Anda di halaman 1dari 8

ARGUMEN BARUS: KILOMETER 0 PERADABAN ISLAM NUSANTARA:

Asal-usul Internasional Jaringan Islamisasi Nusantara (Sumber Lisan dan Naskah)1

Oleh Ahmad Baso

Posisi Barus

Mengapa Barus sebagai 0 km peradaban Islam Nusantara? Ya karena para pembawa agama
Islam dari negeri Arab, datang dulu ke Barus baru ke Pasai dan negeri-negeri Nusantara lainnya.
Sebagaimana diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai (naskah BL Or 14350). Berikut
kesaksian dari prasasti Tamil, cerita lisan dari barus dan naskah-naskah Barus yang tersimpan
dalam Perpustakaan Nasional Jakarta.

Catatan Prasasti Berbahasa Tamil

Teks prasasti itu:2

Svasti sricakarai
antu ayirattu [p pa]
ttuc cellani [n]
ra macit tingka

varocana matang
kari vallavat teci u
yyak konta pat
tinattu velapurattu
kuti niranta te [cit ticai]
vilangku ticai ayira
ttainynyurruvaro

m nammakanar nakara senapa


ti nattucetti
yarkkum patinembhumi
teci apparku ma[ve]t
tukalukkum na vaittuk
kututta paricavatu mara[ka]

la….
la marakkala nayanun kevi
kalum kastu[ri] vilai mu[tala]kappa[ta]
anysu tun [ta]yam ponnum ku[tu]
ttup pavatai erakkatavatakavum

1Bahan diskusi FGD Barus 0 Kilometer di Jakarta, bukan untuk dikutip.


2 Y. Subbarayalu, “Prasasti Perkumpulan Pedagang Tamil di Barus: Suatu Peninjauan Kembali”, dalam
Claude Guillot (penyunting), Lobu Tua: Sejarah Awal Barus (Jakarta: EFEO, Assosiciation Archipel, Pusat
Penelitian Arkeologi & Yayasan Obor Indoensia, 2002), hal. 20.

1
ippatikku [i]kkal eluti natti
k-kututtom painenpumi tecit ticai vila
ngk ticai ayirattainynyurruvarom a
ramaraverka aramey tunai.

Sekarang pada tahun Saka 1010, bulan Masi

Kami yang ke-500 dari Seribu Arah, dikenal di semua negara dan arah, telah bertemu di Velapuram di Varocu atau
Matankari-vallava-teci-uyyakkonta-pattinam

Memutuskan yang berikut untuk “anak(-anak) lelaki kami” Nakar-senapati Nattucettiyar, Patinen-bhumi-teci-appar
dan mavettu:

[Setiap … dari] kapalnya. Nakhoda kapal dan kevi akan membayar pajak anycu-tunt-ayam dalam bentuk emas
berdasarkan harga kasturi dan akan berjalan di aas bentangan kain.

Maka kami Yang ke-500 [ainnurruvar] dari Seribu Arah, dikenal di semua arah dan di semua delapan belas negara,
telah menyuruh mengukir dan menancapkan batu ini. Jangan lupa sikap baik hati: sikap baik hati sendiri yang
merupaka teman baik.”

Analisis Subbarayalu, h. 22=5: Tulisan prasasti mirip tulisan prasasti abad 10-11 dari er Dinasti
Cola, Tamil, selatan India. Nama Barus ditulis Varoca. Nama kedua Barus: matangkari vallavat,
teci [desi] uyyak konta dan pattinam. Nama matangkari vallavat atau matangkari vallava atau
vallabha (yang dikasihi) disebut dalam prasasti dari vishakhapattanam di pantai Andhra
(wilayah Coromandel) terkait pedagang Muslim terkemuka dari Anyjuvannam3 satu
perkumpulan dagang, yang dilindungi oleh perkumpulan Ayyavole-500 dari kota tersebut.4

