DISPEPSIA
Disusun Oleh:
Novan Fachrudin
2012730070
Stase Bedah
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dengan judul “Dispepsia” ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan kepaniteraan
klinik stase bedah di RSIJ Pondok Kopi tahun 2017.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
saran dan kritikan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing tinjauan pustaka ini Dr. Sumono
SpOT yang telah mendeskripsikan tentang penyusunan tulisan ini. Terimakasih juga pada
semua pihak yang telah membantu dalam tahap pengumpulan materi dan penyusunan tulisan
ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi instansi
kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSIJ Pondok Kopi pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
\
Gejala yang esensial adalah selalu adanya komponen dari nyeri atau
gangguan abdomen bagian atas. Untuk membedakannya dari ICS (Irritable Colon
Syndrome) dikatakan bahwa dyspepsia meliputi gejala-gejala yang berpredominasi
pada abdomen bagian atas. Sejak pemakaian istilah dyspepsia hingga sekarang
banyak timbul bermacam-macam batasan mengenai dyspepsia.1
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila
tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi setelah 3 bulan dengan gejala dispepsia.7
Manifestasi Klinis
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).2
2.2 ETIOLOGI
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya.
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak
terbukti adanya kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu
dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.1
A. Organik
1. Obat-obatan
4
Bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat,
nitrit, nitrat.
3. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus
Akhalasia
Obstruksi esophagus
Karsinoma gaster
Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
5
e. Penyakit usus
Malabsorbsi
Angina abdominal
Karsinoma kolon
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
d. Diabetes melitius
f. Ketidakseimbangan elektrolit
5. Lain-lain
b. Penyakit kolagen5-11
Dispepsia fungsional
Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau
organik atau metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran
makanan.Termasuk ini adalah dispepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan
6
motilitas diantaranya; waktu pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas
kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita
dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung
yaitu kenaikan asam lambung.
Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan
dispepsia fungsional.12
Kelainan non organik saluran cerna:
o Gastralgia
o Dispepsia karena asam lambung
o Dispepsia flatulen
o Dispepsia alergik
o Dispepsia essensial
o Pseudoobstruksi intestinal kronik
o Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).
o Psikogen : Histeria, psikosomatik
7
dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus
untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel
tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan
mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar,
memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut
mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu
serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara
perut dengan anggota tubuh lainnya.13
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu
sel goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel
goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan
8
terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal
berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna
dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5
mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung mencapai
pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi
dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki
oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.13
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung
bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.
Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika
tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke
duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim
yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus
menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan
yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka.
Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian
9
seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi
segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam,
lambung kosong kembali.13
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan
motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung.
Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak
yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh
hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang
dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama aliran darah ke lambung.
Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan proses umpan balik
humoral.13
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung,
yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-
1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang
dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi
protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam
klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah
pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. 13
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan
motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf
maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi
atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).13
10
langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel G
antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan
menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi asam
klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit
karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan
histamin ini gastrin dapat bekerja.13
Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti
dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus
duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan
merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya
dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak
mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.13
Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya
yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide)
menghambat sekresi HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi
insulin dari kelenjar pankreas.13
11
Rangsang bau dan
Rangsang n. Vagus
rangsang kecap
Degranulasi mastosit
Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin
Pembebasan HCl
2.4 PATOFISIOLOGI
12
dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom
dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat
mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan
makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan
duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non
ulkus, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian
antrum terlalu cepat.2
13
Gastritis Helicobacter pylori
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah
diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus
masih kontroversi. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non ulkus
menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia
non ulkus dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari
beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori positif. Bukti terbaik
peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non ulkus adalah gejala perbaikan yang
nyata setelah eradikasi kuman Helicobacter pylori tersebut, tetapi ini masih dalam
taraf pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala dengan
cepat walaupun dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka panjang
sedang dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak kambuh.2
14
Kelainan gastrointestinal fungsional
15
Melalui zat yang disebut adhesin , Helicobacter pylori dapat berikatan dengan satu
jenis gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.13
16
Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat – zat lain yang merosak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi
balik asam klorida yang mengakibatkan kerosakan jaringan, terutama pembuluh
darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan
sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan. Sawar mukosa
tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin.13
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat
fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang
memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk menetralkan
kimus asam. Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi asam berlebihan.
Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus peptikum. Daya
tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya
regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari). kegagalan
mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 13
17
18
2.5 GEJALA KLINIK
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,
makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi
nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare
dan flatulensi (perut kembung).6
Dispepsia Organik
a. Dispepsia Ulkus
Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief.
