Anda di halaman 1dari 125

Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan

bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh
Kabupaen/Kota. Penyelenggaraan Kewenangan Wajib oleh Daerah adalah merupakan
perwujudan otonomi yang bertanggung jawab, yang pada intinya merupakan
pengakuan/pemberiaan hak dan kewenangan Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang
harus dipikul oleh Daerah. Tanpa mengurangi arti serta pentingnya prakarsa Daerah dalam
penyelenggaraan otonominya dan untuk menghindari terjadinya kekosongan penyelenggaraan
pelayanan dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupaten/Kota wajib melaksanakan kewenangan
dalam bidang tertentu termasuk di dalamnya kewenangan bidang kesehatan.

Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam pengaktualisasian kewenangan wajib


bidang kesehatan di Kabupaten/Kota seiring dengan Lampiran Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri No.100/756/OTDA/tanggal 8 Juli 2002 tentang Konsep Dasar Penentuan Kewajiban
Wajib dan Standar Pelayanan Minimal, maka dalam rangka memberikan panduan untuk
melaksanakan pelayanan dasar dibidang kesehatan kepada masyarakat di Daerah, telah
ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Yang dimaksud dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur
kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar
kepada masyarakat yang mencakup jenis pelayanan, indikator, dan nilai (benchmark). Pelayanan
dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan
kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.

SPM Bidang Kesehatan pada hakekatnya merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang
selama ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun demikian mengingat
kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan keterbatasan sumber daya yang tidak merata,
maka diperlukan pentahapan pelaksanaannya dalam mencapai pelayanan minimal target 2010
oleh masing-masing Daerah sesuai dengan kondisi dan perkembangan kapasitas standar teknis,
mempunyai batasan tertentu. Sebagai contoh cakupan pelayanan imunisasi harus ³ 80% karena <
80% tidak mempunyai dampak epidemiologis. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
(UPTD) Kesehatan Kabupaten/Kota berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia sehingga mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan SPM bidang kesehatan.

b. Definisi Operasional
Cakupan pertolongan persalinan oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan
adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di suatu wilayah
kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.

c. Langkah Kegiatan
1) Pelayanan Persalinan;
2) Perawatan nifas;
3) Pemantauan dan Penilaian.
d. Rujukan
1) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal;
2) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK);
3) Pelayanan Kebidanan Dasar;
4) PWS-KIA;
5) Pedomana Asuhan Persalinan Normal (APN).

3. Ibu hamil Risiko tinggi yang dirujuk

a. Pengertian
1) Risiko tinggi (Risti)/Komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari
normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian
ibu maupun bayi;
2) Risti/Komplikasi kebidanan meliputi: Hb < 8 gr %, Tekanan darah
tinggi (Sistole > 140 mmHg, Diastole > 90 mmHg), Edema nyata,
Eklampsia, Perdarahan pervaginam, Ketuban pecah dini, Letak
lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, Letak sungsang pada
primigradiva, Infeksi berat/Sepsis, Persalinan permarur.
3) Bumil Risti/Komplikasi yang dirujuk adalah Ibu hamil Risti/
Komplikasi yang ditemukan untuk mendapatkan pertolongan
pertama dan rujukan oleh tenaga kesehatan.

a. Definisi Operasional
Ibu hamil Risiko tinggi yang dirujuk adalah ibu hamil risiko tinggi/
komplikasi yang dirujuk di suatu wilayah kerja Puskesmas pada kurun
waktu tertentu.
b. Langkah Kegiatan
1) Persiapan Pelayanan Antenatal;
2) Pelayanan ANC;
3) Persiapan Pelayanan Pertolongan Persalinan;
4) Persiapan Pendeteksian Ibu hamil Risti/Komplikasi;
5) Deteksi Ibu hamil Risti/Komplikasi;
6) Pemantauan dan Penilaian.
c. Rujukan
1) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal;
2) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK);
3) Pelayanan Kebidanan Dasar;
4) PWS-KIA;
5) Pedomana Asuhan Persalinan Normal (APN);
6) Pedoman Audit Maternal Perinatal (AMP).

4. Cakupan Kunjungan Neonatal


a. Pengertian
1) Cakupan Kunjungan Neonatal (KN) adalah pelayanan kesehatan
kepada bayi umur 0-28 hari di Puskesmas maupun pelayanan melalui
kunjungan rumah;
2) Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar
(tindakan resusitasi, pencegahan hipotermi, pemberian ASI dini dan
eksklusif, pencagahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat,
kulit, dan pemberian imunisasi), pemberian vitamin K, Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM), dan penyuluhan perawatan neonatus
di rumah menggunakan buku KIA;
3) Setiap neonatus memeroleh pelayanan kesehatan minimal 2 kali
yaitu 1 kali pada umur 0-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari.

b. Definisi Operasional
Cakupan Kunjungan Neonatus adalah cakupan neonatus yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh Dokter,
Bidan, Perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan neonatal,
paling sedikit 2 kali, di suatu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu
tertentu.

c. Langkah Kegiatan
1) Pelatihan klinis kesehatan neonatal meliputi resusitasi, pelayanan
kesehatan neonatus esensial, MTBM, pemberian vitamin K, dan
penggunaan buku KIA;
2) Pemantauan paska pelatihan resusitasi dan MTBM;
3) Pelayanan kunjungan neonatus di dalam gedung dan luar gedung;
4) Pelayanan rujukan neonatus;
5) Pembahasan audit kesakitan dan kematian neonatus.

d. Rujukan
b. Modul Pelatihan Resusitasi;
2) Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial;
3) Modul Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM);
4) Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
5. Cakupan Kunjungan Bayi
a. Pengertian
1) Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan kunjungan bayi umur 1-12
bulan di Puskesmas maupun di rumah, Posyandu, tempat penitipan
anak, panti asuhan dan sebagainya, melalui kunjungan petugas;
2) Pelayanan kesehatan tersebut meliputi deteksi dini kelainan tumbuh
kembang bayi (DDTK), stimulasi perkembangan bayi, MTBM,
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), dan penyuluhan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan buku KIA yang di
berikan oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki kompetensi
klinis kesehatan bayi;
3) Setiap bayi memeroleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu
satu kali pada umur 1-3 bulan, satu kali pada umur 3-6 bulan, satu
kali pada umur 6-9 bulan, dan satu kali pada umur 9-12 bulan.
b. Definisi Operasional
Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memeoleh pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh Dokter, Bidan, dan Perawat yang
memiliki konpetensi klinis kesehatan bayi, paling sedikit 4 kali, di satu
wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Peningkatan kompetensi klinis kesehatan bayi meliputi DDTK,
stimulasi perkembangan bayi, dan MTBS;
2) Pemantauan pascapelatihan MTBS dan DDTK;
3) Pelayanan kunjungan bayi di dalam gedung dan luar gedung;
4) Pelayanan rujukan;
5) Pembahasan audit kematian dan kesakitan bayi;
d. Rujukan
1) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS);
2) Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (DDTK);
3) Buku KIA.

6. Cakupan Bayi Berat Lahir Rendah/BBLR yang di tangani

a. Pengertian
1) Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam
pertama setelah lahir;
2) Penanganan BBLR meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar
(tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini
dan ekslusif, pencegaan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat,
kulit, dan pemberian imunisasi), pemberian vitamin K, Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM), penanganan penyulit/komplikasi/
masalah pada BBLR dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah
menggunakan buku KIA;
3) Setiap BBLR memeroleh pelayanan kesehatan yang diberikan di
sarana pelayanan kesehatan maupun pelayanan melalui kunjungan
rumah oleh Dokter, Bidan, dan Perawat yang memiliki kompetensi
klinis kesehatan neonatal dan penanganan BBLR.
4)

b. Definisi Operasional
Cakupan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang ditangani adalah cakupan
BBLR yang di tangani sesuai standar oleh Dokter, Bidan, dan Perawat
yang memiliki kompetensi klinis kesehatan neonatal dan penanganan
BBLR, di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu
c. Langkah Kegiatan
1) Pelatihan klinis kesehatan neonatal dan penanganan BBLR;
2) Pemantauan paska pelatihan kesehatan neonatal dan penanganan
BBLR;
3) Pemantauan BBLR ditangani melalui kunjungan neonatal (KN) di
dalam gedung dan di luar gedung;
4) Pelayanan rujukan BBLR;
5) Pembahasan audit kematian BBLR.
d. Rujukan
1) Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial;
2) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS);
3) Modul Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM);
4) Buku KIA.

B. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah dan Usia Sekolah


1. Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) Anak Balita
dan Pra Sekolah

a. Pengertian
1) Balita dan Anak Pra Sekolah adalah anak umur 0 sampai dengan 5
tahun;
2) Pelayanan DDTK Balita dan Pra Sekolah meliputi kegiatan deteksi
dini masalah kesehatan anak menggunakan MTBS, monitoring
pertumbuhan menggunakan buku KIA/KMS dan pemantauan
perkembangan (motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi,
dan kemandirian), penanganan penyakit sesuai MTBS, penanganan
masalah pertumbuhan, stimulasi perkembangan Anak Balita dan
Pra Sekolah, pelayanan rujukan ke tingkat yang lebih mampu;
3) Setiap anak umur 0 sampai dengan 5 tahun memperoleh pelayanan
DDTK minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan sekali). Pelayanan
DDTK diberikan di dalam gedung maupun di laur gedung (di
Posyandu, Taman Kanak-kanak, tempat penitipan anak, panti
asuhan, dan sebagainya) oleh Dokter, Bidan, dan Perawat yang
memiliki kompetensi klinis kesehatan anak, DDTK, MTBM, dan
MTBS.

b. Definisi Operasional
Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) Anak Balita dan
Pra Sekolah adalah cakupan anak umur 0-5 tahun yang dideteksi
kesehatan dan tumbuh kembangnya sesuai dengan standar oleh Dokter,
Bidan, dan Perawat, paling sedikit 2 kali per tahun, di satu wilayah
kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.

c. Langkah Kegiatan
1) Pelatihan klinis kesehatan Balita, MTBS, dan DDTK;
2) Pemantauan paska pelatihan;
3) Pelayanan kunjungan anak balita dan pra sekolah, di dalam gedung
dan luar gedung;
4) Pelayanan rujukan.

d. Rujukan
1) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS);
2) Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (DDTK);
3) Buku KIA.
2. Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat oleh Tenaga
Kesehatan atau Tenaga Terlatih/Guru UKS/Dokter kecil

a. Pengertian
1) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya terpadu lintas program
dan lintas sektor dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan serta
membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di
sekolah;
2) Pelayanan kesehatan pada UKS adalah pemeriksaan kesehatan umum,
kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan setingkat melalui penjaringan
kesehatan terhadap murid kelas 1 Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama dengan
guru UKS terlatih dan dokter kecil secara berjenjang (penjaringan awal
oleh guru dan dokter kecil, penjaringan lanjutan oleh tenaga
kesehatan);
3) Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, keperawatan, atau petugas
Puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga pelaksana
UKS/UKGS;
4) Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang ditunjuk sebagai
pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS;
5) Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal
dari murid kelas 4 dan 5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan
pelatihan dokter kecil.

b. Definisi Operasional
Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat adalah cakupan
siswa kelas 1 SD dan setingkat yang diperiksa kesehatannya oleh tenaga
kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS/dokter kecil) melalui penjaringan
kesehatan di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.

c. Langkah Kegiatan
1) Pengadaan dan Pemeliharaan UKS Kit, UKGS Kit;
2) Perencanaan kebutuhan anggaran, logistik, dan pelatihan;
3) Pelatihan petugas, guru UKS/UKGS, dan dokter kecil;
4) Pelayanan kesehatan;
5) Pencatatan dan Pelaporan.

d. Rujukan
1) Buku Pedoman UKS untuk Sekolah Dasar;
2) Buku Pedoman Penjaringan Kesehatan;
3) Buku Pedoman UKGS Murid Sekolah Dasar.
3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Remaja

a. Pengertian
1) Pemeriksaan kesehatan remaja adalah pemeriksaan kesehatan siswa
kelas 1 SLTP dan setingkat, kelas 1 SMA dan setingkat melalui
penjaringan kesehatan terhadap murid kelas 1 SLTP dan Madrasah
Tsanawiyah, kelas 1 SMA/SMK dan Madrasah Aliyah yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama dengan guru UKS terlatih
dan kader kesehatan remaja secara berjenjang (penjaringan awal oleh
guru dan kader kesehatan remaja, penjaringan lanjutan oleh tenaga
kesehatan);
2) Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, tenaga keperawatan, atau
tenaga Puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga pelaksana
UKS;
3) Guru UKS adalah guru kelas atau guru yang ditunjuk sebagai pembina
UKS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS;
4) Kader Kesehatan Remaja adalah kader kesehatan sekolah yang biasa
nya berasal dari murid kelas 1 dan 2 SLTP dan setingkat, murid kelas 1
dan 2 SMA/SMK dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan
Kader Kesehatan Remaja.

b. Definisi Operasional
Cakupan pelayanan kesehatan remaja adalah cakupan siswa kelas 1
SLTP dan setingkat, SMA/SMK dan setingkat yang diperiksa
kesehatannya oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS/
kader kesehatan sekolah) melalui penjaringan kesehatan di satu wilayah
kerja Puskesmas pada kurun watu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pengadaan dan Pemeliharaan UKS Kit;
2) Perencanaan kebutuhan anggaran, logistik, dan pelatihan;
3) Pelatihan petugas, guru UKS, dan dokter kecil;
4) Pelayanan kesehatan;
5) Pencatatan dan Pelaporan.
d. Rujukan
1. Buku Pedoman UKS untuk Sekolah Tingkat Lanjut;
2. Buku Pedoman Penjaringan Kesehatan.

C. Pelayanan Keluarga Berencana (Cakupan Peserta KB Aktif)


a. Pengertian
1) Peserta KB Aktif (Curent User/CU) adalah akseptor yang pada saat ini
memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau yang
mengakhiri kesuburan;
2) Cakupan Peserta KB Aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta
KB aktif (CU) dengan Pasangan Usia Subur (PUS);
3) Cakupan Peserta KB Aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan
kontrasepsi diantara para Pasangan Usia Subur (PUS).
b. Definisi Operasional
Cakupan Peserta KB Aktif adalah cakupan peserta KB Aktif dibandingkan
dengan jumlah Pasangan Usia Subur di satu wilayah kerja Puskesmas pada
kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pendataan Sasaran;
2) Penyediaan Akses Pelayanan yang berkualitas;
3) Pemberian Pelayanan yang berkualitas;
4) Manajemen Kualitas Pelayanan :
a) Penyeliaan Fasilitatif;
b) Audit Medik;
c) Kajian Mandiri;
d) Quick Investigation of Quality (QIQ);
e) Manajemen Pengelolaan.
b. Rujukan
1) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (BP3K);
2) Panduan Buku Klinis Program Pelayanan KB;
3) Pedoman Penanggulangan Efek Samping/Komplikasi Kontrasepsi;
4) Pedoman Pelayanan Kontrasepsi Darurat;
5) Penyeliaan Fasilitatif Pelayanan KB;
6) Instrumen Kajian Mandiri Pelayanan KB;
7) Panduan Audit Medik Pelayanan KB;
8) Analisis Situasi dan Bimbingan Teknis Pengelolaan Pelayanan KB;
9) Paket Kesehatan Reproduksi.

D. Pelayanan Imunisasi Desa/Kelurahan (Universal Child Immunization/


UCI)
a. Pengertian
1) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem Pemerintaan Nasional dan berada di daerah Kabupaten;
2) Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah
Kabupaten dan/atau daerah Kota dibawah Kecamatan (Undang-undang
No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah);
3) UCI (Universal Child Immunization) ialah tercapainya imunisasi dasar
secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), Ibu hamil, Wanita Usia Subur
(WUS), dan anak sekolah tingkat dasar;
4) Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis
DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak; Ibu hamil
dan WUS meliputi 2 dosis TT. Anak sekolah tingkat dasar meliputi 1
dosis DT, 1 dosis Campak, 2 dosis TT.
b. Definisi Operasional
Desa atau Kelurahan UCI adalah Desa/Kelurahan dimana 80% dari jumlah
bayi yang ada di Desa/Kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar
lengkap.
c. Langkah Kegiatan
1) Pengadaan dan Pemeliharaan Rantai Dingin:
Adalah upaya untuk menata vaksin kebutuhan program imunisasi dan
memelihara peralatan tempat penyimpanan vaksin di Puskesmas,
meliputi penerimaan/pengiriman vaksin dan penyimpanan vaksin;
2) Perencanaan Penyiapan Logistik:
Adalah perhitungan kebutuhan logistik (vaksin, alat suntik, safety box,
dan cold chain). Logistik yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
sampai kepada sasaran merupakan penunjang dari keberhasilan
program imunisasi. Perencanaan Penyiapan Logistik meliputi:
a) Perhitungan kebutuhan vaksin di Puskesmas;
b) Kebutuhan penyimpanan vaksin seperti lemari es/freezer;
c) Kebutuhan tempat pendistribusian vaksin seperti vaksin carrier,
thermos;
d) Kebutuhan alat suntik ADS (Autodisable Syringe) sesuai dengan
sasaran dan kegiatan;
e) Kebutuhan alat penanganan limbah seperti safety box. needle
cutter, incinerator.
3) Pelayanan imunisasi :
Adalah suatu kegiatan pemberian imunisasi kepada sasaran (bayi,
anak, dan orang dewasa) yang bertujuan untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit.
Pelayanan imunisasi merupakan kegiatan yang meliputi:
a) Pendataan sasaran;
b) Penggerakan sasaran;
c) Pelaksanaan imunisasi;
d) Pencatatan dan Pelaporan.
4) Penagganan KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi)
Adalah suatu kegiatan penanggulangan kejadian sakit dan kematian
yang terjadi dalam satu bulan setelah imunisasi yang diduga ada
hubungannya dengan pemberian imunisasi, yang meliputi:
a) Kunjungan lapangan;
b) Investigasi/pelacakan;
c) Perawatan rujukan;
d) Pemeriksaan laboratorium;
e) Pengkajian kasus tersangka KIPI.
d. Rujukan
Pedoman Operasional Program Imunisasi, Tahun 2003 (3 buku).

