Anda di halaman 1dari 6

JURNAL HIPOKSIA

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

Disusun Oleh :

SUCI MELINDA KISDYANTI

1351710318 / A4-17

AKADEMI FARMASI SURABAYA

ANGKATAN 2017 - 2018

4
DAFTAR ISI

4
LATAR BELAKANG

Tujuan akhir pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan
ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau ion hidrogen mempengaruhi
pernapasan terutama efek perangsangan pusat pernapasannya sendiri, yang menyebabkan
peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat ke otot-otot pernapasan. Akibat peningkatan
ventilasi pelepasan karbondioksida dari darah meningkat, ini juga mengeluarkan ion hidrogen dari
darah karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi asam karbonat darah. PO2 darah yang
rendah pada keadaan normal tidak akan meningkatkan ventilasi alveolus secara bermakna sampai
tekanan oksigen alveolus turun hampir separuh dari normal. Sebab dari berkurangnya efek
perubahan tekanan oksigen pada pengaturan pernapasan berlawanan dengan yang disebabkan oleh
mekanisme yang mengatur karbondioksida dan ion hidrogen. Peningkatan ventilasi yang benarbenar
terjadi bila PO2 turun mengeluarkan karbondioksida dari darah dan oleh karena itu mengurangi
tekanan PCO2, pada waktu yang sama konsentrasi ion hidrogen juga menurun. Berbagai keadaan
yang menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan termasuk anemia, dimana jumlah total
hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen berkurang, keracunan karbondioksida,
sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi tidak mampu mengangkut oksigen, dan penurunan
aliran darah ke jaringan dapat di sebabkan oleh penurunan curah jantung atau iskemi lokal jaringan.
Perubahan tegangan oksigen dan karbondioksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari
komponen fosfat organik, terutama asam 2,3 bifosfat (2,3-BPG) menyebabkan pergeseran kurva
disosiasi oksigen. Bila hasil hipoksia sebagai akibat gagal pernapasan, PaCO2 biasanya meningakat,
dan kurva disosiasi oksigen bergeser ke kanan. Dalam kondisi ini, persentase saturasi hemoglobin
dalam darah arteri pada kadar penurunan tegangan okmsigen alveolar (PaO2) yang diberikan.
Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akaut akan
menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis
salamunpicassa.blogspot.com | rakusshare.blogspot.com | bull-share.blogspot.com 7 yang
mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama
mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu
reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan
terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernapasan. Bila penurunan PaO2 disertai
hiperventilasi dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral
meningkat dan hipoksia bertambah. Pengaruh hipoksia stagnant tergantung pada jaringan yang
dipengaruhi. Pada hipoksia, otak dipengaruhi pertama kali.3 Di otak terdapat pusat pernapasan yang
merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral (dari kiri ke kanan) medula
oblongata dan pons. Ada tiga kelompok neuron utama: (1) kelompok neuron pernapasan dorsal
terletak di bagian dorsal medulla, yang menyebabkan inspirasi, (2) kelompok pernapasan ventral
yang terletak di ventro lateral medulla yang menyebabkan ekspirasi atau inspirasi tergantubg pada
kelompok neuron yang dirangsang, (3) pusat pneumotaksik, terletak di bagian superior belakang
pons yang membantu kecepatan dan pola pernapasan.1 neuronneuron kelompok pernapasan dorsal
memegang peranan penting dalam mengontrol pernapasan.

TUJUAN

Menambah pengetahuan pada pembaca agar memperluas pengetahuan tentang hipoksia.


4
MORFOLOGI

PATOGENESIS

MEKANISME INFEKSI

EPIDEMIOLOGI

DIAGNOSA

Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong dilakukannya analisis gas-gas
darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SpO2) kurang dari 90% yang biasanya sesuai
dengan tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg sangat mengganggu oksigenasi CO2
arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45-50 mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar sangat
terganggu. Kegagalan pernafasan terjadi karena PaO2 kurang dari 60mmHg pada udara ruangan,
atau pH kurang dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari 50mmHg. Dimana daya penyampaian
oksigen ke jaringan tergantung pada: (1) sistem pernafasan yang utuh yang akan memberikan
oksigen untuk menjenuhi hemoglobin (2) kadar hemoglobin (3) curah jantung dan mikrovaskular (4)
mekanisme pelepasan oksihemoglobin.

TERAPI

1. Mempertahankan oksigen jaringan yang kuat


2. Menurunkan kerja nafas 3. Menurunkan kerja jantung Indikasi terapi oksigen : 1. Gagal
nafas akut 2. Syok oleh berbagai penyebab
3. Infark miokard akut
4. Keadaan dimana metabolisme rate tinggi
5. Keracunan gas CO
6. Tindakan preoksigenasi menjelang induksi anestesi
7. Penderita tidak sadar
8. Untuk mengatasi keadaan-keadaan : emfisema pasca bedah, emboli udara, pneumotoraks
9. Asidosis
10. Anemia berat 10 Metode Pemberian Oksigen :
 Sistem aliran rendah
o Low flow low concentration (kateter nasal, kanul binasal)
o Low flow high concentration (sungkup muka sederhana, sungkup muka kantong
rebreathing, sungkup muka kantong non rebreathing)
 Sistem aliran tinggi
o High flow low concentration (sungkup venturi)
 b. High flow high concentraton (head box, sungkup CPAP) Kanul binasal :
paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, dengan aliran 1-6
liter/menit dengan konsentrasi 24-44%.
 Keuntungan : pemberian oksigen stabil, baik diberikan pada jangka waktu lama, pasien dapat
bergerak bebas.