3 Anyjuvannam: anjuman, dari bahasa Arab, jamaah, perkumpulan. Nilakanta Sastri, “A Tamil Merchant-
Guild in Sumatra”, hal. 316. Tapi Sastri menolak kalau prasasti di Barus itu berkaraketr Muslim aau Arab,
tapi justru Hindu menurutnya.
4 South Indian Inscriptions, X, no. 211, hal. 110. Nagapattinam, hal. 164-6. Prasasti Telugu ini menyebut

satu pemberian tanah untuk pembagunan ainnuttuwa-perumballi [secara harfiyah berarti Bangunan Palli
yang besar bernama 500; palli merujuk ke tempat ibadah non Hindu: wihara Budha, Yahudi, Kristen atau
Muslim; oleh Subbarayalu lebih tepatnya bermakna Mesjid karena penerimanya adalah orang Pasai dari
Sumatra] oleh seorang raja bernama Mahamandalesvara Kulottunga-Prithvisvara. Prasasti ini bertahun
Saka 112[…], dengan tiga kemungkinan tahun Masehi: 1200, 1204, atau 1207. Penerima hibah tanah
untuk pendiirna rumah ibadah berupa mesjid ini adalah seorang pedagang asal Pasai bernama:
Savasandi[ba]lla [Syamsuddin?], putra [bin?] Boyarandi[ba]lla [Abu Abdillah? Abdurrahman?]. Gelarnya:
Ma[va]ngari-vallabha-samaya-chakravartti. Gelar ini mirip dengan yang disebut dalam prasasti Barus di
atas. Ma[va]ngari-vallabha sama dengan Madangari-vallabha. Oleh Subbarayalu diterjemahkan secara
harfiyah: yang terpilih oleh Dewa Durga. Padahal maksudnya yang diridhai dan dikashi oleh Alllah SWT,
sepetti halnya di Jawa para Wali menggunakan sebjatn Sang Hyang Widhi. samaya-chakravarttiberarti
utusan atau perwakilan dari satu perkumpulan. Bukti ini menunjukkan bahwa sejak abad 12 atau awal
abad 13 Pasai bukan hanya menerima Islam tapi menjemput agama Islam itu hingga ke tanah Hindustan
tempat basis para Waliyullah. Sekaligus membuktikan kebenaran isi Hikayat Raja-raja Pasai.
Nama Pasai juga muncul dalam prasasti Tamil di Tiruvaymur dekat Nagapattinam, Tamil Nadu. Lihat
Nagapattinam District Inscriptions (Tamil nadu State Archaeology Department, Chennai, 2007), hal. 190.
Selanjutnya, istilah anyjuvannam untuk nama perkumpulan-perkumpulan pedagang Muslim juga muncul
dalam prasasti-prasasti di Jawa. Dengan beberapa variasi ejaan dan pelafalan: hunjeman, hunjaman, dan
hinjaman. Lihat Sarkar 1972, vol. 2, hal. 131, 140, 151, 236; Barret Jones 1984, hal. 151, 186-87. Prasasti
mengenai pemberian tanah sima untuk lembaga-lembaga keagamaan. Maka wajar pula bila komunitas
Muslim masa itu juga memeproleh tanah hibah sima itu sejak dari abad 9 M. Bahkan itu di zaman Raja
Airlangga. Jan Wisseman Christie pernah meneliti satu prasasti dari masa Airlangga di tahun Saka 943
/1021 M ditemukan di Surabaya: “wargga kilalan Kling Aryya Singhala Pandikira Drawida Campa Kmir
Rmen [Ramni, Lamuri di Aceh] mambang sena mukha hawang Hunyjman ….” (Kelompok kilalan, yaitu
kelompok wajib pajak yang bukan penduduk asli: Keling, Arya, Singhala, Pandikiras, Dravidian, Champa,
Khmer, Ramanydesis (?), mambang, prajurit, pelaut, hunyjman). Yang terakhir diberi tanda [?] oleh