E. Pelayanan Pengobatan/Perawatan
1. Cakupan Rawat Jalan
a. Pengertian
1) Rawat Jalan adalah pelayanan keperawatan kesehatan perorangan
yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik
tanpa tinggal di ruang rawat inap pada sarana kesehatan
Puskesmas;
2) Cakupan rawat jalan adalah jumlah kunjungan kasus baru rawat
jalan di sarana kesehatan Puskesmas dalam kurun waktu satu
tahun;
3) Kunjungan pasien baru adalah seseorang yang baru berkunjung ke
sarana kesehatan Puskesmas dengan kasus penyakit baru;
4) Sarana kesehatan Puskesmas adalah tempat pelayanan kesehatan
meliputi Puskesmas, Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP),
Puskesmas Pembantu, Balai pengobatan pemerintah dan swasta,
Praktik bersama dan perorangan.
b. Definisi Operasional
Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di
sarana kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja
Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan, dan kunjungan ke sarana
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas;
2) Peningkatan prasarana dan sarana pelayanan kesehatan;
3) Analisis kebutuhan pelayanan kesehatan;
4) Penyuluhan-Promosi Kesehatan;
5) Pelatihan SDM Puskesmas;
6) Pencatatan dan Pelaporan.
d. Rujukan
Pedoman Pengobatan Puskesmas.
2. Cakupan Rawat Inap
a. Pengertian
1) Rawat Inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi
observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik
dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan
Puskesmas Dengan Tempat Perawatan, yang oleh karena
penyakitnya penderita harus menginap;
2) Penderita adalah seseorang yang mengalami/menderita sakit atau
mengidap suatu penyakit;
3) Fasilitas pelayanan kesehatan adalah Puskesmas dengan tempat
perawatan.
b. Definisi Operasional
Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di
sarana pelayanan kesehatan Puskesmas Dengan Tempat Perawatan di
satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan, dan kunjungan ke sarana
kesehatan;
2) Peningkatan prasarana dan sarana pelayanan kesehatan;
3) Analisis kebutuhan pelayanan kesehatan;
4) Penyuluhan-Promosi Keseatan;
5) Pelatihan SDM Puskesmas;
6) Pencatatan dan Pelaporan.
d. Rujukan
Pedoman Puskesmas Dengan Tempat Perawatan.
F. Pelayanan Kesehatan Jiwa (Pelayanan Gangguan Jiwa di Sarana
Pelayanan Umum)
a. Pengertian
1) Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang
mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada
perasaan, proses pikir, dan perilaku, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan/atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosialnya;
2) Pelayanan kesehatan jiwa meliputi pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif pada gangguan mental emosional,
psikosomatik, dan psikotik pada ibu hamil, ibu nifas, bayi, anak balita,
pra-sekolah, anak usia sekolah, remaja, dewasa, dan usia lanjut, yang
diberikan oleh Dokter, Perawat, Bidan yang memiliki kompetensi
teknis.
b. Definisi Operasional
Pelayanan gangguan jiwa di sarana kesehatan umum adalah kasus
gangguan jiwa yang dilayani di sarana pelayanan kesehatan umum di satu
wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Penemuan kasus gangguan jiwa berdasarkan klasifikasi ICD-X;
2) Pelayanan kasus gangguan jiwa;
3) Pelatihan;
4) Kunjungan rumah;
5) Pemantauan dan Penilaian;
6) Pencatatan dan Pelaporan.
d. Rujukan
1) Pedomana Kesehatan Jiwa bagi Petugas Kesehatan;
2) Pedoman Penatalaksanaan Gangguan Jiwa di Sarana Kesehatan Umum
G. Pemantauan Pertumbuhan Balita
1. Balita yang naik berat badannya
a. Pengertian
Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita ditimbang 2 (dua)
bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis
pertumbuhan pada KMS.
b. Definisi Operasional
Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D)
di Posyandu maupun luar Posyandu yang berat badannya naik di satu
wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pengadaan dan pemeliharaan sarana terdiri dari alat timbang,
pengadaan daftar tilik, formulir rujukan, R1 Gizi, LB3-SIMPUS;
2) Perencanaan logistik, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan
laporan;
3) Pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di Posyandu dan di luar
Posyandu;
4) Bimbingan teknis.
d. Rujukan
1) Pedoman UPGK;
2) Pedoman Pengisian KMS;
3) Pedoman Pemantauan Pertumbuhan Balita.
2. Balita Bawah Baris Merah (BGM)
a. Pengertian
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah Balita yang ditimbang berat
badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada
KMS.
b. Definisi Operasional
Balita Bawah garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan
di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pengadaan dan pemeliharaan alat ukur berat badan dan KMS,
pengadaan daftar tilik dan formulir rujukan;
2) Perencanaan penyiapan logistik;
3) Pelacakan BGM melalui pemantauan pertumbuhan di Posyandu
dan di luar Posyandu;
4) Bimbingan teknis.
d. Rujukan
1) Pedomana UPGK;
2) Pedoman pengisian KMS;
3) Pedoman Pemantauan Pertumbuhan Balita.
H. Pelayanan Gizi
1. Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2 kali pertahun
a. Pengertian
1) Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A
adalah bayi yang berumur mulai 6-11 bulan dan anak umur 12-59
bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi;
2) Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A
berwarna biru dengan dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada
bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah
dengan dosis 200.000 S.I yang diberikan kepada anak umur 12-59
bulan.
b. Definisi Operasional
Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11
bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan
mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun di satu
wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pendataan sasaran balita (Baseline data);
2) Perencanaan kebutuan vitamin A;
3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A;
4) Sweeping pemberian kapsul vitamin A;
5) Penggadaan Buku Pedoman dan Juknis;
6) Pemantauan dan Penilaian
d. Rujukan
1) Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A, Depkes RI,
Tahun 2000;
2) Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A, Depkes RI, tahun 2000;
3) Booklet Deteksi Dini Xerophtalmia, Depkes RI Tahun 2002;
4) Pedoman dan Deteksi Tatalaksana Kasus Xerophtalmia, Depkes RI
Tahun 2002.
2. Cakupan Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
a. Pengertian
1) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d
trimester III;
2) Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menaggulangi Anemia
Gizi Besi yang diberikan kepada Ibu hamil.
b. Definisi Operasional
Cakupan Ibu hamil mendapat tablet Fe adalah cakupan ibu hamil yang
mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah
kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pendataan sasaran ibu hamil (Baseline data);
2) Perencanaan kebutuhan tablet Fe;
3) Pengadaan dan pendistribusian tablet Fe;
4) Pengadaan Buku Pedoman dan Juknis;
5) Pemantauan dan Penilaian.
d. Rujukan
1) Pedoman Pemberian Tablet Besi–Folat dan Sirup besi bagi
Petugas, Depkes RI tahun 1999;
2) Booklet Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah untuk WUS,
Depkes RI, Tahun 2001.
3. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah
Garis Merah dari Keluarga Miskin
a. Pengertian
1) Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia
6-11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di
bawah garis merah pada KMS;
2) Keluarga Miskin ( Gakin) adalah keluarga yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi
Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam
mengidentifikasi dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan
kriteria Gakin yang disepakati;
3) MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim, dan biskuit yang dapat
dibuat dari campuran beras, dan/atau beras merah, kacangkacangan,
sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula,
susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan diperkaya dengan
vitamin dan mineral.
c. Definisi Operasional
Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi BGM dari
keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram
perhari selama 90 hari.
d. Langkah Kegiatan
1) Pendataan sasaran;
2) Penyusunan Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan MP-ASI untuk
bayi usia 6-11 bulan dan anak usia 12-23 bulan;
3) Pelatihan tenaga pelaksanaan program MP-ASI;
4) Sosialisai program MP-ASI;
5) Distribusi MP-ASI;
6) Pencatanan dan Pelaporan;
7) Pemantauan dan Penilaian.
e. Rujukan
Pedoman Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
untuk bayi usia 6-11 bulan dan Spesifikasi MP-ASI, Tahun 2004.
2. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
a. Pengertian
1) Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai
dengan 4 tahun 11 bulan), yang ada di wilayah kerja Puskesmas;
2) Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) dengan Z score < - 3, dan/atau dengan tanda-tanda
klinis (marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor);
3) Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan
mencakup :
a) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi,
hipoglikemia, dan hipotermia;
b) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB;
c) Pemberian elektrolit dan multi-micronutrient serta memberikan
makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai
kebutuhan, mengikuti fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi;
d) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta;
e) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB
sampai mencapai Z score – 1;
f) Konseling gizi kepada orang tua/pengasuh tentang cara
pemberian anak
b. Definisi Operasional
Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang di
tangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di
satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu
c. Langkah Kegiatan
1) Perencanaan penyiapan sarana/prasarana;
2) Pelatihan tenaga kesehatan;
3) Pelayanan kasus;
4) Pemantauan dan Penilaian.
d. Rujukan
1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/
Kota, 1998;
2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah
Tangga , 1998;
3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;
4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;
5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;
6) Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, 2003;
7) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
I. Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang
Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergesi Dasar dan Komperhensif
(PONED dan PONEK)
1. Akses terhadap ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk
menangani rujukan ibu hamil dan neonatus
a. Pengertian
1) Akses ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk
menangani rujukan ibu hamil dan neonatus adalah ibu hamil, post
partum, dan neonatus komplikasi dirujuk yang memperoleh
pelayanan transfusi darah sesuai kebutuan dengan memanfaatkan
persediaan darah serta komponen yang aman pada UTD PMI, UTD
RS, dan Bank Darah RS di satu wilayah kerja Puskesmas;
2) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung sampai usia kehamilan 42
minggu;
3) Neonatus adalah bayi baru lahir dengan usia 0-28 hari;
4) Darah dan komponen yang aman adalah darah dan komponennya
yang sudah melalui uji saring darah donor terhadap IMLTD
(Infeksi Mmenular Lewat Transfusi Darah), yaitu VDRL ( Veneral
Disease Research Laboratory), HbsAg, dan anti HIV dengan
proses uji silang serasi (crossmatching) antara darah donor dengan
darah resipien.
b. Definisi Operasional
Akses terhadap ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk
menangani rujukan ibu hamil dan neonatus adalah ibu hamil, post
partum, dan neonatus yang dirujuk dan mendapatkan darah yang aman
dan sesuai kebutuhannya di rumah sakit pemerintah dan swasta.
c. Langkah Kegiatan
1) Pelatihan tenaga pengerah dan pelestari donor, Dokter yang
bekerja di bidang transfusi darah, asisten teknologi transfusi darah
yang bekerja di UTD atau Bank Darah RS;
2) Pembuatan dan penyimpanaan darah dan komponen darah, uji
saring, identifikasi antibody (PTTD/ATD), meliputi :
a) Seleksi darah;
b) Pengambilan darah;
c) Pengolahan komponen darah;
d) Pemeriksaan uji saring infeksi menular lewat transfusi;
e) Pemeriksaan serologi golongan darah;
f) Penyimpanan darah;
g) Distribusi darah.
d. Rujukan
1) Buku Pedoman Pelayanan Transfusi Darah (4 Modul);
2) Buku Pedoman Survei Akreditasi Unit Tranfusi Darah;
3) Standar Pelayanan Darah Rumah Sakit;
4) Pedoman Penggunaan Darah Yang Rasional;
5) Buku Pedoman Pemeriksaan Imunologi;
6) Buku Petujuk Pemeriksaan HIV;
7) Buku Pedoman Praktik Laboratorium Yang Benar (GLP).
2. Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi yang tertangani
a. Pengertian
1) Ibu hamil Risti/Komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari
normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu maupun bayi. Risti/Komplikasi Kebidanan meliputi
Anemia (Hb < 8 gr %), Tekanan darah tinggi ( sistole > 140
mmHg, diastole > 90 mmHg), Edema nyata, Eklampsia,
Perdarahan pervaginam, Ketuban pecah dini, Letak Lintang pada
usia kehamilan > 32 minggu, Letak sungsang pada primigravida,
Infeksi berat/Sepsis, dan Persalinan prematur.
2) Ibu hamil Risti/Komplikasi yang tertangani adalah ibu hamil Risti
yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
a. Definisi Operasional
Ibu hamil risiko tinggi/komplikasi yang tertangani adalah ibu hamil
risiko tinggi/komplikasi di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun
waktu tertentu yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan terlatih di Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit
pemerintah/swasta dengan fasilitas PONED dan PONEK.
b. Langkah Kegiatan
1) Pelatihan;
2) Pemantapan Audit Maternal Perinatal (AMP);
3) Penyediaan sarana peralatan, obat esensial, dan ambulan;
4) Rujukan pasien, tenaga medis, dan spesimen.
c. Rujukan
1) Pedoman Audit Maternal Perinatal (AMP);
2) Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan maternal dan Neonatal;
3) Pedoman PONED dan PONEK;
4) Pedoman Asuhan Kehamilan;
5) Standar Asuhan Persalinan Normal;
6) Standar Pelayanan Kebidanan;
7) Standar Asuhan Kebidanan dan Neonatal;
8) Dasar-dasar asuhan Kebidanan.
3. Neonatus Risti/Komplikasi yang tertangani
a. Pengertian
1) Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 28 hari;
2) Neonatus Risti/komplikasi adalah neonatus dengan penyimpangan
dari normal yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian
neonatus, meliputi: Asfiksia, Tetanus Neonatorum, Sepsis, Trauma
Lahir, BBLR (Berat Badan Lahir < 2500 gram), Sindroma
gangguan pernafasan, dan kelainan congenital.
3) Neonatus Risti/komplikasi yang bertangani adalah neonatus Risti/
komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih.
b. Definisi Operasional
Neonatus Risti/komplikasi yang tertangani adalah cakupan neonatus
risiko tinggi/komplikasi di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun
waktu tertentu yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan terlatih di Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit
pemerintah/swasta.
c. Langkah Kegiatan
1) Pelatihan;
2) Pemantapan Audit Maternal Perinatal (AMP);
3) Penyediaan sarana peralatan, obat esensial, dan ambulan;
4) Rujukan pasien, tenaga medis, dan spesimen.
d. Rujukan
1) Pedoman Pelayanan Perinatal Pada RSU Kelas C dan D;
2) Pedoman Manajemen Neonatal untuk RS Kabupaten/Kota;
3) Pedoman Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir;
4) Pedoman Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM);
5) Pedoman Manajemen Terpadu Bayi Sakit (MTBS);
6) Buku KIA.
J. Pelayanan Gawat Darurat
Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat yang
dapat diakses Masyarakat
a. Pengertian
1) Sarana Kesehatan adalah Rumah Bersalin (RB), Puskesmas, dan
Rumah Sakit;
2) Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat adalah upaya cepat dan tepat
untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti jantung dengan
Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio-Pulmanary-Cerebral-
Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau
ditekan sampai minimal dengan menggunkan Bantuan Hidup Dasar
(Basic Life Support) dan Bantuan Hidup Lanjutan (ALS).
b. Definisi Operasional
Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat
diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat
sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu
tertentu.
c. Langkah Kegiatan
Pelatiahan GELS/BLS, Gawat Darurat untuk Dokter, Perawat, dan Awam.
d. Rujukan
1) Pedoman Safe Community;
2) Pedoman Penyusunan Peta Geomedik;
3) Pedoman Evakuasi Medik;
4) Standar Klasifikasi Pelayanan Gawat Darurat Pra Rumah Sakit dan
Rumah Sakit;
5) Standar pelayanan Gawat Darurat/Instrument Self Assessment
Pelayanan Gawat Darurat Rumnah Sakit;
6) Standar Pelayanan Gawat Darurat/Instrument Self Assessment
Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi Rmah Sakit;
7) Pedoman PONED dan PONEK;
8) Standar medis Teknis A,B,C,D;
9) Standar Medis Teknis esensial.
K. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi Buruk
1. Desa/Kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam
a. Pengertian
Desa/Kelurahan mengalami KLB bila terjadi peningkatan kesakitan
atau kematian penyakit potensial KLB, penyakit karantina atau
keracunan makanan. KLB adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu desa/kelurahan dalam waktu tertentu.
1) Ditangani adalah mencakup penyelidikan dan penanggulangn
KLB;
2) Pengertian < 24 jam adalah sejak laporan W1 (Laporan Wabah)
diterima sampai penyelidikan dilakukan dengan catatan selain
formulir W1 dapat juga berupa faks atau telepon;
3) Penyelidikan KLB: Rangkaian kegiatan berdasarkan cara-cara
epidemiologi untuk memastikan adanya suatu KLB, mengetahui
gambaran penyebaran KLB dan mengetahui sumber dan cara-cara
penanggulanganya;
4) Penanggulangan KLB: Upaya untuk menemukan penderita atau
tersangka penderita, penatalaksanaan penderita, pencegahan
peningkatan, perluasan, dan menghentikan suatu KLB.
b. Definisi Operasional
Desa/Kelurahan mengalami KLB yang ditangani adalah Kejadian Luar
Biasa (KLB) yang ditangani < 24 jam pada suatu desa/kelurahan di
satu wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pemastian KLB
Untuk memastikan adanya KLB bisa melakukan komunikasi cepat
dan dilakukan kunjungan lokasi yang diinformasikan adanya KLB,
dengan menyamakan kondisinya dengan kriteria KLB. Atau
melakukan hubungan telepon dengan kontak person yang ada di
lapangan dimana informasi KLB tadi didapat. Apakah perlu
dilakukan investigasi dari yang lebih atas atau tidak atau cukup
oleh Puskesmas setempat. Mengirim W1 dan laporan sementara
kondisi KLB.
2) Investigasi
Investigasi ini diperlukan untuk memastikan apakah betul telah
terjadi KLB yang dimaksud. Sebelum investigasi dilakukan
diperlukan konfirmasi ke lokasi melalui hubungan cepat.
3) Penanggulangan
Pada kegiatan penanggulangan diperlukan dukungan semua pihak
Pemda, teknis, dan keahlian. Hal ini tujuannya agar KLB tidak
menjadi lebih berat atau korban lebih banyak lagi dan KLB dapat
dihentikan. Kegiatan yang dilakukan mengidentifikasi semua;
4) faktor risiko terjadinya KLB tersebut.
Pemutusan mata rantai penularan
Kegiatan ini untuk menghentikan KLB, dengan memutus mata
rantau penularan misalnya kalau KLB DBD dengan melakukan
3M. fogging, penyuluhan-promosi kesehatan, dan sebagainya.
5) Pengamanan pasca KLB
Dengan memantau vektor atau kemungkinan kasus bertambah,
pemantauan pasca KLB ini biasanya dua periode masa inkubasi
penyakit yang bersangkutan.
d. Rujukan
1) UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
2) PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular;
3) Kep Menkes No.1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
4) Kep Menkes No.1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Surveilans
Terpadu Penyakit.
2. Kecamatan Bebas Rawan Gizi
a. Pengertian
1) Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah
Kabupaten dan/atau daerah Kota di bawah Kabupaten/Kota;
2) Gizi kurang: Status gizi diukur berdasarkan berat badan menurut
umur (Z score < -2 sampai dengan –3);
3) Gizi buruk: Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan
menurut umur (Z score terletak < -3), dan/atau disertai tanda klinis
kwasiorkor, marasmus, marasmus-kwasiorkor);
4) KLB Gizi buruk, bila ditemukan 1 kasus gizi buruk menurut BB/U
dan dikonfirmasi dengan BB/TB, Z score < -3 dan/atau disertai
dengan tanda-tanda klinis;
5) Kecamatan bebas rawan gizi, bila prevalensi gizi kurang dan gizi
buruk < 15 %.
b. Definisi Operasional
Kecamatan bebas rawan gizi adalah kecamatan dengan prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk pada balita < 15 % pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Pemantauan status gizi;
2) Penyelidikan dan penanggulangan KLB Gizi.
d. Rujukan
1) Buku Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi;
2) Buku Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita;
3) SK Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang
Klasifikasi Status Gizi Anak di bawah lima tahun (Balita).
L. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio
Acute Flacid Paralysis (AFP) Rate per 100.000 penduduk < 15 tahun
a. Pengertian
1) Kasus AFP adalah penderita lumpuh layuh akut seperti gejala
kelumpuhan pada polio yang terjadi pada anak di bawah umur 15
tahun;
2) Kasus AFP non-polio adalah penderita lumpuh layuh pada anak usia di
bawah 15 tahun yang dalam pemeriksaan tidak ditemukan virus polio
liar atau yang ditetapkan oleh ahli dengan kriteria tertentu.
b. Definisi Operasional
Acute Flacid Paralysis (AFP) Rate per 100.000 penduduk adalah jumlah
kasus APF non polio ynag ditemukan diantara 100.000 penduduk < 15
tahun di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Sosialisasi:
Untuk mendapatkan dukungan/komitmen lintas program dan lintas
sektor.
2) Pencarian kasus:
Menjaring semua anak < 15 tahun yang lumpuh layuh apapun
penyebabnya untuk diambil spesimennya sebagai langkah untuk
memastikan apakah polio atau bukan.
3) Pengambilan spesimen:
Pengambilan spesimen tinja 2 kali sebagai bahan pemeriksaan dalam
rangka memastikan apakah ada virus polio atau apakah kasus polio
atau bukan.
4) Kunjungan ulang
Kunjungan ulang dilakukan setelah 60 hari dari anak mulai sakit
apakah masih lumpuh atau tidak sebagai pemastian apakah dia sebagai
kasus polio atau bukan.
d. Rujukan
1) Buku Rujukan Eradikasi Polio di Indonesia, Tahun 2002;
2) Modul Pelatihan.
M. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru
Kesembuhan Penderita TBC BTA Positif
a. Pengertian
1) Kesembuhan adalah penderita yang minum obat lengkap dan
pemeriksaan sputum secara mikroskopis minimal 2 kali berturut-turut
terakhir dengan hasil negatif;
2) Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukan persentase
penderita TBC BTA positif yang sembuh setelah selesai masa
pengobatan, diantara penderiata TBC BTA positif yang tercatat;
3) Angka penemuan penderita TBC BTA positif atau Case Detection
Rate (CDR) adalah persentase jumlah penderita baru BTA positif yang
ditemukan dibandingkan jumlah penderita baru BTA positif yang
diperkirakan ada dalam wilayah kerja Puskesmas;
4) Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan (30 dosis harian).
b. Definisi Operasional
Kesembuhan penderita TBC BTA positif adalah penderita baru TBC BTA
positif yang sembuh diakhir pengobatan 85% di satu wilayah kerja
Puskesmas pada kurun waktu tertentu.
c. Langkah Kegiatan
1) Penatalaksanaan P2 TBC:
a) Penemuan penderita TB
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya penjaringan
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang
berkunjung ke unit pelayanan kesehatan Puskesmas. Penemuan
secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan-promosi secara
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk
meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini
biasanya dikenal dengan passif promotive case finding;
b) Pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan supaya semua
kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,
yaitu tahap intensif dan lanjutan;
2) Peningkatan SDM:
Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kesehatan yang terkait
dengan program penanggulangan TBC, diantaranya:
a) Pelatihan Dokter dan paramedis UPK (RS, Puskesmas, BP4,
RSTP, Poliklinik, dan sebagainya);
b) Pelatihan staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
c) Pelatihan Wasor TB Kabupaten/Kota.
3) Pemantauan dan Penilaian:
a) Supervisi :
(1) Supervisi dilaksanakan secara rutin, teratur, dan terencana;
(2) Supervisi ke UPK (misalnya Puskesmas, RS, BP4, termasuk
Laboratorium) dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 bulan
sekali;
(3) Supervisi ke Kabupaten/Kota dilaksanakan sekurangkurangnya
6 bulan sekali.
b) Pertemuan Pemantauan
Pertemuan Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus untuk dapat segera medeteksi bila ada masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat
dilakukan tindakan perbaikan segera.
c) Penilaian
Penilaian dilakukan setelah suatu jarak waktu lebih lama, biasanya
setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Dengan penilaian dapat
dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan
sebelumnya dicapai.
4) Promosi
a) Advokasi;
b) Kemitraan;
c) Penyuluhan
d. Rujukan
Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkolosis
N. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA
Cakupan Balita dengan Pneumonia yang ditangani
a. Pengertian
1) Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu
(alveoli) yang ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan/atau
napas sesak;
2) Klasifikasi penyakit ISPA

SPM dan SOP OBGIN, suatu pedoman bagi klinisi untuk melakukan pelayanan dan
melakukan tindakan di bidang kebidanan dan kandungan , biasanya kita pilih 10 kasus
terbanyak yang ditangani, di UGD, rawat jalan, rawat , menurut standar akreditasi RS ada
format khusus seperti berikut.

