Anda di halaman 1dari 27

Isolasi Trimiristin dan Asam Miristat Dari Biji Pala

dan Penyabunan Trimiristin Untuk Mendapatkan


Asam Miristat
Diposting oleh Mahardhika Adhi Candra Dewi | Label: Asam Miristat, Biji
Pala, Farmasi,Fitokimia, Laporan Fitokimia, Laporan
Praktikum, Saponifikasi, Soxhletasi
undefined
undefined
undefined
LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA

OLEH :
Nama : Mahardhika Adhi Candra Dewi
Analia Dian Ningrum
Ayuningtyas Dian P
Gea Ros Alifa
Fathimah Rima
Katarina Puspita D
Pinera F.N
Titis Maratush S
D3 Farmasi 2014
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta

A. Tujuan Percobaan
- Dapat melakukan isolasi trimiristin dan asam miristat dari biji pala
dengan metode soxhletasi.
- Dapat melakukan proses isolasi metode soxhletasi dan kristalisasi.
- Dapat mengetahui dan memahami proses saponifikasi dengan
metode refluks.
- Dapat menghitung rensemen asam miristat dan hasil saponifikasi.
- Dapat melakukan reaksi penyabunan trimiristin untuk mendapatkan
asam miristat.

B. Dasar Teori
Biji buah pala merupakan biji dari tumbuh-tumbuhan yang kaya akan
trigliserida yaitu asam lemak ester gliserol. Banyak perbedaan yang
mungkin pada trigliserida terjadi, sejak gliserol mempunyai rantai yang
sangat panjang dab sejumlah ikatan rangkap dan saling berhubungan
satu sama lain. Biji buah pala mengandung trigliserida terutama ester
gliserol yaitu asam lemak tunggal dan asam myristic, yang disebut
trimiristin. Trimiristin yang terkandung dalam biji buah pala kering kira-kira
25%-30% beratnya (Winarno, 1991).
Menurut Albert Y. Leung, komposisi kimia dari biji pala adalah :
- Minyak Atsiri 2-16% (rata-rata 10%).
- Fixed Oil atau minyak kental 25%-30% terdiri dari beberapa jenis asam
organik, misalnya asam palmetic, asam stearat dan miristat.
- Karbohidrat kurang lebih 30%, protein 60%.
- Minyak pala mengandung 88% monolepen hidrokarbon.
- Miristat kurang lebih 4%-8% dan lain-lain termasuk alkohol, misalnya
eugenol, metyleugenol, biji pala juga mengandung zat-zat antioksidan.
(Gibson,
1956).
Adapun sifat-sifat dari biji pala adalah :
- Mengandung unsur-unsur psikotropik.
- Mengakibatkan muntah-muntah, kepala pusing, rongga mulut kesing,
meningkatkan rasa muntah dan diakhiri dengan kematian.
- Memiliki daya bunuh terhadap larva serangga.
- Tidak menimbulkan alergi jika dioleskan pada kulit manusia.
(Helmkamp,
1964).
Trimiristin merupakan salah satu senyawa bahan alam golongan
lemak yang ditemukan pada biji buah pala (Myristica fragrans). Trimistin
yang terkandung dalam biji pala merupakan lemak yang juga dapat
ditemukan di beberapa jenis sayuran yang kaya akan minyak dan lemak
terutama pada biji-bijian. Trimiristin merupakan bentuk kental dan tidak
berwarna serta tidak larut dalam air. Beberapa perbedaan trigliserida
mungkin karena gliserolnya mempunyai tiga fungsi. Fungsi hidroksil dan
juga mengandung lemak alami yang mempunyai rantai panjang dan
sejumlah ikatan rangkap yang berhubungan satu sama lain. Trimiristin
terkandung sekitar 25% dari berat kering biji buah pala (Wilcox, 1995).
Adapun biji pala digunakan sebagai rempah-rempah, minyaknya untuk
kosmetik maupun pengobatan, penambah aroma makanan dan
membunuh larva serangga dan insekta lainnya (Wilcox, 1995).
Soxhletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu
komponen yang terdapat dalam zat padat dengan penyarian berulang-
ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen
yang diinginkan akan terisolasi (Freiser, 1957).
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa
lemah (NaOH). Hasil dari saponifikasi adalah gliserol. Banyak atom C
dapat mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi
dan pembasahan (Fessenden, 1982).
Prinsip kerja soxhletasi yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan didalam klonsong
yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari
dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif didalam simplisia
dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan
akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi
sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna,
tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi terlah mencapai 20-25 kali.
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Ansel, 1989).
Refluks merupakan teknik laboratorium dengan cara mendidihkan
cairan dalam wadah yang disambungkan dengan kondensor sehingga
cairan terus menerus kembali ke dalam wadah, Teknik ini edigunakan
untuk melaksanakan reaksi dalam waktu lama, semisal sintesis organik
(Freiser, 1957).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat
dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian
dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam
pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Konsentrasi total impuriti
biasanya lebih kecil dari konsemtrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,
maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara
produk yang berkonsentrasu tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk
pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam
rekristraliasi yaitu : memilih pelarut, melarutkan zat terlarut,
menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan
larutan, mengumpulkan dan mencuci krital, serta mengeringkan
produknya (hasil) (Williamson, 1999).

