Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Anemia Defisiensi

Disusun oleh:
Adila Salsabila
030.14.003

Pembimbing:
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
05 November 2018 – 12 Januari 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT saya panjatkan karena atas rahmat dah hidayah-Nya maka saya
dapat menyelesaikan referat dengan judul "Anemia”
Referat ini dibuat demi memenuhi tugas di kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. dr. Elhamida Gusti, Sp.PD dokter pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk
memberikan masukan, saran dan kritik dalam penyusunan referat ini.
2. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat yang telah dibuat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis menerima segala kritik dan saran yang diberikan dari semua pihak untuk
menyempurnakan referat ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga referat ini
dapat bermanfaat .

Jakarta, 26 Desember 2018

Adila Salsabila
030.14.003
LEMBAR PERSETUJUAN PEIMBING

PERSETUJUAN

Referat

Judul:

ANEMIA DEFISIENSI

Adila Salsabila
030.14.003

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari Rabu, Tanggal 26 Desember 2018

Pembimbing,

dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN

HALAMAN JUDUL .................................................................................................


KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan ........................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Eritrosit .............................................................................................. 2
2.2 Eritropoiesis ........................................................................................................ 3
2.3 Hemoglobin......................................................................................................... 3
2.4 Anemia ................................................................................................................ 3
2.4.1 Definisi Anemia....................................................................3
2.4.2 Klasifikasi Anemia................................................................3
2.4.3 Derajat Anemia.....................................................................5
2.5 Anemia Defisiensi Besi ...................................................................................... 5
2.5.1 Etiologi...............................................................................5
2.5.2 Penegakan Diagnosis..............................................................6
2.5.2.1 Anamnesis.................................................................6
2.5.2.2 Pemeriksaan Fisik .......................................................6
2.5.2.3 Pemeriksaan Laboratorium..............................................7
2.5.3 Diagnosis Banding ..................................................................7
2.5.4 Tatalaksana............................................................................10
2.6 Anemia Defisiensi Vitamin B12 dan Asam Folat (Vitamin B9) ....................... 10
2.6.1 Etiologi................................................................................10
2.6.2 Penegakan Diagnosis................................................................11
2.6.2.1 Anamnesis....................................................................11
2.6.2.2 Pemeriksaan Fisik .........................................................11
2.6.2.3 Pemeriksaan Laboratorium.................................................11
2.6.3 Diagnosis Banding ....................................................................12
2.6.4 Tatalaksana...............................................................................12
iii
2.7 Komplikasi ......................................................................................................... 13
2.8 Pencegahan ........................................................................................................ 13
2.9 Prognosis ............................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia memiliki berbagai macam organ yang berfungsi untuk menjalani sistem
kehidupan. Organ-organ tersebut dapat menjalani fungsi nya apabila mendapat asupan nutrisi
yang baik. Darah yang mengalir didalam tubuh, membawa oksigen, karbondioksida dan
nutrisi-nutrisi yang dapat berguna bagi sel-sel organ agar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Darah mengadung plasma dan sel-sel darah. Bagian yang dapat membawa nutrisi,
hormon dan protein ke seluruh tubuh adalah plama. Plasma juga membawa produk-produk
buangan ke ginjal dan sistem digestive untuk selanjutnya dikeluarkan dari tubuh.(1)
Bagian solid dari darah adalah sel-sel darah. Terdapat tiga macam bentuk sel darah, yakni sel
darah merah, sel darah putih dan trombosit. Bagian dari sel darah yang berfungsi sebagai
pengikat oksigen adalah sel darah merah atau eritrosit. Eritrosit berbentuk bulat dan gepeng,
kedua permukaannya berbentuk konkaf. Eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi
untuk mengikat oksigen dan membawa oksigen tersebut sampai ke sel. Jumlah eritrosit pada
pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc. Usia eritrosit
manusia adalah 120 hari, setelah 120 hari sel-sel eritrosit akan lisis dan digantikan dengan sel
eritrosit yang baru.(2)
Pada keadaan eritrosit atau Hb yang kurang dari kadar normal dan tidak mencukupi
untuk kebutuhan fisiologis tubuh disebut anemia.(1) Rujukan anemia balita 12-59 adalah bila
kadar Hb dibawah 11,0 g/dL, anak usia 6-12 tahun bila kadar Hb <12,0 g/dL, laki-laki usia
>15 tahun bila Hb < 13,0 g/dL dan wanita usia >15 tahun bila Hb <12,0 g/dL. Keadaan
anemia dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Tiga garis besar penyebab daripada
anemia adalah tubuh terlalu sedikit memproduksi sel darah merah, tubuh terlalu cepat
menghancurkan sel darah merah dan tubuh kehilangan terlalu banyak sel darah merah. (1)
Berbagai macam penyakit dan kondisi dapat mengakibatkan terjadinya salah satu atau ketiga
penyebab anemia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa di Indonesia pada tahun 2013 prevalensi
penderita anemia dengan usia >1 tahun mencapai 21,7%. Berdasarkan pengelompokan umur
didapatkan pada usai balita prevalensi anemia mencapai 28,1%, dan cenderung menurun pada
kelompok usia anak sekolah, remaja sampai dewasa muda (34 tahun) dan cenderung
meningkat kembali pada kelompok usia yang lebih tinggi. Pada kelompok jenis kelamin, pria
memiliki prevalensi anemia sebesar 18,4% dan wanita 23,9%. Sedangkan pada ibu hamil
mencapai 37,1%.(3)
BAB II