ABORTUS
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dan sebagai
batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat badan anak kurang dari 1000 gram.

Abortus komplit:

Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum


uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu.

Abortus inkomplit:

Adalah sebagian konsepsi telah keluar dari vakum uteri,


sebagian lagi masih tertinggal.

Abortus insipiens:

Adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks


telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih di dalam kavum uteri.

Abortus imminens:

Adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi


pendarahan per vaginam ostium masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.

Missed Abortion :

Adalah abortus dimana embrio atau fetus telah


meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 0
minggu, akan hasil konsep seluruhnya masih tertahan
dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.

Abortus habitualis:

Adalah keadaan dimana terjadinya abortus tiga kali


berturut-turut atau lebih.

Abortus Infeksiosus:

Abortus yang mengalami infeksi


Kriteria Diagnosa : Ada terlambat haid atau amenorea kurang dari 20
minggu . Pendarahan per vaginam, mungkin disertai
jaringan hasil konsepsi. Rasa sakit atau keram perut di
daerah atas simpisis.
Diagnosa Banding : 1. Kehaliman ektopik
2. Hipermenore
3. Abortus mola hidatidosa
4. Mioma uteri bertangkai

Pemeriksaan penunjang : Diperlukan pada abortus imminens, abortus habitualis


dan missed abortion

a. pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan


apakah janin masih hidup, menentukan prognosis
b. Pemeriksaan darah

Standar tenaga : Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan


Kandungan
Perawatan RS :  Rawat inap
 Umumnya setelah tindakan kuretage pasien
abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak,
yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.

Terapi I. Abortus imminens

a. Istilah baring, tidur baring merupakan unsur


penting dalam pengobatan karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya
rangsang mekanis.

b. Penobarbital 3 x 30 mg sehari dapat diberikan


untuk menenangkan penderita.

c. Tokolitik

d. Preparat progesterone 2-3x 1 tab setiap 8-12 jam

e. Antiprostaglandin 3x500mg

II. Abortus insipiens :

Bila kehamilan >12 minggu kuret atau drip oksitosin

Methylergometrin maleat 3×1 5 hari

Amoxycicillin 4×500 5 hr

III. Abortus inkompletus

1. Perbaiki KU

2. Kosongkan uterus

3. Methylergometrin maleat 3×1 5 hari

4. Amoxycicillin 4×500 5 hr
IV. Abortus kompletus

Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya menderita


anemis perlu diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan
supaya makanannya banyak mengandung protein,
vitamin dan mineral.

V. Missed abortion

Mengeluarkan jaringan nekrosis

v Pemeriksaan faal hemostasis

 Kadar fibrinogen normal, jaringan konsepsi dapat


segera dikeluarkan.
 Sebaiknya bila kadar fibrinogen rendah, perbaiki
dulu dengan cara memberikan fibrinogen kering
atau darah segar.
 Kehamilan < 12 minggu langsung kuretase
 Kehamilan > 12 minggu misoprostol 1 tab/ intra
vaginal/tiap 6 jam/ 1hari dilanjutkan dengan drip
oxytosin dan kuretase
 Disarankan monitoring fibrinogen serum

Penyulit Ada 3 penyulit:

a. Anemia

Biasanya anemia post hemorragia. Pengobatannya


adalah pemberian darah atau komponen darah.

b. Infeksi

Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus


mendapat payung antibiotik dulu, sebelum dilakukan
evakuasi. Sedangkan tindakan evakuasi sendiri dapat
menimbulkan infeksi. Untuk itu perlu diberikan
antibiotika profilaksia.

c. Perforasi

Merupakan komplikasi tindakan kuretase

Untuk mencegah perforasi :

 Pemberian uterotonik
 Kuretase secara sistematis dan lege artis.

Informed Consent Perlu, sebelum dilakukan kuretase


Konsultasi Tidak ada
Lama Perawatan Pasca kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali ada
komplikasi
Masa Pemulihan Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2
minggu
Output Sembuh
PA Jaringan konsepsi dapat dikirim ke lab, Patologi anatomi
bila fasilitas memungkinkan
Otopsi -
Referensi

1. Cuningham F.G.MD, Mac Donald


P.C.MD, Garet N.F.MD, Abortion, William Obstetric
18ed, Applenton & Large Connecticut p.489-509

2. Jones, G.C. Jones H.W. Infertility recurret dan


spontaneous abortion, In: Novak’s Textbook of
Gynaecology, tenth edition, p.659-730 William &
Wilkins, Baltimore/London 1961

3. Pritchard Abortion, In: William Obstetrics (ed by


Prichard and Mac Donald 16th ed.537-618, Apleton
Century Crofs, New York 1980

Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S. Kelainan


dalam lamanya kehamilan In: Ilmu Kebidanan, Edisi II,
hal 258-277, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 1981

4. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan


RSUdr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi
Edisi III 2008

KEHAMILAN EKTOPIK
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi
berimplikasi dan tumbuh diluar endometrium kavum
uteri.

Yang termasuk kehamilan ektopik adalah:

a. kehamilan abdominasi

b. kehamilan ampula tuba

c. kehamilan ismus tuba

d. kehamilan intersial tuba

e. kehamilan ovarialal

f. kehamilan intra ligamen

g. kehamilan komu

h. kehamilan serviks
Kriteria Diagnosa : Anamnesis

a. Amenorea atau terlambat haid

b. Timbul sinkop dan gejala abdomen akut. Keadaan


ini disebabkan pendarahan intra peritoneal yang
mendadak serta terjadinya hipovolemia pada sirkulasi.

c. Nyeri perut, terutama nyeri unilateral. Gejala ini


spesifik untuk kehamilan tuba, tetapi nyeri bisa juga
bilateral, dibawah perut pada 20-25% penderita ada juga
yang mengeluh nyeri bahu. Keadaan ini timbul jika
pendarahan peritoneum sudah mengiritasi diafragma.

d. Pendarahan vagina atau sepoting. Gejala


pendarahan dan atau pendarahan bercak ini timbul
hampir pada 75% kasus yang timbul 1 atau 2 minggu
setelah keterlambatan haid. Sekalipun demikian riwayat
keterlambatan haid 6 – 8 minggu sebelum gejala sakit
perut atau pendarahan vagina.

e. Gejala tidak spesifik lainnya

Perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada mammae


serta kadang-kadang gangguan defekasi.
Pemeriksaan fisik:

a. Tanda-tanda syok

 Hipotensi
 Takikardi
 Pucat, ekstremiktas dingin

b. Abdomen akuta

 Perut tegang pada bagian bawah


 Nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas dari

dinding perut

Pemeriksaan Ginekologi:

 Serviks teraba lunak, nyeri tekan dan nyeri


goyang.
 Korpus uteri normal atau sedikit membesar,
kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri
abdomen yang hebat.
 Kavum douglasi menonjol oleh karena terisi
darah.

Diagnosa Banding :  Methorhagia sebab kelainan ginekologik atau


organik lainnya.
 Radang panggul
 Neoplasma ovarium ( putaran tangki, pecah,
terinfeksi) dengan atau tanpa kehamilan muda.
 Korpus luteum hemoragis
 Appendisitis
 Abortus iminens

Pemeriksaan penunjang : a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kadar hemoglobin, leukosit


 Tes kehamilan bila baru terganggu
 Ditalasi
 Kuretase.

b. Pemeriksaan USG

Terlihat kantong gestasi di luar kavum uteri dan atau


deteksi genangan cairan di kavum douglasi pada KE
yang telah terganggu.

c. Pemeriksaan Kuldosentesis

Untuk mengetahui dalam kavum douglasi ada darah.

d. Pemeriksaan Laparoskopi

Pemeriksaan laporoskopi kelalinan KET, infeksi pelvik,


kisto ovarium segera dapat dibedakan dengan jelas.
Standar tenaga : Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan
Perawatan RS : Segera dirawat
Terapi Prinsip umum penatalaksanaan:

a. Segera dibawa ke rumah sakit

b. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk


mengkoreksi anemia dan hipovolemia

c. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis dapat


dipastikan:

 Kehamilan di Tuba dilakukan salpingektomi


 Kehamilan di Kornu dilakukan ovorektomi atau
salpingo ovorektomia
 Kehamilan di kornu dilakukan:

- Historestomi bila telah berumur > 35 tahun.

- Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan


masih bisa dapat haid

- Eksisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu


dapat direparasi.

 Kehamilan Abdominal:

- Bila mudah kantung dan plasenta diangkat

- Bila besar atau susah (kehamilan abdominal


lanjut), anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat
plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
Penyulit Syok yang irreversible, perlekatan, obstruksi usus,
infertilitas
Informed Consent Perlu
Konsultasi Bagian bedah
Lama Perawatan Tanpa penyulit umumnya pasien pulang hari ke 6
Masa Pemulihan Optimal 6 minggu
Output
PA Pemeriksaan jaringan yang diangkat waktu operasi
Otopsi
Referensi 1. Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSU dr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis
dan terapi Edisi III 2008
2. Cunningham MD MacDonal PC Gamt NF
Hypertensiv disorder in pregnancy. William
obstetric 20th Ed 718-723, 1997
3. Friedman E.A. Gynecology Decision making,
The C.V. Mosby Company-Saint LouisToronto-
London, 1983, p. 166-167.
4. Russell J.B. The ethiology of ectopic pregnancy.
Clin. Obstet & Gynec. 30, No. 1, 191190: March
1987.
5. Seppala M., Purthonen M. The Use of HCG and
other pregnan4 proteins in the diagnosis of
ectopic pregnancy. Clin. Obstet & gynec. 30, No.
1, ‘148-154 : March 1987.
6. Wectein L.N. Clinical diagnosa of ectopic
pregnancy. Clin Obstet & Gynec., 30, No. 1, 236-
244, March 1987

HYPEREMESIS GRAVIDARUM
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Adalah keadaan dimana penderita muntah-muntah yang
berlebihan lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap
saat, sehingga mengganggu kesehatan penderita
Kriteria Diagnosa :  Muntah-muntah yang sering sekali
 Perasaan tenggorokan kering dan halus
 Kulit dapat menjadi kering ( tanda dehidrasi)
 Berat badan turun dengan cepat
 Pada keadaan yang berat timbul ikterus dan
gangguan saraf.
Diagnosa Banding : Hepatitis dalam kehamilan
Pemeriksaan penunjang :  Urine
 Liver fungsi

Standar tenaga : Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan


Kandungan
Perawatan RS : Segera
Terapi  Segera penderita dirawat, berikan cairan per infus
( glucose 5 – 10 % dan NaCL fisiologik)
 Obat anti emetik, intra muskuler atau per
infus. Penderita dipuaskan sampai muntah telah
berkurang, diukur jumlah muntah ( cairan yang
dimuntahkan) dan cairan yang diberikan dan
diuresis dalam 24 jam. Ukur balans cairan setiap
hari.

Penyulit  Bila tidak berat tidak ada


 Bila berat: dehidrasi, gangguan fungsi hepat dan
febris.

Informed Consent Perlu


Konsultasi  Penyakit Dalam
 Penyakit Jiwa
 Spesialis Saraf

Lama Perawatan  Ringan : 7 hari

1. Berat : Tergantung dengan penyulit yang


telah didapat.

Masa Pemulihan Sampai usia kehamilan tinggal 4 minggu


Output Baik pada umumnya kecuali yang sudah berat betul
PA Tidak ada
Otopsi -
Referensi 1. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSU dr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis
dan terapi Edisi III 2008
2. Cunningham MD MacDonal PC Gamt NF
Hypertensiv disorder in pregnancy. William
obstetric 20th Ed 718-723, 1997

1 Nama Penyakit : ABORTUS


2 Definisi : Adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dan
sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram.

Abortus komplit:

Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum


uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu.

Abortus inkomplit:

Adalah sebagian konsepsi telah keluar dari vakum uteri,


sebagian lagi masih tertinggal.

Abortus insipiens:

Adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks


telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih di dalam kavum uteri.

Abortus imminens:

Adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi


pendarahan per vaginam ostium masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.

Missed Abortion :

Adalah abortus dimana embrio atau fetus telah


meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 0
minggu, akan hasil konsep seluruhnya masih tertahan
dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.

Abortus habitualis:

Adalah keadaan dimana terjadinya abortus tiga kali


berturut-turut atau lebih.
3 Kriteria Diagnosa : Ada terlambat haid atau amenorea kurang dari 20
minggu . Pendarahan per vaginam, mungkin disertai
jaringan hasil konsepsi. Rasa sakit atau keram perut di
daerah atas simpisis. Diagnosis abortus imminems
ditentukan karena pada wanita hamil.
4 Diagnosa Banding :  Abortus komplit
 Abortus inkomplit
 Abortus insipiens
 Abortus imminens
 Abortus missed abortion

 Kehaliman ektopik terganggu.

5 Pemeriksaan Penunjang : Diperlukan pada abortus imminens, abortus habitualis


dan missed abortion

c. pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan


apakah janin masih hidup, menentukan prognosis

d. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed


abortion.
6 Standar Tenaga : Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan
Kandungan
7 Perawatan RS :  Rawat inap
 Umumnya setelah tindakan kuretage pasien
abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak,
yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.

8 Terapi : I. Abortus imminens

f. Istilah baring, tidur baring merupakan unsur


penting dalam pengobatan karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya
rangsang mekanis.

g. Penobarbital 3 x 30 mg sehari dapat diberikan


untuk menenangkan penderita.

II. Abortus insipiens :

Dengan kehamilan < 12 minggu yang biasanya disertai


dengan pendarahan. Penanganan terdiri atas
pengosongan uterus dengan segera. Pengeluaran hasil
konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum disusulkan dengan kerokan.

III. Abortus inkompletus

Disertai syok karena pendarahan, segera diberikan infus


intra vena NaCl fisiologi atau cairan Ringer yang
selakas mungkin dan disusul dengan darah. Setelah
syok diatasi, dilakukan kerokan pasca tindakan
disuntikkan intramuskuler ergometrin untuk
mempertahankan kontraksi otot uterus..

IV. Abortus kompletus

Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya menderita


anemis perlu diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan
supaya makanannya banyak mengandung protein,
vitamin dan mineral.

V. Missed abortion

 Kadar fibrinogen normal, jaringan konsepsi


dapat segera dikeluarkan.
 Sebaiknya bila kadar fibrinogen rendah, perbaiki
dulu dengan cara memberikan fibrinogen kering
atau darah segar.
 Setelah perbaikan lakukan kuretase.
 Tindakan kuretase pada missed abortion tidak
jarang menghadapi kesulitan karena plasenta
melekat erat dengan dinding uterus. Untuk itu
perlu ekstra hati-hati.

9 Penyulit : Ada 3 penyulit:

d. Anemia

Biasanya anemia post hemorragia. Pengobatannya


adalah pemberian darah atau komponen darah.

e. Infeksi

Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus


mendapat payung antibiotik dulu, sebelum dilakukan
evakuasi. Sedangkan tindakan evakuasi sendiri dapat
menimbulkan infeksi. Untuk itu perlu diberikan
antibiotika profilaksia.

f. Perforasi

Merupakan komplikasi tindakan kuretase

Untuk mencegah perforasi :

 Pemberian uterotonik
 Kuretase secara sistematis dan lege artis.
10 Informed Concent : Perlu, sebelum dilakukan kuretase
11 Konsultasi : Tidak ada
12 Lama Perawatan : Pasca kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali ada
komplikasi
13 Masa pemulihan : Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2
minggu
14 Output : baik
15. PA : Jaringan konsepsi dapat dikirim ke lab, Patologi anatomi
bila fasilitas memungkinkan
16 Otopsi : -

KETUBAN PECAH DINI


No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi :  Umur kehamilan lebih dari 20 minggu
 Keluar cairan jernih dari Vagina
 Pada pemeriksaan fisik : suhu normal bila tidak
infeksi
 Pada pemeriksaan obstetrik bunyi jantung janin
biasanya normal.
 Pemeriksaan inspekulo:

1. Terlihat cairan keluar dari ostium uteri

eksternum.

b. Kertas Nitrazin merah akan jadi biru.


Kriteria Diagnosa :  Fistula vesiko vaginal dengan kehamilan

 Stress inkontinensia

Diagnosa Banding :  Pemeriksaan leukosit darah, bila > 15.000/mm³


mungkin ada infeksi.
 USG : membantu menentukan usia kehamilan,
letak janin, berat janin, letak plasenta, gradasi
plasenta serta jumlah air ketuban.
 Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop
Lacnee atau dengan fetal phone atau dengan
CTG. Bila ada infeksi intra uteri atau peningkatan
suhu bunyi jantung janin akan meningkat

Pemeriksaan penunjang : Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan


Kandungan
Standar tenaga : Dokter umum atau dokter spesialis kebidanan dan
kandungan
Perawatan RS : Harus dirawat di rumah sakit sampai air
ketuban berhenti atau setelah perawatan dari
tindakan terminasi kehamilan selesai

A. Konservatif :

 Rawat di RS
 Antibiotika kalau ketuban pecah < 6 jam
(ampisilin atau eritromicin bila tidak tahan
ampisilin).
 Umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama
air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak keluar lagi.
 Bila sudah 32-34 minggu masih keluar, maka
pada usia kehamilan 35 minggu pertimbangan
untuk terminasi kehamilan sangat tergantung
pada kemampuan perawatan. Pada usia
kehamilan 34 minggu berikan steroid selama 7
hari, untuk memacu kematangan paru janin dan
kalau mungkin diperiksakan kadar lesitin dan
spingomeilin tiap minggu.

B.Aktif:

 Kehamilan : 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi


persalinan induksi dengan oksitosin,
 bila gagal à seksio sesarea.
 Pada keadaan CPD, letak lintang seksio sesarea
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika
dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

a. Bila pelvik skor < 5, diakhiri persalinan dengan


seksio sesarea.

Bila pelvik skor >5, induksi persalinan, partus per


vaginam.
Terapi  Infeksi
 Kematian janin, karena infeksi atau prematuritas.

Penyulit Untuk tindakan operatif perlu


Informed Consent
Konsultasi  Konservatif : Sangat tergantung pada usia
kehamilan, lamanya air ketuban keluar, keadaan
umum pasien.
 Aktif : partus per vaginam 3- 4 hari,

Seksio sesarca :7/ hari.


Lama Perawatan 3-5 hari
Masa Pemulihan 2 minggu
Output Sembuh total
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 2002
2. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William
Obstetrics. Eighteenth Ed. P 750-752 Appleton &
Lange, 1989.
3. Friedman, Acker, Sachs. Obstetrical Decision
Making. Second Ed. P 170 Manly, Graphig Asian
Edition, 1988.
4. Kebijakan Pelayanan Obstetri & Ginekologi
Lab/UPF Kebidanan & kandungan FK Unair /
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1982.

PERSALINAN PRETERM
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Persalinan neonatus pada usia kehamilan antara 22 dan
37 minggu lengkap, atau antara 140 dan 259 hari,
dihitung dari hari pertama haid terakhir.