2
Lengkapnya: kota yang disayangi oleh Matangari dan tempat suci para pedagang Desi.
Uyyakkonta atau uyyakkontar, yang melindungi perkumpulan pedagang, adalah salah satu gelar
Raja Dinasti Cola, Rajaraja I (985-1014 M). [bandingkan gelar ini dengan Raja Pala di Mangiri]
Nama matangkari atau matangari bisa merujuk kepada mitos tetang ibu dari sekumpulan
gajah atau dewi durga. Namun bisa pula dikaitkan dengan nama Mangiri di Benggala (ini yang
tidak disinggung oleh Subbarayalu; karena raja Pala dikenal sebagai raja pasukan gajah).
Nama Vellapuram atau Vellakula, tempat para pedagang bertemu. Merujuk ke arti pelabuhan.
18 paatinam, kota, 32 velappuram, pelabuhan .Ada prasasti menyebut Vellakula merujuk ke
nama Konkan, India.5
Mavettu, diperkirakan bermakna sekumpulan pengawal pedagang [sebetelnya bermakna: wakil,
agen, dalam penegrtian ekonomi musyarakah atau profit sharing 6]. nakara senapati nattu
cettiyar, kapitan dari kota, pedagang di kotanya.

Marakkalam, kapal, pemilik kapal. Marakkala nayan, nakhoda. Nayan, kapitan, kepala. Istilah
Maraikkayan atau makaraika, disebut dalam satu prasasti perunggu berbahasa Tamil tertanggal
7 Mei 1018. Juga dalam sumber-sumber Portugis awal abad 16 sebagai pedagang Muslim dari
Tamil Nadu dan Kerala.

prasasti perunggu itu berbicara tentang pemberian keistimewaan dari Raja Singhala kepada
Mudali Maraikkar, seorang pedagang Muslim di Beruwela, dan keturunannya, karena membawa
tujuh orang penenun kain dari pesisir India.7

Prasati ini mengoreksi tesis Wolterd tentang loaksi Barus di pantai timur Sumatera. Prasati ini
muncul di era Raja Cola Kulottunga (1070-1120 M).

Nama “Pulau” untuk Barus, h. 53 (h. 33, jilid 3, Barus Negeri Kamper)

Jaringan Barus, Bhambore (delta sunggai indus) pakistan kini, dan Sohar, Oman atau Zhofar,
dari abad 10.8

Christie, seakan tidak tahu persis maksdunya. Lihat Christie, “Texts and Textiles in ‘Medieval Java”.
BEFEO, vol. 80, no. 1, tahun 1993, hal. 181-214, hal. 204. Untuk transkripsi lengkap prasastinya, lihat
J.L.A. Brandes, “Oud-Javaansche Oorkonden: Nagelaten Transscripties”. VBG, vol. 60, tahun 1913, hal. 124.
Kesimpulan kajian Subbarayalu: sebutan anyjuvannam dalam prasasti Tamil di Kerala dan pesisir Tamil
Nadu, adalahs aam dengan yang terdapat dalam pesisir Konkan pada prasasti Kannda dan prasasti
Marathi dalam bahasa Sansekerta. Yakni nama para pedagang dari Asia Barat. Mereka berinteraksi
dengan manigramam, perkumpulan dagang penduduk asli India selatan, perdagangan di laut maupun di
pedalaman dan di desa-desa. Menurtu Andre Wink, perkumpulan ini lebih untuk perdagangan interen,
eceran, dan lebih ke pedalaman, bukan perkumpulan dagang lintas samudera. Pada abad 11,
anyjuvannam lebih didomiansi pedagang Muslim.
5 Ephigraphia Indica, XXXI, hal. 13-4. XXXII, hal 47.
6 Pengertian ekonomi musyarakah ini yang kita peroleh dari prasasti Tamil dari Neusu, Aceh, abad 12-13