2.1 Morfologi Eritrosit


Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah (eritrosit). Eritrosit
berbentuk bulat dan gepeng yang kedua permukaannya cekung, tidak memiliki inti dan
mengandung Hemoglobin yang merupakan protein yang mengandung zat besi. Hemoglobin
berwarna merah oleh karena itu eritrosit bisa berwarna merah. Fungsi hemoglobin adalah
untuk mengangkut oksigen dan karbondioksida.(4)
Diameter eritrosit 7,5 µm dengan ketebalan pinggirannya 2 µm dan terlihat seperti
bentuk cakram, dimana bagian tengah lebih tipis (1 µm). Keadaan ini disebut akromia
sentral.(3)

Gambar 1. Morfologi Eritrsoit

2.2 Eritropoiesis
Eritrosit pertama kali dibentuk di sumsum tulang. Awal pembentukan eritrosit berasal
dari stem sel yang berada di sumsum tulang. Eritropoiesis berjalan dimulai dari stem sel
melalui sel progenitor CFUGEMM (Colony-forming unite granulocyte, erythroid, monocyte and
megacariocyte), BFUE (Burst-forming unite erythoid) dan CFUU menjadi pronormoblas.
Pronormoblas akan mengalami pembelahan sel menjadi basofilik eritroblas, kemudian
membelah lagi menjadi eritroblas dan normoblas. Kemudian bentuk normoblas kelar dari
sumsum tulang masuk ke dalam aliran darah dalam bentuk retikulosit. Retikulosit didalam
aliran darah dapat bertahan sampai 3 hari sebelum akhirnya berubah menjadi eritrosit matang.
Eritrosit matang bertanggung jawab sebagai pengikat Hb dan menjadi transporter oksigen ke
seluruh sel dan membawa karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru lalu akhirnya
dikeluarkan dari tubuh melalui sistem pernapasan.(5)

2
2.3 Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul yang berfungsi sebagai pengikat oksigen di eritrosit yang
akan diedarkan ke seluruh tubuh. Hemoglobin merupakan porfirin besi yang terikat pada
protein globim. Hemoglobin adalah tetramer yang mengandung dua jenis rantai polipeptida
(α dan β) yang masing-masing terdiri dari 2 pasang. Pada bagian tengah terdapat cincin
porfirin. Porfirin yang menahan satu atom Fe disebut heme. Pada molekul heme inilah Fe
dapat berikatan dan dapat menghantarkan O2 dan CO2. Hb mempunyai afinitas untuk
meningkatkan O2 ketika setiap molekul diikat, akibatnya memungkinkan Hb menjadi jenuh
dengan O2 dalam paru dan secara efektif melepaskan O2 dapat ditranspor dari paru ke
jaringan.(6)

2.4 Anemia
2.4.1 Definisi Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar sel darah merah atau hemoglobin (Hb)
dalam darah kurang dari normal. Anemia banyak jenisnya dan banyak penyebabnya.(1)