Mayor :

- Kehamilan multiple

- Hidramnion

- Anomaly uterus
- Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu

- Serviks mendatar kurang dari 1 cm pada


kehamilan 32 minggu.

- Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali

- Riwayat persalinan preterm sebelumnya

- Operasi abdominal pada kehamilan preterm

- Riwayat operasi konisasi

- Iritabilitas uterus

Minor :

- penyakit yang disertai demam

- perdarahan per vaginam setelah kehamilan 12


minggu

- riwayat pielonefritis

- merokok lebih dari 10 batang/hari

- riwayat abortus trisemester II

- riwayat abortus trisemester I lebih dari 1 kali.

- Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai: 1 atau


lebih faktor resiko mayor; atau 2 atau lebih faktor risiko
minor; atau keduanya.
Kriteria Diagnosa : - usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu lengkap,
atau antara 140 dan 259 hari.

- Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap 7-8


menit sekali

- Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan bahwa


serviks telah mendatar 50-80%, atau terbuka sedikitnya 2
cm.

- Selaput ketuban seringkali telah pecah


- Merasakan gejala seperti : rasa kaku di perut
menyerupai kaku menstruasi;rasa tekanan intrapelvis,
nyeri bagian belakang

- Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin


bercampur darah
Diagnosa Banding : - Kontraksi pada kehamilan preterm

- Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat.


Pemeriksaan penunjang : - USG : Usia kehamilan, besar janin, aktifitas
biofisik, cacat bawaan, letak dan maturasi plasenta,
volume cairan amnion, kalainan uterus

- Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi


dan kekuatan kontraksi

- Pemeriksaan berkala dilatasi/pemendekan serviks

- Pemeriksaan surfaktan (amniosentesis)

- Pemeriksaan diagnosis bakterial vaginosis (pH


vagina, pewarnaan Gram, KOH)

- Pemeriksaan kultur urin

- Pemeriksaan gas dan pH darah janin


Standar tenaga : Dokter Umum, Dokter Kebidanan dan Kandungan
Perawatan RS : Semua persalinan preterm harus dirawat
Terapi - istirahat baring

- Deteksi dan penanganan terhadap factor resiko


persalinan preterm

- Pemberian obat tokolitik :

1. Golongan beta-mimatik :
o Salbutamol (Salbron, Salbuven):

Per infus : 20-50 µg/menit

Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (untuk rumatan)

1.
o Terbutalin (Bricasma)
Per infus : 10-25 ug/menit (maksimal 80 ug/menit)

Subkutan : 250ug setiap 6 jam

Per oral : 5-7,5 mg setiap 8 jam (rumatan)

Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,


takikardia, iskemia miokardial, edema paru.

1. Magnesium sulfat

Parenteral : 4-6 g/iv : pemberian bolus selama 20-30


menit infuse 2-4 g/jam (rumatan)

Efek samping : edema paru, letargia, nyeri dada, depresi


pernapasan (pada ibu dan bayi)

- Kontraindikasi penundaan persalinan

1.
o Mutlak : gawat janin, korioamnionitis,
perdarahan antepartum yang banyak
o Relatif : gestosis, diabetes melitus,
pertumbuhan janin terhambat, pembukaan
serviks lebih dari 4 cm.

- Pemeriksaan kesejahteraan janin : USG, KTG

Cara Persalinan : janin presentasi kepala : per vaginam,


dengan episiotomi lebar dan perlindungan forseps
terutama pada bayi < 35 minggu.

Indikasi seksio sesaria :

- Janin sungsang

- Taksiran berat janin kurang dari 1500 garm

- Gawat janin, bila syarat per vaginam tidak


terpenuhi

- Infeksi intrapartum bila syarat per vaginam tidak


terpenuhi

Kontra indikasi partus per vaginam lainnya (letak lintang,


plasenta previa, dll). Lindungi bayi dengan handuk
hangat, usahakan suhu 36-37‫ه‬C
Penyulit Pada bayi :

- sindroma gawat napas

- perdarahan intracranial

- trauma persalinan

- paten duktus arteriosus

- sepsis

- gangguan neurology
Informed Consent Perlu, tertulis
Konsultasi - Dokter Spesialis Anak

- Dokter Spesialis kebidanan, khususnya


perinatologi

- Dokter spesialis Anestesi


Lama Perawatan Sangat bergantung pada keadaan pasien /usia kehamilan
Masa Pemulihan Untuk Ibu :

Partus spontan à 3-4 hari

Seksio sesarea à 6-7 hari

Untuk Anak : sangat bergantung pada berat / keadaan


janin
Output -
PA -
Otopsi -
Referensi 1. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSU dr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi
Edisi III 2008

2. Cunningham MD MacDonal PC Gamt NF


Hypertensiv disorder in pregnancy. William obstetric
20th Ed 718-723, 1997

PERDARAHAN

ANTE PARTUM
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu
atau lebih.
Kriteria Diagnosa : Anamnesis

a. Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20


minggu atau lebih

b. Timbulnya pendarahan per vaginam secara spontan


tanpa melakukan aktivitas akibat trauma pada abdomen.

c. Disertai nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi


uterus.

d. Beberapa faktor predisposisi:

 Riwayat solusio plasenta


 Perokok
 Hipertensi
 Multi paritas

Pemeriksaan:

Keadaan tensi, nadi, pernafasan.

Obstetrik :

 Periksa luar :

- Bagian bawah janin belum /sudah masuk BAP.

- Ada kelainan letak atau tidak ?

 Inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri


atau dari kelainan serviks dan vagina?
 Pendarahan fornises : hanya dikerjakan pada
presentasi kepala.
 PMDO : Bila akan mengakhiri kehamilan

persalinan.
 USG

Diagnosa Banding : Solusio plasenta

Batasan : terlepasnya plasenta yang letaknya normal


pada fundus uteri/corpus uteri sebelum janin lahir.

a. Ringan:

Pendarahan kurang dari 100-200 cc, uterus tidak tegang,


belum ada tanda renjatan. Janin hidup, pelepasan
plasenta kurang dari 1/8 bagian permukaan, kadar
fibrinogen ≥ 250 mg%

b. Sedang:

Pendarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdpt tanda


pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan
plasenta ¼ – 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen
120-150 mg%

c. Berat:

Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda


rejatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta bisa
terjadi lebih dari 2 x 3 bagian permukaan atau
keseluruhan bagian permukaan.

Plasenta Previa:

Batasan :

Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga dapat


menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir

Vasa Previa :

Batasan:

Tali pusat berinsersi pada selaput ketuban dimana


pembuluh darahnya diantara lapisan amnion dan korion
melalui pembukaan serviks.
Pemeriksaan penunjang : a. Laboratorium

Hemogoblin, hematorik, rombosit, waktu pembekuan


darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
elektrolit plasma.

b. Kardiotokografi

Laenec, doppler, untuk menilai status janin.

c. USG

Menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.


Standar tenaga : Dokter umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan
kandungan.
Perawatan RS : Pasien perlu segera dirawat
Terapi Medik dan Bedah

Tidak terdapat rejatan : usia gestasi kurang dari 10


minggu TBF < 2500 gram

I. Solusi Plasenta

A. Ringan :

 Ekspektatif

- tunggu persalinan spontan, bila ada perbaikan,


pendarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin
hidup

- Tirah baring

- Atasi anemia

- USG dan KTG serial kalau memungkinkan

 Aktif

- Mengakhiri kehamilan, bila ada perburukan,


perdarahan berlangsung terus, kontraksi uterus terus
berlangsung, dapat mengancam janin/ibu

- Partus per vaginam (amniotomi/oksitosin infus)

- Bila pendarahan dan pelvik score < 5 atau persalinan


masih lama> 6 jam seksio sesarea.

B. Sedang/ Berat:
 Resusitasi cairan
 Atasi anemia ( transfusi darah)
 PDMO:

a. Plasenta previa : partus per abdominal

b. Bukan Plasenta previa : partus per vagina (


ammoniotomi pitosin infus)\

II. Vasa Previa:

 Test Apt positif ( terdapat darah janin)


 Dapat diraba pembuluh darah janin melalui
spekulum amniokopi
 Janin mati : partus per vaginam
 Janin hidup : pertimbangan partus per abdominal

III. Plasenta Previa

A. Bila perdarahan sedikit : dirawat sampai usia


kehamilan > 36 minggu, mobilisasi bertahap. Bila ada
kontraksi, lihat penanganan persalinan preterm

B. Bila perdarahan banyak

- resusitasi cairan

- Atasi anemia

- PDMO

 Plasenta previa totaslis à partus per abdominalà


sekseio sesarea
 Bukan plasenta previa totalis à partus per
vaginam

1. Tidak terdapat renjatan dengan usia gestasi 37


minggu atau lebih / TBF 2500 gram atau lebih

A. Solusio Plasentae

Ringan / sedang/ berat:

Partus per abdominal bila persalinan per vaginam


diperkirakan berlangsung lama
B. Plasenta Previa

- Plasenta previa totaslis à partus per abdominalà


sekseio sesarea

- Bukan plasenta previa totalis à partus per vaginam

C. Vasa Previa

- Janin mati : partus per vaginam

- Janin hidup : pertimbangan partus per abdominal

2. Terdapat Renjatan

1. Solusio plasenta

- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi


darah.

- Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan


penyelamat yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi
pertimbangkan untuk partus per abdominal bila janin
masih hidup atau bila persalinan per vaginam
diperkirakan berlangsung lama

1. Plasenta previa

- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi


darah.

- Bila tidak teratasi upayakan penyelamat optimal,


bila teratasi partus per abdominal.
Penyulit A. Karena penyakit:

Pada ibu:

 Renjatan
 Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
 DIC ( Disseminated Intra vascular Coagulation)
 Plasenta acreta

Atonia uteri Uterus coubelaire

 Pendarahan pada implantasi uterus di segmen


bawah.

Pada Janin:

 Asfiksia
 BLLR
 RDS

B. Karena Tindakan/terapi

Pada Ibu :

 Reaksi tranfusi
 Kelebihan cairan
 Renjatan
 Infeksi

Pada Janin :

 Asfiksia
 Infeksi

Informed Consent Diperlukan secara tertulis saat pasien masuk


Konsultasi Spesialis Anak, Spesialis Anestesi, Spesialis Penyakit
Dalam.
Lama Perawatan 7 hari (tanpa komplikasi)
Masa Pemulihan 6 Minggu setelah tindakan / melahirkan
Output  Komplikasi : diharapkan minimal/tidak ada
 Kesembuhan : diharapkan sempurna.

PA -
Otopsi -
Referensi 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William. Obstetrics.
Eigteenth Ed. Appleton & lange, 1989.

2. Friedman, Acker, Sachs, Obstetrical Decision


Making. Second Ed. Manly, Graphic Asian Edition,
1988.

3. Jeanty, Romeo, Obstetical Ultrasound. Mcgraw-Hill


Inc., 1984.

RUPTURA UTERI
No.Dokumen Revisi 0 Halaman
STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2
MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Robeknya dinding uterus, pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum
visceral.
Kriteria Diagnosa : - Sakit perut mendadak

- Perdarahan pervaginam

- Renjatan yang cenderung tidak sesuai dengan


jumlah darah yang keluar karena adanya perdarahan
intraabdominal

- Adanya lokus minoris pada rahim, trauma, partus


Diagnosa Banding : - Mola destruens

- Kehamilan ektopik lanjut terganggu


Pemeriksaan penunjang : Hemoglobin dan hematokrit darah, PO2, PCO2 dan ph
darah, elektrolit darah
Standar tenaga : Dokter Kebidanan dan Kandungan
Perawatan RS : Perawatan rutin pasca bedah (7-10 hari)
Terapi - Mengatasi syok dengan segera, termasuk infuse
cairan intravena

- Pemberian darah, oksigen dan antibiotic

- Segera, laparotomi, bila ditemukan rupture uteri


lakukan histerektomi akan tetapi pada kasus-kasus
tertentu seperti robekan yang kecil dan tidak compang-
camping dan masih segar dapat dilakukan histerografi
terutama pada mereka yang masih muda atau belum
mempunyai anak hidup

- Sumber perdarahan dihentikan


Penyulit - Sepsis

- Renjatan Irreversibel
Informed Consent Perlu
Konsultasi -
Lama Perawatan 1 minggu
Masa Pemulihan 3 bulan
Output - sembuh total
- sembuh parsial

- Fistula vesiko-vagina.
PA Jaringan uterus yang diangkat
Otopsi -
Referensi .1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William. Obstetrics.
Eigteenth Ed. Appleton & lange, 1989.

2. Friedman, Acker, Sachs, Obstetrical Decision


Making. Second Ed. Manly, Graphic Asian Edition,
1988.

ABSES TUBO OVARIAL


No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Abses Tubo-ovarial (ATO) adalah radang bernanah yang
terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii pada satu sisi
atau kedua sisi adneksa.
Kriteria Diagnosa : - Berdasarkan gejala klinis dan anamnesis pernah
infeksi daerah panggul dengan umur antara 30-40 tahun,
dimana 25-50% nya adalah nulipara.

- Pemeriksaan lab, x foto, usg, pungsi douglas


Diagnosa Banding : ATO utuh dan belum memberi keluhan :

- kistoma ovarii, tumor ovarium.

- kehamilan ektopik yang utuh.

- abses peri-apendikuler.

- mioma uteri.

- hidrosalping.

ATO utuh dengan keluhan :

- perforasi apendik.
- perforasi divertikel/abses divertikel.

- perforasi ulkus peptikum.

- kelainan sitemik yang memberi distres akut


abdominal.

- kistoma ovarii terinfeksi atau terpuntir.

Pemeriksaan penunjang : - Pemeriksaan laboratorium; lekositosis ( 60-80%


dari kasus ), peningkatan LED.

- X foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda


ileus, dan atau curiga adanya masa di adneksa.

- Ultrasonografi; bisa dipakai pada kecurigaan


adanya ATO atau adanya masa di adneksa, melihat ada
tidaknya pembentukan kantung-kantung pus, dapat untuk
evaluasi kemajuan terapi.

- Punksi Douglas dilakukan bila pada VT : cabum


Douglas teraba menonjoL Pada ATO yang utuh,
mungkin didapatkan cairan akibat reaksi jaringan. Pada
ATO yang pecah atau pada abses yang mengisi cavum
Douglas, didapat pus pada lebih 70% kasus.

Standar tenaga : Dokter Kebidanan dan Kandungan


Perawatan RS : 7 hari atau lebih tergantung komplikasi
Terapi Curiga ATO utuh tanpa gej ala :

- Antibiotika, dengan masih dipertimbangkan


pemakaian golongan :

Doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 1 minggu, atau

Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama 1 minggu.

- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam


14 hari ata.u makin membesar adalah indikasi untuk
penanganan lebih lanjut, dengan kemungkinan untuk
laparatomi.

ATO utuh dengan gejala :


- Masuk Rumah Sakit, tirah baring posisi ”semi
Fowler”, observasi ketat tanda vital dan produksi urine,
periksa lingkar abdomen, k/p pasang infus PZ.

- Antibiotik masif ( bila,mungkin gol. Beta lactan) ,


minimal 48-72 jam.

Gol. Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari, iv selama 5-7 hari dan

Gentamin 55 mg/kg BB/hari, iv/im. Terbagi dalam


2x/hari selama 5-7 hari dan Metronida7ole I gr rek.sup
2 xihari atau,

Kloramfenikol 50 mg/kg BB/hari, iv selama 5 hari

Metronidazol atau sefalosporin generasi III 2-3 x I


gr/sehari dan Metronidazol 2 x 1 gr selama 5-7 hari.

- Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi.

- k/p dilanjutkan laparatomi : SO unilateral, atau


pengangkatan seluruh organ genitalia interna.

ATO yang pecah, merupakan kasus darurat : dilakukan


laparatomi, pasang drain, kultur nanah.

- setelah dilakukan laparatomi, diberikan Sefalosporin


generasi III dan Metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari ( 1
minggu ).
Penyulit ATO yang utuh :

- pecah sampai sepsis, terinfeksi dikemudian hari,


ileus, infertilitas, kehamilan ektopik.

ATO yang pecah :

- syok sepsis, abses intra abdominal, abses


subkronik, abses paru / otak.
Informed Consent Perlu sebelum dilakukan tindakan
Konsultasi Penyakit dalam, bedah, anastesi
Lama Perawatan 7 hari atau lebih
Masa Pemulihan 2 minggu
Output Sembuh, berulang, menetap
PA Perlu
Otopsi -
Referensi 1. Hutabarat H; Radang dan beberapa penyakit lain in
pada alat genitalia wanita, dalam Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 1982. Edisi pertama, hal.
233.

2. Jones III, HW : Tubolarian Abscess, in Novak’s


Textbook of Gynecbtogy, William A,

Cynningham F.C.: Pelvic infection, ini Current


Obstetrics & Gynaecdlogic Diagnosis

& Treatment, Lange Medical Publication, California,


3rd.ed, 314, 1980.

3. Nasabitt Robert EL : Pelvic infections, in Rypine


Medical Licensus Examination. JB Lippincott Coy,
Philadelphia, 14th.ed, 857-8, 1985.

PARTUS KASEP
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Partus kasep adalah suatu keadaan dari suatu persalinan
yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama
sehingga timbul komplikasi ibu maupun anak
Kriteria Diagnosa : . Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi :

1. Dehidrasi : nadi cepat dan lemah.

2. Meteorismus.

3. Febris.

4. His hilang atau melemah.

II. Tanda-tanda infeksi intra uterin

1. Keluar air ketuban berwarna keruh kehijauan dan


berbau kadang bercampur mekonium.
2. Suhu rektal > 37,6° C

III. Tanda-tanda rahim robek ( ruptura uteri )

1. Perdarahan melalui ostium uteri eksternum.

2. His hilang.

3. Bagian anak mudah diraba dari luar.

4. Periksa dalam : bagian terendah janin mudah

didorong ke atas.

5. Robekan dapat meluas sampai serviks dan

vagina.

IV. Tanda-tanda gawat janin.

1. Air ketuban bercampur mekonium.

2. Denyut jantung janin takikardi / bradikardi /

ireguler.

3. Gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerakan

yang konvulsive).

Keadaan umum Ibu :

1. Dehidrasi

2. Panas

3. Meteorismus

4. Syok

5. Anemia

6. Oliguria.

II. Palpasi
1. His lemah atau hilang

2. gerak janin tidak ada

3. Janin mudah diraba

III. Auskultasi

Denyut jantung janin :

- Takikardi / bradikardi

- Ireguler

- Negatif ( bila anak sudah mati )

IV. Pemeriksaan dalam

1. Keluar air ketuban yang keruh dan berbau bercampur


mekonium.

2. Bagian terendah anak sukar digerakkan bila rahim


belum robek, tetapi mudah didorong bila rahim sudah
robek, disertai keluarnya darah.

3. Suhu rektal > 37,6° C.

Diagnosa Banding : Kehamilan / persalinan dengan infeksi ekstra genital :

- Selisih rektal dan aksiler tidak lebih dari 0,5° C.

- Ketuban biasanya masih utuh.


Pemeriksaan penunjang : Laboratorik, USG
Standar tenaga : Dokter umum dan spesialis kandungan
Perawatan RS : Perawatan Bertujuan :

I. Memperbaiki keadaan umum ibu

1. Koreksi cairan ( Rehidrasi ).

2. Koreksi keseimbangan asam basa.

3. Koreksi keseimbangan elektrolit.


4. Pemberian kalori.

5. Pemberantasan infeksi.

6. Penurunan panas. ‘

II. Mengakhiri persalinan tergantung

l. Sebab kemacetan.

2. Anak hidup / mati.

Sebaiknya perbaiki dulu keadaan ibu dengan cepat (


dalam waktu 2-3 jam ), kemudian dilanjutkan tindakan
mengakhiri persalinan.
Terapi 1. Perbaikan keadaan umum ibu.

1. Pasang infus set / “blood transfusion set” yang cukup


adekuat ( No. 16-18 ) dan kateter urine ( ditampung ).

2. Beri cairan dan kalori serta elektrolit

- Normal saline : 500 cc

- Dextrose 5 – 10 % : 500 cc

Dalam 1- 2 jam pertama selanjutnya tergantung :

a. Urine produksi

b. BJ Plasma (bila perlu )

Cairan dapat diberikan menurut kebutuhan.

3. Koreksi asam basa dengan dengan pengukuran C02


darah dan pH ( bila perlu ).

4. Pemberian antibiotik spektxum luas secara parenteral.


Derivat :

- Ampicillin 3 x I gr/hari selama 2 hari, dilanjutkan 4 x


500 mg/hari per.os selama 3 hari dan

Gentamisin 60-80 mg, 2-3 x sehari selama 5 hari, atau


Sefalosporin generasi III 1 gr, 2-3 x sehari selama 5-7
hari.