M. Ada sebutan “vakal-kammayalar” atau “wakal-kammayalar”; juga “nam makkal”, bentuk jamak, yang
berarti orang-orang kita. Wakal ini identik dengan wakil dalam bahasa Arab, yakni agen, parner, mitra
atau perwakilan dagang dalam skema musyarakah atau sistem bagi hasil. Kata nam makkal juga disebut
dalam prasasti Tamail Barus di atas, yakni dalam bentuk tunggal, nam makanar. Ada juga pernyataan
“bungan tidak boleh ditarik” (policai kollak katavarkalallavakakum). Lihat isi transkripsi prasasti ini
dalam Y. Subbarayalu, “Sebuah Prasasti Perkumpulan Pedagang Tamil di Neusu, Aceh”, dalam Daniel
Perret & Heddy Surachman (penyunting), Barus Negeri Kamper (Jakarta: KPG, EFEO & Pusat Arkeologi
Nasional, 2015), hal. 529-33.
7 Asian Studies, vol. 19-21, 1982, dietrbitkan oleh Institute of Asian Studiies, Unievrsity of the Philippines,

hal. 80.

3
Kalau sudah terjadi proses Islamisasi, mengapa menggunakan aksara India atau aksara lokal?
Ya karena para Wali ini melakukan proses angajawi, seperti halnya penndahulu mereka di
pesisir anak benua India. Itu pula yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang dalam satu naskah
peninggalan beliau dari abad 16, menulis dalam hanacaraka dan mengajarkan orang Jawa
Bismillah dan bersyahadat dengan aksara mereka sendiri.

Posisi umat Islam di negeri Tamil Nadu di masa prasasti Tamil Barus ini ditulis:

Posisi Ma’bar muncul bersamaan dengan ekspansi kerajaan Chola yang menanjak sejak abad 12.
Itu ditumpangi oleh umat Islam (terutama para sayid dan habaib) yang menggunakan
pelabuhan-pelabuhan Cola di Coromandel (lalu disebut Ma’bar) untuk tujuan ekonomi dan
keagamaan.9 Mereka berbahasa Tamil, dan dikenal dengan nama komunitas Labbai atau Lebai,
lalu dikenal Maraikkayar atau Kayalar. Mereka berasal dari Arab dan bermazhab Syafi’i. Mereka
menguasai jaringan perdagangan laut hingga ke Jawa. Sementara orang-orang Tamil sendiri di
Coromandel baru belakangan masuk Islam.10
Ma’bar, pangkalan Syekh al-Husain Jamaluddin al-Akbar atau Syekh Jumadil Kubro dalam
Catatan Dinasti Yuan masa Kubilai Khan abad 13-14:
Pada tahun 1314 datang utusan dari Ma'bar (Ma'pa-rh), pelabuhan internasional di selatan
India, dan pangkalan pertama para Bani Alawi dari Hadlramaut. Pimpinan utusan itu bernama
Si la mou ting dan Ngai sse ting membawa misi ke Cina, termasuk persembahan kepada sang
kaisar.11
Si la mou ting jelas merujuk kepada Syekh Sayid al-Husein (Si) Jamaluddin (la mou ting) Akbar
atau Syekh Jumadil Kubro yang wafat di Tanah Bugis abad 14.
Lalu siapakah Ngai sse ting itu? Versi para habaib menyebut beliau punya saudara bernama
Tsanauddin yg sama2 berdakwa ke Asia Tenggara yg sama2 saudara kandung. Bisa jadi yg
dimaksud adalah adik Syekh Jumadil Kubro ini.
Bawal, Kail, Caill, atau Kahila di Ma’bar (kini Coilpatam, Tinnevelly), pangkalan pertama para
Bani Alawi dari Hadlramaut. Ini kesaksian kaum Muslim di Ceylon (Srilanka) yang berceritera
tentang nenek moyang mereka dari negeri Arab.12
Sumber Ibn Hawqal (wafat 267 H/977), 457, Kota-kota pesisir anatar Cambay [Khambay,
Gujarat] dan Simur [masuk wilayah Manibar, Malabar; Manhabari, Mahabari, Manjabari, disebut
perjalalanna 2 hari dari Debal, kini Thatha, Cunningham 332] dari Saimur menyeberang ke
Sarandib; daerah Surat kini] di selatan, yang dikausai Balahara,penduduknay Hindu, namun
kaum muslim dihormati. Mereka punya pemimpinnaya sendiri, dipimpn dari kalangan emreka
sendiir, punya hkum sendiri,s epetti di tempat lain, dan tidak ada yg memeprkerakan mereka
secara hukum, kecuali emreka muslim, mendiirkan emsjid di tengah penduduk Hindu, dan
diberi kebebasan azan. Kaum Muslim, terutama ornag-orang Arab abad 12-13, amnegusai

