Anda di halaman 1dari 10

Pemeriksaan Belanja Bahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran


yang pada tanggal 7 Juli 2015 telah dirubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 127/PMK.02/2015. Kode 52 (Belanja Barang dan Jasa), merupakan
pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai
untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak
dipasarkan dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual
kepada masyarakat Pemerintah Daerah (Pemda) dan belanja perjalanan.

A. Pengujian Belanja Bahan


Pengembangan Rencana Audit
Audit terhadap Pengadaan Barang dan Jasa harus terencana secara matang dan rinci
karena dalam kasus ini banyak sekali celah terjadinya penyimpangan, baik
penyimpangan prosedural, teknis, maupun non teknis yang sifatnya bisa memperkaya
diri sendiri pelaku maupun memperkaya orang lain, berikut tahapan pengembangan
rencana audit terhadap pengadaan barang dan jasa.
Tahapan Pengembangan Rencana Audit pengadaan barang dan jasa meliputi
Pemeriksaan Dokumen Pengadaan dan Kriteria Evaluasi, pemeriksaan Keangka Acuan
Kerja, Pemeriksaan penunjukkan Langsung, pemeriksaan Penentuan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS), Pemeriksaan Dokumen Kontrak dan Pemeriksaan Pengadaan Barang
dengan Swakelola.
1. Pemeriksaan Dokumen Pengadaan dan Kriteria Evaluasi
• Tahap awal pemeriksaan pengadaan barang dan jasa adalah pemeriksaan
terhadap dokumen pengadaan dan kriteria evaluasi. Untuk melakukan
pemeriksaan proses pengadaan barang / jasa, sudah barang tentu terlebih
dahulu pemeriksa mendapatkan Dokumen Pengadaan secara lengkap, yang
antara lain terdiri dari:
Surat Permintaan Penawaran Harga atau pengumuman untuk pelaksanaan
pengadaan.
• Rencana kerja dan syarat-syarat.
• Prakualifikasi.
• Berita Acara Penjelasan (Aanwijzing).
• Kontrak.
2. Pemeriksaan Kerangka Acuan Kerja
Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau (Term of Refference) TOR sendiri adalah dokumen
perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/keterangan mengenai apa, mengapa,
siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan.
Dengan kata lain, Kerangka Acuan Kerja berisi uraian tentang latar belakang, tujuan,
ruang lingkup, masukan yang dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan dari suatu
kegiatan.
3. Pemeriksaan Penunjukkan Langsung
• Metode evaluasi terhadap penunjukkan langsung, untuk mengevaluasi atau
menilai kewajaran kualitas teknis dan harga atas proses pengadaan barang/jasa
dan jasa lainnya termasuk konsultansi. Tahapan pemeriksaannya sama dengan
pemeriksaan terhadap metode pengadaan yang lainnya, diawali dari:
Lakukan wawancara dan bukti pendukungnya bahwa untuk penunjukkan
langsung hanya diundang satu calon penyedia jas a konsult an at au Surat Per
mint aan Penawaran Harga hanya disampaikan kepada satu alamat/calon
penyedia jasa konsultansi.
• Dapatkan Berita Acara Penilaian (Evaluasi), yakinkan sekali lagi bahwa yang
dievaluasi hanya satu penawar.
• Yakinkan bahwa penilaian teknis dan harga dilakukan secara bersamaan
(sekaligus).
• Dapatkan B erita Acara atau catatan yang disyahkan oleh Panitia/Pejabat
pengadaan atas pelaksanaan penilaian “Kualitas Penawaran Teknis”.
• Dapatkan Berita Acara atau catatan klarifikasi dan negosiasi yang telah
dilegalisir (disyahkan) oleh Panitia/Pejabat Pengadaan.
• Periksa, apakah dalam proses penilaian tersebut dilakukan kesesuaian
penawaran teknis dan penawaran harga?
• Periksa, apakah dilakukan klarifikasi dan negosiasi penawaran harga meliputi
biaya langsung personil dan biaya langsung non personil. Lakukan pendalaman,
apakah klarifikasi dan negosiasi termasuk komposisi biaya langsung personil dan
biaya langsung non personil?
4. Pemeriksaan Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
• Untuk pemeriksaan penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dengan
referensi data dasar yang tidak jauh beda dengan yang telah diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, namun pemeriksa dituntut lebih hati-
hati dan telaten. Artinya ditapis, diurut kembali sehingga pemeriksaannya diawali
dari tahapan berikut:
5. Pemeriksaan Dokumen Kontrak
• Dokumen kontrak atau perjanjian merupakan kelanjutan dari proses pengadaan
penyedia barang/jasa borong dan lainnya. Kontrak atau perjanjian merupakan
bagian dari bentuk perikatan dari pihak- pihak dengan sadar mengikatkan diri
untuk rnelaksanakan suatu pekerjaan. Bentuk perikatan, meliputi:
Kontrak,
• Perjanjian,
• Surat Perintah Kerja dan
• Surat Pesanan.
Kontrak ataupun bentuk lain pada prinsipnya berfungsi “PESANAN” (ordering), yang
mempunyai kekuatan atau aspek hukum dan berlaku bagi pihak-pihak yang terkait,
yang mengikatkan diri pada suatu pesanan (ordering). Oleh karena itu bagi
Pemeriksa, dalam melakukan pemeriksaan wajib mendalami dan mengkaji
kedalaman pasal-pasal dalam Kontrak/Perjanjian.
6. Pemeriksaan Pengadaan Barang dengan Swakelola.
• Secara sederhana, pekerjaan swakelola dapat diartikan suatu pekerjaan yang
dikerjakan sendiri, dalam arti tahapan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasannya oleh tenaga (SDM) dari Institusi yang bersangkutan.
Sedangkan, kalau memang sifat pekerjaan membutuhkan “Tenaga” atau SDM
dari luar, quantitasnya tidak boleh melebihi 50% dari tenaga kerja itu sendiri.