2.4.2 Klasifikasi Anemia


Anemia dapat terjadi karena tiga hal utama yaitu; terlalu sedikit memproduksi sel
darah merah, yang bisa terjadi dalam keadaan defisiensi asam folat dan defisiensi zat besi,
infeksi, leukimia dan berbagai jenis keganasan lain. Dapat juga diakibatkan karena
penghancuran sel darah merah yang terlalu cepat atau banyak, seperti dalam keadaan anemia
hemolitik, thalasemia, anemia sel bulan sabit, defisiensi G6PD dan infeksi malaria. Atau
dapat diakibatkan karena kehilangan sel darah merah seperti pada keadaan Heavy Menstrual
Bleeding, perdarahan saluran cerna atas atau bawah, perdarahan ante/postpartum dan
perdarahan saat operasi.(1)
Anemia dapat diklasifikasikan menurut beberapa hal, yaitu:
1) Klasifiksasi menurut etiopatogenesis(7)
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
i. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12

3
ii. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
 Anemia akibat penyakit kronis
 Anemia sideroblastik
iii. Anemia defisiensi vitamin B12
 Anemia aplastik
 Anemia mieloplastik
b. Anemia akibat hemoragi
i. Anemia pasca perdarahan akut
ii. Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
i.Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit: defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobim (hemoglobinopati): thalassemia
ii. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
 Autoimun
 Mikroangiopatik

2) Klasifikasi berdasarkan gambaran morfologi(1,7)


Morfologi eritrosit diukur bedasarkan MCV, MCH, MCHC.
a. Anemia Mikrositik-Hipokrom, bila MCV <80 fl dan MCH <27pg
b. Anemia Normositik-Normokrom, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
c. Anemia Makrositik, bila MCV >95 fl

4
2.4.3 Derajat Anemia(8)

Tabel 1. Derajat Anemia


2.5 Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kebutuhan zat besi dalam tubuh tidak seimbang
dengan jumlah zat besi yang tersedia di dalam tubuh. Keadaan anemia defisiensi besi ditandai
dengan hasil menurunnya nilai MCH dan meningkatkan presentasi hipokrom daripada sel
darah merah dan menurunnya nilai MCV-mikrositik. Pemeriksaan MCH dan MCV dinilai
cukup reliable untuk indikator anemia defisiensi besi, baik akibat penyakit kronis maupun
akibat asupan zat besi dan/atau asam folat yang inadekuat.(1)
Defisiensi besi secara fungsional dapat terjadi akibat pasokan zat besi ke sumsum
tulang inadekuat yang menyebabkan menurunnya cadangan zat besi di sumsum tulang
tersebut. Kejadian anemia defisiensi besi sering terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal yang membutuhkan terapi zat besi secara parenteral untuk mengadministrasi hormon
eritropoietin dalam upaya mengkoreksi anemia. Anemia defisiensi besi juga sering terjadi
pada penyakit-penyakit inflamasi kronis seperti Rheumatoid Arthritis dan Inflammatory
Bowel Disease.(9)

2.5.1 Etiologi
Pada keadaan tertentu seperti kehamilan, pertumbuhan dan perdarahan tubuh
memerlukan produksi sel darah merah yang lebih banyak dari biasanya. Pada keadaan ini, zat
besi dibutuhkan lebih banyak agar dapat memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah.(1)
Anemia defisiensi besi dapat terjadi bila:
1. Kebutuhan terhadap zat besi melebihi daripada supply-nya:
 Pertumbuhan pada bayi, anak usia sekolah dan remaja
 Kehamilan
 Upaya tubuh dalam menggantikan darah yang hilang

5
 Terapi hormon eritropoietin pada gagal ginjal

2. Asupan zat besi yang kurang atau berkurangnya kemampuan absorbsi zat besi pada tubuh:
 Diet yang inadekuat
 Inflamasi akut atau kronik seperti Inflammatory bowel disease

3. Perdarahan yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi:


 Perdarahan kronis seperti perdarahan organ-organ visceral
 Perdarahan saat operasi
 Jumlah dan frekuensi menstruasi yang melebihi normal
 Donor darah yang terlalu sering dan dalam jangka waktu yang terlalu dekat

