrofi ventrikel kiri  Pengisian mitral regurgitasi, jika ada
atau kanan (Disfunfsi berkurang* minimal.
Diastolik : hipertensi,  Tanda-tanda  Hipertensi pulmonal*
COPD, kelainan katup) meningkatnya tekanan  Pola pengisian mitral
 Morfolofi dan beratnya pengisian ventrikel* abnormal.*
kelainan katup  Terdapat tanda-tanda
 Mitral inflow dan aortic tekanan pengisian
outflow; gradien tekanan meningkat.
ventrikel kanan
 Status cardiac output
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.

2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
 Manajemen perawatan mandiri : tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
menjaga stabilitas fisik , menghindari prilaku yang dapat memperburuk
kondisi dan mendeteksi gejala awal dari perburukan gagal jantung.
 Ketaatan pasien berobat. Menurut literatur hanya 20-60% pasien yang taat
terapi farmakologi maupun non farmakologi.
 Pemantauan berat badan mandiri, harus rutin setiap hari. Jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikkan diuretik
atas pertimbangan dokter.
Penatalaksanaan Farmakologis
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan
LVEF < 40% dengan atau tanpa gejala. ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan angka kelangsungan hidup.
Konta indikasi ACEI:
 Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
 Stenosis renal bilateral
 Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
15
 Stenosis aorta berat
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
Asma
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
 LVEF < 35%
 Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
 Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Memulai pemberian spironolakton :
 Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
 Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan meningkatkan dosis jika
terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB
direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap simtomatik
walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah mendapat
antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB :
 Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%

16
 Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional
II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
 Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun sudah
mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
β-bloker / Penghambat sekat-β (BB)
Diuretik
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
 Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena
efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.
 Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan klinis
dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus disesuaikan, terutama setelah
berat badan kering normal telah tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi.
Upayakan untuk mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah
mungkin.
 Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan harian dan
tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu disokong pada pasien gagal
jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini diperlukan edukasi pasien.

Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)


Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis
adalah :
 Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
 Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi.
 Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika.
Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat
(pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).

Glikosida Jantung (Digoxin)


Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
 Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi ventrikel
kiri.

17
 Menstimulasi baroreseptor jantung
 Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan
penekanan sekresi renin dari ginjal.
 Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal tone.
 Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan saat
aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
 Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan antagonis
aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.

18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. SS
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. CM : 1-15-67-63
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Banda Aceh
Tgl. Masuk RS : 6 Januari 2018
Tgl. Pemeriksaan : 12 Januari 2018
3.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Nyeri dada kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dada yang dirasakan semakin memberat. Nyeri dada dirasakan memberat apabila
melakukan aktivitas seperti berjalan. Nyeri dada yang dirasakan menjalar ke tangan kiri dan
leher. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun di malam hari. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca namun dipengaruhi oleh aktivitas.
Kemudian pasien juga mengeluhkan mudah lelah bila beraktivitas, jantung berdebar-debar,
serta bengkak pada kaki.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Riwayat berobat ke dokter
spesialis jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama. Riwayat darah tinggi,
diabetes mellitus, dan penyakit jantung tidak ada.
Riwayat Pemakaian Obat
Pasien belum pernah mengkonsumsi obat untuk mengatasi nyeri dada sejak awal
muncul dan tidak pernah berobat ke dokter spesialis jantung sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan Sosial