4
 Kerugian : iritasi hidung, konsentrasi oksigen akan berkurang bila pasien bernafas dengan
mulut. Sungkup muka sederhana : aliran diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi
oksigen mencapai 60%. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : aliran diberikan 6-10
liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 80%.
 Sungkup muka dangan kantong non rebreathing : aliran diberikan 8-12 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen mencapai 100%.
 Bahaya dan efek samping pemberian oksigen :
a. Kebakaran
b. Hipoksia
c. Hipoventilasi
d. Atelektasis paru
e. Keracunan oksigen

PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh perbedaan suhu dan tingkat
waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post
mortem. Penelitian eksperimental ini menggunakan metode time series design. Pada
sebelumnya pernah dilakukan penelitian yang serupa namun dilakukan pada orang
yang telah meninggal dunia dan tidak membandingkan antara dua suhu yang
berbeda.12 Peneliti menemukan bahwa perbedaan suhu dan tingkat waktu kematian
terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post mortem
mempunyai pengaruh yang berarti. Sampel yang diletakkan pada suhu kamar lebih
cepat mengalami kematian sel dibandingkan dengan sampel yang diletakkan pada
suhu dingin. Kematian sel yang terjadi pada suhu kamar berkisar 18 jam, sedangkan
pada suhu dingin berkisar 24 jam. Semakin lama waktu kematian, maka pergerakan
sel silia akan lebih cepat berhenti pula. Sampel pada 6 jam setelah kematian
mempunyai kemampuan pergerakan sel silia lebih lama dibandingkan dengan
sampel pada 12 jam setelah kematian. 43 Sampel pada suhu dingin yang perlakukan
sama pada suhu kamar mempunyai perbedaan karena pengaruh dingin
mengakibatkan metabolisme menjadi lambat, serta dapat menghemat pemakaian
energi (adenosine trifosfat ) karena diturunkannya kebutuhan oksigen. Sedangkan
sampel suhu kamar memakai adenosine trifosfat lebih banyak sehingga pergerakan
sel silia akan berhenti lebih lama dibandingkan dengan suhu dingin. Suhu
berpengaruh terhadap kerja enzim karena enzim terdiri atas protein. Semakin
suhunya tinggi, reaksi kimia akan semakin cepat. Akan tetapi, enzim akan mengalami
denaturasi jika suhu sangat tinggi. Enzim juga dapat optimal pada suhu optimal yang
pada enzim memiliki suhu optimal yang berbeda-beda.16 Sel olfaktorius adalah
neuron bipolar, tersebar merata di antara sel sel sustentakular. Inti bulatnya
menempati zona lebih rendah dari yang berasal dari selsel penyokong. Terdapat
kompleks Golgi supranuklear kecil dan beberapa elemen tubulovesikular dari
retikulum endoplasma licin. Bagian apikal sel menyempit menjadi juluran silindris
halus, yang meluas ke atas ke permukaan epitel, tempatnya berakhir dengan
melebar, yang disebut bulbus olfaktorius. Mereka sedikit menonjol di atas permukaan
sel-sel penyokong sekitarnya dan mengandung badan-badan basal dari enam

4
sampai delapan silia olfaktoria yang memancar darinya pararel terhadap permukaan
epitel. Silia ini sangat panjang berkisar 70µm-150µm. Bagian basal batang silia
berdiameter 250nm, seperti pada mikrotubul panjang. Beberapa mikrometer dari
basis terdapat bagian batang yang menyempit mendadak sampai 44 menjadi 150nm
dan bagian tipis ini berlanjut ke ujung, mencakup sekitar 80% panjangnya silia.
Aksonema bagian tipis ini terdiri atas 11 mikrotubul tunggal, sebagai gantinya doublet
biasa. Bagian sepit pada silia ini dapat mengandung hanya satu atau dua
mikrotubulus. Silia bergerak secara ritmis 1200x/menit, dan bergerak ditutupi oleh
seluruh lapisan mukus. Fungsi silia ditentukan oleh pemaparan kronis oleh iritan
saluran pernapasan,merokok,agen farmakologi, dan lain-lain.

file:///C:/Users/w10/Downloads/MAKALAH_HIPOKSIA.pdf
file:///C:/Users/w10/Downloads/docdownloader.com_makalah-hipoksia%20(1).pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Hipoksia
https://hellosehat.com/penyakit/hipoksia/

Anda mungkin juga menyukai