Kombinasi dengan :

- Metronidazole 2 x 1 gr rektal supositoria per hari,


selama 5-7 hari. 5. Penurunan panas
:

- Antipiretika parenternal xyllomidon 2cc i.m.

- Kompres basah.

Pengakiran persalinan

Tergantung kondisi saat itu

Bila : Pembukaan lengkap

Syarat-syarat persalinan pervaginam terpenuhi maka


persalinan dilakukan pervaginam dengan mempercepat
kala II (Vaccum/Forcep atau perforasi kranioklasi ).

Bila : Pembukaan belum lengkap

Syarat pervaginam tidak terpenuhi ——> seksio sesar.


Penyulit Ibu .

1. Infeksi sampai sepsis.

2. Asidosis, dan gangguan elektrolit.

3. Dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ.

4. Robekan jalan lahir.

5. Robek pada buli-buli vagina, rahim dan rektum.

II. Anak

1. Gawat janin dalam rahim sampai meninggal.

2. Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat

menimbulkan cacat otak menetap.


3. Trauma persalinan :

Patah tulang dada, lengan, kaki, kepala karena


pertolongan persalinan dengan tindakan.

Informed Consent Perlbelum tindakan


Konsultasi Penyakit dalam , Anak
Lama Perawatan 3-7 hari
Masa Pemulihan 2 minggu
Output baik
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Benson. Current -Obs & Gin Diagnostic & Therapy.
5th Edition, 1985, p. 925-945. Hange & Maruzeni. .

2. Danforth & Scott. Obstetrics & Gynecology. 5th


Edition, 1986, p. 690-721.

3. William Obstetrics. XVII Edition, 1985, p : 641-732.

LETAK SUNGSANG
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR ……………. 1 dari 2


PELAYANAN Tanggal Terbit : Ditetapkan,
MEDIS
………………… Direktur
Definisi : Disebut letak sungsang apabila janin terlihat membujur dalam rahim
dengan bokong pada bagian bawah.

- Tergantung dari bagian janin mana yang terendah, dapat dibedakan :

a. letak bokong

b. letak bokong kaki

c. letak kaki
Kriteria Diagnosa : Pemeriksaan fisik.

1. Palpasi

Leopold I : kepala /”ballotement” di fundus.


Leopold II : teraba punggung disatu sisi, bagian-bagian kecil disisi
lain. Leopold III dan IV: bokong teraba dibagian bawah rahim.

2. Ultrasonografi

Dipertahankan untuk :

- konfirmasi letak janin apabila pemeriksaan fisik tidak jelas. –


menentukan letak plasenta.

- menentukan kemungkinan adanya cacat bawaan.

3. X-foto ( bila perlu )

- menentukan posisi tungkai bawah /Frank Breech

- konfirmasi letak janin.

- menentukan habitus kepala janin.

- menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak (


Hidrosefalus, Anensefalus ).

Diagnosa Banding : Letak kepala


Pemeriksaan pen : USG, X FOTO
unjang
Standar tenaga : Dokter umum/ spesialis kebidanan dan kandungan
Perawatan RS : Inpartu
Terapi . Antenatal

- Kewaspadaan terhadap kasus letak sungsang sudah dimulai sejak


kehamilan 24 minggu.

- Bila pada kehamilan 28-30 minggu masih didapatkan letak sungsang,


maka dilakukan ultrasonografi untuk mencari kemungkinan adanya
kelainan letak plasenta ( plasenta previa ), cacat bawaan atau kelainan
bentuk rahim.

- Apabila pada pemeriksaan USG tidak ditemukan kelainan, maka


dicoba / dilakukan versi luar ke letak kepala ( tanpa paksaan ).

Dengan catatan : bahwa tidak didapatkan suatu kontra indikasi untuk


tindakan versi luar ( VL ).
- Penderita diminta kontrol seminggu kemudian.

- Apabila versi luar gagal, penderita diminta kontrol seminggu kemudian


dan dicoba versi luar ( VL ) sekali lagi, bila gagal maka VL tidak dilakukan
lagi.

2. Persalinan

2.1. Pada kasus dimana versi luar berhasil, maka penatalaksanaan


persalinan seperti pada letak kepala. ,

2.2. Pada kasus dimana versi luar gagai / janin tetap letak, sungsang, maka
penetalaksanaan persalinan lebih waspada.

2.3. Persalinan diakhiri dengan seksio sesar apabila :

a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar / berbahaya ( Feto Pelvic


Disporposi atau skor Zatuchni Andros kurang dari 3).

b. Tali pusat menumbang pada :

- primigravida

- multigravida ( Kala I )

c. Didapatkan suatu kemacetan persalinan / distosia.

Yang dimaksud distosia dalam hal ini adalah :

- fase laten lebih dari 14 jam

- ”protracted active phase”

- ”secondary arrest of dilalation”

- ”prolonged second stage” (= 1 jam mengejan bokong tidak lahir )

d. Kehamilan prematur ( EFW 2000 gr atau lebih )

3. Pada dasarnya oksitosin drip pada letak sungsang tidak dianjurkan oleh
karena deteksi kemungkinan adanya CPD / FPD sulit

Skor Zachtuchni Andros :

0 1 2
Paritas Primi Multi –
Pernah su Tidak 1x >2x

EFW > 3630 3629-3176 > 3176

Usia Kehamilan > 39 mg 38 mg < 37 mg

Stasion < -3 –2 4

Dilatasi 2 3 4

Syarat : Z.A. skor hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau EFW diatas
2500 gram. Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominan.

Skor 4 : perlu evahtasi lebih cermat.

Skor lebih dari 5 : persalinan pervaginam


Penyulit After caming head, FPD
Informed Consent Perlu
Konsultasi -
Lama Perawatan 3-7 hari
Masa Pemulihan 2 minggu
Output Baik
PA -
Otopsi -
Referensi Brenner, WE Management at breech presentation, in advance in clinical
obstetrics and gynecology. Edited by H.J. Osofeley. p. 95, Williams &
Vilkins, Baltimqre, 1982.

2. Cunninghan, Mac Donald, Cant. A. William Obstetric, Eighteenth EA.


Appleton & Lange, 1989.

3. Friedman, Acker, Sachs. Obstetrical Decision Making. Second ed.


Manly Graphic Asian Edition 19.88. .

4. Pritchard, J.A. Mc. Donald, PC, Gant, NF,. William Obstetrics 17 th ed


Appleton -Century, Crafts, Norwalk, 1985, pp 651-659.

POST DATE
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR ……………. 1 dari 2


PELAYANAN MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Kehamilan Post Date ialah : Kehamilan yang lamanya
melebihi 42 minggu ( 294 hari ) dihitung dari hari pertama
haid terakhir atau 14 hari setelah perkiraan tanggal
persalinan yang dihitung menurut rumus NAEGELE,
dengan asumsi siklus haidnya 28 hari.

Kriteria Diagnosa : Untuk membuat diagnosis kehamilan post date diperlukan


kecermatan dalam menentukan usia kehamilan yang tepat.
.

2. Apabila tidak dilakukan pencatatan pada usia


kehamilan muda maka Akan terlambat untuk mengatakan
suatu kehamilan menjadi post date.

3. Menentukan usia kehamilan secara tepat memang


tidak mudah terutama bila Hari Pertama Menstruasi
terakhir tidak jelas.

4. Data lain yang mungkin dapat membantu dalam


menentukan umur kehamilan ialah riwayat penggunaan
obat-obat induksi ovulasi, pemakaian hormonal kontrasepsi
dan saat mulai dirasakannya gerakan janin oleh si ibu
(”Quikening”).

Pengukuran fundus uteri setinggi umbilikus pada


kehamilan 20 minggu dapat dipakai sebagai indikator
dalam menentukan umur kehamilan.

5. Pemeriksaan USG menjadi “gold standard” untuk


mengkonfirmasi anamnesa dan pemeriksaan
fisik. ,
Cont

Diagnosa Banding : Persalinan aterm

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan Penilaian Kesejahteraan janin

( Mulai dikerjakan pada usia kehamilan 41 minggu )


- USG : Pengukuran biometrik janin / letak plasenta.

Deteksi kelainan cacat bawaaan, pengukuran jumlah air


ketuban dengan ”Amniotik fluid index” ( AFI ).

- Pemantauan detik jantung janin :

”Non Strees Test” ( NST ) / ”Stress Test”.

- Penentuan maturasi janin dengan pemeriksaan cairan


ketuban ( ”shake test” atau L/S rasio ) harus dikerjakan bila
pemeriksaan USG menunjukkan usia kehamilan 35
minggu.

Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan Skor


pelvik ( PS ) menurut cara Bush op.

- Amnioskopi untuk menentukan warna air ketuban (


bila mana perlu dilakukan amniotomi ).

Standar tenaga : Dokter umum dan spesialis kebidanan dan kandungan


Perawatan RS : Perawatan untuk termainasi
Terapi Pada dasarnya penatalaksanaan post date adalah :
Merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran
kehamilan : berdasarkan hasil penilaian kesejahteraan
janin.

1. Penilaian Kesejahteraan Janin jelek :

a. Bila Skor pelvik : matang (> 5)

Amniotomi : jernih ————–> Drip oksitosin

keruh ————–> Seksio Sesar

b. Bila Skor Pelvik belum matang ( < 5 ) –> SC

2. Penilaian Kesejahteraan Janin ragu-ragu :

a. Biala Skor Pelvik : matang ( PS > 5)

Amniotomi : jernih ————–> Drip oksitosin

keruh ————–> Seksio Sesar


b. Bila Skor Pelvik belum matang (< 5)

Tirah baring 1 hari kemudian penilaian kesejahteraan janin


di ulang hari berikutnya.

Bila hasilnya jelek ——–> Seksio Sesar

ragu-ragu ——–> Seksio Sesar

baik ——-> Penilaian kesejahteraan secara


ini –> sampai induksi persalinan memungkinkan.( PS > 5 )

3. Penilaian Kesejahteraan Janin baik

Bila Skor pelvik : matang ( > 5) drip oksitosin tanpa

amniotomi.

Bila Skor pelvik belum matang ( PS < 5).

Tunggu dengan melakukan penilaian janin secara seri,


dilakukan NST sekurangkurangnya 1 x seminggu s/d PS >
5 untuk dilakukan drip oksitosin.

Bila hasil penilaian kesejahteraan janin secara seri ragu-


ragu atau jelek lihat bagan penilaian kesejahteraan janin
ragu-ragu atau jelek.

CATATAN:

1. Bila drip oksitosin dinyatakan gagal pada kasus-kasus


dengan amniotomi dilakukan seksio sesar, pada kasus-
kasus tanpa amniotomi keesokan harinya dilakukan
penilaian kesejahteraan janin ulang kemudian dilihat hasil
penilaian kesejahteraan janin dan diikuti bagan skema
penilaian kesejahteraan janin seperti diatas.

2. Yang dimaksud dengan hasil penilaian kesejahteraan


janin ialah has il NST, dan jumlah cairan ketuban.

3. NST belum tersedia di RSUIT


Penyulit Janin distress, asfiksia. Iufd
Informed Consent Sebelum tindakan
Konsultasi Pediatric
Lama Perawatan 3-5 hari
Masa Pemulihan 2 minggu
Output Baik
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Lagrew D.C, Freeman R.K. Management of postdate
pregnancy Am J Obstet Gynecol. 1986; 154: 8-13.

2. Phelan J.P. The Post dat Pregnancy : An overview


Clinical Obstetrics and Gynecology. Editors : Pitkin R.M.
Scott J.R. 1989 ; 32 : 221-7.

3. AHM M.O., Phelan J.P. Epidemiologic Aspect of the


Postdate Pregnancy Clinical Obstetri and Gynecology.
Editors : pitkin R.M., Scott J.R. 1989 ; 32: 228-34.

4. Sims M.E., Wlather F.JK. Neonatal morbidity and


mortality and Long-term out-come of postdate infants.
Clinical Obstetrics and Gynecology. Editor :Pitkin R.M.
Scott J.R. 1989 ; 32 : 285-93.

VAGINOSIS BAKTERIAL
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Infeksi vagin yang disebabkan oleh berkembangbiaknya
flora normal akibat hilangnya kuman laktobasilus yang
memproduksi hidrogen peroksida.
Kriteria Diagnosa : Gx Keputihan berbau terutama post co, kumat kumatan .
keputihan bau amis, putih abu-abu, menempel dinding
vagina, ph vagina> 4.5. ditemukan clue cel,
pemberian KOH pada fluor akan memberi bau amis
seperti ikan
Diagnosa Banding : Vaginosis trikomoniasis

Vulvovaginal kandidiasis
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan mikrobiologi, KOH, pH
Standar tenaga : Dokter umum dan spesialis kandungan
Perawatan RS : MRS bila ada penyulit
Terapi Metronidazole : d o c 500mg tiap 12 jam/po selama 7
hari
Metronidazole : 2 gr/ dosis tunggal

Clindamycine 300 mg tiap 12 jam /po 7 hari

Metronidazole : pervaginam 1 gr tiap 12 jam selama 5


hari

Penyulit 1.
1. Pada kehamilan resiko abortus, partus
prematurus, khorioamnionitis
2. Endometritis
3. Adnexitis

Informed Consent -
Konsultasi -
Lama Perawatan 3-5 hari
Masa Pemulihan Seminggu
Output Baik
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Soper David E Novaks Gynecologi edisi XIIp
429-445
2. Carter James E, Pelvic Inflamatory disease ,
pelvic pain diagnosis and management. Lippincot
William 8c Wilkin. Edisi tahun 2000 bab IX

VAGINITIS TRICHOMONIASIS
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Infeksi vagina yang disebabkan oleh parasit trichomonas
vaginalis, merupakan penyakit yang ditularkan melalui
hubungan sex (STD)
Kriteria Diagnosa : Sebagian besar asimtomatis, fluor berlebihan , purulen,
bau, pruritus, parah dinding vagina kemerahan dengan
bercak putih , cerviks seperti strawberi (colpitis
macularis), ph>5 ditemukan trikomonas dapat pula clue
cel
Diagnosa Banding : Vaginosis bacterial

Vulvovaginal kandidiasis
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan parasit, pH
Standar tenaga : Dokter umum dan dokter spesialis kandungan
Perawatan RS : Bila ditemukan penyulit
Terapi Metronidazole : d o c 500mg tiap 12 jam/po selama 7
hari

Metronidazole : 2 gr po / dosis tunggal 3-5 hari

Pengobatan pasangan dengan obat yang sama

Penyulit Pada kehamilan resiko abortus, partus prematurus,


khorioamnionitis
Informed Consent -
Konsultasi -
Lama Perawatan -
Masa Pemulihan 1 minggu
Output Baik
PA -
Otopsi -
Referensi 1.
1. Soper David E Novaks Gynecologi edisi
XIIp 429-445
2. Carter James E, Pelvic Inflamatory
disease , pelvic pain diagnosis and
management. Lippincot William 8c
Wilkin. Edisi tahun 2000 bab IX

VULVOVAGINAL KANDIDIASIS
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Infeksi vagina yang disebabkan oleh candida albicans
atau specialis C glabrata, C tropicalis
Kriteria Diagnosa : Keputihan seperti susu, gatal, pruritus,di daerah vulva,
nyeri dansaat koitus
Diagnosa Banding : Vaginosis trikomoniasis

Vaginosis bakterial
Pemeriksaan penunjang : KOH
Standar tenaga : Dokter umum dan dokter spesialis kandungan
Perawatan RS : Bila ada penyulit
Terapi 1.
1. Ringan –Fluconazole 150 mg/oral dosis
tunggal, bila tidak membaik 3 hr diberi
penambahan.
2. Berat :

- Clotrimazole 100mg / intravaginal/ dosis tunggal


selama 7 hari

Clotrimazole 100mg / intravaginal/ tiap 12 jam selama 3


hari

Clotrimazole 500 mg / intravaginal/ dosis tunggal

1.
1. Krim hidrokortison 1% menghilangkan
gatal dan perih
2. Kasus kronis

- ketoconazole 400mg atau fluokonazole 200mg/ dosis


tunggal/hari sampai keluhan hilang, dilanjutkan
ketoconazole 400mg atau fluokonazole 150mg/minggu
selama 6 bulan
Penyulit Pada kehamilan resiko abortus, partus prematurus,
khorioamnionitis
Informed Consent -
Konsultasi -
Lama Perawatan 3-7 hari
Masa Pemulihan 2 minggu
Output Baik
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Soper David E Novaks Gynecologi edisi XIIp
429-445
2. Carter James E, Pelvic Inflamatory disease ,
pelvic pain diagnosis and management. Lippincot
William 8c Wilkin. Edisi tahun 2000 bab IX
PROLAP UTERI
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Turun atau keluarnya sebagian atau seluruh uterus dari
tempat asalnya melalui vagina sampai mencapai atau
melewati introitus vagina

1. Derajat I : berdiri atau mengejan posisi cx distal 1


cm diatas ring hymen
2. Derajat II : berdiri atau mengejan posisi cx 1 cm
diatas atau di bawah ring himen
3. Derajat III : berdiri atau mengejan posisi cx distal
lebih 1 cm ring hymen tetapi penojolannya tidak
lebih panjang vagina dikurangi 2 cm
4. Seluruh uterus diluar vagina

Kriteria Diagnosa : - Pem Klinis dan ginekologis ,

- Klinis perasaan berat perut bawah , benjolan


introitus vagina saat duduk dan berdiri, hilang posisi
tidur

- Gangguan berkemih, uretra terlipat didepan

- Kontipasi

Diagnosa Banding : Elongasi cer viks

Cystocele

Enterokele

Rektokele

Kelemahan dinding vagina lateral


Pemeriksaan penunjang : -
Standar tenaga : Dokter umum dan dokter spesialis kandungan
Perawatan RS : Bila operatif
Terapi - tanpa keluhan tidak perlu pengobatan

- gr I/II latihan kegel

- gr III/IV operatif, bila menolak pesarium

- pasca menopause ; pesarium dengan estrogen :

- estrogen

- pessarium harus dikontrol tiap bulan

- bila terdapat inkontinensia urine, rektokel,


enterokel –histerektomi laparatomi/pervaginal dengan
kolporafi anterior
Penyulit ISK
Informed Consent Sebelum tindakan
Konsultasi -
Lama Perawatan Histerektomi 5-7 hari
Masa Pemulihan 2 minggu
Output Baik
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Wall l lewis. Incontinence, prolapse and disorder
of the pelvic floor.Novaks gynecologi. Edisi 12
bab 12
2. Cardoso L Urogynecology. Edisi I tahun 1997
bab 21 p321-350

INFERTILITAS
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Ketidakmampuan pasangan suami istri mewujudkan
konsepsi, hamil, melahirkan, meskipun senggama teratur
(2-3 kali seminggu) selama minimal 12 bulan tanpa
proteksi
Kriteria Diagnosa : Belum punya putra 12 bulan

Abortus berulang

Diagnosa Banding : -
Pemeriksaan penunjang : Analisis sperma

Laparaskopi-histeroskopi

Uji pasca senggama

Histerosalfingogrfi (HSG)

Pemeriksaan panas badan basal/ body basal temperatur

Biopsi endometrium

Standar tenaga : Dokter spesialis kebidanan dan kandungan


Perawatan RS : Bila akan dilakukan tindakan
Terapi Sesuai dengan kelainannya dari factor suami atau istri
seperti induksi ovulasi, konservatif, koreksi bedah
rekonstruksi, IUI, IVF-ET
Penyulit -
Informed Consent Perlu sebelum dilakukan tindakan
Konsultasi Penyakit dalam, andrologi, bedah
Lama Perawatan 5-7 bila dilakukan tindakan bedah
Masa Pemulihan 2 minggu setelah operasi
Output Baik bila dapat dikoreksi
PA -
Otopsi -
Referensi 1. Samsulhadi.Alur pemeriksaan pasangan infertile.
Protap Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSU dr
Sutomo Surabaya, 2002
2. Saifudin AB Djajaditaga, Affandi B, Bimo
Pengorganisasian dan pengelolaan pelayanan
infertilitas, NRC POGI-YBPSP, 1996
3. Seibef Machelle M Diagnostic evaluation of an
infertie couple, Infertility a comprehensive text,
2nd ed Appleton & Lange 3-27, 1997

DISTOSIA
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Persalinan abnormal yang ditandai oleh kelambatan atau
tidaknya kemajuan proses persalinan dalam ukuran
satusan waktu tertentu
Kriteria Diagnosa : Distosia terjadi dalam kala I dan II

Fase persalinan : dalam kala I dan II sehubungan dengan


proses membukanya serviks ialah :

- Kala Laten : mulai pembukaan 0-diameter 3 cm

- Fase akselerasi : pembukaan 3 menjadi 4 cm

- Fase dilatasi maksimal : pembukaan 4 menjadi 9 cm

- Fase deselerasi : pembukaan lengkap sampai bayi lahir

Ukuran satuan waktu :

Fase laten : 8 jam

Fase akselerasi : 2 jam

Fase dilatasi maksimal : 2 jam

Fase deselerasi : 2 jam

Kala II : primigravida 1 ,5 jam

Multigravida 1 jam

Parameter untuk menilai proses kemajuan persalinan :

- Pembukaan serviks dihubungkan dengan fase


persalinan

- Ukuran satuan waktu setiap fase persalinan

- Turunnya presentasi janin ( bidang hodge atau


station )

- Perubahan presentasi janin

- Perubahan posisi janin

- Molase dan dan kaput suksedaneum

- Persalinan normal adalah proses yang progresif


yang berlangsung dalam batas waktu tertentu. Apabila
batas waktu tersebut dilampui tanpa diikuti oleh
kemajuan proses persalinan maka dianggap telah
berlangsung persalinan abnormal dan distosia.
Diagnosa banding : Apabila telah dilakukan analisa proses kemujuan
persalinan dan dijumpai distosia , maka harus dicari
penyebab distosia yang mungkin berasal dari salah satu
faktor ataupun gabungan dari beberapa faktor berikut :

Kelainan tenaga

Kelainan janin

Kelainan jalan lahir

Pemeriksaan penunjang : USG

Standar tenaga : Dokter umum dan spesialis kebidanan dan kandungan


Perawatan RS : Rawat inap

Bila direncanakan sc atau tindakan yang ada


kemungkinannya untuk prosedur anastesi maupun sc
harus dilakukan di RS
Terapi Disesuaikan dengan sebab distosia, misalnya :

Akselerasi persalinan

Ekstraksi
Sc
Penyulit Ibu : partus lama, infeksi intrapartum, ruptura uteri,
fistula, perlukaan jalan lahir

Janin / bayi : asfiksia, cidera, kematian


Informed Consent Tertulis, perlu saat penderita MRS
Konsultasi -
Lama Perawatan 4-5 hari untuk persalinan pervaginam

6-7 hari sc
Masa Pemulihan 42 hari untuk persalinan pervaginam

3 bulan untuk sc
Output Ibu bayi sehat tanpa komplikasi
PA -
Otopsi -
Referensi 1. . Benson. Current -Obs & Gin Diagnostic & Therapy.
5th Edition, 1985, p. 925-945. Hange & Maruzeni. .