C. Alat dan Bahan


Alat : Seperangkat alat sokhletasi (1 pasang)
Corong Biasa (3 buah)
Baskom ( 2 buah )
Erlenmeyer 50 ml ( 2 buah)
Erlenmeyer 1000 ml ( 1 buah)
Statif dan Klem ( 2 pasang )
Penangas Air ( 1 buah )
Labu Alas Bulat ( 3 buah)
Batang Pengaduk ( 2 buah)
Pipet Tetes ( 3 buah )
Beaker Glass ( 3 buah )
Gelas Ukur ( 3 buah)
Sendok Tanduk ( 1 buah)
Aluminium Foil (1 buah/secukupnya)
Seperangkat alat refluks ( 1 pasang)
Timbangan ( 1 buah )
Ember ( 1 buah )
Pompa Air ( 1 buah )
Bahan : Trimiristin (2,4 gram)
Aseton (50 ml)
NaOH 6M (36 ml)
Etanol ( 36 ml)
Es Batu ( 2 botol )
HCl Pekat ( 36 ml )
Air ( 1 ember )
Aquadest (secukupnya)
Batu Didih ( 3 buah)
Kertas Saring (Secukupnya)
Biji Pala (30 gram)
N- Heksana (250 ml)

D. Cara Kerja
a) Isolasi Trimiristin
- 30 gram serbuk biji pala dimasukkan ke dalam kertas saring di buat
klongsong.
- Kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhletasi.
- 250 ml n-heksana dan batu didih dimasukkan kedalam labu soxhlet.
- Kemudian merangkai alat soxhlet dan ditunggu hingga terjadi 6-8
sirkulasi.
- Ekstrak yang didapatkan kemudian di evaporasi, sehingga didapatkan
minyak.
- Kemudian dipindahkan kedalam erlenmeyer 50 ml dan ditambahkan 45
ml aseton ke dalam minyak.
- Dilakukan penyaringan saat panas-panas menggunakan kertas
saring.
- Filtrat didinginkan dalam wadah es.
- Kemudian dikumpulkan menjadi kristal putih trimiristin.
- Dilakukan pencucian dengan aseton selama 2x.
- Dikeringkan lalu ditimbang dan dihitung rendemen.
b) Penyabunan Trimiristin menjadi Asam Miristat
- 2,4 gram Trimiristin ditambah dengan 36 ml Etanol 70% dan 36 ml
NaOH 6 M dimasukkan ke dalam labu alas bulat 250 ml.
- 3 batu didih ditambahkan kedalam labu alas bulat.
- Alat refluks disusun
- Kemudian dilakukan refluks kurang lebih 1 jam.
- Hasil dituangkan kedalam gelas kimia 250 ml.
- Dimasukkan kedalam baskom yang berisi es dan diaduk hati-hati.
- Ditambahkan dengan HCl Pekat 36 ml hingga terbentuk asam miristat.
- Dimasukkan kedalam baskom yang berisi es.
- Dilakukan pencucian dengan aquadest sebanyak 30 ml.
- Didapatkan kristal dan dihitung persentase rendemennya.