8 Barus: Seribu Tahun yang Lalu, hal. 144.


9 Wink, al-Hind, vol. 2, hal. 280; vol. 3, hal. 208. Ada faktor lain juga perlu disebut di sini. Schrieke,
Indonesian Sociological Studies, vol. 1, hal. 12, menyebut faktor Renaisans Eropa, Perang Salib dan
gelombang ekspansi Mongol ke negeri-negeri Asia Tengah dan Arab, mendorong laju kebangkitan dan
perkembangan perdagangan Muslim dan penyebaran agama Islam hingga ke Timur Jauh.
10 Wink, al-Hind, vol. 2, hal. 280, 282; vol. 3, hal. 209; Susan Bayly, “Islam in Southern India: ‘Purist’ or

‘Syncretic’?”, dalam C.A. Bayly & D.H.A. Kolff (ed.), Two Colonial Empires: Comparative Essays on the
History of India and Indonesia in the Nineteenth Century (Leiden: Brill, 1986), hal. 37.
11 Pauthier, Le livre de Marcopolo, vol. 2, hal. ....
12 Henry Yule, An Endeavor to Elucidate Rashiduddin’s Geographical Notices of India (Royal Asiatic Society

of Great Britain and Ireland), hal. 7-8.

4
perdagangan laut, sementara penduduk prbumi lebih ke eprdagangan lokal dan eceran ke
pedalaman.13 Data-data prasati di sekitar Gujarat juga menunjukkan bahwa hampir semua
ornag-orang Arab dan persia yang tinggal di sana adalah pemilik kapal.14

Asal-usul Islamisasi di Barus: Sumber Lisan dan Naskah

Pertama, sumber dari tulisan Lee Kam Hing, seperti ditulis Kapten David Jones, pimpinan kapal
Inggris di perairan utara Sumatera, berdasarkan penuturan Tuanku Barus, pimpinan wilayah
ini pada tahun 1815:15

Diceritakan ada Raja di Hulu, di pedalaman, tinggal di Mahligai (nama daerah itu, sebelum
bernama Barus). Ada seseorang dari segolongan manusia disebut Si Bunyan [Si Banyan?]16
membujuk sang raja dan pengikutnya untuk tinggal di Mahligai [berarti istana], beberapa lama
kemudian bertolak ke pesisir, bernama Pansur (nama asal Barus, konon dari kata pancur,
pancuran). Setelah itu Si Bunyan mengajak mereka ke sebuah pegunungan bernama Si
Mumpatu [SI Mampata? Mampatu?]17 dimana ia memperkenalkan mereka kepada agama Islam
dan menyunat mereka. Beberapa lama di Si Mumpatu, Si Bunyan mengajari mereka ajaran Islam
dan hukum-hukum agama, mengajar mereka bahasa Pansur [Melayu], dan beradat-istiadat
negeri Pansur, tempat asal Si Bunyan ini.

