html
A. Definisi.
Metode transmisi hadis atau dikenal dengan istilah “Jalan Menerima Hadis (thuruq
Syaikh/Guru. Kata transmisi berarti penyampaian atau peralihan atau penyebaran. Jadi
transmisi hadis bisa diartikan dengan proses peralihan atau perpindahan suatu hadis dari
1) Rasulullah menyampaikan hadis pada dasarnya dengan cara natural saja. Ketika ada masalah,
1) Dengan lisan dan perbuatan, dihadapan orang banyak, di mesjid, pada waktu malam dan
subuh.
2) Dalam bentuk tulisan. Banyak riwayat menyatakan bahwa Rasulullah telah berkirim surat
Berbagai hadis Nabi yang temaktub di kitab-kitab hadis sekarang ini, asal mulanya
adalah hasil kesaksian sahabat nabi terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan atau hal-ihwal
Nabi. Cara periwayat memperoleh dan menyampaikan hadis pada zaman nabi tidaklah sama
dengan pada zaman sahabat nabi. Demikian juga dengan pada zaman sahabat nabi tidaklah
C. Proses transmisi hadis pada masa Nabi sampai pada zaman sesudah generasi sahabat.
sahabat pada umumnya sangat berminat untuk memperoleh hadis nabi kemudian
menyampaikannya kepada orang lain. Mereka (sahabat) secara bergantian menemui nabi.
Seandainya Umar tidak datang maka berita dari nabi akan disampaikan oleh sahabat lainnya
kepadanya.
Proses transmisi hadis pada masa Nabi bisa dibilang lancar. Kelancaran ini terjadi
hatiannya dalam periwayatan hadis. Beliau sangat berhati-hati dengan periwayatan hadis. Ini
didasarkan pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk seorang nenek.
Beliau tidak melihat petunjuk al-Qur`an dan praktek nabi yang memberikan harta warisan
kepada nenek. Lalu ia bertanya kepada sahabat-sahabat yang lain. Al-Mughirah bin Syu’bah
menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa nabi memberikan bagian waris kepada nenek sebesar
seperenam bagian. Namun Abu Bakar tidak langsung percaya terhadap perkataan sahabat
tersebut. Dia meminta sahabat tersebut untuk mendatangkan saksi. Lalu Muhammad bin
Maslamah memberikan kesaksian. Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan
Karena Abu Bakar sangat berhati-hati dalam periwayatan hadis, maka dapat
dimaklumi bila jumlah hadis yang diriwayatkannya relative tidak banyak.1[7] Data sejarah
tentang kegiatan periwayatan hadis di kalangan umat Islam pada masa khalifah Abu Bakar
sangat terbatas. Hal ini karena pada saat pemerintahan Abu Bakar tersebut, umat Islam
dihadapkan pada ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemerintahan dan Negara.
Pada masa Umar penyebaran hadis kurang berjalan. Karena pada masa Umar lebih
memfokuskan pada membaca dan mendalami al-Qur`an. Akan tetapi lebih banyak dari masa
Abu Bakar. Namun pada masa Umar para perawi terkekang karena Umar sangat tegas. Beliau
sangat berhati-hati. Karena Umar ingin ummat lebih konsentrasi dengan al-Qur`an dan lebih
sebelumnya. Namun langkah yang dijalani Utsman tidaklah setangkas Umar bin Khattab.
Utsman meminta kepada para sahabat agar tidak meriwayatkan hadis yang tak pernah
didengar pada masa Abu Bakar dan Umar. Penyebaran hadis pada masa Utsman lebih banyak
dibanding dengan khalifah Umar bin Khattab. Karena wilayah Islam pada saat itu mulai
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda sikapnya dengan para
pendahulunya dalam periwayatan hadis. Secara umum Ali bersedia menerima riwayat hadis
Nabi setelah periwayat hadis mengucapkan sumpah, bahwa hadis itu benar-benar berasal
dari Nabi. Hanya dengan periwayat yang benar-benar dipercayainya, Ali tidak meminta untuk
bersumpah.
Transmisi hadis pada masa Ali juga sangat hati-hati seperti para pendahulunya. Akan
tetapi pada masa Ali, kondisi politik sudah makin menajam. Hal ini menjadi dampak negatif
dalam penyebaran hadis. Kepentingan politik telah mendorong pihak- pihak tertentu
melakukan pemalsuan hadis.2[8] Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadis dapat
dipercaya riwayatnya.
Pada zaman sesudah generasi sahabat Nabi, khususnya pada saat hadis Nabi
dihimpunkan dalam kitab-kitab hadis, telah dibakukan tata cara penyampaian dan penerimaan
riwayat hadis Nabi. Pembakuan periwayatan ini sangat erat kaitannya dengan upaya ulama
Pada masa ini konsentrasi kepada hadis sangat meningkat. Yang mereka kaji bukan
hanya matan saja, namun juga sanad-nya. Periwayatan hadis Nabi pada zaman ini tidak
memperoleh hadis secara langsung dari Nabi, karena mereka memang tidak se zaman dengan
Nabi.
Periwayatan hadis pada zaman sesudah sahabat Nabi telah makin meluas, rangkaian
periwayat hadis yang beredar di masyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan pada zaman
sahabat Nabi.
1) Kelayakan Tahammul
Para ulama cenderung membolehkan kegiatan mendengar yang dilakukan oleh anak
kecil, yakni anak yang mencapai usia taklif. Sedang sebagian mereka tidak
memperbolehkannya. Sahabat, tabi’in dan ahli ilmu setelah mereka menerima riwayat
sahabat yang masih berusia anak-anak, seperti Hasan, Husain, Abdullah ibn az-Zubair, Anas
ibn Malik, Abdullah ibn Abbas, Abu Sa’id al-Khudriy, Mahmud ibn ar-Rabi’ dan lain-lain
tanpa memilah-milah antara riwayat yang mereka terima sebelum dan sesudah baligh. Dalam
perbedaan pendapat para ulama tersebut, dapat di simpulkan bahwa pokok kecakapan dan
keahlian menerima hadis menurut jumhur adalah tamyiz yaitu suatu kemampuan yang
menjadikan seseorang dapat memahami dan hafal terhadap apa yang didengarnya.
Mereka yang memperbolehkan kegiatan mendengar hadis yang dilakukan oleh anak
kecil, berbeda pendapat tentang batas usianya. Karena hal itu tergantung pada masalah
tamyiz dari anak kecil itu. Tamyiz ini jelas berbeda-beda antar masing-masing anak kecil.
Banyak di antara mereka yang telah berusaha keras untuk menjelaskannya. Dan kita bisa me-
Pertama, bahwa umur minimalnya adalah lima tahun. Hujjah yang digunakan oleh pendapat
ini adalah riwayat Imam Bukhari dalam Shahihnya dari hadis Muhammad ibn ar-Rabi’ ra,
katanya : “Aku masih ingat siraman Nabi SAW dari timba ke mukaku, dan aku (ketika itu)
yang dilakukan oleh anak kecil dinilai absah bila ia telah mampu membedakan antara sapi
dengan keledai. Saya merasa yakin bahwa yang beliau maksudkan adalah tamyiz. Beliau
Ketiga, keabsahan kegiatan anak kecil dalam mendengar hadis didasarkan pada adanya
tamyiz. Bila anak telah memahami pembicaraan dan mampu memberikan jawaban, maka ia
sudah mumayyiz dan absah pendengarannya, meski usianya di bawah lima tahun. Namun bila
ia tidak memahami pembicaraan dan tidak bisa memberikan jawaban, maka kegiatannya
2) Kelayakan Ada’
1) Islam,
2) Baligh
3) Sifat Adil
4) Dhabit