B. Tindak Lanjut Hasil Temuan Audit


• Setelah melakukan pemeriksaan, tentu auditor akan membuat sebuah laporan,
sebagai bukti adanya hasil pemriksaan. Hasil pemeriksaan pengadaan
barang/jasa akan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan. Bentuk dan
susunan Laporan Hasil Pemeriksaan mengacu pada standar audit sektor publik.
Hasil-hasil pemeriksaan yang meliputi temuan negatif maupun positif dan data-
data pendukungnya dituangkan dalam KKP. Lebih lanjut, KKP yang berisi
catatan-catatan pemeriksa yang mencerminkan kegiatan yang dilakukan,
metode, prosedur dan teknik pemeriksaan yang diterapkan, simpulan yang
dibuat dan saran yang dirumuskan untuk setiap kegiatan/sasaran pemeriksaan,
merupakan jembatan untuk memudahkan Temuan Pemeriksaan dan Laporan
Hasil Pemeriksaan. Untuk lebih memudahkan evaluasi, dibuat daftar evaluasi
pengadaan barang/jasa.

Buatkan kesimpulan hasil pemeriksaan tindak lanjut atas temuantemuan hasil


pemeriksaan auditor terdahulu dalam masing-masing formulir atau tabel yang
menggambarkan antara lain:
Tanggal dan Nomor Laporan Hasil Pemeriksaan;
• Tahun Anggaran yang diperiksa;
• Temuan/masalah yang dikemukakan;
• Saran/rekomendasi atas temuan/masalah;
• Tindak lanjut yang dilakukan oleh instansi;
• Tingkat penyelesaian hasil tindak lanjut;
• Sebab-sebab belum ditindaklanjuti atau belum selesainya tindak lanjut temuan;
• Komentar instansi.
Hasil pemeriksaan tindak lanjut atau p enyelesaian atas temuan-temuan pemeriksaan
terdahulu disajikan dalam rumusan dua alternatif yaitu: dikemukakan secara langsung
dalam temuan atas pemborongan pekerjaan/jasa atau pengadaan barang yang
bersangkutan, atau dikemukakan secara gabungan bersama tindak lanjut atas
temuantemuan lain dalam laporan hasil pemeriksaan.
C. PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS SALDO HUTANG USAHA

