Anda di halaman 1dari 3

KH.

MASJKOER, SEORANG MENTERI DENGAN GAJI 300 RUPIAH HINGGA IKUT


BERGERILYA DAN MENGKAMPANYEKAN KEMERDEKAAN INDONESIA DI TANAH SUCI
MEKKAH

Oleh Ahmad Baso

Dalam kondisi politik yang belum stabil dan perekonomian yang masih terpuruk, KH.
Masjkur hanya mendapat gaji Rp 300,- Oeang Republik Indonesia (ORI) sebulan. Gaji
tersebut hanya cukup dimakan sekeluarga antara lima sampai enam hari.

Tiap kali rapat kabinet, jamuannya pun hanya teh belaka. Kadang-kadang saja, ketika
harus bersidang lama, para menteri disediakan makan siang atau makan malam. Namun
hal itu tidak mengurangi semangat para anggota kabinet untuk terus berjuang melawan
Belanda. Walaupun harus bergerilya di hutan meninggalkan keluarga.

Pada tanggal 19 Desember 1948, tatkala tentara Belanda menyerbu ibukota Yogyakarta,
Menteri Agama KH. Masjkur beserta Sekjen Kementerian Agama, Mr. Soenarjo
(sebelumnya dijabat Mr. Soebagio), dan beberapa pegawai menyingkir ke tempat yang
aman untuk meneruskan perjuangan kemerdekaan. Sebagian besar pegawai mendapat
tugas tetap di kota, supaya hubungan ke dalam dan keluar dapat terjaga. Pimpinan
Kementerian Agama dalam kota diserahkan kepada K.H. Muchtar, tokoh
Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam perjalanannya, yang meliputi daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur
bagian selatan, KH. Masjkur mengkonsolidasikan kantor-kantor Urusan Agama yang
tengah kocar-kacir akibat perang, dan memberi petunjuk tentang apa yang harus
dikerjakan selama masa gerilya.
Kenyataannya Kementerian Agama tetap berfungsi selama KH. Masjkur dan jajarannya
berada dalam pengungsian. Sejumlah instruksi dan peraturan darurat masih sempat
dikeluarkan dan disebar oleh kurir. Juga fungsi koordinasi kantor-kantor urusan agama,
pengadilan agama, pendidikan dan penerangan agama, pengajian dan pembukaan
madrasah darurat, serta pengaturan shalat dan khotbah di mesjid dan langgar.
Yang juga tetap aktif adalah Bagian B Kepenghuluan yang mengkoordinasikan kantor-
kantor urusan agama di daerah-daerah. Sehingga “Biaya-biaya N.T.R. [Nikah, Talak dan
Rujuk]” tetap rutin dilaporkan kepada Menteri Agama.
KH. Saifuddin Zuhri, misalnya, waktu itu Kepala Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah
sebelum jadi Menteri Agama pada 1962, sempat menemui KH. Masjkur dan Soenarjo di
pelosok Yogyakarta mengantarkan uang Biaya N.T.R. dalam jumlah besar.
Foto 1: Menteri Agama KH. Masjkur (paling kiri berpeci mengarah ke kamera) sedang
mengikuti rapat anggota Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Moh. Hatta pada
29 Januari 1948 di ibukota Yogyakarta.

Foto 2: Misi Haji Kedua 1949 yang dikirim Menteri KH. Masjkoer yang terdiri dari Syekh
Abdul Hamid Aceh, Muh. Noor al-Ibrahimy, Ali Hasjmi, Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir
dan H. Sjamsir, tiba di Jeddah, awal Oktober 1949. Misi haji pertama ke tanah suci
Makkah dikirim Kiai Masjkoer pada tahun 1948 di bawah pimpinan K.H.R. M. Adnan
Solo. Misi ini adalah misi haji pertama setelah Perang Dunia Kedua. Misi ini bertugas
menjelaskan kepada dunia Islam tentang politik pemerintah RI serta
mempropagandakan perjuangan rakyat Indonesia, baik selama di Mekah maupun
selama perjalanan pulang-pergi membawa “Goodwill Mission” di Kairo, Thailand., dan
sebagainya. Misi Haji Pertama tahun 1948 dan yang kedua sempat mengibarkan
bendera kebangsaan Merah-Putih pertama kali di Padang Arafah. Bendera bersejarah
ini kemudian diserahkan dengan upacara kepada Presiden Republik Indonesia di Istana
Merdeka Jakarta tahun 1950.

Anda mungkin juga menyukai