2.5.2 Penegakan Diagnosis


2.5.2.1 Anamnesis
Umumnya ditanyakan gejala-gejala khas pada anemia yaitu cepat lelah, lemas,
pusing, cepat mengantuk dan sulit berkonsentrasi. Pada kasus anemia defisiensi besi, harus
ditanyakan apakah pasien sedang atau pernah menjalani diet. Pada cara diet yang salah dapat
menyebabkan terjadinya kekurangan asupan zat besi ke dalam tubuh. Selain diet, ditanyakan
juga apakah pasien rutin atau sering mengkonsumi obat-obatan yang mengandung aspirin dan
obat-obatan NSAID lainnya. Dari riwayat penyakit keluarga ditanyakan apakah terdapat
keluarga yang juga menderita keluhan yang sama atau sudah terdiagnosa anemia defisiensi
besi. Selain menanyakan anemia defisiensi besi, kemungkinan adanya penyakit hematologi
seperti thalasemia dan gangguan faktor pembekuan darah juga harus ditanyakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding anemia jenis lain. Riwayat transfusi darah, riwayat
perdarahan dan riwayat penyakit keganasan juga harus ditanyakan. Menganamensis pasien
dengan lengkap dapat membantu pemeriksa dalam menemukan jenis anemia pada pasien.(9)

2.5.2.2 Pemeriksaan Fisik


Pada anemia yang tidak terlalu berat, pemeriksaan fisik tidak terlalu berkontribusi,
tetapi bila dilakukan dengan benar dan teliti pemeriksaan fisik sangat dapat membantu
menegakan diagnosis atau menyingkirkan diagnosis-diagnosis banding. Pada pemeriksaan
fisik dalam kasus anemia harus diperiksa organ-organ tertentu yang mungkin mengalami

6
perdarahan, seperti pada kasus perdarahan saluran cerna dapat ditemukan nyeri tekan pada
abdomen atau pembesaran limpa maupun hepar.
Pada setiap kasus anemia, pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah pada
pemeriksaan conjungtiva ditemukan anemis atau pucat. Pada keadaan anemia yang lebih
berat dapat ditemukan sklera ikterik, biasanya sering ditemukan pada kasus anemia
hemolitik. Pemeriksaan bibir dan mukosa dapat ditemukan sianosis pada kasus anemia berat.
Pemeriksaan fisik pada anemia harus dilakukan dengan benar dan teliti untuk mencari apakah
terdapat tanda-tanda shock, seperti akral dingin dan capillary refill time yang memanjang.
Khusus pada anemia defisiensi besi, dapat ditemukan gejala khas seperti Koilonychia
atau kuku seperti sendok, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan disfagia.

2.5.2.3 Pemeriksaan Laboratorium


1. Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk melihat kadar Leukosit, Hemoglobin,
Hematokrit, Trombosit, MCV, MCH dan MCHC
2. Apusan darah tepi untuk menunjukan morfologi daripada eritrosit untuk menentukan
jenis anemia pada pasien
3. Reticulocyte count untuk menilai jumlah sel retikulosit di peredaran darah. Uji ini
memperlihatkan apakah sumsum tulang memproduksi retikulosit dalam jumlah yang
cukup
4. Serum iron untuk mengukur jumlah total zat besi didalam darah
5. Total Iron Bidning Capacity (TIBC) untuk mengukur jumlah total zat besi yang dapat
berikatan karena transferrin
6. Unsaturated iron-binding capacity (UIBC) untuk menentukan jumlah transferin yang
belum berikatan dengan zat besi
7. Transferrin saturation memperlihatkan presentasi dari transferrin yang telah
bersaturasi dengan zat besi
8. Serum Ferritin untuk menunjukan jumlah cadangan zat besi di dalam tubuh.
9. Bone Marrow Tests untuk memberikan informasi mengenai kemampuan sumsum
tulang dalam membuat sel-sel darah yang cukup dan berkualitas.

2.5.3 Diagnosis Banding


Anemia jenis satu dengan yang lainnya memiliki gejala yang hampir sama. Anemia
dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang atau laboratorium.

7
Tabel 2. Diagnosis Banding Anemia

8
Gambar 2. Diagnosis Banding Anemia(6)

9
2.5.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan anemia harus sesuai dengan jenis, penyebab dan derajat anemia itu
sendiri. Tujuan dalam penatalaksanaan anemia diantara lain adalah untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah atau hemoglobin untuk meningkatkan transport oksigen didalam
darah, menatalaksana kondisi yang menyebabkan anemia, mencegah terjadinya komplikasi
yang dapat diakibatkan anemia, menghilangkan gejala dan meningkatkan kualitas hidup.( 9)
Pada anemia defisiensi besi diperlukan penambahan suplemen zat besi dan modifikasi pola
makan dengan mengkonsumi makanan-makanan yang mengadung banyak zat besi seperti
udang, daging sapi, daging domba, kacang-kacangan dan bayam. Pemberian vitamin C juga
umumnya diberikan, karena vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi di usus halus.
Pada keadaan anemia defisiensi besi yang berat dapat dipertimbangkan pemberian suplemen
zat besi secara parenteral hingga dengan transfusi darah.(1)

