Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah


di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal
jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya
pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yangrendah yaitu kurang
dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L).
Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki
kadar glukosa yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus
tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau
mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap
didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul
akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin
pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan
fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.
(Soemadji, 2009).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dan epidemiologi hipoglikemia.

2. Untuk mengetahui etiologi dan patomekanisme hipoglikemia.

3. Untuk mengetahui patofisiologi dan penegakan diagnosis hipoglikemia.

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis hipoglikemia.

1
BAB II

ISI

A. Epidemiologi

Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus.


Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode
hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi, namun pada umumnya
penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata episode hipoglikemia
simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4% dari mortalitas
akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia (Shafiee, 2012).

Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes


mellitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam
beberapa tahun pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam perjalanan
diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua puluh
kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan insulin, sehingga
sebagian besar episode hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).

Studi yang dilakukan terhadap penduduk yang tinggal di daerah


pedesaan Jawa Timur dan Bali menunjukkan tingkat prevalensi hipoglikemia
sebesar 1,5% pada tahun 1982 dan meningkat menjadi 5,7% pada tahun 1995.
Saat ini Indonesia memiliki estimasi prevalensi hipoglikemia sebesar 1,2-2,3%
(Sutanegara, 2000).

B. Etiologi

Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan


(reaktif), hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap.
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme
pencernaan, intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, sensitivitas leusin,

2
dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya
produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang berlebihan, sedangkan
pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh
penggunaan obat (Longo, 2011).

Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme


pencernaan. Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi,
piloroplasti atau vagotomi dapat mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal
ini disebabkan karena pengosongan lambung yang cepat dengan penyerapan
singkat glukosa turun lebih cepat dibanding insulin. Ketidakseimbangan
insulin-glukosa yang terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi fruktosa
herediter yang dipicu pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat
menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan
karena sebab idiopatik dapat dibagi menjadi hipoglikemia sejati dan
pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia sejati, gejala adrenergik muncul
sesudah makan dan disertai dengan glukosa plasma rendah pada saat gejala
muncul spontan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala tersebut berkurang
dengan pemasukan karbohidrat yang meningkatkan glukosa plasma.
Pseudohipoglikemia adalah keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2 sampai
5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki konsentrasi glukosa plasma rendah
ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan sehari-hari (Longo,
2011).

Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau


penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati
kongenital, ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia
puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme,
insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon. Adapun
defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
glukosa adalah defek enzim Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat
karboksilase, fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan
glikogen sintetase. Defisiensi substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah
kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik
pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan lanjut. Penyakit

3
hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia,
dan hipotermia. Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat
juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang
berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat penggunaan glukosa berlebihan
dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar insulin memadai
tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan
karena adanya insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun
dengan insulin atau antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan
seperti kuinin pada malaria falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta
dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai
tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat
disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi
enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan
kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).

Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim


disebabkan oleh pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang paling
sering menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah insulin,
sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini terlibat
dalam diagnosis hipoglikemia (Longo, 2011).

4
C. Patogenesis

Pasca Obat-obatan Puasa


Makan

Hiperinsulin Turunnya produksi


Contohnya insulin,
mia glukosa dan
alkohol, dan
sulfonylurea penggunaan
glukosa yang
Pengososngan
berlebih
lambung yang
cepat

Produksi glukosa
Pengeluaran insulin yang tidak seimbang
berlebihan dan dengan kebutuhan
penyerapan glukosa
yang kurang

Tidak seimbang Hipoglikemia


insulin dan glukosa
Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).

D. Patofisiologi

Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh


berlebihan. Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang
terjadi setelah melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia
juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan
tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi
karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas.
Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya

5
nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan
takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl dan Lang, 2010).

Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme


homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi
untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang
ada di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan
dapat meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi,
glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam
sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,


2011).

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan


meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi
dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh
melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan
asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan
menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik,

6
kolinergik, dan berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka
mungkin juga dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer,
2011).

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak


dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang
yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa
kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi
penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan
karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.
Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat
dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan
dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms et al,
2007).

E. Penegakkan Diagnosis

Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah


hipoglikemia berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal.
Walaupun kadar glukosa plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5
mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa
darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif
rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena
sedangkan kadar glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan vena
(Soemandji, 2009).

Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl


(2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian
berbagai studi fisiologis menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat
terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui
bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L) yang terjadi berulang kali
dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih
berat (Soemandji, 2009).

7
Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada
kadar glukosa darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam
konteks terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa
plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5 mmol/L) (Soemandji, 2009).

F. Terapi

1. Non Medika Mentosa


Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan
orang lain. Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus
mengenal tanda-tanda dan gejala serta menggambarkannya kepada teman-
teman dan keluarga sehingga mereka dapat membantu jika diperlukan.
Staf di sekolah juga harus diberitahu bagaimana mengenali tanda dan
gejala hipoglikemia pada anak dan bagaimana cara mengobatinya. Orang
yang mengalami hipoglikemia beberapa kali dalam seminggu harus
menghubungi pusat pelayanan kesehatan untuk mengatur perubahan dalam
rencana pengobatan, pengurangan obat atau pemberian obat yang berbeda,
jadwal baru untuk insulin atau obat-obatan, makan yang berbeda, atau
rencana kegiatan fisik yang baru apabila diperlukan (Fonseca, 2008).

Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah,


mereka harus memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah
menggunakan alat ukur. Jika kadar glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan
yang tepat yang harus dikonsumsi untuk menaikkan glukosa darah adalah:

a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram


karbohidrat.

b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.

c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.

d. 1 cangkir atau 8 ons susu.

e. 5 atau 6 buah permen.

f. 1 sendok makan gula atau madu.

8
Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah
dalam 15 menit untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi
70 mg/dl atau lebih . Jika masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa.
Langkah-langkah ini harus diulang sampai kadar glukosa darah adalah 70
mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006)


pedoman tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

a. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa


diberikan satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk
meningkatkan kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.

Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung


pada derajat hipoglikemia, yaitu :

a. Hipoglikemia ringan

1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.

2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.

3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti


coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.

b. Hipoglikemia berat

1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.

2. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan


atau minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.

2. Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:

a. Glukosa Oral.

b. Glukosa Intravena.

c. Glukagon (SC/IM).

9
d. Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.

e. Monitoring

Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia

< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus


3 flakon

30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus


2 flakon

60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus


1 flakon

Follow up :

1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.

2. Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat


diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.

G. Pencegahan Hipoglikemia

Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis


dan waktu pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang
seperti biasa. Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya,
meningkatkan dosis insulin atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan
penggunaan insulin dapat menyebabkan hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk
membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan diabetes harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Obat-obatan untuk diabetes

Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat


yang digunakan untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan
hipoglikemia dan menjelaskan bagaimana dan kapan harus
mengkonsumsi obat tersebut (Fonseca, 2008).

10
Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus
bertanya kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan
mengenai

1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan


hipoglikemia.

2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.

3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.

4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.

5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan


aktivitas.Fisik

6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu


makan (Fonseca, 2008).

b. Pola makan

Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan


menu makan yang sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana
makan ini penting bagi pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang
hipoglikemi harus makan secara teratur, cukup makanan setiap kali
makan, dan mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau
makanan ringan. Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada
makanan lain dalam mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli
diet dapat membuat rekomendasi untuk makanan ringan (Fonseca,
2008).

c. Aktivitas sehari-hari

Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan


oleh aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin
menyarankan:

1. Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik


lainnya dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100
miligram perdesiliter (mg/dL).

11
2. Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.

3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama


waktu beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai
kebutuhan.

4. Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas


fisik(Fonseca, 2008).

d. Konsumsi alkohol

Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut


kosong, dapat menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari
kemudian. Alkohol dapat sangat berbahaya bagi orang yang memakai
insulin atau obat yang meningkatkan produksi insulin (Fonseca, 2008).

e. Rencana pengelolaan diabetes

Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah


agar mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka
panjang yang bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang
berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia
layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk
mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya
(Fonseca, 2008).

H. Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah,
dan waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki
prognosis baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa
segera diberikan oral glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013).

Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis


yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang
(Manucci et al., 2006). Apabila pasien dianjurkan pengambilan pankreas maka
memiliki prognosis tergantung skill medis dan kondisi indivual (Anonymous,
2013).

12
BAB III

KESIMPULAN

a. Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah


berada di bawah normal.
b. Hipoglikemia dibagi menjadi tiga yaitu hipoglikemia pasca-makan,
hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pasien rawat inap.
c. Hipoglikemia disebabkan karena glukagon tidak dapat mengkompensasi
insulin yang berlebihan.
d. Manajemen hipoglikemia disesuaikan dengan tingkat keparahannya.
e. Prognosis hipoglikemia dapat dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah,
dan waktu onset.

13
Daftar Pustaka

Anonymous. 2013. Hypoglycemia (Low Blood Sugar). California: Lucile Packard


Children’s Hospital. available at
{http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/diabetes/hyp
o.html} diakses 7 Oktober 2013 pukul 19:00

Carrol, Robert G. 2007. Elsevier’s Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby


Elsevier.

Cryer, Philip E. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Tersedia di


<http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680209/Hypoglyce
mia%20During%20Therapy%20of%20Diabetes%20> diakses pada
Kamis 3 Oktober 2013 21.22.

Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical Schoolavailable at


{http://emedicine.medscape.com/article/122122-
overview#aw2aab6b2b6} diakses 7 Oktober 2013 pukul 18:52

Longo, Dan L, et al. 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th


Edition. New York; McGraw-Hill Medical Publishing Divison.

Manucci et al,. 2006. Incidence and prognostic significance of hypoglycemia in


hospitalized non-diabetic elderly patients. USA: NCBI available at
{http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17167310} diakses 7
Oktober 2013 pukul 18:40

Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.

Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd
Ed. New York: Thieme.Soemadji, DjokoWahono. 2009.
BukuAjarIlmuPenyakitDalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

14
Sutanegara, Dwi. 2000. The epidemiology and management of diabetes mellitus in
Indonesia. Available at
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S016882270000173
X

15
1. Hubungan antara diabetes melitus dengan hipoglikemi
Hiperinsulinisme dan takut makan.
2. Hubungan thiamin dan alkohol dan hipoglikemi.
Alkohol akan meningkatkan metabolisme karbohidrat, thiamin adalah anti-
dotum untuk alkohol.
3. Hipoglikemi pasca-makan normal atau abnormal
Abnormal, biasanya karena hiperinsulinisme.

Penegakan diagnois hipoglikemia: TRIAS WHIPPLE

16
Hasil Lembar Revisi

No. Tanggal Revisi Keterangan Ttd

17

Anda mungkin juga menyukai