Hutang usaha biasanya merupakan kewajiban lancar terbesar dalam neraca dan
merupakan faktor yang yang signifikan dalam mengevaluasi solvensi jangka pendek
perusahaan. Seperti halnya dengan piutang usaha, hutang usaha biasanya juga
dipengaruhioleh volum transaksi yang tinggi dan karenanya sangat rentan terhadap
salah saji. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan audit atas saldo aktiva, audit atas
hutang lebih ditekankan pada asersi kelengkapan daripada asersi eksistensi atauu
kejadian. Alasannya adalah bahwa manajemen termotivasi untuk memanipulasi hutang,
maka ia cenderung menetapkan hutang terlalu rendah agar dapat melaporkan posisi
keuangan yang lebih menguntungkan.
1. PENENTUAN RISIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN RINCIAN
Hutang usaha dipengaruhi baik oleh transaksi pembelian yang menambah saldo
maupun oleh transaksi pengeluaran kas yang menurunkan saldo tersebut. Jadi, risiko
pengujian rincian untuk asersi hutang usaha dipengaruhi oleh risiko inheren, risiko
prosedur analitis, dan faktor – faktor risiko pendalian yang berkaitan dengan kedua
kelompok transaksi tersebut.
2. PERENCANAAN PENGUJIAN SUBSTANTIF
Ingat kembali bahwa tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiao
asersi laporan keuangan yang signifikan dicapai dengan menguampulkan bukti dari
pengujian substantif yang dirancanng secara tepat, termasuk prosedur analitis dan
pengujian rincian.
3. PROSEDUR AWAL
Proses awal untuk pengujian substantif atas hutang usaha adalah menelusuri
saldo awal kertas kerja tahun sebelumnya, dan mengunakan perangkat lunak audit
tergenerelisasi dalam memeriksa akun buku besaruntuk melihat setiap ayat jurnal yang
tidak biasa, serta untuk mengembangkan daftar jumlah terutang pada tanggal
neraca. Biasanya klienmempunyai daftar file voucher yang belum dibayar, buku
pembantu utang usaha, atau file induk dalam bentuk elektronik. Auditor juga dapat
menggunakan perangkat lunak audit tergeneralisasi untuk menentukan ketepataan
matematis dari daftar tersebut dengan cara menjumlah ulang total dan dengan
memverifikasi bahwa jumlahnya telah sesuai dengan saldo akun buku besar.
4. PROSEDUR ANALITIS
Tujuan auditor menerapkan prosedur ini adalah untuk mengembangkan
ekspektasi atas saldo akun hutang dan hubungan antara hutang usaha dengan akun-
akun kunci lainya seperti pembelian atau persediaan. Suatu penurunan yang yang
abnormal atas rasio perputaran hutang usaha atau kenaikan yang tidak diharapkan atas
rasio lancar dapat menjadi indikator bahwa kewajiban telah ditetapkan terlalu rendah.
Prosedur analitis akan dilakukan pada tahap akhir penugasan untuk memastikan bahwa
bukti yang dievaluasi dalam pengujian rincian telah konsisten dengan gambaran
menyeluruh yang dapat dilaporkan dalam laporan keuangan.
5. PENGUJIAN RINCIAN TRANSAKSI
Ingat kembali bahwa alam melaksanakan penngujian tersebut, auditor terutama
akan menitikberatkan pada pendeteksian kurang saji hutang yang dicatat serta hutang
yang belum tercatat. Seberapa luas setiap pengujian itu dilakukan akan bervariasi
menurut tingkat risiko deteksi spesifik yang dapat diterima untuk asersi-asersi terkait.
6. PENGUJIAN RINCIAN SALDO
Dua pengujian yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Konfirmasi Hutang Usaha
Tidak seperti konfirmasi piutang usaha, tidak ada angapan yang dibuat mengenai
konfirmasi hutang usaha. Prosedur ini bersifat opsional karena konfirmasi ini tidak dapat
menjamin bahwa hutang yang belum dicatat akan pat ditemukan , dan bukti eksternal
berupa faktur dan laporan bulanan penjual harus tersedia untuk mendukung saldonya.
Konfirmasi hutang usaha direkomendasikan apabila risiko deteksi rendah, terdapat
kreditor individual dengan saldo yang relative besar, atau perusahaan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kewajiban. Seperti dalam kasus konfirmasi piutang usaha,
auditor harus mengendalikan pembuatan dan pengiriman permintaan konfirmasi serta
harus menerima jawaban langsung dari responden.
b. Merekonsiliasi Hutang yang Belum Dikonfirmasi dengan Laporan Pemasok
Dalam banyak kasus, para pemasok biasanya mengirimkan laporan bulanan
yang bisa dijumpai dalam file klien. Dalam kasus ini, jumlah yang terutang kepada
pemasok menurut daftar hutang klien dapat direkonsiliasi dengan laporan tersebut.
Bukti yang diperoleh dari prosedur ini juga berlaku untuk asersi yang sama seperti
konfirmasi tetapi kurang dapat diandalkan karena laporan pemasok telah dikirimkan
pada klien, dan bukan langsung kepada auditor. Selain itu, laporan ini mungkin tidak
tersedia dari pemasok tertentu.

