Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

OBSTRUKSI LARING

Pembimbing :
dr. Amir Sebayang, Sp.THT

Disusun Oleh:
Ni Luh Ariesty Dewiyani (0761050119)
Irene Arini Sihaloho (0761050122)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN

PERIODE 2 MEI-28 MEI 2011


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Obstruksi Laring”.

Adapun referat ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas dari kepaniteraan klinik di
bagian IP THT RSU FK UKI. Dalam membuat referat ini, kami mengambil referensi dari
buku-buku dan jaringan internet.

Dalam menyusun referat ini, kami mendapat banyak bimbingan dan motivasi dari
berbagai pihak sehingga kami dapat melewati hambatan-hambatan yang ada. Oleh karena itu,
kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Amir Sebayang, Sp.THT, selaku pembimbing kami dalam penulisan dan
penyusunan referat

2. Seluruh staf pengajar THT yang telah membantu

3. Orang tua terkasih yang selalu memberikan dukungan moril dan materil

4. Rekan- rekan kepaniteraan IP THT RSU FK UKI periode 2 Mei-28 Mei 2011

Kami memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam referat ini. Semoga
referat ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Hormat kami

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Pendahuluan 1

Tinjauan Pustaka

Anatomi Laring 2

Fisiologi Laring 4

Etilogi Obstruksi Laring 5

Manifestasi Klinik 19

Diagnosis 20

Penanggulangan Sumbatan Laring 20

Kesimpulan 30

Saran 31

Daftar Pustaka 32
PENDAHULUAN

Saluran napas dapat mengalami obstruksi (sumbatan). Obstruksi saluran napas atas
adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akibat
sumbatan pada saluran napas bagian atas (dari hidung sampai percabangan trakea). Obstruksi
saluran napas atas ini sering menyebabkan gagal napas.1

Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien tidak
dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang kerongkongannya
seperti mencekik (choking), agitasi, panik dan napas yang tersengal-sengal dan diikuti
sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti dengan hilangnya kesadaran apabila
sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian pada waktu 2-5 hari.1

Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian diantaranya adalah perasaan tercekik,
tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disfoni. Kemungkinan juga terjadi retraksi dinding
interkosta dan supraklavikula. Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan berkembang
menjadi obstruksi/sumbatan komplet. Letargi, dan hilangnya kesadaran merupakan tanda
akhir dari hipoksemia. Bradikardia dan hipotensi merupakan pertanda ancaman terjadinya
gagal jantung. Oleh sebab itu penatalaksanaan yang cepat dan identifikasi yang tepat
mengenai penyebab obstruksi saluran napas atas dapat menyelamatkan orang yang sedang
mengalami obstruksi saluran napas. 1

Pada referat ini, kami lebih membahas mengenai obstruksi (sumbatan) pada laring.
Sumbatan laring dapat disebabkan oleh radang, benda asing, alergi (edema angioneurotik),
trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak ataupun tumor ganas dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral. Laring merupakan tempat tersempit dari saluran pernafasan dan sering
mendapat gangguna sesak yang mempunyai tanda khas adalah stridor bisa inspirasi atau
ekspirasi. Untuk memastikan dari laring adalah adanya gejala serak. Penanggulangan
sumbatan pada laring dapat dilakukan intubasi endotrakea, trakeostomi maupun
krikotirotomi. 1

Tujuan dan maksud pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami
mengenai gejala dan penanggulangan dari obstruksi laring.
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. LARING

Anatomi Laring

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas dan terdapat
sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung,
dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.2

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendo-tendo dan otot-otot. Tulang
rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago
kornikulata, kartilago kuneiformis, dan kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan
dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid.2

Gambar 1. Anatomi Laring (http://academic.kellog.edu)


Gambar 2. Kartilago tritisea ( http://www.wikimd.org )

Rongga Laring

Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang melalui
pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah epiglotis, batas belakang ialah,
tuberkulum kornikulata Santorini dan insisura interaritenoidea, batas lateralnya adalah plika
ariepiglotika dan tuberkulum kuneiformis.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum


ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita
suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan antara
kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis
membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik, dan subglotik.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah
ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring Morgagni. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah
plika vokalis.

Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut konus
elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi edema dan akan
terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama.2
Interarytenoid
Area

Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring; tampak dorsal ( http://www.gbmc.org)

Fisiologi Laring

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke
dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.
Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan
mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik. Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing
yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan
batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago
aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi). Dengan terjadinya
perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi
darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring
berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan mendorong bolus makanan
turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. Fungsi laring yang lain ialah
untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.2

OBSTRUKSI LARING

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebabkan oleh
radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor jinak ataupun ganas, alergi
(edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral.2,5

Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit paru
obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan meningakatnya usaha ventilasi
untuk mempertahankan batas normal ventilasi alveolus sampai terjadi kelelahan. Pada pasien
yang lelah, kematian terjadi dalam beberapa menit atau jam setelah usaha ventilasi maksimal
tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolus yang normal.2,3

ETIOLOGI

1. PENYAKIT INFEKSI PADA LARING

Croup

Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan
stridor dan obstruksi jalan nafas. Walaupun dapat terjadi pada usia berapapun, bahkan pada
dewasa, croup terutama menyerang pada anak di bawah usia 6 tahun. Croup dapat dibedakan
menjadi laringitis supraglotis (epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun
keduanya dapat bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali
berakibat fatal dalam beberapa jam ( 6-12 jam) tanpa terapi. Sedangkan perjalanan penyakit
dari langiritis subglotis akut berlangsung dalam beberapa hari (2-3 hari) hingga beberapa
minggu.4

Etiologi

Pada supraglotitis akut etiologinya seringkali. Sedangkan pada langiritis subglotis


akut etiologinya seringkali adalah virus.4
Gambar 5. Epiglotis normal (http:/www.scribd.com) Gambar 6. Epiglotitis (http:/www.scribd.com)

Manifestasi Klinis

Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien gelisah, cemas,
stridor, retraksi dan sianosis namun terdapat beberapa perbedaan ringan. Anak dengan
epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serak
dan cenderung tidak disertai dengan batuk croupy, namun kemungkinan besar mengalami
disfagia. Karena nyeri untuk menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada
epiglotitis dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan inflamasi
sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi telah menyebabkan pembengkakan
epiglotis yang nyata.

Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy
(menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada malam hari. Tidak ada
gejala disfagia dan mengiler. Makin berat penyakit pasien, terjadi peningkatan stridor yang
disertai dengan cekungan supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium. Masa inspirasi
memanjang dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul. Anak tampak sangat
membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas, gelisah, menolak makan dan minum
serta berbicara. Sianosis mungkin terjadi pada kasus yang berat.3,4

Diagnosis

Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat perjalanan


penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat memperlihatkan
pembengkakan yang khas pada daerah supraglotik memenuhi saluran nafas. Sedangkan pada
laringitis subglotis akut foto Rontgen lateral leher akan memperlihatkan penyempitan di
infraglotik.

Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk menentukan organisme
penyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan terapi awal, tetapi berguna jika organisme
tersebut resisten terhadap terapi awal itu. Pada laringitis subglotis akut, kadar serum antibodi
mungkin menolong untuk mendiagnosis adanya infeksi virus, terutama bila terdapat kenaikan
titer.3

Penatalaksanaan

Anak-anak ini harus segera ditangani tanpa menunggu di bagian gawat darurat atau
radiologi. Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah dehidrasi dan pengeringan
sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu diberikan, sebaiknya dengan uap air berukuran
partikel terkecil. Terapi antibiotik terhadap Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil
menunggu hasil biakan. Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena secara klinis sulit
untuk membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit dapat sangat cepat. Steroid diberikan
dalam dosis tinggi untuk mengurangi inflamasi. Pasien perlu diamati secara cermat dan
dipertimbangkan untuk trakeostomi atau intubasi. Indikasi bantuan pernapasan adalah
kemunduran meskipun telah diberikan kelembaban, antibiotik dan steroid. Pemantauan croup
termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan kecemasan, penggunaan
otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis, derajat retraksi dan kemunduran pasien
secara menyeluruh. Jika pasien dapat tidur, bantuan jalan napas tidak diperlukan. Sebaliknya,
frekuensi pernapasan diatas 40 kali/menit, denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan
serta retraksi yang makin hebat mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan. Jika anak
kolaps, gunakan respirator ambu bertekanan positif untuk memaksa oksigen melalui jalan
napas yang edematosa.4

2. TRAUMA

Trauma Laring

Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat luka sayat,
luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leher selain dapat merusak struktur
laring juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh darah, dll.
Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa
air, leher membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau terpukul waktu
berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh diri dengan menggantung diri
(strangulasi) atau seseorang pengendara motor terjerat tali di jalan (clothesline injury).