Selama mereka tinggal di Si Mumpatu, mereka diajarkan mendirikan Shalat Jumat (Sabbath
dalam laporan Jones!], mendirikan mesjid untuk keprluan shalat Jumat itu. Laporan Jones
menyebut mesid masih bisa terlihat wujudnya di mas aitu, di tahun 1815 saat menerima
informasi ini. Setelah itu mereka dibawa kembali ke Pansur, dimana mereka diminta
mengangkat kembali raja mereka sebelumnya sebagai pemimpin mereka apsca Islamisasi.
Mereka diajarkan untuk tetap taat kepada agama islam dan menjaga negeri, juga menuruti
perintah pemimpin emreka. Demikina pula sang Raja berjanji memperhatikan kemalshatan
rakyatnya. Setelah itu Si Bunyan pergi.

Diceritakan tentang awal kedatangan Sultan Ibrahim dari Terusan [Padang] ke pesisir Barus,
membuka permukiman atau kampung, lalu menjalin perjanjian dengan Raja di Hulu, hingga
Sultan Ibrahim menjadi Raja di Ilir, pesisir, lalu menikah dengan putri Raja di Hulu. 18 Raja di
Hulu memindhkan pusat kerajaannya ke Si Mugri, Raja di Ilir ke daerah pesiri dekat mulut
sungai.

13 Ibnu Hawqal, Kitab al-Masalik wal-Mamalik, dikutip dalam Sir H.M. Elliot, The History of India as Told by
its Own Historians: The Muhammadan Period (ed. John Dowson) (London: Trubner and Co, 1867), vol. 1,
hal. 458; Andre Wink, al-Hind, vol. 2, hal. 274.
14 Lihat Epigraphia Indica, Arab Persian Supplements, 1961.
15 Lee Kam Hing, “The Founding of Bahroos (An Account from Tradition).” Malaya in History, vol. 9, no.

1/2, tahun 1965, hal. 32-6.


16 Si Banyan, mirip Si Kabayan di Sunda? Lalu muncul mitos tentang Banyan sebagai pohon [Banyan tree]

asal-usul raja atau putri calon permaisuri raja seperti dalam Hikayat Pasai, Sajarah melayuda n Hikayat
Banjar?, yang disebut To Mnurung di Tanah Bugis-Makassar? Versi lisan Barus ini ingin mengmbalikan
soso mitis keada tokoh agamawan waliyullah. Konstruksi serupa kita temukan dalam Babad Cirebon:
mengembalikan segala yang ebrbau dewa ke sosok Waliyullah sebagai pelaku sejarah.
17 Tempat ini diduga kini berada di area Papan Tinggi tempat makam Syekh Mahmud. Lihat Claude

Guillot, dkk., Barus Seribu Tahun yang Lalu, hal. 32-3.


18 Bagian cerita ini banyak diungkap dalam dua naskah Melayu asal Barus yang diedit oleh Jane Drakard.

Lihat Jane Drakard, Sejarah Raja-raja Barus (Jakarta: EFEO & Gramedia, 2003).

5
Setelah itu diceritakan kedatangan satu kapal dari Mekah lalu terdampar di peairan Barus.
Kapal ini membawa 44 orang Waliyullah. Smeuanya berlabuh ke Barus, mengislamkan semua
penduduknya. Mereka wafat di Barus dan dimakamkan di sbeuah temat yang kemudian dikenal
dengan “Makam 44 Wali”.

Analisis:

Soal identitas Si Bunyan: David Jones menuliskannya The Fairy, seperti diutarakan Lee Kam
Hing. Penerjemah buku Barus Seribu Tahun yang Lalu menyebutnya “orang gaib”.19 Inikah yang
disebut “Waliyullah”?