D. AUDITING HUTANG JANGKA PANJANG

1. Tujuan audit hutang jangka panjang


a. Untuk meminimalisir resiko bahwa klien tidak gagal mencatat jumlah
hutangka jangka panjang yang material
b. Pencarian dalam neraca sudah tepat. Hutang jangka panjang pada
umumnya dicatat dalam neraca berdasarkan net present value
c. Klasifikasi sebagai lancer dan non lancer sudah benar dineraca
2. Prosedur audit hutang jangka panjang
a. Membandingkan hutang dan biaya yang berakitan dengan tahun-tahun
yang lalu dan melakukan investigasi perubahan yang signifikan
b. Melakukan konfirmasi hutang obligasi dan pension plan liability dengan
trustee yang bersangkutan
c. Memeriksa perjanjian sewa guna usaha mengenai sewa kontingen
d. Memeriksa perjanjian pension
e. Memeriksa loan agreement
f. Melakukan vouching dengan dasar perjanjian : pembayaran bunga,
pembayaran, sewa guna usaha, dan pension plan contributions
g. Menghitung ulang yang berkaitan dengan dasar pengujian : amortisasi
agio dan disagio amortisasi sewa guna usaha dan lain-lain

E. Pemeriksaan dan Pengujian Pajak

Dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan metode dan teknik


pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak bersangkutan. Pada pembahasan
kali ini, kita akan membahas mengenai teknik pemeriksaan pajak. Teknik pemeriksaan
pajak merupakan cara-cara untuk mengumpulkan bukti, pengujian, dan/atau pembuktian
yang dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk meyakini kebenaran atas pos-pos yang
diperiksa. Teknik-teknik pemeriksaan pajak sendiri terdiri dari :

1. Pemanfaatan Informasi Internal dan/atau Eksternal DJP. Informasi yang dapat


digunakan oleh DJP dalam rangka pemeriksaan adalah informasi yang berasal dari
dalam DJP atau dari luar DJP. Salah satu informasi internal yang dapat diperoleh
oleh DJP adalah hasil pemeriksaan sebelumnya, profil wajib pajak, dan lainnya.
Sedangkan DJP dapat menghimpun informasi dari pihak eksternal seperti data
internet, media massa, dan lainnya. Jika menggunakan teknik ini, prosedur
pemeriksaan yang dapat ditempuh adalah dengan mengumpulkan informasi,
kemudian melakukan identifikasi dan mengolah data serta informasi tersebut.
2. Pengujian Keabsahan Dokumen. Pengujian keabsahan dokumen merupakan
pengujian yang dilakukan untuk meyakini keabsahan suatu dokumen yang akan
digunakan dalam pemeriksaan. Jika Pemeriksa Pajak menggunakan teknik ini,
prosedur pemeriksaan yang dapat ditempuh adalah melakukan penelitian
keabsahan dokumen seperti pembubuhan tanda tangan pihak yang berwenang,
cap/stempel, dan tanggal dokumen. Lalu melakukan klarifikasi kepada pihak yang
terkait, dan meminta surat pernyataan wajib pajak.
3. Melakukan Evaluasi. Teknik pemeriksaan evaluasi adalah teknik pemeriksaan yang
dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap dokumen, kegiatan, sistem, dan
sejenisnya berdasarkan kriteria tertentu. Jika menggunakan teknik ini, Pemeriksa
Pajak dapat menguji kepatuhan Wajib Pajak dengan melakukan hal-hal sebagai
berikut:
 Menilai kebenaran formal SPT/informasi dalam SPT;
 Menilai kelengkapan SPT;
 Menilai sistem pengendalian internal perusahaan.
4. Melakukan Analisis Angka-Angka. Analisis angka-angka adalah penelaahan dan
penguraian atas angka-angka dan bagian-bagiannya serta hubungannya dengan
angka pada pos lain untuk mengetahui kewajaran jumlah suatu pos. Dalam teknik
ini, Pemeriksa Pajak dapat menguji kepatuhan Wajib Pajak dengan melakukan hal-
hal sebagai berikut:
 Membandingkan analisis atas angka-angka dalam SPT Wajib Pajak dengan neraca,
laporan laba rugi, dan laporan atau dokumen lainnya;
 Menganalisa perbandingan rasio dengan standar yang berlaku;
 Menganalisa kaitan antara rencana biaya, rencana penjualan, rencana produksi,
rencana pembelian, dan sebagainya.

