Anda di halaman 1dari 6

http://lindaintang2.blogspot.co.id/2014/04/linda-lintang-ulumul-hadis-syarat.

html

Proses Transmisi Hadis

A. Definisi.

Metode transmisi hadis atau dikenal dengan istilah “Jalan Menerima Hadis (thuruq

at-tahammul) dan Penyampaiannya” yaitu: cara-cara menerima hadis mengambilnya dari

Syaikh/Guru. Kata transmisi berarti penyampaian atau peralihan atau penyebaran. Jadi

transmisi hadis bisa diartikan dengan proses peralihan atau perpindahan suatu hadis dari

sanad ke sanad sampai ke perawi.

B. Cara-cara Rasulullah ketika menyampaikan hadisnya:

1) Rasulullah menyampaikan hadis pada dasarnya dengan cara natural saja. Ketika ada masalah,

lalu beliau memberikan penyelesaian.

1) Dengan lisan dan perbuatan, dihadapan orang banyak, di mesjid, pada waktu malam dan

subuh.

2) Dalam bentuk tulisan. Banyak riwayat menyatakan bahwa Rasulullah telah berkirim surat

kepada kepala Negara dan pembesar daerah yang non-Islam.

Berbagai hadis Nabi yang temaktub di kitab-kitab hadis sekarang ini, asal mulanya

adalah hasil kesaksian sahabat nabi terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan atau hal-ihwal

Nabi. Cara periwayat memperoleh dan menyampaikan hadis pada zaman nabi tidaklah sama

dengan pada zaman sahabat nabi. Demikian juga dengan pada zaman sahabat nabi tidaklah

sama dengan zaman sesudahnya.

C. Proses transmisi hadis pada masa Nabi sampai pada zaman sesudah generasi sahabat.

1. Periwayatan hadis pada zaman Nabi


Hadis yang diterima oleh para sahabat cepat tersebar di masyarakat. Karena, para

sahabat pada umumnya sangat berminat untuk memperoleh hadis nabi kemudian

menyampaikannya kepada orang lain. Mereka (sahabat) secara bergantian menemui nabi.

Seandainya Umar tidak datang maka berita dari nabi akan disampaikan oleh sahabat lainnya

kepadanya.

Proses transmisi hadis pada masa Nabi bisa dibilang lancar. Kelancaran ini terjadi

karena 2 hal yaitu:

a) Cara penyampaian hadis oleh Rasulullah secara langsung.

b) Minat yang besar dari para sahabat.

2. Periwayatan Hadis Pada Zaman Sahabat Nabi

a) Pada Zaman Abu Bakar al-Shiddiq

Abu bakar merupakan sahabat nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-

hatiannya dalam periwayatan hadis. Beliau sangat berhati-hati dengan periwayatan hadis. Ini

didasarkan pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk seorang nenek.

Beliau tidak melihat petunjuk al-Qur`an dan praktek nabi yang memberikan harta warisan

kepada nenek. Lalu ia bertanya kepada sahabat-sahabat yang lain. Al-Mughirah bin Syu’bah

menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa nabi memberikan bagian waris kepada nenek sebesar

seperenam bagian. Namun Abu Bakar tidak langsung percaya terhadap perkataan sahabat

tersebut. Dia meminta sahabat tersebut untuk mendatangkan saksi. Lalu Muhammad bin

Maslamah memberikan kesaksian. Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan

memberikan seperenam bagian.

Karena Abu Bakar sangat berhati-hati dalam periwayatan hadis, maka dapat

dimaklumi bila jumlah hadis yang diriwayatkannya relative tidak banyak.1[7] Data sejarah
tentang kegiatan periwayatan hadis di kalangan umat Islam pada masa khalifah Abu Bakar

sangat terbatas. Hal ini karena pada saat pemerintahan Abu Bakar tersebut, umat Islam

dihadapkan pada ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemerintahan dan Negara.

b) Pada Zaman Umar bin Khattab

Pada masa Umar penyebaran hadis kurang berjalan. Karena pada masa Umar lebih

memfokuskan pada membaca dan mendalami al-Qur`an. Akan tetapi lebih banyak dari masa

Abu Bakar. Namun pada masa Umar para perawi terkekang karena Umar sangat tegas. Beliau

sangat berhati-hati. Karena Umar ingin ummat lebih konsentrasi dengan al-Qur`an dan lebih

berhati-hati dalam periwayatan hadis.

c) Pada Masa Utsman bin Affan

Secara umum, kebijakan Utsman tentang periwayatan sama seperti khalifah

sebelumnya. Namun langkah yang dijalani Utsman tidaklah setangkas Umar bin Khattab.