19
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu sebanyak dua puluh
batang rokok setiap harinya. Pasien juga memiliki kebiasaan minum kopi setiap pagi
sebanyak 1 gelas per hari.
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 102 x/menit (regular)
Frekuensi Nafas : 30 x/menit
Temperatur : 36,60 C (aksila)
Berat badan : 60 kg
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut :Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam
bercampuriputih.
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Konj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
20
Bentuk : Simetris, tidak ada deviasi
Kel. Getah Bening : Simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : Tidak ada
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan dan belakang
1. Inspeksi : Normochest, pergerakan statis dan dinamis simetris, retraksi (-), pernapasan
thoracalis abdominal
2. Palpasi : Pergerakan dada simetris, nyeri tekan (-/-), Stem fremitus kanan = Stem
fremitus kiri
3. Perkusi : Sonor (+/+)
4. Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
1. Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V mid clavicula sinistra
3. Perkusi : Batas Jantung:
-Atas: ICS II linea parasternalis sinistra
-Kanan: ICS II linea parasternalis dextra
-Kiri: satu jari arah lateral linea midclavikula sinistra
4. Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+)
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (+) Undulasi (-), Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-) Undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik 3-4 x/ menit
Genetalia : Dalam batas normal
Ekstremitas
1. Edema (-)
2. Akral hangat
3. CRT < 2 detik
3.4 Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium ( 6 Januari 2018)
21
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,1 14-17 gr/dl
Hematokrit 41 45-55 %
Eritrosit 4,8 4,7-6,1 x 106/mm3
Leukosit 10,1 4.5-10,5 x 103/ mm3
Trombosit 219 150 – 450 x 103/ mm3
Eosinofil 2 0-6%
Basofil 1 0-2%
Neutrofil Batang 1 2-6%
Neutrofil Segmen 77 50 - 70 %
Limfosit 10 20 - 40 %
Monosit 9 2-8%
HbsAg Negatif Negatif
Troponin I < 0,10 < 1,5
CK MB 23 < 25
Ca 8,9 8,6-10,3
Mg 1,4 1,6-2,6
Glukosa Darah Puasa 111 60-110 mg/dL
Natrium 123 132-146 mmol/L
Kalium 3,6 3,7-5,4 mmol/L
Clorida 100 98-106 mmol/L
Ureum 74 13-43 mg/dL
Kreatinin 1,21 0,67-1,17 mg/dL
B. Elektrokardiografi (3 September 2016)

22
- Irama : Sinus Reguler
- Denyut jantung : 116 x/menit
- Axis : Normoaxis
- Gelombang P : 0,10 s 0,2 mV
- Interval PR : 0,16 s
- Kompleks QRS : 0,12 s
- RVH/LVH : (-/+)
-ST elevasi : V3, V4
- ST depresi : V5, V6
- T inverted : tidak ada
- Q patologis : tidak ada
Kesimpulan : Sinus reguler, normoaxis, dan gambaran infark interior

23
C. Foto thoraks (6 Januari 2018)

Kesimpulan: Bentuk normal dan ukuran membesar ke kiri dan kanan. Sinus prenicocostalis
kanan-kiri tajam. Kesimpulan cardiomegali dengan edema pulmonum

D. Echocardiografi ( 6 Januari 2018)

Kesimpulan:
1) Dilatasi semua ruang
2) Fungi sistolik LV menurun, EF 17%
3) Global akinetik
4) Katup-katup MR, TR, AR ec ACS

24
3.5 Diagnosis
1. Gagal jantung akut
2. Akut anterior STEMI Killip 2 TIMI 5/14
3. MR post ACS
4. Gagal ginjal akut
5. Electrolit imbalance

3.6 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
- Bed rest
- Diet jantung II 1500 kkal
- Oksigen 2-4 liter/menit
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm

2. Farmakologis
- Drip vascon 0,05 mcg/kgBB/jam
- Drip furosemide 0,5 cc/jam
- Inj lansoprazole 1 vial/hari
- Inj lovenox 0,6 cc/12 jam
- Plavix 1x75 mg
- Aspilet 1x80 mg
- Alprazolam 2x0,5 mg
- Actalipid 1x40 mg
- Curcuma 3x1 tab
- Spironolacton 1x25 mg
- Sucralfat syr 3xCI
- Laxadin syr 1xCI
3.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

3.8 Anjuran Ketika Pulang


- Perbanyak istirahat di rumah
25
- Berhenti merokok
- Diet makanan bergizi
- Kurangi mengonsumsi kopi
- Mengatur pola hidup yang baik
- Minum obat yang teratur
- Kontrol ke poliklinik jantung