5. Penelusuran Angka-Angka. Penelusuran angka-angka adalah penelaahan secara


mundur untuk melihat apakah angka-angka dalam suatu pos sesuai dengan rekam
jejak pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pemeriksaan ini
adalah:
 Nama orang/badan yang mengeluarkan dokumen yang bersangkutan;

 Tanggal pembuatan dokumen;


 Keaslian dokumen;
 Jika dokumen tersebut berjumlah besar, sangat berguna untuk pembuatan data
yang diproduksi.
6. Penelusuran Bukti. Penelusuran bukti merupakan pemeriksaan bukti yang
mendukung suatu transaksi dengan tujuan untuk menguji apakah suatu transaksi
yang telah dilaporkan didukung oleh bukti kompeten yang cukup. Prosedur yang
dapat dilakukan Pemeriksa Pajak pada teknik ini adalah melakukan identifikasi
transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pos yang diperiksa, lalu mengumpulkan
bukti-bukti yang mendukung transaksi dan mencocokkan isi bukti dengan transaksi
untuk memastikan apakah bukti transaksi telah dicatat dan dilaporkan.
7. Pengujian Keterkaitan. Pengujian keterkaitan merupakan pengujian yang dilakukan
untuk meyakini suatu transaksi berdasarkan pengujian atas mutasi pos-pos lain
yang terkait atau berhubungan dengan transaksi tersebut. Contoh pos-pos yag
terkait antara lain penghasilan bruto terkait dengan penerimaan kas/bank atau
dengan piutang usaha. Contoh lainnya adalah pos pembelian terkait dengan
pelunasan hutang usaha.
8. Ekualisasi & Rekonsiliasi. Teknik pemeriksaan ini dilakukan dengan mencocokan
2 atau lebih angka yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Apabila
hasilnya terdapat perbedaan, maka perbedaan tersebut harus dapat dijelaskan. Jika
menggunakan teknik pemeriksaan ini, Pemeriksa Pajak dapat dilakukan dengan hal-
hal berikut:
 Membandingkan angka neraca dengan buku besar dan buku tambahannya;

 Membandingkan saldo-saldo pada angka neraca tersebut dengan daftar


utang/piutang untuk bulan pertama tahun berikutnya, setelah memperhatikan mutasi
yang terjadi pada bulan tersebut;
 Mengecek mutasi yang terjadi dengan catatan pada buku harian/kas bank, buku
pembelian/buku penjualan pada bulan yang sama;
 Melakukan rekonsiliasi (kaitkan dengan PPN, PPh 21, PPh22, 4(2), 26, PPh 23
dengan laporan laba rugi, dan lakukan rekonsiliasi sistem pembukuan dengan
laporan menurut SPt).