2. Danforth & Scott. Obstetrics & Gynecology. 5th


Edition, 1986, p. 690-721.

3. William Obstetrics. XVII Edition, 1985, p : 641-732.

4. Standar pelayanan medis vol 1 edisi 2 1997

KANKER SERVIKS
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Keganasan pada mulut rahim atau serviks
Kriteria Diagnosa : Gejala klinis perdarahan sesudah senggama yang
kemudian berubah menjadi metrorragi, fluor yang
berbau, nyeri, odema, gx penjalaran organ

Pemeriksaan fisik, ginekologik, penunjang

Diagnosa Banding : Ca endometrium


Ca ovarium
Pemeriksaan penunjang : Pap smear

Kolposkopi

Biopsi

Dilatasi dan kuretaseboratorium

Konisasi

Labortorium

Radologi

Usg

Endoskopi

Standar tenaga : Dokter spesialis kandungan


Perawatan RS : Perlu dilakukan bila akan dilakukan tindakan diagnostik
atau terapetik, atau ada komplikasi
Terapi Tergantung stadium

Stadium I sampai IIa Histerektomi Radikal dan getah


bening pelvis ( operasi radikal Wetheim), kadang perlu
tambahan ajuvan sitostatika atau radiasi tergantung
temuan saat operasi atau PA

Stadium IIb sampai III pengobatan/ penyinaran /


radioterapi dan atau sitostatika

Stadium akhir pengobatan paliatif


Penyulit Metastasis , kegagalan organ

Efek samping terapi


Informed Consent Perlu tertulis sebelum tindakan atau terapi
Konsultasi Penyakit dalam, bedah
Lama Perawatan 3-5 hari untuk persiapan operasi

7-15 hari perawatan post op


Masa Pemulihan Istahat 1 bulan setelah operasi untu ca cerviks tanpa
komplikasi
Output Respon komplit, tidak komplit, tidak berubah atau
progesif
PA Seluruh jaringan hasil op
Otopsi -
Referensi 1. Abdullah MN Soedoko R. peran sitologi pada
pemeriksaan pap test dalam deteksi dini 1990
2. Aziz MF, Kampono N Syamsudin S Djakaria M
manual prekanker dan ca servis uteri 1985
3. Bag/ SMF ilmu kebidanan dan penyakit
kandungan. RSU dr Sutomo Surabaya. Pedoman
diagnosis dan terapi . Ed III. 2008

MIOMA UTERI
No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur
Definisi : Tumor jinak lapisan miometrium rahim dengan sifat
konsistensi padat kenyal, berbatas jelas dan memiliki
pseudokapsul bisa soliter atau multiple dengan ukuran
mulai mikroskopis samapi > 50kg

Letak tumor bisa :

Submukus, intramural, subserus,intraligamenter, servik,


bertangkai (pedunculated), parasitic (wandering)
Kriteria Diagnosa : v Gejala klinis :

1. bisa tanpa gejala


2. rasa penuh atau berat di perut bagian bawah atau
benjolan yang padat dan kenyal.
3. gangguan haid atau perdarahan abnormal uterus
(30%) : menoragi, metroragi, dismenore
4. gangguan akibat penekanan tumor :
disuria/polakisuri, retensio urine, overflow
incontinence,konstipasi, varices, edema tungkai

v Palpasi abdomen : tumor daerah atas pubis atau


abdomen bagian bawah padat kenyal, berdungkul, tidak
nyeri, berbatas jelas mobil bila tidak ada perlekatan
v Pemeriksaan bimanual bisa menyatu atau berhubungan
dengan rahim

Diagnosa Banding :

Kehamilan

Neoplasma ovarium

Endometriosis

Kanker Uterus

Kelainan bawaan rahim


Pemeriksaan penunjang :

v USG pada kasuis terpilih

v Kuret dan pemeriksaan PA pada kasus perdarahan

v D/K bertingkat pada penderita disertai dengan


pendarahan untuk menyingkirkan patologi lain pada
endometrium ( hiperplasia endometrium atau
adenokarsinoma endometrium)

v Tes kehamilan

Standar tenaga : Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan


Kandungan
Perawatan RS : Dirawat bila disertai pendarahan hebat anemia graantvis
atau bila direncanakan pembedahan
Terapi Tergantung : ukuran tumor, keluhan atau komplikasi ,
umur dan paritas

1. ukuran myoma kurang dari 12 minggu :


1. tanpa keluhan : observasi 3-6 bulan, bila
membesar atau komplikasi pertimbangkan
operasi
2. dengan keluhan perdarahan ;

- koreksi anemi dengan tranfusi bila Hb< 8 gr%


- kuret bila Hb> 8gr% kecuali perdarahan profus

- tujuan kuret : menghentikan perdarahan,


pemeriksaan PA menyingkirkan kemungkinan keganasan
atau penyakit lain, bila tidak ganas tergantung umur dan
paritas

- umur< 35th, ingin anak terapi konservatif, bila


gagal operasi

- umur >35th , anak>2 dilakukan operasi

1. ukuran myoma lebih 12 minggu

- operatif

- bila perdarahan kuret PA dulu setelah aneminya


dikoreksi

- Antibiotika bila ada infeksi

1. konservatif

- bila anemi beri tablet zat besi tiap 8 jam /hari

- pemberian kombinasi vit sehari sekali

- diit TKTP

- pengawasan besar tumor dan keluhannya 3-6


bulan

- Dipertimbangkan obat untuk mengurangi kadar


estrogen dan progesteron dalam darah misal GnRH

1. operatif

- Bila masih ingin anak : miomektomi

- Usia 35-45 th histerektomi dan unilateral


salfingooophorektomi

- Usia >45 th histerektomi dan bilateral


salfingooophorektomi
Penyulit  Pendarahan sampai anemi
 Torsi pada yang bertangkai
 Infeksi
 Degenerasi merah ( degenerasi karneus) sampai
nekrotik
 Degenerasi ganas (miosarkoma)
 Degenerasi hialin dan kistik
 Infertilitas

Informed Consent Sebelum pembedahan , penjelasan tentang semua


tindakan yang akan dilakukan, resiko, dll Khusus pada
tindakan miomektomi perlu dijelaskan kemungkinan
berulangnya penyakit atau pengangkatan uterus
pada saat pembedahan
Konsultasi Tidak ada
Lama Perawatan  1 hari pasca D/K
 6 hari pasca histerektomi, miomektomi

Masa Pemulihan  2 minggu pasca D/K


 6 Minggu pasca histerektomi miomektomi

Output  Sembuh tanpa komplikasi


 Penyakit berulang kembali pasca miomektomi

PA Pemeriksaan histopatologi dari spesimen pembedahan


Otopsi Mencari sebab kematian
Referensi 1. Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSU dr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis
dan terapi Edisi III 2008
2. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 2002

Entman Stephen S. Leiomyoma and Adenomyosis.


Novak’s Textbook of Gynecology, 11th ed, Williams &
Wilkins, Baltimore, 443-450,1988.

2. Friedman EA, MD, Sc.D, Leiomyoma uteri


gynecological decision making. BC Decker Inc. Toronto,
Philadelphia. 148, 1983.

3. Kistner RW, MD, Leiomyoma, gynecology


Principles and Practice 3rd Year Book Medical Publishers
Inc, Chicago London. 225, 1975.

4. Novak Erab, MD and Wovdruff, JD, MD. Myoma


and other benign tumor of the uterus, gynecologic and
obstetric pathology with clinical and endocrine relation,
7ed WB. Saunders Co. Philadelphia, London Toronto,
243, 1974.

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL


No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur

Definisi : Adalah pendarahan abnormal dari uterus ( lamany,


frekuensi, jumlah) yang terjadi didalam dan diluar siklus
haid kehamilan tanpa kelainan organik dan hematologi,
merupakan kelainan poros hipotalmus hipofisis –
ovarium.
Kriteria Diagnosa :  Terjadinya pendarahan per vaginam yang tidak
normal ( lamanya, frekuensi, jumlah) yang terjadi
didalam maupun diluar siklus haid.
 Tidak ditemukan kelainan organik maupun
kelainan hematologi ( faktor pembekuan) .
 Hanya ditemukan kelainan fungsi poris
hipotalmus – hipofisis avarium dan organ (
endometrium)
 Usia terjadinya:

Penmenars ( usta 8 – 16 tahun)

Masa reproduksi ( usia 16 – 23 tahun)

Perimenoupause ( usia 45 – 65 tahun)


Diagnosa Banding :  Kelainan organik
 Kelainan hematology

Pemeriksaan penunjang :  Biopsi D/C bila tidak ada kontra indikasi


 Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan hematologi
 Pemeriksaan reproduksi (bila ada laborat) : ESH,
EH, prolaktin, E2 dan progesteron, prostaglandin,
F2 ( bila ada fasilitas laborat).

Standar tenaga : Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan


Kandungan
Perawatan RS :  Perlu untuk tindakan dilatasi Kuratase
 Pada PUD berat seperti, disertai anemia
pendarahan banyak

Terapi  Terapi operatif : dilatasi dan kuretase:

1. sudah menikah
2. life saving untuk belum menikah.

 Pengobatan hormonal:

1. PUD ovulasi

1. Pendarahan pertengahan siklus Estrogen 0.626 –


1.25 hari ke 10-15 siklus.

2. Pendarahan bercak pra haid Progesteron 5- 10 mg


hari ke 17 – 26 siklus

3. Polimenorea : progesteron 10 mg hari ke 18 – 25


siklus

1. PUD Anovulasi:

Menghentikan pendarahan segera

Kuret medisinalis:

1. Anovulasi – stimulasi CC

2. Hiperprolakstin – bromokriptin

3. Polikistik ovarii – kortikosteroid lanjutan stimulasi


CC.

Setelah darah berhenti atau siklus:

 · Dengan E + P selama 3 siklus


 · Pengobatan sesuai kelainan:
a. Anovulasi – stimulasi CC

b. Hiperprolaktin – bromokriptin

c. Polikistik ovarii – kortikosteroid lanjutan


stimulasi CC.

Pendarahan banyak anemia ( PUD berat)

 Estrogen konjungsi 25 mg intravena diulang


tiap 3 – 4 jam atau
 Progresteron 100 mg ( Etinodiol asetat : DMPA)

Setelah darah stop atur haid dengan:

 Dengan kombinasi estrogen 20 hari dan diikuti


progesteron 5 hari
 Setelah 3 bulan, pengobatan disesuaikan dengan
kelainan hormonal.

Penyulit  Pertorasi akibat tindakan


 Anemia berat

Informed Consent Perlu untuk tindakan D/C


Konsultasi  Dokter Spesialis Hematologi

Dokter Spesialis Patologi Anatomi


Lama Perawatan Pasca dilatasi kuretase suntikan estrogen IV, rawat

2 – 3 hari.
Masa Pemulihan 1 minggu setelah perawatan
Output Baik
PA Bahan hasil kuretase
Otopsi Tidak ada
Referensi Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 2002

Leon Speroff, et al. Clinical Gynaecologic


Endocrinology & Infertility. William & Wilkins,
Baltimore/London, 4`h edition, 1989.

2. Benson ralph C, et al. Current Obstetrics &


Gynaecologic, Diagnosis and Treatment, Appleton
Century/East Narwalk, Connecticut, 5 th edition, 1992,
p.149-15I.
3. Baziat Ali, et al. Endokrinologi-Ginekologi.
Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia,
Jakarta, 1991.

4. Yen SamuelS.C., et al. Reproductive Endocrinology,


Physiology, Pathophisiology and Clinical Management.
W.B. Saunders Company, Philadelphia, 2°d edition,
1986, p.490-491.

RADANG PANGGUL

(PELVIC INFLAMATORY DISEASE)


No.Dokumen Revisi 0 Halaman

STANDAR PELAYANAN ……………. 1 dari 2


MEDIS Tanggal Terbit : Ditetapkan,

………………… Direktur

Definisi : Infeksi panggul pada wanita dapat dibagi menjadi

1. :Penyakit radang Panggul ( Pelvik Inflammatory


Disease = PID )

2. Infeksi yang berhubungan dengan abortus

3. Infeksi pada kala nifas

4. Infeksi pasca operasi ginekologik

5. Sekunder berasal dari infeksi organ


Kriteria Diagnosa : Diangnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik,
ginekologik, leboratorik dan mikrobiologik.

Diagnosa radang panggul berdasarkan kriteria dari


”Infectius Disease Society for Obstetrics &
Gynocology”, USA. 1983, ialah :

A. Ketiga gejala klinik dibawah ini harus ada :

1. Nyeri tekan pada abdomen, dengan atau tanpa


reboun
2. Nyeri bila servik uteri digerakkan

3. Nyeri pada adneksa

B. Bersamaan dengan satu atau lebih tanda-tanda


dibawah ini :

1. Negatif gram diplokok pada sekret endoserviks

2. Suhu diatas 38° C

3. Lekositosis lebih dari 10.000 per mm³

4. Adanya pus dan kavun peritonel yang didapat


dengan kuldosentesis maupun laparoskopi

5. Adanya abses pelvik dengan pemeriksaan


bimanual maupun USG

Di RSUI ORPEHA TULUNGAGUNG tidak dilakukan


pemeriksaan diagnostik dengan laparoskopik.

Berdasarkan rekomendasi ”Infection Disease Society for


Obstetrics & Gynecology”, USA, Hager membagi derajat
radang panggul menjadi :

Derajat I : Radang panggul tanpa penyakit (


terbatas pada tuba dan ovarium ), dengan atau tanpa
pelvio-peritonitis.

Derajat II : Radang panggul dengan penyulit (


didaptkan masa radang, atau abses pada kedua tuba dan
ovarium ) dengan atau tanpa pelvio-peritonitis.

Derajat III : Radang panggul dengan penyebaran


diluar organ-organ pelvik, misal adanya abses tubo
ovarial
Diagnosa Banding : 1. Kehamilan ektopik terganggu

2. Abortus septikus

3. Torsi kista ovarii atau ruptura kista.

4. Endometriosis
5. Apendisitis

Pemeriksaan penunjang : leboratorik dan mikrobiologik


Standar tenaga : Dokter umum, dokter spesialis kebidanan dan kandungan
Perawatan RS :
Terapi Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan
dibagi menjadi

1. Pengobatan rawat jalan

Pengobatan rawat jalan dilakukan kepada penderita


radang panggul derajat I.

a. Antibiotik : sesuai dengan buku Pedoman


Penggunaan Antibiotik RSI ”Hasanah” Muhammadiyah
Mojokerto

- Ampisilin 3,5 g/sekali p.o/sehari selama I hari dan


Probenesid 1 g sekali p.o/sehari selama 1 hari.
Dilanjutkan Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama 7-10 hari,
atau

- Amoksilin 3 g p.o sekali hari selama I hari dan


Probenesid 1 g p.o sekali sehari selama 1 hari.
Dilanjutkan Amoksilin 3 x 500 mg/hari p.o selama 7
hari, atau

- Tiamfenikol 3,5 g/sekali sehari p.o selama 1 hari.


Dilanjutkan 4 x 500 mg/sehari p.o selama 7-10 hari, atau

- Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau

- Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau

- Eritromisin 4 x 500 mgfhari p.o selama 7-10 hari.

b. Analgesik dan antipiretik.

- Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau

- Metampiron 3 x 500 mg/hari.

2. Pengobatan rawat inap

Pengobatan rawat map dilakukan kepada penderita


radang panggul derajat II dan III.

Obat yang diberikan ialah

a. Antibiotik : sesuai dengan Buku Pedoman


Penggunaan Antibiotika RSI ”Hasanah” Muhammadiyah
Mojokerto.

- Ampisilin I g im/iv 4 x sehari selama 5-7 hari dan


Gentamisin 1,5 mg – 2,5 mg/kg BB im/iv, 2 x sehari
selama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup, 2, x
sehari selama 5-7 hari, atau

- Sefalosporin genegrasi III 1 gr/iv, 2-3 x sehari selama


5-7 hari dan Metronidazol l g rek. Sup 2 x sehari selama
5-7 hari.

b. Analgesik dan antipiretik.

Khusus untuk abses tubo-ovarial, pada dasarnya adalah


pemberian antibiotik lebih dulu dan baru kemudian
dilakukan pembedahan.

Abses tubo-ovarial yang pecah, dianggap kasus abdomen


akut, sehingga perlu segera dilakukan pembedahan untuk
dilakukan pengangkatan genitalia interna, pasang drain (
lihat bab Abses Tubo Ovarial ).
Penyulit Penyulit radang panggul dapat dibagi :

1. Penyakit segera

Penyulit segera pads radang panggul ialah pembentukan


abses dan peritonitis, perihepatitis ( “Fits-Hugh Curth
Syndrome” ) dan sakrolitis.

2. Penyulit jangka panjang.

Penyulit jangka panjang adalah akibat kerusakan


morfologik genitalia interna bagian atas yaitu berupa

a. Infeksi berulang.

Radang panggul yang timbul kembali setelah 6 minggu


pengobatan terakhir. Wanita yang pernah mengalami
radang panggul mempunyai resiko 6-10 kali timbulnya
episode radang panggul.

b. Infertilitas.

c. Kehamilan ektopik.

d. Nyeri pelvik kronik


Informed Consent

Perlu
Konsultasi Peyakit dalam, bedah

Lama Perawatan 5- 7 atau lebih tergantung komplikasi


Masa Pemulihan 7-14 hr
Output Sembuh atau menetap, berulang
PA Bila dilakukan tindakan operatif
Otopsi -
Referensi 1. Faukner.S dan Soman M.”Pelvic Inflammatory
Disease” manual of , outpatient Gynecology. Little
Brown & Co, 1986, p.29-38.

2. Hare M.J,.Genital Tract Infection in Women.


Churenhil Livingstone, New York, 1988.

3. Jones H.W, Wentz A.C. et al. Novak Textbook of


Gynecology, 11`h edition, William & Wilkins 188,
p.507-524.

4. Hacker F.N, Moore J.G. Essential of Obstetrics and


Gynecology. W.B.Saunders Company 1986, p.304-310.