26
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dada yang dirasakan semakin memberat. Nyeri dada dirasakan memberat apabila
melakukan aktivitas seperti berjalan. Nyeri dada yang dirasakan menjalar ke tangan kiri dan
leher. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun di malam hari. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca namun dipengaruhi oleh aktivitas.
Kemudian pasien juga mengeluhkan mudah lelah bila beraktivitas, jantung berdebar-debar,
serta bengkak pada kaki.
Sesak napas disebabkan tekanan hidrostatik kapiler paru-paru meningkat melebihi
tekanan onkotik pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial.
Apabila kecepatannya melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema
interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli
sehingga menimbulkan edema paru. Cairan yang terakumulasi di dalam alveolus akan
menyebabkan traktus respiratorius mengalami obstruksi. Akibatnya pasien mengalami
perasaan sulit bernapas, napas menjadi pendek, dan merasa tercekik.
Sesak napas dialami pasien sering terjadi pada di malam hari (paroximal nocturnal
dyspnea) atau pada saat pasien telentang ketika tidur. Posisi ini meningkatkan volume darah
intratorakal dan jantung yang lemah akibat penyakit misalnya gagal jantung yang tidak dapat
mengatasi peninggian beban ini. Kerja pernapasan meningkat akibat kongesti vaskular paru
oleh edema di alveoli yang mengurangi kelenturan paru. Waktu timbul lebih lambat
dibandingkan dengan ortopnea (kesulitan bernapas ketika berbaring lurus) karena mobilisasi
cairan edema perifer dan peninggian volume intravaskuler pusat. Paroximal nocturnal
dyspnea (PND) juga dapat melalui mekanisme berikut : tidur pada malam hari akan
menurunkan adrenergic support terhadap fungsi ventrikel. Akibatnya, aliran balik darah
meningkat sehingga ventrikel kiri kelebihan beban. Akhirnya timbul kongesti pulmonar akut
yang menyebabkan penekanan nokturnal di pusat pernapasan sehingga menimbulkan dispnea.
Dari hasil anamnesa juga didapatkan bahwa pasien memiliki kebiasaan merokok dua
puluh batang rokok setiap hari sejak pasien masih remaja. Menurut teori, kebiasaan merokok
merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok mempercepat denyut jantung,
merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan
level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu
27
sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama
jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin, elektrolit
fungsi ginjal fungsi hati, asam urat, GDS, dan kolesterol. Di dapatkan adanya peningkatan
ureum, kreatinin, dan asam urat. Berdasarkan teori, Pemeriksaan laboratorium yg umum
dilakukan pada gagal jantung adalah darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum &
kreatinine. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan karena beberapa alasan berikut: (1) untuk
mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
Sementara Dari hasil pemeriksaan EKG pasien didapatkan serta tanda infark miokard :
- Axis : Normoaxis
- ST elevasi : V3 V4
Abnormalitas EKG yang umum didapatkan pada kasus gagal jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis

Gagal jantung dekompensasi, Penilaian klinis


Sinus takikardia
anemia, demam, hipertroidisme Pemeriksaan laboratorium

Obat penyekat β, anti aritmia,


Sinus Evaluasi terapi obat
hipotiroidisme, sindroma sinus
Bradikardia Pemeriksaan laboratorium
sakit
Atrial Hipertiroidisme, infeksi, gagal Perlambat konduksi AV,
takikardia / jantung dekompensasi, infark konversi medik, elektroversi,
fluter / fbrilasi miokard ablasi kateter, antikoagulasi
Iskemia, infark, kardiomiopati,
Pemeriksaan laboratorium, tes
Aritmia miokardits, hipokalemia,
latihan beban, pemeriksaan
ventrikel hipomag- nesemia, overdosis
perfusi, angiografi coroner, ICD
digitalis
Ekokardiografi, troponin,
Iskemia / Infark Penyakit jantung koroner Angiografi koroner,
revaskularisasi

Infark, kardiomiopati Ekokardiografi, angiografii


Gelombang Q
hipertrofi, LBBB, preexitasi koroner
Hipertrofi Hipertensi, penyakit katup
Ekokardiografi, doppler
ventrikel kiri aorta, kardiomiopati hipertrofi

28
Infark miokard, Intoksikasi
Blok Evaluasi penggunaan obat, pacu
obat, miokarditis, sarkoidosis,
Atrioventrikular jantung, penyakit sistemik
Penyakit Lyme
Obesitas, emfisema, efusi Ekokardiograf, rontgen toraks
Mikrovoltase
perikard, amiloidosis

Dari hasil pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kesimpulan adanya kardiomegali


dengan edema paru. Berdasarkan beberapa literatur menyebutkan bahwa rontgen thoraks
merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
Abnormalitas yang sering ditemukan pada rontgen thoraks pasien gagal jantung:

Kelainan Penyebab Implikasi Klinis

Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel


Kardiomegali Ekhokardiografi, doppler
kanan, atria, efusi perikard

Hipertensi, stenosis aorta,


Hipertropi ventrikel Ekhokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan pengisian
Kongesti vena paru Gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Peningkatan tekanan pengisian
Edema interstisial Gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Gagal jantung dengan
peningkatan pengisian tekanan Pikirkan diagnosis non
Efusi pleura
jika ditemukan bilateral, infeksi kardiak
paru, keganasan
Mitral stenosis atau gagal
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik
jantung kronis

Dari hasil pemeriksaan echokardiografi pasien didapatkan


1) Dilatasi semua ruang
2) Fungi sistolik LV menurun, EF 17%
3) Global akinetik
4) Katup-katup MR, TR, AR ec ACS

29
Echokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan baku utama
(gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu
memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan pada kasus gagal jantung.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik / klinis dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien tersebut didiagnosa dengan Gagal jantung akut + akut anterior STEMI Killip 2
TIMI 5/14 + MR post ACS + Gagal ginjal akut + Electrolit imbalance. Gagal jantung dapat
ditegakkan dengan kriteria Framingham minimal satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.
Kriteria mayor adalah paroksismal nocturnal syndrome, distensi vena leher, ronki paru,
kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian tekanan vena jugularis, refluks
hepatojugular; sedangkan kriteria minor adalah edema ekstremitas, batuk malam hari,
dispneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital, takikardi
(>120x/menit).
Tatalaksana selama perawatan di RSUDZA pasien diberikan terapi: vascon,
furosemide, lansoprazole, lovenox, plavix, aspilet, alprazolam, actalipid, curcuma,
spironolacton, sucralfat, laxadin.
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia. Pada
pasien ini diberikan loop diuretik dan diuretik hemat kalium. Dosis anjuran furosemid 20-40
mg pada pasien ini diberikkan 1x40 mg. Hal ini sesuai dengan guideline ESC 2016 sebagai
berikut

30
Untuk pemberian spironolakton pada pasien ini juga sesuai dengan teori tujuannya
untuk mencegah terjadinya hipokalemia. Pemberian carvedilol memiliki efek sebagai anti
oksidan dan memblokade kanal Ca++. Golongan Beta blockers memiliki anti hipertensi yang
kuat dan memperbaiki fungsi ventrikel pada pasien gagal jantung. Clopidogrel adalah
golongan thienopyridine diindikasikan pada pasien dengan IMA. Pemberian antiplatelet
adalah untuk menjaga agar plak tidak menyebabkan atherotrombosis yang dapat
menyebabkan acute coronary sndrome yang membahayakan pasien.

31
BAB IV
KESIMPULAN
Gagal jantung adalah kumpulan gejala kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau
saat melakukan aktivitas disertai/tidak kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti paru atau
edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung
saat istirahat.
Gagal jantung dapat ditegakkan dengan kriteria Framingham minimal satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor. Kriteria mayor adalah paroksismal nocturnal syndrome,
distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian tekanan
vena jugularis, refluks hepatojugular; sedangkan kriteria minor adalah edema ekstremitas,
batuk malam hari, dispneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital,
takikardi (>120x/menit). Tatalaksana yang tepat dapat memperbaiki angka harapan hidup
bagi penderita gagal jantung.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Marulam P, Daulat M, Ali Ghanie, 2010. Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
2. European Society Cardiology. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure. European Heart Jurnal. 2016; 37, p. 2129-2200
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
4. Huon G, Keith D, John M, Iain S. 2003. Kardiologi. Jakarta: Erlangga
5. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics 2010 Update.
Available from: http://www.americanheart.org.
6. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
7. Bambang Budi S. Gagal Jantung. Dalam: Rilantono Lily L. Penyakit Kardiovaskular
(PKV) 5 Rahasia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. p.269-275.
8. Siswanto, BB, Hersunarti, N, Erwinto, Barack R, Pratikto, RS, Nauli SE dan Lubis AC.
Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi 1. 2015. pp. 35-45.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung Edisi I. In. Jakarta: Indonesia Heart Assosiation; 2015.
10.Kabo, Peter. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obatan Kardiovaskular Secara
Rasional. Edisi 1, Cetakan 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

33

Anda mungkin juga menyukai