DI INDONESIA
Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan
pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usahanya
dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban sederhana dan
mempergunakannya. Lambat laun pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa
yang dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”. Propaganda ini kemudian meluas
pada penyakit perut lainnya, bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-
sekolah dan pengobatan kepada anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk
mendirikan “brigade sekolah” dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk
Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas
Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat. Dalam hubungan usaha higiene ini
perlu disebutkan nama Dr.John Lee Hydrick dari Rocckefeller Fundation (Amerika), yang
memimpin pemberantasan cacing tambang mulai tahun 1924 sampai 1939, dengan menitik
beratkan pada Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat. Ia mengangkat kegiatan
Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda) dengan mengadakan
penelitian operasional tentang lingkup penderita penyakit cacing tambang di daerah
Banyumas. Ia menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang Hygiene dan
Sanitasi, dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta usaha pencegahan dan peningkatan
kesehatan (cacing tambang, malaria, tbc.). Ia mengadakan pendekatan dalam upaya
membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat (pendekatan seperti ini nanti
dikenal dengan nama “pendekatan edukatif”). Yang menonjol pada waktu itu adalah
penggunaan media pendidikan (booklets, poster, film dsb) dan juga kunjungan rumah yang
dilakukan oleh petugas sanitasi yang terdidik.
Pendidikan Kesehatan Rakyat
Dalam tulisannya tersebut, Dr. R. Mochtar jelas memberikan gambaran betapa
penting arti Pendidikan Kesehatan Rakyat dalam upaya membangkitkan dan
menggerakkan partisipasi masyarakat dalam Kesehatan Rakyat, yang sejak sebelum
Hydrick, yaitu 1911, sudah mulai digalakkan oleh pemeritah Belanda. Ada bebarapa
pokok penting yang dapat diangkat dari tulisan Dr. R.Mochtar, yaitu :
1. Pendidikan Kesehatan Rakjat (PKR) sudah dirasakan pentingnya sejak permulaan
abad ke XX, namun direalisasikan dalam bentuk kegiatan nyata baru dalam tahun
911, yang dikenal dengan nama Medisch Hygienische Propaganda.
2. Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) terkait pada program kesehatan, yaitu
Hygiene dan Sanitasi lingkungan (PKR bukan suatu program yang berdiri sendiri).
3. Walaupun Pendidikan Kesehatan merupakan bagian dan kegiatan terintegrasi
dalam program-program kesehatan, namun hal ini perlu ditangani secara
“professional”. Untuk ini perlu organisasi/unit kerja khusus yang menangani
Pendidikan Kesehatan, dan diperlukan pula tenaga terdidik atau terlatih.
Dalam hal ini tenaga sanitasi, disiapkan untuk mampu memberikan pendidikan
tentang kesehatan dan sanitasi kepada masyarakat desa, disertai alat/media pendidikan
(Audio Visual Aid ). Tenaga “Health Educators” ini bekerja dengan penuh keyakinan dan
dedikasi.
Pada waktu itu sudah ada anggapan bahwa Pendidikan Kesehatan tidak diperlukan,
jika masyarakat telah maju. Hal ini tidak dibenarkan oleh Dr.R.Mochtar, karena kenyataan
memperlihatkan bahwa di negara-negara yang telah majupun kegiatan Pendidikan
Kesehatan Rakyat masih diperlukan dan dilaksanakan. Cara pendekatan, metodologi serta
tehnologi yang dipergunakan disesuaikan dengan kemajuan masyarakat setempat.
Munculnya PKMD
PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) mulai muncul di permukaan
pada sekitar tahun 1975. Pada waktu itu oleh Depkes dibentuk Panitya Kerja untuk
menyiapkan konsep program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
Ketuanya adalah Dr. R. Soebekti, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Landasan
dasar dikembangkannya PKMD ini adalah sejarah budaya bangsa Indonesia yang telah
turun temurun, yakni “gotong royong’ dan “musyawarah”. Mengacu pada dua prinsip ini
maka konsep PKMD dikembangkan dengan semangat kekeluargaan dan saling membantu,
yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, dan yang sehat
membantu yang sakit.
Munculnya Posyandu
Dengan berkembangnya PKMD dan dalam implementasinya menggunakan
pendekatan edukatif, muncullah berbagai kegiatan sawadaya masyarakat untuk pelayanan
kesehatan antara lain: Pos Penimbangan Balita, Pos Imunisasi, Pos KB Desa, Pos
Kesehatan, Dana Sehat. Selain itu juga muncul berbagai kegiatan lain, yang berada di luar
kesehatan, meskipun tetap ada kaitannya dengan bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan
tersebut murni muncul dari masyarakat sendiri, dan untuk pelayanan mereka sendiri,
dibidang kesehatan.
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
RACHMADHANI BR MANGUNSONG
NIM 121000151
KELAS B