5. Handaya. Etiologi dan diagnosis penyakit radang


pelvik. Seminar, radang Pelvik, Jakarta Oktober 1987.

6. Khoo S.K. Pelvik Inflammatory Disease. Journal of


Paed.Obs &` Gynecology, Nov/Des, 1986, p.29-39.

7. Mattingley, R.F. Te Linde’s Operative Gynecology.


Sixth Ed. Harper & Row Publ, Asia 1985.

8. Moh. Dikman Angsar, Diagnosa Radang Panggul.


Simposium Penyakit Radang Panggul Pelvik, Denpasar
1988, hal.7-12.
ASUHAN ANTENATAL
No. Revisi Halaman
No. Dokumen

Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP

Pemeriksaan wanita hamil secara teratur dan tertentu


Pengertian
Menjamin agar tiap kehamilan berakhir dengan kelahiran bayi yang

Tujuan Sehat tanpa mengganggu kesehatan ibu.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Prosedur Pada Kunjungan Pertama

1. Menentukan Resiko Kehamilan (KRR, KRT).

1. Melakukan anamnese tentang:

a. Umur suami istri, pekerjaan, pendidikan, suku, dan agama, riwayat


haid, KB dan kehamilan sekarang, pemeriksaan yang telah dilakukan,
gerakan janin, riwaynt perkawinan, kehamilan dan persalinannya, riwayat
penyakitnya dahulu, penyakit keluarga.

2. Melakukan pemeriksaan fisik umum.

a. Memeriksa GCS, ada tidaknya anemia, ikterus, sianosis, sesak,


mengukur tinggi badan, memeriksa keadaan organ vital secara sistematis
dan singkat

3. Melakukan pemeriksaan obstetris.

a. Mengukur tinggi fundus rahim dalam sin.

b.Melakukan pemeriksaan leopold I – IV.


c. Membandingkan umur kehamilan menurut anamnesa dan pemeriksaan.

d. Melakukan penilaian UPD dan tes Osborn bila ada indikasi.

Melakukan pemeriksaaan laboratoris.

Pemeriksaan Hb, Reduksi, Albuminuria.

ASUHAN ANTENATAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

.2. Menentukan Umur Kehamilan dengan Cepat

a. Menghitung umur kehamilan dengan rumus Naegele.

b. Melakukan ulangan anamnese bila ada perbedaan umur kehamilan.

c. Mengusulkan pemeriksaan USG bila diperlukan.

3. Menentukan Rencana Perawatan dan Persalinan.

Tergantung jenis resiko dan umur kehamilannya.

a) Bila termasuk KRR.

3.1.1. Diberikan tablet Fe dan imunisasi TT.

3.1.2. Mengusulkan perneriksaan USG dan NST bila diperlukan

3.1.3. Mengusulkan pemeriksaan tambahan, konsultasi dan tindakan.

3.1.4. Kunjungan berikutnya :

- 1 bulan berikutnya sampai minggu ke 28.

- 2 minggu berikutnya sampai minggu 36.


- 1 minggu berikutnya sampai minggu

partus.

b) Bila termasuk KRT.

3.2.1. Seperti KRR ditambah yang sesuai dengan policy KRT-nya.

3.2.2. Rencana persalinan berupa :

- Spontan belakang kepala.

Percepatan kala II.

- SC.

2. Asuhan Pada Kunjungan Berikutnya

2.1. Pada KRR diperiksa pada karnar KRR dan KRT pada

kamar KRT.

2.1.1. Janin : DJJ, ukuran dan perubahannya, jumlah ketuban, bagian


menengah dan penurunannya, serta aktivitas janin.

2.1.2. Ibu : Tekanan darah, berat badan dan perubahannya, tinggu


fundus, keluhan-keluhan.
ASUHAN ANTENATAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

Unit terkait 1. Unit Rawat Jalan

PEMERIKSAAN DETAK JANTUNG JANIN


DENGAN DOPPLER
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP

Pengertian Suatu urutan tindakan untuk melakukan pemeriksaan DJJ janin

dengan alat doppler.

Untuk mengetahui Detak Jantung Janin pada Ibu Hamil yang

Tujuan merupakan tanda pasti kehamilan dengan janin hidup.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Persiapan

Prosedur 1.1. Alat Doppler

1.2. Jelly

1.3. Lap basah

1.4. Memberi penjelasan pada pasien

2. Pelaksanaan

2.1. Perawat cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan

2.2. Mengatur posisi pasien, kemudian menentukan daerah aufrat.

2.3. Ol eskan jelly pada probe.

2.4. Menghidupkan tombol Volume Doppler.

2.5. Meletakkan probe pada daerah aufrat.


2.6. Menghitung frekuensi DJJ/mendengarkan DJJ.

2.7. Bekas jelly dibersihkan dengan lap.

2.8. Alat-alat dibereskan

PEMERIKSAAN DETAK JANTUNG JANIN DENGAN DOPPLER


No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSI. Hasanah

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
1. Unit Rawat Jalan
Unit Terkait
2. Unit Rawat Inap
PERTOLONGAN PERSALINAN KALA II
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP
Pertolongan persalinan yang dimulai saat pembukaan servic lengkap dan

Pengertian berakhir saat bayi dilahirkan.

Sebagai pedoman agar setiap persalinan Kala II fisiologis dikerjakan secara


benar.
Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Persiapan

Prosedur 1.1. Satu set partus pak.


1.2. Satu set resusitasi bayi.

1.3. Gelas ukur.

1.4. Bengkok.

1.5. Timba.

1.6. Bahan dekontaminasi (larutan lysol 0,5 %).

1.7. Tempat kotoran.

1.8. Persiapan pasien, posisi litotomi/jonggens.

1.9. Persiapan penolong, cuci tangan, memakai celemek.

2. Pelaksanaan

2.1. Penolong berada di depan vulva/disamping kanan pasien.

2.2. Menutup daerah sekitar vulva dengan duk steril.

PERTOLONGAN PERSALINAN KALA II


No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
2 Agustus 2008

2.3. Memberi penjelasan pada pasien proses persalinan dan langkah


yang akan dikerjakan serta cara mengejan yang benar.

2.4. Meminta ibu mengejan waktu ada his.

2.5. Melakukan anestesi lokal infiltrasi pada tempat eposiotomi


menggunakan lidocain 1%.

2.6. Melakukan efisiotomi pada waktu perineum sudah tipis.


2.7. Melahirkan kepala bayi i dengan secara klasik.

2.7.1. Menahan perineum dan menekan ke arah kranial menggunakan ibu


jari dan jari II, III penolong yang tertutup duk steril.

2.7.2. Menahan defleksi kepala dengan tangan kiri.

2.7.3. Berturut-turut akan lahir dahi, mata, hidung, mulut dan dagu.

2.7.4. Membersihkan lendir, mulut, dan hidung.

2.8. Membiarkan kepala bayi melakukan putar paksi luar, bila perlu
membantu putar paksi luar.

2.9. Melahirkan bahu, dengan melnegang kepala secara biparietal dan


menahan ke bawah untuk melahirkan bahu depan, kemudian menari ke arah
atas untuk melahirkan bahu belakang.

2.10. Melahirkan badan dengan memegang kepala secara bifarietal,


melakukan tarikan ke arah lengkung panggul sampai lahir seluruh badan
bayi.

2.11. Meletakkan badan bayi pada duk steril di atas perut ibu.

2.12. Membersihkan jalan nafas bayi dan menilai APGAR.

2.13. Membersihkan badan bayilmemandikan dan kemudian


membungkusnya.

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


PERTOLONGAN PERSALINAN KALA III

(MELAHIRKAN PLASENTA)
No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP

Pengertian
Pertolongan persal.inan yang dimulai saat bayi lahir dan berakhir

pada.kelahiran plasenta dan selaput janin.

Sebagai pedoman agar persalinan Kala III dikerjakan dengan benar


Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Persiapan

Prosedur 1.1. Nelaton atau folley cateter.

1.2. Kapas savlon.

1.3. Bengkok.

1.4. Gelas ukuran.

1.5. Timba.

1.6. Bahan dekontaininasi (larutan lysol 0.5 %).

1.7. Tempat plasenta.

2. Pelaksanaan

2.1. Penolong berada didepan vulva atau sampaing kanan pasien

2.2. Memasang duk steril untuk menutup daerah vulva

2.3. Melakukan vulva hygiene dengan kapas savlon

2.4. Mengosongkan kandung kemih dengan katheter


PERTOLONGAN PERSALINAN KALA III

(MELAHIRKAN PLASENTA)
No. Revisi Halaman
No. Dokume
2/2
PROSEDUR Tanggal terbit
TETAP

2.5. Melakukan observasi tanda pelepasan plasenta dengan memperhatikan


parameter sebagai berikut 2.5.1 Perut ibu Glubuler/cembung

2.5.2 Tali pusat menjulur sedikit

2.5.3 Keluar darah baru dari vagina

2.6 Melakukan tes separasi dengan cara merenggangkan tali pusat dengan
tangan kanan, menekan fundud uteri dengan tangan kiri, bila tali pusat tidak
tertarik ke dalam artinya plasenta sudah lepas atau separasi.

2.7. Bila plasenta sudah separasi, lahirlah plasenta dengan menekan fundus
uteri ke arah bawah. Tali pusar ditarik pelan sampai plasenta lahir.

2.8 Melakukan message uterus sampai terasa ada kontrasi

2.9 Memeriksa plasenta apakah ada yang tertinggal

2.10 Memberikan suntikan oksitosin 10 unit intra maskuler

2.11 Mengukur jumlah darah yang keluar

2.12 Membersikan dan merapikan pasien.

2.13 Melakukan dekontaminasi alat dengan laruran klorin 0,5%

2.14 Mengukur gejala cardinal dan mencatat

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


PENGGUNAAN OKSITIOSIN DRIP

PADA PERSALINAN
No. Revisi Halaman
No. Dokumen
1/3

Ditetapkan
Tanggal terbit
PROSEDUR
Direktur
TETAP
Pengertian Suatu tindakan pada ibu hamil baik yang sudah inpartu maupun

Yang belum inpartu dengan memasukkan Inf. D 5% dan oksitosin.

Sebagai pedoman pelaksanaan oksitosin drip baik untuk induksi maupun


akselerasi persalinan
Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1 Persiapan

Prosedur 1.1. Persiapan alat/obat.

1.1.1. Medicuth, infus set.

1.1.2. 2 kolf Dextrose 5%.

1.1.3. Obat oksitosin 5 unit.

1.2. Persiapan pasien.

1.3. Pesiapan penolong.

2. Pelaksanaan

2.1. Oksigen drip hanya diberikan bila tidak ada kontra indikasi
pemberiannya, dan bila his memang tidak adekuat.

2.2. Dipergunakan 500 cc glukose/dextrose 5 % yang ditambah dengan 5 U


oksitosin.

2.3. Tetesan dimulai dengan 8 tetes/menit melakukan evaluasi selama 15


menit, bila his belum adekuat tetesan dinaikkan menjadi 4 tetes/menit
sampai timbul his yang adekuat

2.4. Tetesan maskimal adalah 40 tetesan/menit. Bila dengan 40


tetesan/menit dan sudah 2 kolf dextrose habis his tetap belum adekuat maka
oksitosin dianggap gagal.
PENGGUNAAN OKSITIOSIN DRIP

PADA PERSALINAN
No. Revisi Halaman
No. Dokumen
1 2/3

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

2.5. Yang dimaksud dengan his yang adekuat dalam Minis adalah his yang
mempunyai sifat sebagai berikut:

2.5.1. Interval setiap 3 – 5 menit, dengan fase relaksasi yang sempurna.

2.5.2. Lamanya: 40 – 60 detik.

2.5.3. lntensitas cukup, yang secara praktis dapat ditentukan dengan


menekan fundus uteri dengan jari-jari tangan puncak kontraksi. lntensitas
dianggap cukup apabila pada waktu ditekan uterus tidak menjadi cekung.

2.6. Evaluasi dari kemajuan persalinan dimulai pada his yang adekuat.

2.7. Drip dianggap gagal dan dihentikan apabila:

2.7.1. Dengan tetesan 40 tetes/menit dan sudah 2 kolf dextrose habis tidak
didapatkan his yang adekuat.

2.7.2. Sesudah 2 jam dinilai dari permulaan his yang adekuat, tidak terjadi
kemajuan persalinan. Juga tennasuk bila dalam 2 jam tersebut, his yang
semula sudah adekuat menjadi tidak adekuat lagi.

2.7.3. Pada waktu dilakukan drip timbul komplikasi yaitu fetal distress,
tetania uteri, ruptura uteri irroninens dan lain-lain. Bila terjadi penyulit-
penyulit seperti di atas, oxytosin drip tidak boleh diulang kembali.

2.8. Penentuan jumlah tetesan pada ositosin drip harus dilakukart oleh
dokter jaga sendiri.

2.9. Bila ekselerasi persalinan berhasil, maka oksitosin drip dilanjutkan


dalam kala II dan dihentikan paling sedikit 2 jam post partum.

PENGGUNAAN OKSITIOSIN DRIP

PADA PERSALINAN
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 3/3

PROSEDUR Tanggal terbit


TETAP

3. Secondary arrest adalah tidak adanya pembukaan ostium uteri pada


persalinan fase aktif setelah dilakukan evaluasi selama 2 jam. Untuk menilai
kemajuan ini seyogyanya dilakukan 1 orang.

4. Bila terjadi secondary arrest, hendaknya dievaluasi penyebab terjadinya


hal tersebut. Bila persalinan pervaginam tidak mungkin atau tidak terjadi
kelainan letak, maka dilakukan seksio caesarea.

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/MED/15 1 1/5
Ditetapkan

Direktur
PROSEDUR
Tanggal terbit
TETAP

Suatu tindakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan pada suatu tarikan
cunam yang dipasang pada kepalanya
Pengertian
Untuk segera melahirkan janin sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu

Tujuan maupun janin.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Indikasi Relatif (Efektif, Profilaktif)

Prosedur 1.1. Ekstraksi cunan yang bila dikerjakan akan menguntungkan ibu ataupun
janinnya, tetapi bila tidak dikerjakan, tidak akan merugikan, sebab bila
dibiarkari, diharapkan janin akan lahir dalam 15 menit berikutnya.
1.2. Indikasi Relatif dibagi menjadi :

1.2.1. Indikasi De Lee. Ekstraksi cunam dengan syarat kepala sudah di dasar
panggul, putaran paksi dalam sudah sempurna, levator ani sudah
terenggang, dan syaratsyarat ekstrasksi cunam lainnya sudah dipenuhi.
Ekstraksi cunam atas indikasi elektif, di negara-negara Barat sekarang
banyak dikerjakan, karena dinegara-negara tersebut banyak dipakai
anestesia atau conduction analgesia guna mengurangi nyeri dalam
persalinan. Anestesia atau conduction analgesia menghilangkan tenaga
mengejan, sehingga persalinan harus diakhiri dengan ekstraksi cunam.

EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 2/5

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

1.2.2. Indikasi Pinard Ekstraksi cunam yang mempunyai syarat sama


dengan indikasi de lee, hanya di sini Pasien harus sudah mengejan selama 2
jam.

1.2.3. Keuntungan Indikasi Profilaktik, ialah :

1.2.3.l. Mengurangi ketegangan parineum yang berlebihan.

1.2.3.2. Mengurangi penekanan kepala pada jalan lahir.

1.2.3.2. Kala II diperpendek.

1.2.3.4. Mengurangi bahaya kompresi jalan lahir pada kepala.

2. Indikasi Absolut (Mutlak)

2.1. Indikasi Ibu :

2.1.1. Eklamsia, preklampsia.

2.1.2. Ruptura uteri membakat


2.1.3. Ibu dengan penyakit jantung, paru-paru dan lain-lain.

2.2. Indikasi Janin :

2.2.1. Gawat janin.

2.3. Indikasi Waktu :

2.3.1. Kala II memanjang.

3. Indikasi Kontra

3.1. Bila semua syarat dipenuhi, tidak ada indikasi kontra.

4. Syarat

Untuk dapat melahirkan janin dengan ekstraksi cunan, harus dipenuhi


syarat-syarat sebagai berikut :

4.1. Janin harus dapat lahir pervaginam ( tidak ada disproporsi,


sefalopelvik).

4.2. Pembukaan serviks lengkap.

4.3. Kepala janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi


engagement).

4.4. Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam.

4.5. Janin hidup.

4.6. Ketuban pecah / dipecah.

EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 3/5

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
5. Persiapan
5.1.Persiapan untuk lbu.

5.1.1. Posisi tidur lithotomi.

5.1.2. Rambut vulva dicukur

5.1.3. Kandung kemih dan rektum dikosongkan

5.1.4. Desinfeksi vulva.

5.1.5. Infus bila diperlukan.

5.1.6. Narkosis bila diperlukan.

5.1.7. Kain penutup pembedahan

5.1.8. Gunting episiotomi.

5.1.9. Alat-alat untuk menjahit robekan jalan lahir.

5.1.10. Uterotonika.

5.2. Persiapan untuk Janin.

5.2.1. Alat-alat pertolongan persalinan.

5.2.2. Alat penghisap lendir.

5.2.3. Oksigen.

5.2.4. Alat-alat untuk resusitasi bayi.

5.3. Persiapan untuk Dokter,

5.3.1. Mencuci tangan.

5.3.2. Sarung tangan suci hama.

5.3.3. Baju operasi suci hama.

Sebelum ektrasi cunain dikcrjaknn, penolong harus meneliti secara

cermat apakah semua persiapan tersebut telah lengkap.


EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 4/5

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
6. Teknik

6.1. Cara Pcmasangan Cunam.

Ditinjau dari posisi daun cunam terhadap kcpala janin dan panggul ibu pada
waktu cunam tersebut dipasang, maka pemasangan cunam dibagi :

6.1.1. Pemasangan Sefalik (pemasangan biparietal, melintang terhadap


kepala), ialah pasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan
diameter mentooksipitalis kepala janin, sehingga daun cunam terpasang
secara simetrik di kiri kanan kepala.

6.1.2. Pemasangan Pelvik (melintang terhadap panggul) ialah pcmasangan


cunam sehingga sumbu panjang cunam sesuai dengan sumbu panggul.

Jadi pemasangan cunam yang baik ialah, bila cunam terpasang bilateral
kepala dan melintang panggul. Hal ini hanya terjadi bila kepala janin sudah
dipintu bawah panggul dan ubun-ubun kecil berada di depan di bawah
simfisis.

Oleh karena itu kriteria pemasangan cunam yang sempurna (ideal) ialah bila
:

6.1.2.l. Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang tangkai cunam

6.1.2.2. Ubun-ubun kecil terletak 1 jari di atas bidang tersebut.

6.1.2.3. Kedua daun cunam teraba simetris disamping kepala.

6.2. Cara Ekstraksi Cunam.

Ekstraksi cunam terdiri dari tujuh langkah, yaitu :

6.2.1. Penolong membayangkan bagaimana cunarn akan dipasang.


6.2.2. Pemasangan daun cunam pada kepala janin.

6.2.3. Mengisi sendok cunam.

6.2.4. Menilai hasil pemasangan hasil cunarn.

6.2.5. Ekstraksi cunam pcrcobaan.

6.2.6. Ekstraksi cunam definitif.

6.2.7. Membuka dan melepaskan scndok cunam.


EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 5/5

PROSEDUR Tanggal terbit


TETAP

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


EKSTRAKSI VAKUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 ¼
Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP

Pengertian Tindakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi

tenaga negatif (vakum) pada kepalanya.

Bertujuan untuk segera melahirkan janin sehingga dapat menyelamatkan

Tujuan jiwa ibu maupun janin. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau

ventouse.
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Prosedur BENTUK DAN BAGIAN-BAGIAN EKSTRAKTOR VAKUM

1. Mangkuk (cup)

1.1. Bagian yang dipakai untuk membuat kaput

suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala

diekstraksi. Diameter mangkuk : 3, 4, 5, 6, cm. Pada

dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk

tanda letak denominator.

1.2. Botol

1.2.1. Tempat membuat tenaga negatif (vakum). Pada

tutup botol terdapat manometer, saluran menuju

ke pompa penghisap, dan saluran menuju ke

mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.

1.3. Karet penghubung.

1.4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang.

1.5. Pemegang (extraction bandle).

1.6. Pompa penghisap (vakum pomp)

2. Indikasi

2.1. Ibu

2.1.1. Untuk memperpendek kala II, misalnya :

a. Penyakit jantung kompensata


b.Penyakit paru-paru fibrotik.

Waktu : kala II yang mamanjang.