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:

1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi trakeostomi


atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan endoskopi, intubasi
endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).
2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan kimia (cairan
alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang terhirup.
3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.
4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse) misalnya akibat
berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.2

Patofisiologi

Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika ariepiglotika dan
plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain
itu mukosa faring dan laring mudah robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya emfisema
subkutis di daerah leher. Infeksi sekunder melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis,
abses, atau fistel.

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi.
Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis tulang rawan, dan
perikondritis yang mengakibatkan penyempitan lumen laring dan trakea. Robekan mukosa
yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi sekunder, dapat menimbulkan
terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan akhirnya stenosis.2

Gejala Klinik

Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam pertama.
Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat atau timbul mendadak
sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan napas. Gejala-gejala berikut
menunjukkan adanya kelainan pda struktur laring: 1) meningkatnya obstruksi jalan napas
dengan adanya sesak napas (dispnoe), 2) disfonia atau afonia, 3) batuk, 4) hemoptisis dan
hematemesis, 5) nyeri pada leher, 6) disfagia dan odinofagia. Gejala awal mungkin disertai
dengan tanda-tanda klinis berikut: 1) deformitas leher, 2) emfisema subkutis, 3) nyeri tekan
laring, 4) krepitasi tulang.2,3

Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan pita suara
akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara. Emfisema subkutis
terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur tulang-tulang rawan laring
hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar dan masuk ke jaringan subkutis leher
Emfisema leher dapat meluas sampai ke daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan
terasa sebagai krepitasi kulit.2

Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa jalan napas dan bila
jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka
tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia
(nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat
menelan.2,3

Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma ringan
gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu batuk, dan waktu bicara. Di
samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi belum terdapat sesak napas.Pada trauma berat
dapat terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring. Sehingga
menyebabkan gejala sumbatan jalan napas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia,
hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang ditemukan di daerah
leher, muka, dada, dan mediastinum.2

Diagnosis

Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar perkiraan adanya
trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan laringoskopi tak
langsung, laringoskopi langsung dan bronkoskopi untuk menentukan adanya edema,
hematoma, mukosa dan tulang rawan yang bergeser dan paralisis pita suara. Rontgen foto
leher dan dada harus dilakukan untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea.
Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung
udara pada daerah luka, oleh karena udara yang keluar dari trakea. Berbeda dengan luka
terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih sulit. Diagnosis ini penting untuk
menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan
pengobatan konservatif dan observasi saja.2,3

Penatalaksanaan

Sebagai terapi awal pada trauma laring akut ialah dengan mempertahankan aliran
udara adekuat, mungkin diperlukan tindakan trakeostomi. Kemudian dilanjutkan dengan
penilaian terhadap trauma dan menentukan apakah terapi definitif harus dilakukan dengan
segera atau perlu ditunda, yang tergantung pada keadaan klinisnya.

Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi laring, misalnya
oleh pisau, celurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan luka terbuka pada laring
meninggal sebelum mendapat pertolongan, oleh karena perdarahan atau terjadinya asfiksia.
Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada perbaikan saluran napas
dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan yang segera harus dilakukan ialah
trakeostomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon, sehingga tidak terjadi
aspirasi darah. Tindakan intubasi endotrakea tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
kerusakan struktur laring yang lebih parah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi
untuk mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera serta memperbaiki struktur laring
dengan menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek.Untuk mencegah infeksi dan tetanus
dapat diberikan antibiotika dan serum anti tetanus.2

Komplikasi

Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya kurang tepat dan cepat.
Komplikasi yang dapat timbul antara lain:

1. Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring


2. Paralisis nervus rekuren
3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan stenosis laring
dan trakea.2
Trauma Intubasi

Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan trakea.
Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar parau dan ada
kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring dan beberapa derajat obstruksi pernapasan.5

Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila obstruksi napas terlalu


hebat maka dilakukan trakeostomi.5

3. TUMOR

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, karena hanya kurang lebih 5% dari
semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma,
kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma. Papiloma
laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak frekuensinya. Gejala khasnya berupa
disfonia dan apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan
stridor yang dapat bertambah hebat sampai terjadi sumbatan total jalan napas.2,5

Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat
pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah
murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat
rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini
ialah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan
berulang-ulang.2
Gambar 7. Papiloma Laring (Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT)

Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantil atau
tumbuh pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel
skuamosa. Perubahan ke arah keganasan terjadi khusus pada penderita yang sebelumnya
pernah mendapat radioterapi.

Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa pada laring (http:// www.gastrointestinalatlascom )

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi serta


pemeriksaan patologi-anatomik. 2
Terapi

Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser. Oleh karena
sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali. Kadang-kadang dalam seminggu
sudah tampak papiloma tumbuh lagi. Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan,
karena sampai sekarang etiologinya belum diketahui dengan pasti. Tidak dianjurkan
memberikan radioterapi, oleh karena papiloma dapat berubah menjadi ganas. 2

Pada tumor ganas laring setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka
ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3 cara
penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun
kombinasinya tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. Sebagai patokan
dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk
dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih
memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi. Jenis pembedahan adalah
laringektomi totalis ataupun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, yang sering
dilakukan adalah laringektomi totalis karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi
parsial jarang dilakukan, karena teknik sulit untuk mentukan batas tumor. Selain itu dilakukan
juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher.Pemakaian
sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak sampai selesai
karena keadaan umum memburuk, disamping harga obat ini yang relatif mahal, sehingga
tidak terjangkau oleh pasien.

Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang paling baik
di antara tumor-tumor daerah traktur aero-digestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan
radikal. 2

Rehabilitasi Suara

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat


pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang ada di
dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan bernapas melalui stoma permanen di leher.
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien

Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa pada laring (http:// www.gastrointestinalatlascom )


dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi
suara agar pasien dapat berbicara, sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat
dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di
daerah sub mandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophageal
speech) melalui proses belajar. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi suksesnya
rehabilitasi suara ini, yakni faktor fisik dan faktor psiko-sosial. 2

4. KORPUS ALIENUM

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh, yg dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang berasal dari luar tubuh,
disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang
berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing endogen.

Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen
padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (yg berasal dari tumbuh-tumbuhan),
tulang (yg berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu
dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yg bersifat iritatif, seperti zat
kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.

Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah,
krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, mekonium dapat masuk ke
dalam napas saluran bayi pada saat proses persalinan. 2

Etiologi & faktor predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam saluran napas
antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal),
kegagalan mekanisme proteksi yang normal, (antara lain keadaan tidur, kesadaran menurun,
alkoholisme), proses menelan yg belum sempurna pada anak, ukuran dan bentuk serta sifat
benda asing. Faktor kecorobohan, (antara lain meletakan benda asing dimulut, makan atau
minum tergesa-gesa, makan sambil bermain (pada anak), memberikan kacang atau permen
pada anak yang gigi molarnya belum lengkap. 2

Diagnosis
Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan berdasarkan anamnesis
adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul “choking” (rasa tercekik), gejala, tanda,
pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing disaluran napas ditegakan setelah
dilakukan tindakan endoskopi atas indikasi diagnostik dan terapi.

Anamnesis yg cermat perlu ditegakan karena kasus aspirasi benda asing sering tidak
segera dibawa kedokter pada saat kejadian. Perlu diketahui macam benda atau bahan yg
teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda asing itu.

Gejala dan tanda

Gejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung pada lokasi benda
asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Bila
seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami rasa tercekik atau manisfestasi lainnya,
rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk sedang makan, maka keadaan ini haruslah dianggap
sebagai gejala aspirasi benda asing.

Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara atau berada
di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda
asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian
mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya
spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.

Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia,
batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa
subyektif dari benda asing (pasien akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing
itu tersangkut) dan dispne dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda
asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih
meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring.

Pemeriksaan penunjang

Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan
laboratrium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yg bersifat radioopak dapat
dibuat Rö foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacang-
kacangan) dibuat Rö foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum
menunjukan gambaran radiologis yang berarti.

Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher
dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.
Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher dalam fleksi
dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas dari mulut sampai karina. Karena
benda asing dibronkus utama atau lobus, pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.

Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara
keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi
parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda asing di saluran napas
setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema tampak sebagai pergeseran
mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran
interkostal.

Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer pada
pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda asing yang lama
berada di bronkus

Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan


keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. 2

Penatalaksanaan

Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan segera, karena
asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya dalam beberapa menit. Pada anak dengan sumbatan
total pada laring, dapat dicoba dengan menolongnya dengan memegang anak dengan posisi
terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah punggung/tengkuk dipukul, sehingga diharapkan
benda asing dapat dibatukkan ke luar.
Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing Gambar 10. Cara pengeluaran benda asing
pada anak < 1 tahun pada anak >1 tahun
(http://www.childrenwebmd.com) (http://www.childrenwebmd.com)

Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total ialah
dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun
orang dewasa. Menurut teori heimlich, benda asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu
inspirasi. Dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang
tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar ke luar.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak dapat
digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diberi
pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak
ada, dilakukan trakeostomi sebelum merujuk. Pada waktu tindakan trakeostomi, pasien tidur
dengan posisi Trandelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda asing tidak turun
ke trakea. Kemudian pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
laringoskopi dan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing itu dengan cunam. Tindakan
ini dapat dilakukan dengan anastesi (umum) dan analgesia (lokal).2

5. ALERGI

Edema Angioneurotik

Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi laring yang
biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring angioneurotik akuta dapat mengobstruksi
saluran pernapasan setelah respon imun humoral akut terhadap berbagai antigen seperti
sengatan lebah, suntikan antibiotika dan makanan. Gejalanya berupa suara parau yang
progresif setelah kontak dengan, mengirup atau menelan alergen, tanpa tanda infeksi. 5,6
Pemeriksaan

Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan dengan mendeteksi C1 esterase di


dalam darah.6

Penatalaksanaan

Diindikasikan suntikan epinefrin, oksigen dan selanjutnya penyelidikan alergi tindak lanjut.
Pada keadaan parah, diperlukan krikotiroidotomi maupun trakeostomi untuk menyelamatkan
jiwa.5,6

6. KELUMPUHAN NERVUS REKUREN BILATERAL

Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid,terutama total


tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang
malignan.

Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas sebab celah suara
cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi pada inspirasi sehingga menetap
pada posisi paramedian. Kadang pita suara cenderung bertaut pada inspirasi sehingga
penderita harus diselamatkan dengan intubasi dan trakeostomi. Biasanya ada indikasi operasi
fiksasi pita suara di posisi abduksi pada paralisis n. Laringeus rekurens bilateral.5

MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda sumbatan laring adalah :

1. Suara serak (disfoni sampai afoni)

2. Sesak napas (dispnea)

3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengan pada waktu inspiras.


4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot
pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan
gejala:

Stadium 1. Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu
inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2. Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah
lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai
gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3. Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di


infraklavikuladan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor
terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4. Cekungan-cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak


sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien
maka akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea.
Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi. Pada


orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung, dan pada anak laringoskopi langsung.2

PENANGGULANGAN SUMBATAN LARING


Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan
dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi.

Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya jalan jalan napas
lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi, antialergi, antibiotika,
serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang
disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas
ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau
melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring
stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium 4.

Tindakan opertaif atau resusitasi dpat dilakukan berdasar analisis gas darah
(pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan pilihan
pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya dilakukan
trakeostomi.2

PERASAT HEIMLICH

Dengan perasat Heimlich, dilakukan pada penekanan paru. Caranya ialah, bila pasien
masih dapat berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien, kepalan tangan
penolong diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan diatasnya.
Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru pasien beberapa kali,
sehingga benda asing akan terlempar ke luar mulut.
Gambar 11. Manuver Heimlich pada pasien Gambar 12. Manuver Heimlich pada pasien
sadar tidak sadar
(http://healthguide.howstuffworks.com) (http://healthguide.howstuffworks.com)

. Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu pada
lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid, kemudian
dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing
akan terdorong melalui mulut. Pada tindakan ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan
ditekuk ke samping, supaya jalan napas merupakan garis lurus.

Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati
dan fraktur iga. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan
menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan menggunakan dua buah jari kiri dan
kanan.2

INTUBASI ENDOTRAKEA

Intubasi endotrakea adalah 1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas, 2)
membantu ventilasi, 3) memudahkan mengisap sekret dari tarktus trakeo-bronkial, 4)
mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung. Intubasi
endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk memperbaik jalan napas. Dapat
dilakukan secara transnasal atau transoral.2,3

Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan balon (cuff) pada
ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh Magill pertama kali tahun 1964,
dan sampai sekarang sering dipakai untuk intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai
dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter
dalamnya 7-8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat dipertahankan
untuk beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan
melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi.2
Teknik Intubasi Endotrakea

Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat dilakukan tanpa atau
dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur terlentang, leher fleksi
sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri,
dimasukkan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan
menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara
dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui
celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga dimasukkan
melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung pipa
endotrakea dimasukan ke dalam celah anatara kedua pita suara sampai ke trakea.

Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila
menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur terlentang itu, pundaknya
harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.

Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukkan
mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke atas bersama-sama
sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan
melalui celah pita suara sampai di trakea. Kemudia balon diisi udara dan pipa endotrakea
difiksasi dengan plester.2

Komplikasi

Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat menimbulkan ulserasi mukosa,
pembentukan jaringan granulasi, edem subglotis, dan akhirnya stenosis laring dan trakea.
Komplikasi ini lebih sering pada pasien sadar atau hiperaktif dengan refleks menelan yang
aktif.4

TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea


untuk bernapas.
Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi 1) trakeostomi letak tinggi,
yaitu di cincin trakea 2-3 dan 2) trakeostomi letak rendah, setinggi cincin trakea 4-5. Berdasar
letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi ismus kelenjar tiroid, bila melakukan trakeostomi
sebaiknya letak tinggi karena:

 Letak trakea lebih superfisial


 Dekat dengan bangunan pedoman yaitu kartilago tiroid atau krikoid
 Kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan
 Ismus atau timus pada anak tidak terganggu
 Aman, karena jauh dari pembuluh darah besar.

Sedangkan mnurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi
darurat dan segera dengan persiapan sarana yang kurang dan 2) trakeostomi berencana
(persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).2

Indikasi Trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring


2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen
yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi
itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya
berkurang.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
bronkoskopi. 2

Alat-alat trakeostomi

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat
anlagesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang
pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya
cocok untuk pasien. 2
Gambar 13. Kanul silikon Gambar 14. Kanul metal
(http://www.tracheostomy.com) (http://www.tracheostomy.com)

Gambar 15. Alat –alat trakeostomi (Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT)

Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan
kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher
akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit daerah leher
dibersihkan secara asepsis dan antisepsis dan ditutup dengan kasa steril.

Obat anastetikum (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fosa


suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dibawah
krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada
pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2 jari
dibawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm.
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai tampak trakea yang
berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tiulang rawan yang berwarna putih. Pembuluh
darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroiddi klem pada dua
tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua
tepinya dan disihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi
dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan
waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang
tajam. Kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan
tali pada leher pasien dengan luka operasi ditutup dengan kasa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang trakea, perlu dibuktikan
dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara aspirasi dengan semprit yang
berisi novokain. Bila yang ditusuk itu trakea maka pada waktu dilakukan aspirasi terasa
ringan dan udara yang terisap akan menimbulkan gelembung udara. Untuk mengurangi
refleks batuk dapat disuntikan novokain sebanyak 1 cc ke dalam trakea.

Gambar 15. Teknik trakeostomi (http://www.catalog.nucleusinc.com)


Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatiakan insisi kulit jangan
terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila kanul terlalu kecil, akan
menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi rangsangan pada mukosa trakea dan
mudah terlepas ke luar.

Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya ke dalam lumen dan ujung kanul
akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding trakea. Panjang kanul harus
sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar dari lumen trakea dan masuk ke dalam
jaringan subkutis sehingga timbul emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga
menimbulkan asfiksia. Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan
mudah timbul jaringan granulasi. 2

Gambar 16. Memasang kanul (http://www.humanbodydisease.com

Perawatan pasca trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat menyumbat,


sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan kanul harus sering diisap
ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya 2 kali sehari, lalu segera dimasukan lagi
ke dalam kanul luar. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan
trakeostomi sangatlah penting. Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka
kanul luar harus dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kasa di bawah kanul harus diganti setiap
basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis. 2

KRIKOTIROTOMI
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat

napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat

walaupun persiapannya darurat. 2

Indikasi Krikotirotomi

Indikasi krikotirotomi antara lain ialah:

1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak memadai untuk
mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.