2.6 Anemia Defisiensi Vitamin B12 dan Asam Folat (Vitamin B9)
Vitamin B12 diperlukan dalam pembuatan DNA bagi sel. Vitamin B12 dapat
ditemukan dari makanan yang bersifat hewani seperti makanan laut, daging, telur, dan bahan-
bahan yang berasal dari susu.(1) Tubuh menyerap vitamin B12 dari makanan-makanan
tersebut yang masuk kedalam tubuh.

2.6.1 Etiologi
Anemia defisiensi B12 (Pernicious Anemia) dan Asam Folat (vitamin B9)terjadi
ketika tubuh tidak dapat memproduksi sel darah merah yang berkualitas karena kekurangan
vitamin B12 dan vitamin B9 yang salah satu fungsinya adalah untuk pembelahan sel.
Keadaan yang dapat menyebabkan anemia defisiensi vitamin B12 atau asam folat selain
karena asupan yang kurang, dapat juga disebabkan karena tubuh kurang mampu menyerap
vitamin B12 dan vitamin B9 tersebut. Seperti pada penyakit Addison’s disease, Diabetes
Melitus tipe 1 dan Grave’s disease dapat mengakibatkan gangguan autoimun dimana sel
parietal lambung tidak dapat memproduksi intrinsik faktor sehingga terjadi gangguan
absorbsi vitamin B12. Gangguan pada sistem gastrointestinal seperti keganasan, Celiac
disease, Crohn’s disease dan penggunaan obat-obatan yang dapat merusak ileum seperti
neomisin dan metformin juga dapat menyebabkan gangguan absorbsi vitamin B12 dan
vitamin B9.(1)

10
2.6.2 Penegakan Diagnosis
2.6.2.1 Anamnesis
Pada ananesis kasus anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat ditanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama dengan anemia defisiensi besi atau anemia jenis
lainnya seperti gejala khas pada anemia yaitu cepat lelah, lemas, pusing, cepat mengantuk
dan sulit berkonsentrasi. Riwayat keluhan dan keadaan yang sama pada keluarga juga harus
ditanyakan. Ditanyakan juga kebiasaan diet yang menyangkut kurangnya konsumsi makanan
yang mengandung vitamin B12 dan asa folat. Pada kasus anemia defisiensi vitamin B12 dan
asam folat biasanya dapat menyebabkan gejala-gejala Heart-related symptoms seperti nyeri
dada, palpitasi dan akral dingin. Vitamin B12 dan asam folat juga berfungsi sebagai nutrisi
sel-sel saraf, oleh karena itu pada keadaan anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang
kronis dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan saraf seperti baal, kebas, tingling,
kelemahan otot hinggan kesulitan berjalan.(10)

Gambar 3. Morfologi Eritrosit pada Anemia

2.6.2.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan status generalis pada anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat
dilakukan sama seperti pemeriksaan yang dilakukan pada anemia jenis lain. Sama seperti
anemia jenis lain, biasanya pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan conjungtiva anemis,
sklera ikterik, mukosa pucat. Pada anemia jenis ini biasanya dapat ditemukan kulit bewarna
kekuningan, gusi dan mukosa pucat akibat jumlah sel darah merah fungsional yang terlalu
sedikit.(1)

2.6.2.3 Pemeriksaan Laboratorium


1. Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk melihat kadar Leukosit, Hemoglobin,
Hematokrit, Trombosit, MCV, MCH dan MCHC
2. Apusan darah tepi untuk menunjukan morfologi daripada eritrosit untuk menentukan
jenis anemia pada pasien