EKSTRAKSI VAKUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

2.2. Janin.

2.2. 1. Gawat Janin (masih kontroversi)

3. INDIKASI KONTRA

3.1. Ibu

3. l. l. Ruptura uteri membakat.

3.1.2. Pada penyakit-penyakit dimana ibu secara

mutlak tidak boleh mengejan, misalnya payah

jantung, Preeklampsia berat.

3.2. Janin

3.2.1. Letak muka.

3.2.2. After coming head.

3.2.3. Janin preterm.

4. SYARAT

4.1 Syarat-syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstraksi cunarn,


hanya disini syarat lebih luas, yaitu :

4.1.1 Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pada multigravida)

4.2 Penurunan kepala janin boleh pada hodge II Harus ada


kontraksi rahim dan ada tenaga pengejan.

Teknik

1. Cara Pcmasangan Cunam.

Ditinjau dari posisi daun cunam terhadap kcpala janin dan panggul ibu pada
waktu cunam tersebut dipasang, maka pemasangan cunam dibagi :

1.1. Pemasangan Sefalik (pemasangan biparietal, melintang terhadap


kepala), ialah pasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan
diameter mentooksipitalis kepala janin, sehingga daun cunam terpasang
secara simetrik di kiri kanan kepala

EKSTRAKSI VAKUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 ¾

PROSEDUR Tanggal terbit


TETAP

1.2. Pemasangan Pelvik (melintang terhadap panggul) ialah pemasangan


cunam sehingga sumbu panjang cunam sesuai dengan sumbu panggul.

Jadi pemasangan cunam yang baik ialah, bila cunam terpasang bilateral
kepala dan melintang panggul. Hal ini hanya terjadi bila kepala janin sudah
dipintu bawah panggul dan ubun-ubun kecil berada di depan di bawah
simfisis.

Oleh karena itu kriteria pemasangan cunam yang sempurna (ideal) ialah bila
:
1.2.l. Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang tangkai

cunam

1.2.2. Ubun-ubun kecil terletak 1 jari di atas bidang tersebut.

1.2.3. Kedua daun cunam teraba simetris disamping kepala.

2. Cara Ekstraksi Cunam.

Ekstraksi cunam terdiri dari tujuh langkah, yaitu :

2.1. Penolong membayangkan bagaimana cunarn akan dipasang.

2.2. Pemasangan daun cunam pada kepala janin.

2.3. Mengisi sendok cunam.

2.4. Menilai hasil pemasangan hasil cunarn.

2.5. Ekstraksi cunam pcrcobaan.

2.6. Ekstraksi cunam definitif.

2.7. Membuka dan melepaskan scndok cunam.


EKSTRAKSI VAKUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

4/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap
TINDAKAN OPERATIF

DALAM KALA URI


No. Dokumen No. Revisi Halaman

Ditetapkan
PROSEDUR
TETAP
Tanggal terbit Direktur

Suatu tindakan yang

Pengertian bertujuan untuk segera melahirkan / mengeluarkan plasenta

dari rongga rahim.

Segera melahirkan/mengeluarkan plasenta dari rongga rahim sehingga dapat


menyelamatkan jiwa ibu.
Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. PERASAT CREDE’

Prosedur 1.1. Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum lahir secara
ekspresi.

2. Syarat

2.1. Uterus berkontraksi balk dan veksika urinaria kosong.

3. Pelaksanaan

3.1. Fundus uteri dipegang oleh tangan kanan sedemikian

rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan

uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan

permukaan belakang. Bila ibu gemuk hal ini tidak bisa

dilaksanakan dan sebaiknya dilaksanakan secara

manual. Setelah uterus dengan rangsangan tangan

berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke jalan lahir.

Gerakkan jari jari seperti rnenreras jeruk. Perasat crede’


tidak boleh dilalukan pada uterus yang tidak

berkontraksi karena dapat menimbulkan inversio uteri.

TINDAKAN OPERATIF

DALAM KALA URI


No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 2/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

3.2. Perasat crede’ memang banyak menimbulkan kontroversi. Ada

beberapa alili yang berpendapat bahwa perasat ini berbahaya karena


menimbulkan karena menimbulkan tromboplastin atau fibrinolis okinase
yang mengakibatkan koagulopati. Kalangan lain mengatakan baliwa hal
tersebut tidak mengatakan bahwa hal tersebut tidak terbukti dan
menganggap perasat crede’ yang dilakukan secara artis artinya tanpa
paksaan tetap berguna.

3.3. Perasat crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan


plasenta secara manual.

4. PELEPASAN PLASENTA SECARA MANUAL

4.1. Indikasi

4.1.1. Retensio plasenta dan pendaralian banyak pada kala uri yang tidak
dapat diberhentikan dengan uterotonika dan masase.

4.2. Pelaksanaan

4.2.1. Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam


narkose, karena relaksasi otot mernudahkan pelaksanaannya. Sebaiknya
juga dipasang infus garam fisiologik sebelum tindakan dilakukan. Setelah
disinfeksi tangan dan vulva, termasuk daerah sekitarnya maka daerah labia
dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkann secara
obsterik ke dalam vagina.

4.2.2. Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah


kolpaporeksis tangan kanan dengan gerakan mernutar-rnutar menuju ostium
uteri dan terus ke lokasi plasenta, tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar
tidak terjadi false route.

4.2.3. Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta maka tangan tersebut pergi ke
pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tetap. Kemudian dengan sisi tangan
sebelah kelingking plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta
yang sudah terlepas dan dinding ralrim dengan gerakan yang sejajar dengan
dinding

rasSetelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan


perlahan-lahan ditarik keluar
TINDAKAN OPERATIF

DALAM KALA URI


No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/MED/17 1 ¾

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
2 Agustus 2008
Walaupun orang takut bahwa pelepasan plasenta meningkatkan insidensi
infeksi tidak boleh dilupakan bahwa perasat ini justru bermaksud
menghemat darah dan menangguhkan kejadian melahirkan plasenta paling
lama 30 menit setelah anak lahir.

4.2.4. Kesulitan yang mungkin dijumpai waktu pelepasan plasenta secara


manual ialah adanya lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan
diatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang
dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar
dilepaskan daripada lokasi pada dinding belakang. Ada kalanya plasenta
tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta.

4.2.5. Plascnta akreta ditanggulangi dengan histerektomi. Setelah


pelepasan plasenta secara manual sebaiknya pasien diberi antibiotika
apalagi kalau kehilangan darah banyak.

4.2.6. Post tindakan dapat dilakukan eksplorasi uterovaginal, dengan


inspeculo dilihat portio uteri, fornix posterior, anterior dan lateral, kemudian
dilihat dinding vagina.

5. EKSPLORASI RONGGA RAHIM

5.1. Indikasi

5.1.1. Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak


lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit seperti ekstraksi cunam yang
sulit, dekapitasi, versi, dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk
menentukan apakah ada ruptura uteri eksplorasi juga dilakukan pada pasien
yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.

TINDAKAN OPERATIF

DALAM KALA URI


No. Dokumen No. Revisi Halaman

4/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
5.2. Penatalaksanaan

5.2.1. Tangan masuk secara obstetrik seperti pada pelepasan plasenta


secara manual dan mencari sisa plasenta yang seterusnya dilepaskan atau
meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. Untuk menentukan robekan
dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil
melepaskan plasenta secara manual

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


PENCEGAHAN PENDARAHAN

PADA KALA NIFAS DINI


No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Ditetapkan
PROSEDUR Tanggal terbit Direktur
TETAP
.
Mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala

Pengertian nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta

lahir sampai 24 jam pertarna setelah persalinan.

Untuk mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala

Tujuan nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir

sampai 24 jam pertama setelah persalinan.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. INDIKASI

Prosedur 1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc
sejak plasenta lahir.

2. Petunjuk :

2.1 Perhitungan secara visual (sulit karena sering sudah menggumpal atau
meresap dalam kain)

2.2 Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam formula
Giesecke

3. Penatalaksanaan

3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang,


bila pendarahan banyak dan syok berat sebaiknya dipasang lebih dari satu
saluran infus.

3.2. Pemberian cairan pengganti (RL/PZ) sesuai dengan formula Giesecke.

3.3. Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara berkala.

3.4. Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan.


3.5. Massage uterus atau kompresi bimanual.

PENCEGAHAN PENDARAHAN

PADA KALA NIFAS DINI


No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
3.6. Pernberian uterotonika kalau perlu secara kontinyu melalui drip,
dengan 20 – 30 unit oksitosis dalam 1000 cc cairan kristaloid dengan
kecepatan 200 cc/jam Quilligan menganjurkan pemberian oksitosin 10 – 20
unit RL 5000 cc/jam disertai massege bimanual kemudian intermitten fundal
massege selama 10 – 20 merit dilakukan selama beberapa jam sampai
kontraksi uterus cukup keras tanpa stimuli.

3.7. Apabila setelah pemberian oksitosis dalam 1000 cc cairan tidak


berhasil dapat diberikan derifat ergot atau prostagladin.

3.8. Penggunaan tampon uterus mungkin berhasil untuk menghentikan


perdarahan karena atonia yang gagal dengan obat-obatan: Pernasangan
tampon harus secara hati-hati den secara padat. Bahaya adalah memberi rasa
aman yang semu sehingga menunda tindakan definitif yang perlu. Tampon
yang padat menyerap darah sampai 1000 cc. Untuk mencegah infeksi
sebaiknya diberikan antibiotika dan diangkat dalam 24 jam.

3.9. Apabila usaha di atas juga gagal maka dapat dipertimbangkan


tindakan operatif yang ligasi arteria hypogastrika pada wanita yang masih
ingin anak atau histerektomi bila sudah tidak menginginkan.

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman

Ditetapkan
PROSEDUR
TETAP
Tanggal terbit Direktur

Pengertian Memperbaiki robekan perineum dengan jalan menjahir lapis demi lapis.

Sebagai pedoman agar robekan pada perineum baik, yang terjadi

Tujuan akibat luka episiotomi maupun ruptur perineum spontan dapat

dijahit dengan benar.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. ETIOLOGI

Prosedur Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :

1.1. Kepala janin terlalu cepat lahir

1.2. Persalinan tidak dipimpim sebagaimana mestinya

1.3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut

1.4. Pada persalinan dengan distoksia bahu

2. JENIS/TINGKAT

2.1. Robelan perineum dapat dibagi atas 3 tingkat :

2.1.1. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.

2.1.2. Tingkat Il : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai
selanput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi
tidak mengenai sphinter ani.

2.1.3. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum


sampai mengenai otot-otot sphinfer ani.
2.2. Teknik menjahit robekan perineum :

2.2.1 Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan


hanya dengan memakai catgut yang dijahit secara jelujur (continouse suture)
atau dengan cara angka delapan (figure of eight).

PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM


No. Revisi Halaman
No. Dokumen
1 2/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
2.2.2. Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat lt maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata
atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut yang diratakan terlebih
dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan
penjahitan luka robekan.

2.2.3. Mula mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir
vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur, penjahitan
selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit perineum
dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


RUPTUR PERINEUM TOTAL
No. Revisi Halaman
No. Dokume
1/1
Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP

Pengertian Sejumlah tindakan untuk merawat ruptur perineum total.

Perawatan Pasien dengan Ruptur perineum total.


Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


PROSEDUR

Prosedur 1. Menyiapkan dan memasang dauer catheter (selama 3 hari).

2. Memberikan diet makanan lunak rendah serat (tanpa sayur).

3. Memberikan obat sesuai dengan advis dokter (secara iv/im/oral)

3.1. Antibiotik

3.2. Analgesik

3.3. Roborantia

3.4. Laxantia

4. Merawat luka perineum.

5. Observasi penyuluhan tentang :

5.1. Mobilisasi bertahap

5.2. Diet makanan serat

5.3. Pentingnya menjaga kebersihan genetalila/diri dan lingkungan.

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


POST PARTUM DINI

(DALAM 24 JAM POST PARTUM)


No. Dokumen No. Revisi Halaman

1 ½
Ditetapkan

Tanggal terbit Direktur


PROSEDUR
TETAP
Suatu tindakan untuk merawat Pasien 2 jam pasca persalinan.
Pengertian

Sebagai pedoman perawatan pasien post partum di ruangan bersalin


Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Memeriksa

Prosedur 1.1. Tinggi fundus uteri.

1.2. Kontraksi uterus.

1.3. Perdarahan pervaginaan.

1.4. Mengukur gejala kardinal tiap 4 jam.

1.5. Memandikan pasien yang baru melahirkan.

1.6. Merawat jahita.n perineum.

1.7. Memeriksa dan mengawasi keluarnya ASI.

1.8. Membantu ibu meneteki bayinya.

1.9. Observasi keluhan sesudah melahirkan :

1.9.1. Adanya kesulitan BAK.

1.9.2. Adanya keluhan tentang laktasi.

1.9.3. Adanya nyeri karena his postpartum.

1.9.4. Adanya nyeri pada symphisis.

1.10. Memberikan penyuluhan tentang :

` 1.10.1. Gizi ibu nifas.

1.10.2. Perawatan payudara dan laktasi.

6.1.10.3. Kebersihan diri dan lingkungan.

6.1.10.4. KB yang cocok bagi ibu nifas.


6.1.10.5. Perawatan bayi (tali pusat).

6.1.10.6. Perawatan jahitan perineum.

1.11. Untuk partus fisiologis perawatan ibu di ruangan bersalin maksimal 3


(tiga) hari.
POST PARTUM DINI

(DALAM 24 JAM POST PARTUM)


No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

PROSEDUR Tanggal terbit


TETAP

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


MENYUSUI BAYI YANG BENAR
No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Ditetapkan

PROSEDUR Tanggal terbit Direktur


TETAP

Pengertian Suatu urutan tindakan untuk menyusui bayi yang benar.

.
Sebagai pedoman untuk pelaksanaan menyusui bayi secara benar.

Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Ibu dalam posisi :

Prosedur 1.1. Duduk

1.2. Berbaring
1.3. Berdiri

2. Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.

3. Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.

1. Cara memegang payudara dengan ibu jari berada dibagian payudara


bagian atas, 4 jari bagian payudara bawah.

2. Memasukkan putting susu sampai areola mamae.

3. Memperhatikan posisi putting susu dalam mulut bayi sehingga bayi


kelihatan menghisap dengan kuat.

4. Cara melepas putting susu dengan ujung jari kelingking

dimasukkan ke lidah satu sisi mulut bayi.

5. Menyusui dengan memberikan kedua payudara.

6. Menyusui tidak terjadual.

7.Menyendawakan bayi setelah menyusu dengan cara menggendong bayi


tegak dengan kepala bersandar pada pundak ibu kemudian menepuk
punggungnya perlahan-lahan.
MENYUSUI BAYI YANG BENAR
No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

PROSEDUR Tanggal terbit


TETAP

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


PEMERIKSAAN VAGINAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Ditetapkan

PROSEDUR Tanggal terbit Direktur


TETAP
Pengertian Suatu tindakan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam

vagina untuk pemeriksaan ginekologi.

.
Sebagai pedoman untu.k pemeriksaan vaginal dibidang Ginekologi, agar

Tujuan pasien mengerti dan faham akan tujuan pemeriksaan.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Konseling

Prosedur 1.1. Menerangkan maksud dan tujuan petneriksaan vaginal pada pasien.

2. Persiapan Tindakan

2.1. Syarat :

2.1.1. Dilakukan dengan halus dan hati-hati.

2.1.2. Dilakukan dalam keadaan steril.

2.1.3. Dilakukan dengan pendamping tenaga paramedik atau keluarga


pasien.

2.2. Indikasi

2.2.1. Pada perneriksaan kesehatan ginekologik berkala (check


up).

2.2.2. Bila ada keluhan dan atau kelainan yang diduga

berasal dari organ genitalis.

2.3 Indikasi Kontra

2.3.1. Masih virgin

2.3.2. Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan rektal.


ASUHAN NIFAS
No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Ditetapkan

PROSEDUR Tanggal terbit Direktur


TETAP

Pengertian Perawatan dan penatalaksanaan setelah persalinan

.
Sebagai pedoman untu.k perawatan nifas dibidang , agar

Tujuan pasien mengerti dan faham akan tujuan pemeriksaan.

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal tentang

Kelainan yang berhubungan dengan infeksi.

Kelainan yang berhubungan dengan perdarahan.

Kelainan yang berhubungan dengan trombosit.

Kelainan yang berhubungan dengan payudara dan menyusui.

Prosedur Diagnosis : – Anamnesis / MMPI tes.

- Pemeriksaan fisik.

- USG dan Doppler.

- CT-Scan (khusus tersangka Sindroma Sheehan pada HPP berat)

- Laboratorium.
• Mensuport involusi sempurna.

• Mensuport ASI eksklusif.

• Mensuport system kardio vaskuier GIT, traktus urinarius kembali


ke N

• Mensuport estetik perempuan.

• Kewaspadsan post partum blus.

Manajemen : – Keluhan yang berhubungan dengan infeksi:

• Antibiotik

• Perawatan luka terinfeksi

• Drainase

• Laparotomi

• Perawatan intensif pada keadaan lanjut (sepsis)

- Kelainan yang berhubungan dengan perdarahan

• Preparat Ergometrin / Oksitosin

• Kuretase

• Laparotomi

• Antibiotik

- Kelainan yang berhubungan dengan tromboemboli

• Obat Antikoagulan

• Antibiotik

• Ambulasi dini

1. Konseling

1.1. Menerangkan maksud dan tujuan petneriksaan vaginal pada pasien.


2. Persiapan Tindakan

2.1. Syarat :

2.1.1. Dilakukan dengan halus dan hati-hati.

2.1.2. Dilakukan dalam keadaan steril.

2.1.3. Dilakukan dengan pendamping tenaga paramedik atau keluarga


pasien.

2.2. Indikasi

2.2.1. Pada perneriksaan kesehatan ginekologik berkala (check


up).

2.2.2. Bila ada keluhan dan atau kelainan yang diduga

berasal dari organ genitalis.

2.3 Indikasi Kontra

2.3.1. Masih virgin

2.3.2. Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan rektal.

PEMERIKSAAN VAGINAL
Halaman No. Revisi Halaman

2/2
Ditetapkan

PROSEDUR Tanggal terbit Direktur


TETAP

3.10. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui


keadaan rahim. Jika arah uterus antefleksi, uterus dapat diraba diantara dua
tangan, yang satu di dalam vagina pada forniks anterior dan yang lain
menekan uterus ke bawah dari dinding perut. Ditentukan konsistensi, besar,
kontur, mudah digerakkan atau tidak, apakah nyeri tekan, ada atau tidaknya
tumor. Jika arah uterus retrofleksi, tangan yang berada di vagina menekan
forniks posterior untuk dapat meraba uterus.

3.11. Pada saat tangan menekan forniks posterior, diraba pula keadaan
ligarnen sakrouterium dan rongga douglas menonjol.

3.12. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menekan adneksa parametrium


kanan dan kiri. Tangan yang berada di vagina menekan forniks.lateralis dan
yang berada diluar menekan dinding perut. Diraba ovarium: besarnya, nyeri
tekan, tumor dan derajat kebebasannya.

3.13. Untuk meraba lebih jelas bagian belakang rahim dan rongga
douglas, kadangkala dilakukan pula pemeriksaan rektovaginal. Jari telunjuk
dimasukkan vagina dan jari tengah dimasukkan rectum.

4. Tindak Lanjut

4.1. Menulis hasil pemeriksaan pada status pasien.

4.2. Menetapkan diagnosa.

Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap


INDUKSI PERSALINAN DENGAN
MISOPROSTOL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Ditetapkan

PROSEDUR Tanggal terbit Direktur


TETAP

Pengertian Suatu tindakan untuk terminasi kehamilan dengan obat misoprostol dengan
cara mematangkan cerviks

.
Sebagai pedoman untuk pelaksanaan induksi /terminasi kehamilan dengan
misprostol
Tujuan

1. Misoprostol ada 2 kemasan 200 mcg dan 100mcg, oral, vaginal


maupun rectal
Kebijakan
2. Menigkatkan skor pelvic
3. Tidak dianjurkan pemberian misoprostol secara poliklinis

4. Tidak dianjurkan untuk kasus bekas bedah sesar

1. Surat persetujuan tindakan

Prosedur 2. Periksa kondisi skor pelvik

3. Kesejahteraan janin diperiksa dahulu

4. Pasien harus rawat inap (tidak poliklinis)

5. Kontra indikasi bekas sc

6. Dosis 25-50 mcg tiap 6-8 jam pervaginal maksimal 4x pemberian ,


pemberian oral lebih dianjurkan

7. Jangan manipulasi dengan uterotonika lain ataupun eks

Anda mungkin juga menyukai