Kedua, sumber dari naskah Hikayat Cerita Baros (Ml. 162(6)/PNRI), disalin dalam aksara latin
oleh seseorang yang akrab dnegan bahasa Belanda di tahun 1873 dari sumber jawi Melayu:

Hal. 187 (ejaan diperbaiki), Maka adalah cerita dari seorang Arab yang bernama tuan Sayid [bukan
Said] Mahmud, dia datang dengan satu kapal dia orangs emuanya 44 orang dia bermula datangd ari
negeri Ruhum dia dapat permisi dari Raja akan eprgi di tanah India kepada segala pulau pulauan [hal.
188] akan mengajarkan agama Islam. maka itu tuan telah sudah sampai di tanah Jawa dan Madura
dan Bugis, Makassar,20 dan lain-lainnya, kemudian maka dia datang di negeri Pangsur dan dia
tinggal di sana itu sebab jadi bernama negeri Pangsur sebab menurutkan bicara Arab, emlainkan dulu
namanya Pancur saja, sebab ada pincuran, di sana itu tuan punya kapal dia suruh belayar kembali di
Ruhum. Maka itu tuan Sayid Mahmud tinggala di sana maajarkan [mengajarkan] agama Islam, tatkala
itu baru orang tahu di Kapur sebab itu tuan yang kasih tahu gunanya, 21 tapi tempo itu kabar orang itu
kapur punya tempat di Batang Capo…

[hal. 190] Maka beralih kabar kepada tuan Sayid Mahmud selama dia tinggal di pangsur sdau banyak
orang Batak yang amsuk islam dan negeri ebrtambah lebih ramai dan lebih baik sebab orang sudah
ada agama, dalam pada itu, maka Raja Katir pun lantas sama-sama masuk agama Islam dengan dia
punya suka sendiri. Adapun tatkala Raja Katir suda masuk islam, maka masing-mereka itu masuk
Islam ….

Ketiga, Naskah Asal Keturunan Raja Barus (Ml. 162(1)/PNRI):

Cerita Guru Marsakot, kepala suku dari komunitas Batak Dairi yang ebrdiam di Barus, bertemu
satu pincuran, lalu disbeut daerha itu Pancur. Lalu bertemu di pesisir orang Ceti dan Hindu.
disebut asalnya: negeri Keling. Mereka berdiam di satu tempat yang mereka namakan Air Busu’,
lalu ajdi kampung, lalu jadi negeri (kota dengan segenap cakupan teritorinya yang luas di
kampung-kampung). Mereka lalu mengangkat Guru Marsakot sebagai raja.22 “Adat yang
etrpakai dalam negeri itu yaitu adat ceti dengan adat Batak, dan adat Aceh dan adat Melayu”.
Raja kemudian pindah ke Lobo Tuha dengan segala ra’yatnya. Ramai hingga ke Sungai Macu,

19 Claude Guillot, dkk., Barus Seribu Tahun yang Lalu (Jakarta: KPG, EFEO, Assosiciation Archipel, Pusat
Penelitian Arkeologi & Forum Jakarta-Paris, 2008), hal. 32.
20 Perhatikan jaringan ini: “Jawa, Madura, Bugis, Makassar, Pangsur”. Yang di Bugis Makassar menjadi

cerita Sawerigading membawa agama Islam, bahkan diceritakan e rtemu Rasulullah dan para sahabat
Nabi……
21 Catatan ini membenarkan kenyataan tentang cara dan misi para Wali Songo dalam berdakwah,

penguatan agama dan juga penguatan eknomi ke-Nusantara-an kita. Lihat Ahmad Baso, Islamisasi
Nusantara (Tangerang Selatan: Pustaka Afid, 2019), cet. 2, bagian penutup.
22 Sejarah Raja-raja Barus, hal. 141-2.

6
“dengan berapa banyak orang kaya-kaya [pedagang] pada masa itu ramai berniaga-berniaga
dengan kapal Keling dan Arab dan Aceh.23

Siapa yang dimaksud Settis? Nilakanta Sastri menyebut itu para pedagang, ebrdasarkans atu
prasasti dari masa Raja Cola, Rajendra I (1012-1044).24 Chetti dan mayiletti merujuk kepada
pedagang-pedagang yang punya posisi penting.25