2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih
medis.

3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring karena tumor,
sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat operasi definitif. 3

Teknik Krikotirotomi

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto oksipitalis.
Puncak tulang rawan (Adam’s apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri.
Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan
kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini
diinfiltrasi dengan anastetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di
bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid
terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jika
tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara. 2
Komplikasi Gambar 17. Krikotirotomi (http://www.netterimages.com)

Kerugian teknik ini banyak, sehingga terbatas penggunaannya. Ruang krikotiroid


relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan pipa trakeostomi dengan ukuran
adekuat tanpa merusak kartilago krikoid. Tiap luka pada krikoid dapat diikuti dengan
perikondritis dan stenosis laring. Arteri krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat
garis tengah yang mungkin menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama
melakukan teknik ini.3

Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama. Makin lama pipa
terpasang pada membran krikotiroid, makin besar kemungkinan terjadi perinkondritis, karena
kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotik, sehingga
terbentuk jaringan granulasi, dan akhirnya stenosis laring. Sehingga sebaiknya segera diganti
dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.2,3

Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12 tahun, demikian juga


pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laringitis. 2

Perawatan Pasca Bedah

Kanul trakeostomi harus segera dimasukkan melalui krikotirotomi segera setelah alat
tersebut tersedia. Krikotirotomi harus diganti dengan trakeostomi melalui insisi terpisah yang
lebih rendah segera setelah keadaan pasien stabil. Bila mungkin dilakukan dalam 24 jam atau
paling lama 48 jam setelah krikotirotomi.2,3
KESIMPULAN

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam-macam sebab


seperti peradangan pada laring, tumor laring, alergi (edema angioneurotik), benda asing,
trauma, dan paralisis nervus rekuren laring bilateral yang dapat menyumbat laring.

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan
menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana akan menyebabkan kematian
akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia
sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif
benda asing.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan laringoskopi.


Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan
laringoskopi langsung.

Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat
obstruksi. Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian obat-obatan, dapat
pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif untuk membebaskan saluran napas ini dapat
dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi endotrakea transoral) atau
melalui hidung (intubasi endotrakea transnasal) , membuat trakeostomi atau melakukan
krikotirotomi.
SARAN

Peranan ahli THT banyak berbuhungan dengan mempertahankan dan penatalaksanaan


saluran napas, baik melalui cara intubasi, trakeostomi maupun kritotirotomi. Oleh
karena itu tim medis harus menguasai seluruh aspek perawatan jalan napas.
Apabila dijumpai seseorang yang mengalami sumbatan jalan napas (laring), sebaiknya
ditangani dengan segera karena asfiksia dapat terjadi hanya dalam beberapa menit.
Tindakan yang dilakukan yaitu dengan perasat Heimlich, trakeostomi maupun
krikotirotomi.
Penyebab sumbatan jalan napas harus segera diketahui agar dapat dilakukan
penatalaksanaan dan perawatan selanjutnya.
Sebaiknya penanganan darurat terhadap sumbatan jalan napas dapat dilakukan oleh
siapapun tidak bergantung hanya pada para tenaga medis mengingat seringnya
kejadian sumbatan jalan napas dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto, Bambang Sigit, Barmawi Hisyam,dkk. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut.


Dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006. Hal 978-87.

2. Soepardi, E.A, Iskandar, H.M. Telingan Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

3. Ballenger, John Jacob. Insufisiensi Pernapasan dan Trakeostomi. Dalam Buku Penyakit
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa Aksara.
1994. Hal 441-63.

4. Banovetz, John D. Penyakit Infeksi Pada Laring. Dalam BOIES Buku Ajar Ilmu
Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997. Hal 383-85.

5. Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
1997. Hal 488-97.

6. Cody, Thane R, dkk. Edema Angioneurotik. Dalam Penyakit, Telinga, Hidung dan
Tenggorok. Jakarta:EGC. 1991. Hal 365.

Anda mungkin juga menyukai