11
3. Reticulocyte count untuk menilai jumlah sel retikulosit di peredaran darah. Uji ini
memperlihatkan apakah sumsum tulang memproduksi retikulosit dalam jumlah yang
cukup
4. Blood levels of vitamins, pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kadar vitamin B12,
vitamin B9 dan vitamin C didala darah
5. Pemeriksaan homocysteine dan methylmalonic acid, pada pasien dengan pernicious
anemia memiliki kadar yang lebih tinggi.
6. Test Antibodi, untuk mengukur apakah tubuh memproduksi antibodi yang akan merusak
mukosa lambung yang berfungsi untuk memproduksi faktor intrinsik.
7. Bone Marrow Tests

2.6.3 Diagnosis Banding

Gambar 4. Diagnosis Banding Anemia(6)

2.6.4 Tatalaksana
Suplemen vitamin B12 dan asam folat umumnya diberikan pada anemia defisiensi
vitamin B12 dan asam folat. Pemberian suplemen vitamin B12 secara pareneteral dapat
diberikan pada anemia defisiensi vitamin B12 yang diakibatkan karena autoimun. Pemberian
secara parenteral dilakukan setiap hari selama seminggu hingga kadar vitamin B12 dalam

12
darah mencapai kadar normal, setelah itu pemberian parenteral dapat dilakukan satu kali
setiap bulan. Selain itu, modifikasi diet juga kerap direncanakan pada pasien dengan anemia
jenis ini. Rencana diet diatur dengan pemberian makanan kaya akan vitamin B12 dan asam
folat seperti ikan, kerang, daging, telur, roti dan kacang kedelai. Jika anemia terjadi akibat
infeksi bakteri, maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan dengan sebelumnya
melakukan kultur dan uji resistensi terlebih dahulu.(1,10)

2.7 Komplikasi
1. Hipoksia
Sel darah merah bertugas untuk menghantarkan oksigen ke seluruh sel di tubuh. Bila
terdapat gangguan pada transport oksigen, maka sel tersebut akan mengalami hipoksia.
Keadaan hipoksia sel atau jaringan yang menahun akan berakibat kegagalan fungsi organ-
organ tubuh.
2. Gagal Jantung
Karena kebutuhan oksigen pada sel tidak terpenuhi, jantung akan memompa lebih
cepat sebagai upaya memenuhi kebutuhan oksigen pada sel, atau disebut sebagai kompensasi.
Bila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama, jantung akan mengalami penebalan
otot, terutama pada ventrikel kiri. Keadaan ini akan menyebabkan gagal jantung kongestif
dan berakibat berkurangnya fungsi jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh.

2.8 Pencegahan
Anemia dapat dicegah dengan melakukan gaya hidup sehat yaitu melakukan diet kaya
akan vitamin dan zat besi agar tubuh dapat memproduksi sel darah merah yang sehat. Gaya
hidup sehat dapat dilakukan dari sendiri dan kemudian dibiasakan pada anggota keluarga.
Selain diet, olahraga juga harus dilakukan untuk melancarkan sirkulasi darah. Bila di
keluarga terdapat riwayat anemia, maka seluruh anggora keluarga sebaiknya melakukan
check-up secara rutin.(1)

2.9 Prognosis
Kondisi anemia dengan tatalaksana yang adekuat dan benar akan memiliki angka
kehidupan yang baik. Namun, bila tatalaksana tidak adekuat atau bahkan tidak ditangani
maka akan mengakibatkan banyak komplikasi yang akan menurunkan angka kehidupan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. National Health Lung and Blood Institute: U.S Department of Health and Human
Services. Anemia Healthy Lifestyle Changes. 2011
2. Bakta, IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015
3. Riset kesehatan dasar (Riskesdas. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data.
Jakarta: badan litbangkes, Depkes RI, 2013
4. Tahir Z, Warni E, Suyuti A. Analisa Metode Radial Basis Function Jaringan Saraf Tiruan
untuk Penentuan Morfologi Sel Darah Merah ( Eritrosit ) Berbasis Pengolahan Citra.
2012
5. Smith C. Hematopoietic Stem Cells and Hematopoiesis. 2003
6. Riswanto. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Alfamedika dan Kanal Medika.
Yogyakarta. 2013
7. Hoffbrand, AV., Pettit, JE., Moss, PAH. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015
8. Word Health Organization Guideline: intermittent iron and folic acid supplementation in
menstruating women. 2013
9. Goddard AF, James MW, Mcintyre AS, Scott BB, Hospital RD. Guidelines for the
management of iron deficiency anaemia. 2011;1309–16.
10. Oehadian A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. 2012;39(6):407–12.

14

Anda mungkin juga menyukai