9. Permintaan Keterangan / Bukti. Dalam melakukan pemeriksaan, jika diperlukan


keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, melalui Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang
berkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilakukan. Hal-hal yang dapat
dilakukan dalam teknik pemeriksaan ini adalah :
 Cross check data dari pihak ketiga, misalnya utang dagang pihak ketiga untuk
memastikan pembelian yang terjadi pada pihak ketiga.
 Mengumpulkan data dari pihak ketiga, misalnya Dirjen Bea Cukai, Departemen
Kehutanan, dan lain-lain.
10. Konfirmasi. Konfirmasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
penegasan atas kebenaran data atau informasi yang telah dimiliki oleh Pemeriksa
Pajak kepada pihak lain terkait suatu transaksi yang dilakukan Wajib Pajak yang
bersangkutan dengan meminta pihak lain tersebut untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan.
11. Melakukan Inspeksi (Sifat dan Proses Produksi). Teknik pemeriksaan ini
dilakukan dengan meninjau secara langsung ke tempat kedudukan, tempat kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, dan/atau tempat lainnya
untuk mendapatkan keyakinan dan informasi yang lebih lengkap atas data Wajib
Pajak seperti proses bisnis atau proses produksi Wajib Pajak yang valid dan relevan
sesuai kondisi terkini.
12. Pengujian Kebenaran Fisik. Pengujian kebenaran fisik adalah pengujian yang
dilakukan untuk meyakini keberadaan, kuantitas, dan kondisi aktiva yang dilaporkan
Wajib Pajak, misalnya persediaan dan aktiva tetap. Teknik pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan menentukan aktiva yang akan diuji, lalu melakukan cek atas
keberadaan dan kuantitas aktiva yang akan dicek dan dituangkan ke dalam berita
acara penghitungan fisik. Aktiva yang dicek oleh Pemeriksa Pajak didokumentasikan
dalam bentuk foto dan dengan seizin Wajib Pajak dalam hal bila diperlukan.
13. Pengujian Kebenaran Perhitungan Matematis. Pengujian kebenaran
penghitungan matematis adalah pengujian yang dilakukan untuk meyakini
kebenaran penghitungan matematis, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian,
dan pembagian atas objek yang diperiksa. Teknik pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan :
 Mempelajari metode penghitungan yang digunakan oleh Wajib Pajak;

 Melakukan footing (untuk menguji kebenaran penjumlahan atau pengurangan ke


bawah);
 Melakukan cross footing (untuk menguji kebenaran penjumlahan atau pengurangan
ke samping).
14. Wawancara. Wawancara merupakan proses tanya jawab yang dilakukan kepada
Wajib Pajak ataupun pihak lain yang dilakukan untuk memperoleh keterangan yang
lebih lengkap mengenai hal-hal terkait dengan pos-pos yang diperiksa.
15. Melakukan sampling data (Menguji Sebagian Bukti). Teknik pemeriksaan ini
merupakan teknik pemeriksaan yang dilakukan dengan cara menguji sebagian bukti
atau transaksi, yang dipilih berdasarkan metode statistik tertentu, yang tujuannya
bukan untuk mendapatkan koreksi namun untuk memperoleh keyakinan atas pos-
pos SPT dan/atau pos-pos turunannya.
16. Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK). Dengan semakin berkembangnya
teknologi seperti yang terjadi pada saat ini, Pemeriksa Pajak juga dapat
memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam melakukan pemeriksaan dalam
menguji kepatuhan Wajib Pajak. Teknik pemeriksaan yang memanfaatkan teknologi
sebagai alatnya dapat disebut sebagai Teknik Audit Berbantuan Komputer. Teknik
ini merupakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan aplikasi-aplikasi pada suatu
komputer maupun suatu sistem informasi untuk mendapatkan keyakinan terhadap
kebenaran suatu transaksi yang dicatat/diolah/dibukukan dengan menggunakan
suatu aplikasi tertentu. Teknik pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mempelajari
sistem informasi yang digunakan oleh Wajib Pajak terlebih dahulu, kemudian
Pemeriksa Pajak dapat menyiapkan sarana-sarana TABK dan meminta bantuan
tenaga ahli jika diperlukan.Pemeriksa Pajak dapat mendokumentasikan pada saat
pelaksanaan TABK dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai