Anda di halaman 1dari 30

Lampiran :

Keputusan Direktur RSUD Cilacap


Nomor : 188.47/275.2/2.4/35. TAHUN 2016
Tentang : Pembelakuan Pengelolaan Limbah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derajat Kesehatan Masyarakat tergantung pada kondisi lingkungan. Oleh sebab
itu, apabila ada perubahan-perubahan terjadi pada lingkungan disekitar manusia, akan
terjadi pula perubahan-perubahan pada kondisi kesehatan masyarakat dalam lingkungan
masyarakat tersebut.
Rumah Sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
menghasilkan limbah/bahan buangan dari kegiatan pelayanan kesehatan yang
dilakukannya. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit memiliki kekhususan
tersendiri yaitu limbah padat medis karena memerlukan penanganan khusus.
Limbah padat medis yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pelayanan medis
dapat berupa limbah padat medis, cair dan gas, yang dalam penanganannya
memerlukan suatu tatalaksana dan teknologi pengelolaan yang khusus. Hal ini
dikarenakan limbah padat medis rumah sakit mengandung bahan-bahan yang bersifat
infeksius dan radioaktif, yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya dan berbahaya
bagi kesehatan manusia (tergolong limbah B3).
Sumber limbah rumah sakit antara lain berasal dari pelayanan medis (Rawat
Inap, Rawat Jalan/klinik, ICU, IGD, IBS, Hemodialisa dan Kamar Jenazah), penunjang
medis, dan dari perkantoran serta fasilitas sosial dan lain-lain.
Mengacu pada keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun
2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dan
atas dasar pemikiran dan latar belakang diatas, maka dipandang perlu penyusunan suatu
pedoman dalam penatalaksanaan pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD Cilacap.

1
B. Tujuan
Tujuan Umum
Sebagai pedoman dalam penatalaksanaan pengelolaan limbah padat dan cair di
RSUD Cilacap.
Tujuan Khusus
1. Menjadi pedoman dalam pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD Cilacap
2. Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi petugas limbah tentang
teknologi pengolahan serta pemeliharaan limbah padat dan cair di RSUD Cilacap
3. Dapat meningkatkan pengetahuan bagi pihak manajemen RSUD Cilacap dalam
pengambilan keputusan pada pemilihan teknologi pengolahan limbah padat dan cair
4. Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
bagi petugas pengelola limbah
C. Manfaat
Pedoman penatalaksanaan limbah padat dan cair ini dibuat sebagai tuntunan
petugas RSUD Cilacap dalam mengelola limbah padat medis dan cair, dan digunakan
sebagai acuan untuk pelaksanaan tugas berkaitan dengan lingkup kerja dalam rangka
upaya peningkatan mutu pelayanan yang aman bagi manusia dan lingkungan.
D. Ruang Lingkup
Lingkup pedoman pengelolaan limbah padat dan cair RSUD Cilacap meliputi
teknologi, pemeliharaan, pengawasan dan tatalaksana pengolahan limbah padat dan
cair. Dalam pedoman ini yang dibahas hanya limbah padat medis saja, sedangkan
limbah padat non medis tidak dibahas karena tidak membahayakan. Limbah radioaktif,
karena sifat-sifatnya yang khas juga tidak dibahas.
E. Pengertian
a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
b. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berebntuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah padat medis dan
non medis.
c. Limbah padat medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah

2
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kantainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
d. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman
yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
e. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun dan radioaktif serta darah, yang berbahaya bagi kesehatan.
f. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
g. MSDS (Material Safety Data Sheet) atau LDKB (Lembar Data Keselamatan
Bahan) merupakan kumpulan data keselamatan dan petunjuk dalam penggunaan
bahan-bahan kimi berbahaya. Pembuatan LDKB dimaksudkan sebagai informasi
acuan bagi para pekerja dan supervisor yang menangani langsung dan mengelola
bahan kimia berbahaya.

F. Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40/1991 tentang penanggulangan penyakit
Menular
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18/1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 v
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Nomor 59 Tahun1999, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3838)
6. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun
7. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161)

3
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
875/Men.Kes/SK/VII/2001 Tentang Penyusunan Upaya pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Kegiatan Bidang Kesehatan)
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
876/Men.Kes/SK/VIII/2001 Tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58/Men.LH/12/1995
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
12. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 tentang baku mutu
limbah cair untuk kegiatan Rumah Sakit.
13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86/Men.LH/10/2002
Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup
14. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112/Men.LH/7/2003
Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
15. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45/ Men.LH/4/2005
Tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

4
BAB II
LIMBAH PADAT DAN CAIR

A. Jenis dan asal limbah


Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung
mikroorganisme patogen, bersifat infeksius, bahan kimia beracun dan sebagian bersifat
radioaktif. Untuk limbah yang berbentuk pasta kadang agak sulit menggolongkan jenis
limbah ini sebagai limbah padat atau cair. Contoh limbah berbentuk pasta ini adalah
salep atau oli bekas. Untuk memudahkan pengolahannya, jenis limbah ini sebaiknya
dicampur dengan serbuk gergaji atau pasir dengan jumlah yang cukup sehingga setelah
dicampur dan diaduk secara merata, maka limbah ini dapat digolongkan menjadi
limbah padat.
Limbah dapat berasal dari unit kerja pelayanan medis, pelayanan penunjang
medis dan penunjang non medis. Unit kerja pelayanan medis meliputi : Instalasi Rawat
Inap, Instalasi rawat jalan, IGD, IBS, ICU dan Hemodialisa. Unit kerja pelayanan
penunjang medis meliputi Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi
dan Instalasi Gizi. Unit kerja penunjang non medis meliputi perkantoran dan
administrasi, kantin.
Berdasarkan bentuk fisiknya maka limbah rumah sakit dapat dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu :
 limbah padat (medis dan non medis),
 limbah cair dan
 limbah gas.

B. Karakteristik limbah
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
tergantung pada fasilitas yang dimiliki dan tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang.
Limbah padat non medis dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah atau badan lain sesuai peraturan-perundangan yang berlaku.

5
Limbah padat medis sebagai tempat penampungan sementara harus diolah dengan
Instalasi Pengolah Limbah Padat (IPLP) selambat-lambatnya 24 jam.
Limbah cair menurut sumber/kegiatan yang menghasilkan limbah cair dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu :
 pelayanan medis
 pelayanan penunjang medis
 administrasi dan fasilitas sosial
Adapun parameter limbah cair yang perlu diolah adalah :
C. BOD
C. COD
C. TSS
C. NH3 bebas
C. suhu
C. pH
C. PO4
sesuai dengan persyaratan Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit,
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep.58/MENLH/12/1995.

C. Persyaratan tata laksana limbah


1. Limbah padat
a. Minimisasi limbah
)1 Harus diupayakan melakukan reduksi limbah dimulai
dari sumber.
)2 Harus dilakukan pengelolaan dan pengawasan
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
)3 Harus dilakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi
)4 Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan
limbah medis, mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan
harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

6
)1 Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber
yang menghasilkan limbah.
)2 Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus
dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
)3 Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu
wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut
harus anti bocor, ati tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang
tidak berkepentingan tidak dpat membukanya. Jarum dan syringe harus
dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
)4 Limbah padat medis yang akan dimanfaatkan kembali
harus melalui proses sterilisasi sesuai tabel 1. Untuk menguju efektifitas
sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk
sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
Tabel 1. Metode sterilisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali

Metode sterilisasi Suhu Waktu Kontak


 Sterilisasi dengan panas 160 C0
120 menit
o Sterilisasi kering dalam 170 0C 60 menit
oven ”Poupinel” 121 0C 30 menit
o Sterilisasi basah dalam 50 -60 0C 3-8 jam

autoklaf 30 menit

 Sterilisasi dengan autoklaf


o Ethylene oxide (gas)
o Glutaraldehyde (cair)

5) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk


dimanfaatkan kembali.
6) Pewadahan limbah padat medis harus memenuhi
ketentuan sesuai tabel 2.

7
Tabel 2. Jenis wadah dan label limbah padat medis sesuai kategorinya
Warna
No Kategori Lambang Keterangan
kontainer /
kantong
1 Radioaktif Merah Kantong boks timbal
dengan simbol radioaktif
2 Sangat Kantong plastik kuat, anti
infeksius Kuning
bocor, atau kontainer yang
dapat disterilisasi dengan
autoklaf
3 Limbah Plastik kuat dan anti bocor
infeksius dan Kuning atau kontainer
patologi
anatomi
Kontainer plastik kuat dan
4 Sitoksis
Ungu anti bocor
5 Limbah kimia Kantong plastik atau
dan farmasi Coklat kontainer

7) Daur ulang tidak bisa dilakukan kecuali untuk


pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
8) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang
kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan ”Limbah Sitotoksis”.

c. Pengumpulan, pengangkutan, dan penyimpanan limbah padat medis di


lingkungan rumah sakit
1) Pengumpulan limbah padat medis dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.

8
2) Penyimpanan limbah padat medis harus sesuai iklim, yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam, dan pada musim kemarau paling lama 24
jam.

d. Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah sakit


1) Pengelola harus mengumpulkan dan
mengemas pada tempat yang kuat.
2) Pengangkutan ke luar rumah sakit
menggunakan kendaraan khusus.

e. Pengolahan dan pemusnahan


1) Limbah padat medis tidak diperbolehkan dibuang langsung ke
tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
2) Cara dan teknologi pengolahan limbah padat medis disesuaikan
dengan kemampuan Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap dan jenis limbah
yang ada.
2. Limbah cair
Kualitas limbah ( efluen ) yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus
memenuhi syarat baku mutu effluen sesuai Peraturan Gubernur Provinsi Jawa
Tengah Nomor 5 Tahun 2012
a. Minimisasi limbah
1) Adanya pengelolaan dan pengawasan penggunaan bahan kimia yang
berbahaya dan beracun.
2) Adanya pengelolaan stok bahan kimia
3) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis, harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pengolahan limbah cair

1) Semua limbah cair dari ruangan/kantor/bangsal disalurkan ke dalam saluran


limbah yang tertutup.
2) Air limbah dari saluran utama masuk ke pengolahan limbah melalui tahapan
: penampungan, pengendapan, filtrasi anaerob, filtrasi aerob (RBC), Filter

9
pada bak pengendapan, gravel filter, filter carbon aktif, kolam aerasi dan
indikator, kolam desinfeksi, kolam sampling dan outlet / air keluar untuk
dibuang ke saluran kota /umum
3) Kecuali limbah dapur dan loundry sebelum masuk ke saluran utama, limbah
diolah terlebih dahulu di bak penangkap lemak (grease trap).
D. Tata laksana limbah
1. Limbah padat
a. Minimisasi limbah
1) Pilih bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah
sebelum pembelian.
2) Gunakan sedikit mungkin bahan kimia.
3) Utamakan metode pembersihan secara fisik daripada
kimiawi.
4) Cegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah,
seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.
5) Monitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan
baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
6) Pesan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan.
7) Gunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal
untuk menghindari kadaluarsa.
8) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan (isi
kemasan harus habis digunakan sebelum kemasannya dibuang).
9) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat
penerimaan.

b. Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur


ulang
1) Lakukan pemilahan jenis limbah padat medis mulai
dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sititoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan
logam berat tinggi.
2) Tempat pewadahan limbah padat medis :

10
a. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,
kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian
dalamnya, misalnya fiberglass.
b. Pada setiap sumber penghasil limbah padat medis harus
tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non
medis.
c. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari
apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.
d. Untuk benda-benda tajam ditampung pada tempat khusus
(safety ) seperti botol atau karton yang aman ( safety box ).
e. Tempat pewadahan limpah padat infeksius dan sititoksik
yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan
dengan larutan disinfektan apabila akan digunakan kembali, sedangkan
untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan
limbah tersebut tidak boleh digunakan kembali.
3) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik,
syringe, botol gelas dan kontainer.

4) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali


setelah melalui sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama
untuk radioterapi seperti pins, needle, atau seeds.

5) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah ethylene


oxide, maka tanki reaktor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi
ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya maka sterilisasi
harus dilakukan oleh petugas yang terlatih. Sedang sterilisasi dengan
glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi kurang efektif
secara mikrobiologi.

6) Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada


kasus pencemaran spongioform encephalopathies.
c. Tempat penampungan sementara

11
Sebelum dilakukan pengolahan Limbah padat medis dilakukan penampungan
sementara di tempat penampungan sementara (TPS) RSUD Cilacap, selanjutnya
dimusnahkan melalui kerjasama dengan PT. JASA MEDIVEST selaku
transporter dan pengolah. Pengambilan limbah dilakukan selambat-lambatnya 2
x 24 jam dari TPS RSUD Cilacap.
d. Transportasi
1) Kantong limbah padat medis sebelum dimasukkan ke
kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan
tertutup.
2) Kantong limbah medis padat harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang.
3) Petugas harus menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang terdiri dari:
a) Topi/helm;
b) Masker;
c) Pelindung mata;
d) Pakaian panjang (coverall)
e) Apron untuk industri;
f) Pelindung kaki/sepatu boot; dan
g) Sarung tangan khusus (disposable glove atau heavy duty
gloves)
e. Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah
padat
1) Limbah infeksius dan benda tajam
a) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas
dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah
infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
b) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan
dapat dolah bersama dengan bahan infeksius lainnya. Kapsulisasi juga
cocok untuk benda tajam.

12
c) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat
pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.

2. Limbah cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau
lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen. Limbah cair yang
dihasilkan dari kegiatan pelayanan RSUD Cilacap sebelum dibuang ke badan air
telah melalui beberapa tahapan /proses pengolahan :
1. Pengolahan secara Fisika
Pengolahan air limbah secara fisik merupakan pengolahan awal
(primary treatment) air limbah sebelum dilakukan pengolahan lanjutan,
pengolahan secara fisik bertujuan untuk menyisihkan padatan-padatan
berukuran besar seperti plastik, kertas, kayu, pasir, koral, minyak, oli, lemak,
dan sebagainya. Pengolahan air limbah secara fisik dimaksudkan untuk
melindungi peralatan-peralatan seperti pompa, perpipaan dan proses pengolahan
selanjutnya. Beberapa unit operasi yang diaplikasikan pada proses pengolahan
air limbah secara fisik diantaranya : penyaringan (screening), pemecahan/
grinding (comminution), pengendapan (sedimentation), penyaringan
(flitration), pengapungan (floatation).
2. Pengolaha secara biologi
Pengolahan air limbah secara biologis dilakukan dengan sistem
kombinasi anaerob ( tanpa oksigen ) dan aerob (dengan oksigen ).
a. Pengolahan secara anaerob yaitu dengan menggunakan bangunan/bak
tertutup yang didalamnya dilengkapi biofillm dengan media batu gunung .
Jumlah bak pengolahan anaerob sebanyak 8 buah dengan ukuran kedalaman
210 cm lebar 225 cm dan panjang 600 cm . Dalam pengolahan secara
anaerob ini bertujuan memproses bahan-bahan polutan yang didegradasi
oleh mikroorganisme / bakteri anaerob. Mikroorganisme ini berfungsi untuk
menguraikan bahan organik terlarut dan bahan organik yang terdispersi yang
ada dalam air limbah.
b. Pengolahan secara aerob dengan menggunakan tangki RBC (Rotating
biological Contaktor) sebagai media untuk biakan bakteri yaitu dengan

13
menggunakan media plastik film. Dimana bakteri ini akan menempel pada
media tersebut. Sistem kerja dari RBC yaitu dengan memutar media tersebut
sehingga pada saat dalam air limbah bakteri akan mendegradasi zat-zat
organik pada air limbah sedangkan pada saat diatas bakteri tersebut akan
menghirup oksigen untuk kelangsungan hidupnya.
c. Pengolahan dengan aerasi dengan cara mengontakkan air limbah dengan
udara secara alami melalui pembuatan trap-trap dalam bak dengan tujuan
agar proses pendegradasian air limbah dapat lebih maksimal. Dalam bak
aerasi juga dilengkapi ikan indikator sebagai indikator secara fisik kondisi
air limbah baik jika ikan indikator hidup.

3. Pengolahan secara kimia


Pada pengolahan air limbah secara kimia di RSUD Cilacap dengan
menggunakan 3 tahap yaitu :
a. Pemasangan bak arang aktif/karbon filter

Setelah air limbah keluar dari saringan kerikil akan melalui proses absorsi
dengan menggunakan arang aktif. Fungsi dengan diberinya arang aktif
tersebut yaitu terutama untuk menurunkan kandungan amoniak bebas dalam
air limbah.
b. Disinfeksi

Sebelum air limbah dibuang dibadan air terlebih dahulu dilakukan


disinfeksi. Disinfeksi dilakukan dengan pemberian kaporit dan dengan
menggunakan lampu ultraviolet. Dengan proses disinfeksi ini akan
mengurangi kandungan bakteri coli dalam air limbah

14
BAB III
PENATALAKSANAAN PENGOLAHAN LIMBAH

A. Limbah Padat
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah padat medis dan
non medis.
Limbah padat medis merupakan limbah yang sifatnya infeksius, sangat
infeksius atau sitotoksis. Jumlah limbah padat medis suatu rumah sakit tidak hanya
bergantung dari jumlah tempat tidurnya saja akan tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
jumlah pasien dan jenis penyakit yang dideritanya. Untuk limbah padat non medis

15
penaganannya dibuang ke Tempat Pengolahan Akhir ( TPA ) Kecamatan Jeruklegi
Kabupaten Cilacap.
1. Proses Pengolahan Limbah Padat Medis
RSUD Cilacap tidak mempunyai tempat untuk Instalasi Pengolahan
Limbah Padat (IPLP) karena itu RSUD Cilacap tidak mengolah sendiri untuk
limbah padat medisnya, namun melakukan kerjasama dengan PT. JASA
MEDIVEST Jawa Barat selaku transporter dan pengolah.
Sebelum diangkut oleh pihak III untuk dimusnahkan, limbah yang telah
diambil dari unit/bangsal masing–masing RSUD Cilacap dilakukan pemilahan
dahulu, dimana limbah padat medis dan non medis dipisahkan dengan memberi
identitas yang berbeda. Untuk limbah padat medis identitasnya dengan kantong
warna kuning, dan untuk benda tajamnya seperti jarum suntik dimasukkan kedalam
wadah atau safety box yang tidak tembus. Sedangkan limbah padat non medis
penanganannya menggunakan kantong plastik warna hitam. Limbah padat medis
dan non medis diangkut dengan menggunakan troly khusus yaitu untuk sampah
padat medis dengan troly warna kuning dan untuk sampah padat non medis
menggunakan troly warna hijau. Petugas pengangkut sampah memakai alat
pengaman / pelindung dan kemudian dibawa atau disimpan ditempat penampungan
limbah padat medis sementara (TPS) B3 yang ada di sebelah selatan Gardu PLN
RSUD Cilacap untuk TPS limbah padat non medis berada belakang IPAL Sentral.
Setiap maksimal 2 x 24 jam sampah padat medis diambil PT. JASA MEDIVEST
Jawa Barat. Untuk limbah padat non medis dibuang setiap pagi oleh petugas dari
DPU Kabupaten Cilacap dan dibawa ke TPA Kecamatan Jeruklegi

B. Limbah Cair
Limbah Cair rumah sakit adalah semua air buangan termasuk tinja yang
berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikro-organisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan.
1. Sumber Limbah Cair
Limbah cair rumah sakit menurut sumber/kegiatan yang menghasilkan
limbah cair dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: pelayanan medik,

16
penunjang medik dan non medik, administrasi dan fasilitas sosial. Adapun
parameter limbah cair yang perlu diolah adalah BOD, COD, TSS, NH3 bebas,
suhu, PH , PO4, dan Mikrobiologi sesuai dengan persyaratan Baku Mutu Limbah
Cair bagi kegiatan Rumah Sakit, Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 5 Tahun
2012
2. Tujuan Pengolahan
Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah menghilangkan atau
mengurangi kontaminan yang terdapat didalam limbah cair sehingga hasil olahan
limbah dapat dimanfaatkan kembali atau tidak mengganggu lingkungan apabila
dibuang ke tanah atau ke badan air penerima.
3. Proses Pengolahan Limbah Cair
Proses pengolahan limbah cair yang di gunakan oleh RSUD Cilacap adalah
mengggunakan sistem kombinasi anaerob - aerob dan vegetatif. Yaitu sistem
pengolahan limbah cair dengan kombinasi sistem anaerob-aerobik (yaitu suatu
proses biologi dengan memanfaatkan mikroba anaerobic yaitu mikroba yang hidup
tanpa oksigen dan mikroba aerobik yaitu mikroba yang hidup dengan oksigen) dan
sistem vegetative (yaitu dengan pemanfaatan tanaman). Salah satu contoh proses
aerob yang dikenal adalah reaktor biologis tipe film (fixed Film Aerobic). Reaktor
ini banyak dipergunakan karena mempunyai banyak kelebihan dibanding reaktor
yang tidak menggunakan media (suspended growth).
Kelebihan utama dari sistem ini ialah mikroorganisme yang menempel
pada media tidak tergusur/terbuang akibat beban hidraulik yang terlalu tinggi,
sehingga pemeliharaannya menjadi mudah.
Di dalam IPAL mula-mula air limbah melewati Fine Screening atau saringan, ini
bertujuan untuk menyaring partikel tersuspensi kasar/kotoran yang besar (lebih
besar dari 1 cm) yang terbawa dalam air limbah agar tidak masuk menuju ke IPAL,
air limbah kemudian dimasukkan ke dalam Bak Equalisasi.
Bak Equalisasi berfungsi sebagai penampung fluktuasi debit air limbah
yang masuk dan penampung macam-macam karakteristik/sifat air limbah yang
berbeda-beda seperti : pH tinggi dari laundri/cucian, lemak dari dapur ataupun
kamar mandi. Dengan adanya bak equalisasi beban air limbah dapat

17
dihomogenasikan (disetarakan) baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga
sistem dapat berjalan dengan efisien tinggi dan optimal. Di dalam bak equalisasi
juga dibantu dengan Submersible Aerator untuk membantu proses aerasi.
Dari bak equalisasi air limbah dipompa menuju Clarifer Tank yang
bertujuan untuk mengendapkan padatan-padatan yang tidak tersaring pada screen.
Dari Clarifer air limbah secara visual suadah lebih bersih tetapi beban polutannya
masi diatas ambang batas, seperti BOD, COD dll masih hampir sama seperti waktu
air limbah masuk. Dari Clarifer ini air kemudian masuk ke Biodetox. Sedangkan
endapan yang terkumpul di dalam Clarifer akan dialirkan secara otomatis ke dalam
Sludge Tank.
FBK-Bioreactor (Biodetox) merupakan sistem pengolahan limbah secara
aerobik dengan menggunakan sistim Fixed Bed Cascade yang merupakan paten dari
jerman. Sistem ini merupakan alih teknologi dari Jerman karena sistem ini
mempunyai keunikan dalam aliran air dan desain rumah bakteri. Sistem ini terdiri
dari sebuah reaktor dan didalamnya terdapat elemen fixed bed atau media film yang
berfungsi sebagai tempat bekembangbiaknya mikroorganisme. Dengan sistem ini
mikroorganisme pembentuk film akan melekat, tumbuh dan berkembang pada
permukaan elemen tersebut. Dengan adanya media tersebut mikroorganisme dapat
ditumbuhkan dengan spektrum yang amat luas seperti : Bakteri Lipolitic untuk
pemakan lemak, Proteolitik untuk pemakan protein, bakteri pemakan detergent,
bakteri warna dan lain sebagainya. Pada sistem ini aerasi dibutuhkan karena
mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme aerob.
Di dalam Biodetox air limbah diproses secara aerobik dengan effisiensi
yang tinggi. BOD dan COD yang terkandung dalam air limbah akan mengalami
proses penurunan antara 90-98 %. Dari biodetox, air limbah yang keluar sudah
memenuhi baku mutu dari segi BOD dan COD tetapi kadang masih terlihat padata-
padatan yang terbawa dan masih perlu desinfeksi, sehingga Khlorinasi masih
diperlukan. Air limbah yang sudah diproses secara overflow akan mengalir menuju
Polishing Tank.
Air yang keluar dari Polishing Tank sudah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh pihak KPPL seperti parameter BOD, COD, TSS,dll. Air hasil ini

18
sudah layak/dapat dibuang kesaluran umum. Air hasil keluaran ini perlu ditest/diuji
parameternya yang dipersyaratkan ke instansi yang berwenang seperti : KPPL,
Sucofindo atau Laboratorium rujukan.

BAB IV
PERALATAN, PENGOPERASIAN DAN ALAT KONTROL

A. Grease trap / Bak penangkap lemak/minyak


Bak penangkap lemak/grease trap terbuat dari bangunan bahan bata dengan
finishing acian semen yang dibuat persegi empat dengan jumlah bangunan 7 buah
dengan ukuran ± 60 cm x 60 cm x 200 cm sebanyak 5 bh dan 60 cm x 200 cm x 200
cm sebanyak 1 buah 60 cm x 90 cm x 200 cm sebanyak 1 buah dimana disetiap atas
bangunannya diberi kontrol atau tutup yang bisa dibuka. Bak – bak tersebut berfungsi
untuk menyaring kotoran dan lemak dari limbah cair gizi dan loundry sehingga akan
tersaring dalam hal ini adalah sisa-sisa makanan atau minyak/ lemak. Sampah harus

19
dipisahkan dari air limbah supaya pengolahan air limbah (terutama pompa-pompa)
tidak terganggu dan dapat berlangsung lebih efisien. Secara periodik saringan ini harus
diangkat dan diambil kotoran padatnya.
Cara mengangkat atau membersihkan kotoran:
­ Buka tutup bak kontrol dengan cara mengangkat tutup berbahan dari
plat.
­ Siap jaring kasa untuk mengambil kotoran dalam bak .
­ Masukan kotoran pada tempat yang telah disiapkan.
­ Setelah selesai, kembalikan tutup bak kontrol ke posisi semula.

B. Bak kontrol
Bak kontrol merupakan bangunan yang berfungsi untuk mengontrol pada titik
titik pertemuan saluran air limbah terhadap kemungkinan adanya sumbatan dari
kotoran yang terbawa air limbah. Dalam bak kontrol dilengkapi tutup yang terbuat dari
beton atau plat beton yang mudah dibuka atau diangkat untuk mengecek kondisi
saluran pada air limbah.

C. Bak sedimentasi
Air limbah dialirkan melalui sistem perpipaan tertutup menuju bak sedimentasi
secara gravitasi. Bak sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan atau menahan benda-
benda yang terbawa oleh air limbah agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Bak
sedimentasi ini berukuran 4,5 m x 4 m x 2.10 m sebanyak 3 buah. Dimana disetiap
bangunannya dilengkapi tutup yang mudah dibuka angkat.
D. Buffle reaktor
Buffle reaktor yang berada setelah bak sedimentasi berfungsi untuk menangkap
partikel – partikel atau padatan-padatan dapat tersaring pada kolam buffle reaktor.
Untuk kolam buffle reaktor ini bangunannya tersedia 2 buah dengan ukuran masing-
masing 4,5 m x 4 m x 2.10 m. Dimana disetiap bangunannya dilengkapi tutup yang
mudah dibuka
E. Bak anaerob

20
Bak anaerob merupakan tahapan setelah melalui beberapa tahapan. Anaerobik
filter atau dikenal juga dengan istilah fixed bed atau fixed filem reaktor yang
bangunannya berjumlah 8 ( delapam ) untuk memproses bahan-bahan yang tidak
terndapkan dan bahan padat terlarut ( disolved solid ) dengan cara mengontakkan
dengan surpluse mikroorganisme . Mikroorganisme tersebut berfungsi
F. Tanki / Bak RBC ( rotating Biological contaktor )
Sesuai dengan namanya di dalam tangki ini terdapat media berbahan plastik yang
ditata sedemikian rupa , yang bergerak berputar pada sumbu atau as yang digerakkan
oleh motor drive dari diffuser yang dibenamkan dalam air limbah. Media berbahan
plastik ini adalah yang menjadi tempat melekatnya mikroba-mikroba yang terjadi
kontak yang seluas-luasnya dengan air limbah dan oksigen yang silih berganti(proses
aerasi pada limbah). RBC digunakan sebagai pengolah sekunder untuk menurunkan
senyawa karbon dan nitrogen.
RBC merupakan pengolahan limbah secara biologi / bioproses ”peternakan”
mikroba (bakteri). Mikroba yang diternakkan dalam bak RBC bahu membahu
mengolah pencemar organik dalam air limbah dengan cara mengoksidasi air limbah
dengan kondisi aerob.
G. Sand Filter / gravel filter
Air limbah yang kemudian dipompa ke atas untuk dialirkan menuju horizontal
sandfilter yang bertujuan untuk menyaring partikel-partikel dalam air limbah
sedangkan tanaman yang ada berfungsi untuk menyerap unsur-unsur yang terkandung
dalam air limbah untuk pertumbuhan tanaman. Sandfilter ini memiliki kedalaman 0,40
m,lebar 12,61 m dan panjang 14,28 m.
H. Carbon Filter
Air limbah yang telah melalui gravel filter akan dipompa untuk melalui proses di
mesin carbon filter. Dalam mesin tersebut terdapat media filter karbon aktif (activated
carbon) yang berbahan dari tempurung kelapa yang telah menjadi arang dan melalui
proses aktifasi dengan menggunakan gas CO2. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan
akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Karbon aktif dalam filter
ini berbentuk granule yang bermanfaat untuk mengurangi kesadahan, menyerap zat
organik dan anorganik, mengurangi bau, dan sebagai penukar kation.

21
I. Kolam Indikator
Kemudian limbah dialirkan pada bak kolam indikator , dimana untuk mengontrol
kualitas effluent dari instalasi pengolahan selain itu berfungsi untuk ,mengetahui
apakah effluent yang dihasilkan limbah cair sudah atau belum memenuhi baku mutu
limbah cair untuk dibuang ke badan air. Pada proses ini dilengkapi dengan filtrasi
menggunakan arang aktif serta adanya penambahan desinfektan berupa kaporit tablet.
Di kolam indikator terdapat beberapa ikan nila dan ikan lele yang bertujuan untuk
mengetahui secara fisik kualitas air limbah. Selain itu juga untuk mengetahui apakah
air hasil olahan limbah tersebut layak atau tidak dibuang ke lingkungan, dengan melihat
hidup atau matinya ikan yang terdapat di dalam kolam.
J. Dosing Pump
Berfungsi untuk menginjeksi kaporit setelah Biodetox untuk mematikan bakteri-
bakteri yang ada.
Cara pengoperasian Pompa Dosing :
­ Dari dalam panel kontrol, tempatkan Selector Swich untuk pompa Dosing posisi
AUTO
­ Otomatis pompa akan beroperasi apabila Pompa Equalisasi Jjuga dalam kondisi
operasi
L. Panel Kontrol
Pandangan instrument pada panel kontrol pada Unit Instalasi Air Limbah adalah
sebagai berikut:
Lampu Indikator Fase R,S,T:
Sebagai indikator tegangan untuk fase R,S,T (dengan warna merah, hijau, kuning) yang
masuk ke panel IPAL. Jika salah satu lampu indikatornya tidak bekerja, kemungkinan
ada salah satu tegangan yang hilang atau lampu indikator putus.
Voltmeter
Sebagai penunjuk tegangan sesuai pilihan yang ditentukan pada Voltmeter Swich.
Tegangan normal untuk tiga fase adalah 380 V (misalnya R-S), dengan toleransi 10 –
20 % dan 220 V untuk satu fase (misalnya R-N).
Voltmeter Swich

22
Sebagai saklar pemilih untuk mengetahui tegangan yang ditampilkan. Ada 7 (tujuh)
posisi saklar untuk menunjukkan tegangan antar fase dan tegangan fase dengan netral.
Amperemeter
Sebagai penunjuk arus/beban dipakai oleh peralatan-peralatan yang sedang beroperasi.
Amperemeter Swich
Sebagai saklar pemilih arus beban untuk masing-masing fase.
Selector Swich
Sebagai saklar pemilih untuk memilih kondisi operasi masing-masing peralatan. Ada 3
(tiga) pilihan :
­ MAN, untuk posisi operasi Manual (posisi ini tidak disarankan)
­ OFF, untuk posisi OFF (berhenti) atau me-nonaktifkan peralatan
­ AUTO, untuk posisi AUTO (otomatis), posisi ini sangat disarankan
karena pada posisi ini semua peralatan telah dirancang dalam segi fungsi dan keamanan
peralatan
Lampu Indikator Operasi
Sebagai indikator atau petunjuk bahwa peralatan yang bersangkutan sedang beroperasi.
Lampu indikator ini berwarna hijau.

BAB V
PENGECEKAN AWAL SEBELUM PENGOPERASIAN

A. Pengecekan Pompa Submersible (Celup)


Setelah instalasi (baik mekanikal maupun elektrikal), lakukan pengecekan sebagai
berikut:
Hidupkan pompa (pada posisi manual) sebentar, check aliran air yang keluar dari pipa.

23
B. Pengecekan Carbon Aktif
Setelah instalasi (baik mekanikal maupun elektrikal), lakukan pengecekan sebagai
berikut :
Hidupkan carbon aktif (pada posisi manual) sebentar, check putaran carbon filter, dan
apabila terbalik, lakukan perubahan fase tegangan (misalnya dari S ke R).