Utsman meminta kepada para sahabat agar tidak meriwayatkan hadis yang tak pernah

didengar pada masa Abu Bakar dan Umar. Penyebaran hadis pada masa Utsman lebih banyak

dibanding dengan khalifah Umar bin Khattab. Karena wilayah Islam pada saat itu mulai

meluas dan perawipun jumlahnya bertambah dan meluas.

d) Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda sikapnya dengan para

pendahulunya dalam periwayatan hadis. Secara umum Ali bersedia menerima riwayat hadis

Nabi setelah periwayat hadis mengucapkan sumpah, bahwa hadis itu benar-benar berasal

dari Nabi. Hanya dengan periwayat yang benar-benar dipercayainya, Ali tidak meminta untuk

bersumpah.
Transmisi hadis pada masa Ali juga sangat hati-hati seperti para pendahulunya. Akan

tetapi pada masa Ali, kondisi politik sudah makin menajam. Hal ini menjadi dampak negatif

dalam penyebaran hadis. Kepentingan politik telah mendorong pihak- pihak tertentu

melakukan pemalsuan hadis.2[8] Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadis dapat

dipercaya riwayatnya.

3. Periwayatan Hadits Pada Zaman Sesudah Generasi Sahabat

Pada zaman sesudah generasi sahabat Nabi, khususnya pada saat hadis Nabi

dihimpunkan dalam kitab-kitab hadis, telah dibakukan tata cara penyampaian dan penerimaan

riwayat hadis Nabi. Pembakuan periwayatan ini sangat erat kaitannya dengan upaya ulama

dari hadis-hadis palsu.

Pada masa ini konsentrasi kepada hadis sangat meningkat. Yang mereka kaji bukan

hanya matan saja, namun juga sanad-nya. Periwayatan hadis Nabi pada zaman ini tidak

memperoleh hadis secara langsung dari Nabi, karena mereka memang tidak se zaman dengan

Nabi.

Periwayatan hadis pada zaman sesudah sahabat Nabi telah makin meluas, rangkaian

periwayat hadis yang beredar di masyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan pada zaman

sahabat Nabi.

D. 3 (tiga) Unsur yang harus dipenuhi di dalam periwayatan hadis, yaitu:

1) At-tahammul (Kegiatan menerima hadis dari periwayat hadis)

2) al-ada’ (Kegiatan menyampaikan hadis kepada orang lain)


3) Al-isnad (Penyebutan susunan rangkaian periwayatannya ketika menyampaikan hadis)3[9]

1) Kelayakan Tahammul

Para ulama cenderung membolehkan kegiatan mendengar yang dilakukan oleh anak

kecil, yakni anak yang mencapai usia taklif. Sedang sebagian mereka tidak

memperbolehkannya. Sahabat, tabi’in dan ahli ilmu setelah mereka menerima riwayat

sahabat yang masih berusia anak-anak, seperti Hasan, Husain, Abdullah ibn az-Zubair, Anas

ibn Malik, Abdullah ibn Abbas, Abu Sa’id al-Khudriy, Mahmud ibn ar-Rabi’ dan lain-lain

tanpa memilah-milah antara riwayat yang mereka terima sebelum dan sesudah baligh. Dalam

perbedaan pendapat para ulama tersebut, dapat di simpulkan bahwa pokok kecakapan dan

keahlian menerima hadis menurut jumhur adalah tamyiz yaitu suatu kemampuan yang

menjadikan seseorang dapat memahami dan hafal terhadap apa yang didengarnya.

Mereka yang memperbolehkan kegiatan mendengar hadis yang dilakukan oleh anak

kecil, berbeda pendapat tentang batas usianya. Karena hal itu tergantung pada masalah

tamyiz dari anak kecil itu. Tamyiz ini jelas berbeda-beda antar masing-masing anak kecil.

Namun demikian mereka memberikan keterangan bersamaan dengan pendapat mereka.

Banyak di antara mereka yang telah berusaha keras untuk menjelaskannya. Dan kita bisa me-

ringkas penjelasan itu ke dalam tiga pendapat:

 Pertama, bahwa umur minimalnya adalah lima tahun. Hujjah yang digunakan oleh pendapat

ini adalah riwayat Imam Bukhari dalam Shahihnya dari hadis Muhammad ibn ar-Rabi’ ra,

katanya : “Aku masih ingat siraman Nabi SAW dari timba ke mukaku, dan aku (ketika itu)

berusia lima tahun.”


 Kedua, pendapat al-Hafidz Musa ibn Harun al-Hammal, yaitu bahwa kegiatan mendengar

yang dilakukan oleh anak kecil dinilai absah bila ia telah mampu membedakan antara sapi

dengan keledai. Saya merasa yakin bahwa yang beliau maksudkan adalah tamyiz. Beliau

menjelaskan pengertian tamyiz dengan kehidupan di sekitar.

 Ketiga, keabsahan kegiatan anak kecil dalam mendengar hadis didasarkan pada adanya

tamyiz. Bila anak telah memahami pembicaraan dan mampu memberikan jawaban, maka ia

sudah mumayyiz dan absah pendengarannya, meski usianya di bawah lima tahun. Namun bila

ia tidak memahami pembicaraan dan tidak bisa memberikan jawaban, maka kegiatannya

mendengar hadis tidak absah, meski usianya di atas lima tahun.

2) Kelayakan Ada’

1) Islam,
2) Baligh
3) Sifat Adil
4) Dhabit

Anda mungkin juga menyukai