Hindu, keling dan Nias.26

“Adapun turunan raja segala yang menjadi raja di dalam negeri Barus ingatnya dari mula suda
masu’ Islam diitung sampai sekarang 1283 [H./1866]: Bermula gelaran Raja Tuha, Raja Kadir,
Raja Mualif, Sutan Marah27 Pangsu, Sutan Marah Sifat ….”28 [semua keturnan Guru Marsakot]

Pada halamans ebelumnya disebut: “kemudian maka negeri itu jadi Islam tempo itu raja
bernama Tuan Kadir.29 Lama pula antaranya maka beroleh anak pula Tuan Raja Kadir laki-laki
bernama Tuan Mualif”.30 Mungkin yang dimaksud Raja Tuha adalah Raja di Lobu Tuha, yakni
merujuk ke Raja Kadir yang sudah memakai nama Islam pasca Islamisasi. Dilihat dari namanya,
ia merujuk ke nama Syekh Abdul Qadir al-Jailani, tokoh Waliyullah yang ilmunya banyak
dipelajari para Wali penyebar agama Islam. Dari satu sumber dalam jurnal TBG, Tuan Kadir
disebut sebagai putra Raja Guru Marsakot.31 Di bawah Tuan Kadir-lah Barus ebrkembang epsat.

Siapa yang mengislamkan raja ini? Kemungkinan, orang-orang Muslim para habaib dan para
sayid yang berguru pada ilmunya Syekh Abdul Qadir al-Jailani kebanyakan berada di Tamil dan
Srilanka sejak dari masa generasi tabi’in atau generasi pasca Sahabat Rasulullah SAW.

Sebutan ti-sai atau desai dalam prasasti didahului oleh kata “ayirttanynyurruvar”. Kata Sastri: ini
adalah sekelompok pedagang yang powerful, yang menikmati otonomi, mengatur sendiri urusan
emreka, tidak tunduk kepada raja tertentu, kegiatan mereka menjangkau tanah dan laut.32

Catatan Andre Wink tentang islamisasi menumpang ekspansi Dinasti Cola.33 Peranan pedagang
lintas samudera, terutama pedagang, yang menggerakkan ekspansi Raja Chola di abad 11 M. 34

23 Sejarah Raja-raja Barus, hal. 142-3.


24 Sastri, hal. 318.
25 N. Karashima, Y. Subbarayalu & P. Shanmugam, “Nagaram during the Chola and Pandyan Period:

Commerce and Towns in the Tamil Country, A.D. 850-1350”. The Indian Historical Review, vol. 35, no. 1,
Januari 2008, hal. 1-33, hal. 16. Tulisan ini menyebut prasasti Barus satu-satunya yang menyebut jaringan
pedagang lintas benua dan samudra, hal. 19.
26 Sejarah Raja-raja Barus, hal. 166.
27 Marah: ingat nama Merah Silu dalam Hikayat Raja-raja Pasai.
28 Sejarah Raja-raja Barus, hal. 177.
29 Tuan Kadir: perhatikan namanya ini yang merujuk ke nama Syekh Abdul Qadir al-Jailani, nama dan

ilmu yang banyak dipelajari para Wali penyebar agama Islam. Lihat Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara.
30 Sejarah Raja-raja Barus, hal. 144.
31 G.J.J. Deutz, “Baros”. TBG, vol. 22, tahun 1875, hal. 158. Informasi Deutz diperoleh di Baros saat bertugas

di sana masa itu.


32 Sastri, hal. 325-6. Tapi Sastri masih menyangka pedagang itu beragama Hindu. Dalam penelusuran

Andre wink, kelompok pedagang powerful itu yang menjelajahi samudra laus hanya orang-orang Arab-
Persia.
33 Andre Wink ….
34 Nagapattinam, hal. 174.

7
Nama Chola disebut dalam tulisan pelaut dan ahli geografi Sulaiman bin Ahmad al-Mahri di
tahun 1511: Fansur sebagai tujuan pelaut Chola dan orang India.35

35 Dikutip dalam Tibbetts, 1979, hal. 216.

Anda mungkin juga menyukai