Untuk ulkus duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan,
dan penderita sering terbangun di tengah malam karena nyeri. Tetapi banyak
juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa gejala. Pada
ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan
kadang kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan.15
19
b. GERD
Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah
ditemukan dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dispepsia
organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang
menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus.
Gejala GERD :
o “Heart Burn”
o Rasa panas di epigastrium
o Rasa nyeri retrosternal
o Regurgitasi asam
o Pada kasus berat : ada gangguan menelan
o Nafas pendek
o Wheezing
o Batuk-batuk
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan
berkurang bila penderita duduk.
Gambaran Endoskopi:
Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi
4 derajat (Pembagian Los Angeles) :
20
Grade A :
Grade B :
Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat
lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.
Grade C :
Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang
lain tetapi tidak difus.
Grade D :
Dispepsia Fungsional
2.6 ANAMNESIS
21
Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat – obat tertentu? Atau adakah
dalam masa terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal, jantung
atau paru? Adakah pasien menyadari akan kelainan jumlah dan warna urin? 11
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan
jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus
dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda
dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap
dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering,
hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit
serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT
Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus,
penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.11
22
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
23
2. Barium enema untuk memeriksa esophagus, Lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,
penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk
bila penderita makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan
struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau
gambaran ke arah tumor.1,3,15
24
sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di lambung,
maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu
kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin). Kanker di lambung secara
radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah
kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos
abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut
off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut
sentina loops.1
25
.10
2.9 DIAGNOSIS
26
adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan
organik atau struktural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang
pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan endoskopi. Oleh karena dengan
pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus, lambung dan duodenum.
Diikuti dengan USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada
saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan
perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat
mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan
saluran bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda
tumor.1,5
2. cepat kenyang
3. nyeri epigastrik
Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala
klinis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis.3
27
peptikum adalah 15%- 25% dan prevalensi esofagitis adalah 5%-15%. Kanker
digestif bagian atas < 2%. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur
<50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50
tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan berat badan
yang signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk.2
Ulkus peptikum.
Cholelithiasis or choledocholithiasis.
Pankreatitis Kronik.
Parasit intestinal.
2.11 PENATALAKSANAAN
28
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan
fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering
digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien
gagal ginjal kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium
bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada pasien tersebut.15
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.10
3. Antagonis reseptor H2
29
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi,
bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran
normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitu
sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.15
5. Sitoprotektif
6. Golongan prokinetik
30
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti-
depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang
keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan
depresi.2,6-12
1. Farmakologis
Pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasus-kasus berat. (regular
medication) mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluhan. (on
demand medication)
2. Psikoterapi
Reassurance
Edukasi mengenai penyakitnya
Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.
Makanan tinggi lemak dihindarkan
Pasien dengan keluhan dismotility – like symptom bisa diobati dengan sama
ada dengan acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT1 agonists.
Metoclopramide dan domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam
pengobatan dispepsia fungsional.16
31
2.12 PENCEGAHAN
32
dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti
dengan penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.
Ikuti rekomendasi dokter.6-11
2.13 PROGNOSIS
BAB III
33
KESIMPULAN
Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari
seperempat populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke
dokter. Terdapat banyak penyebab dispepsia, antaranya adalah gangguan atau
penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor,
infeksi Helicobacter pylori. Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid
(OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. Penyakit
pada hati, pankreas, sistem bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistetis kronik.
Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti
adanya kelainan atau gangguan organik atau struktural biokimia, yaitu dispepsia
fungsional atau dispepsia non ulkus. Dispepsia adalah merupakan suatu simptom
atau kelompok keluhan atau gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Sangat
penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan
etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun, pemeriksaan
endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi
pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang signifikan, terjadi
pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk. Penatalaksanaan dispepsia adalah
meliputi pola hidup sehat, berpikiran positif dan pemakanan yang sehat dan
seimbang, selain daripada pengobatan. Pengobatan dispepsia adalah antaranya
seperti antasid, antikolinergik, antagonis reseptor histamin2, Proton Pump Inhibitor,
sitoprotektif, golongan prokinetik, antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori dan
kadang – kadang diperlukan psikoterapi.
34
DAFTAR PUSTAKA
5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional.
Bagian Psikiatri FK USU 2003.
iii
10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library.
2008 March. Available from:
http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6.
EGC; 2006.h.417-19.
14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34
2007;1:99–108.
15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al.
Peptic ulcer disease in Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th ed,
Vol.II.2008. USA: Mc Graw Hill Medical, p.287
16. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch
Gastroenterology. 2008 april;
iv