C. Pengecekan Pompa Dosing


Setelah instalasi (baik mekanikal maupun elektrikal), lakukan pengecekan sebagai
berikut :
Lakukan pengisian air pada sisi inlet pompa dengan cara mengisi slang dengan air
sampai penuh. Jalankan pompa dosing (secara manual) dengan penyetelan Speed &
Stroke pada posisi maksimal sampai airnya keluar dari sisi outlet.

D. Pengecekan Meteran/flow meter


Setelah instalasi (baik ), lakukan pengecekan sebagai berikut :
Lakukan pengisian air atau pengaliran air pada inlet pipa yang melewati meteran. Jika
jarum pada meteran berjalan berarti meteran bisa berfungsi.

BAB VI
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PETUGAS PENGELOLA LIMBAH

A. Kesehatan Kerja Limbah


Setiap melakukan pembersihan yang berhubungan dengan limbah harus menggunakan
Alat Pelindung Diri :
­ Sarung tangan karet

24
­ Masker hidung dan mulut
­ Sepatu booth
­ Cuci tangan, kaki atau bagian tubuh yang terkena air limbah dengan air
bersih dan sabun antiseptic

B. Keselamatan Kerja Limbah


1. Peralatan listrik
Setiap pengecekan atau perbaikan peralatan listrik lakukan prosedur sebagai
berikut :
­ Pengecekan dan perbaikan hanya dilakukan oleh teknisi yang berpengalaman
­ Aliran listrik pada panel kontrol harus selalu dimatikan selama
pekerjaan dilakukan
­ Kunci panel kontrol dan tempelkan catatan ”Sedang dalam perbaikan,
Jangan dinyalakan”. Bila perlu ruang panel dikunci
­ Harus menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang. Ujung
baju dan celana harus dikancingkan / diikat sehingga tidak ada bagian dari
pakaian yang menjulur keluar
­ Harus menggunakan sarung tangan karet dan sepatu yang bersol karet
dan tidak berpaku (sebagai isolator) dan semuanya harus selalu dalam keadaan
kering
­ Tidak bersandar dan tangan tidak menyentuh apapun selain bagian yang
dikerjakan
­ Menggunakan peralatan (obeng, tang, dll) yang berlapis karet atau
plastik
­ Lakukan pengetesan tegangan listrik dengan testpen untuk menyakinkan
sebelum pekerjaan dimulai
­ Listrik hanya boleh dinyalakan kembali oleh teknisi yang bersangkutan

2. Peralatan Mekanik
Peralatan mekanik yang dapat membahayakan adalah RBC dan pompa.

25
­ Karena semua peralatan mekanik menggunakan listrik sebagai sumber
daya maka seluruh prosedur pada ”PERALATAN LISTRIK” harus dipenuhi
­ Menggunakan kacamata pelindung pada saat bekerja dekat bagian yang
berputar
­ Bila pekerjaan diperkirakan akan memakan waktu cukup lama maka
harus dipertimbangkan akan terjadinya banjir karena pompa-pompa tidak
bekerja. Dalam hal ini sebaiknya kabel sumber daya peralatan yang akan
dikerjakan dilepaskan dari panel kontrol agar panel kontrol dapat dinyalakan
kembali
­ Memasang kembali semua tutup pelindung

BAB VII
PE N UTU P

26
Pedoman Pengelolaan Limbah sangat penting untuk meningkatkan kebersihan dan kualitas
lingkungan Rumah Sakit agar selalu asri, nyaman dan sehat, baik bagi karyawan, pasien,
pengunjung maupun masyarakat di sekitar Rumah Sakit.
Diharapkan agar buku pedoman ini dapat dijadikan acuan bagi setiap pekerja dalam hal
pengelolaan limbah, baik medis maupun non medis, untuk meningkatkan kualitas RSUD
Cilacap.

27
LAMPIRAN

LAPORAN TUMPAHAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA (B3)


RSUD CILACAP

28
UNIT KERJA :
BULAN :

LOKASI/ HARI/TANGGAL CARA


NO RUANG KEJADIAN JENIS TUMPAHAN MENANGANI

Cilacap, ………………2016
Kepala Ruang .
RSUD Cilacap

……………………………………………

LAPORAN KECELAKAAN AKIBAT KERJA (KAK) DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA


(PAK)

29
RSUD CILACAP

PERIODE :

WAKTU
DATA KORBAN KETERANGAN
KEJADIAN JENIS KAK TINDAK
NO
Umur DAN PAK LANJUT
(Tgl/Bln/Th) Nama L/P Diagnosis Penyebab
(Th)

Cilacap…………….. 2016
Ketua K3
RSUD Cilacap

dr. EKA PRASETYA, Sp.Rad

30

Anda mungkin juga menyukai