E. Hasil
a. Kristal Trimiristin 5 gram
b. % rendemen trimiristin = 16,67%
c. Larutan Hasil Refluks = 75 ml
d. % Rendemen = 62,5 %

F. Pembahasan
ISOLASI TRIMIRISTIN DAN ASAM MIRISTAT DARI BIJI PALA
Pada praktikum ini dilakukan isolasi trimiristin dan asam miristat dari
biji pala dengan metode soxhletasi. Prinsip dari metode soxhletasi adalah
penyarian secara berulang, dimana cairan dipanaskan, uapnya akan
menyari simplisia dalam klonsong dan jatuh pada labu alas bulat
berlangsung secara kontinyu.
Pengerjaan praktikum ini diawali dengan penyerbukan biji pala. Biji
pala dibuat serbuk dengan tujuan untuk memperluas luas permukaan
sehingga kontak dengan pelarut akan lebih besar dan semakin banyak
zat yang tersari. Serbuk pala yang digunakan sebanyak 30 gram dengan
pelarut N-heksana 250 ml. Penggunaan pelarut N-heksana didasarkan
atas sifat like disolve like dimana pelarut non polar akan menyerap zat-
zat non polar begitu juga sebaliknya. Trimiristin adalah senyawa non polar
sehingga mampu larut dalam pelarut non polar.
Biji pala yang telah menjadi serbuk dibungku dalam kertas saring
dan dimasukkan ke dalam timble pada alat soxhlet. Proses soxhlet
dilakukan sebanyak 6-8 sirkulasi. Ketika pelarut n-heksana dalam labu
alas bulat menguap akibat pemanasan, uap pelarut akan naik, kemudian
akan dikondensasikan oleh kondensor menjadi molekul-molekul cairan
pelarut yang jatuh kedalam tempat sampel serbuk biji pala. Terjadinya
pengembunan ditandai dengan adanya tetesan-tetesan pelarut ke dalam
sampel. Setelah volume tempat sampel dipenuhi oleh pelarut, maka
seluruh cairan (pelarut yang membawa solute) akan turun kembali ke
dalam labu alas bulat melalui pipa kecil dan proses inilah yang disebut
dengan satu sirkulasi.
Hasil dari proses ekstraksi ini adalah campuran antara solut dan
solvent yang berwarna kekuningan yang kemudian dievaporasi. Hal ini
bertujuan adalah untuk menguapkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak
kental. Penguapan dilakukan dengan menggunakan waterbath dan
dilakukan secara hati-hati, karena n-heksana adalah pelarut yang mudah
terbakar. Prinsip dari evaporasi adalah zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap terlebih dahulu sedangkan zat yang memiliki titik
didih tinggi akan tertinggal. Dalam hal ini h-heksana memiliki titik didih
yang lebih rendah daripada trimiristin sehingga n-heksana menguap
terlebih dahulu dan terpisah dari minyak pala.
Minyak pala yang diperoleh ditambahkan dengan aseton 45 ml.
Penambahan aseton bertujuan untuk memisahkan zat murni dan zat
pengotor. Proses pemisahan ini disebut dengan proses rekristalisasi.
Dalam proses rekristalisasi, kriteria pelarut yang digunakan adalah pelarut
yang tidak bereaksi dengan zat padat yang terlarut. Dalam percobaan ini
digunakan aseton karena pelarut ini tidak bereaksi dengan zat yang
terkandung dalam serbuk biji pala. Selain itu kriteria pelarut yang baik
dalam proses rekristalisasi adalah pelarut yang mempunyai titik didih
melebihi titik leleh zat padatnya.
Setelah penambahan aseton campuran disaring dan dilakukan pada
saat larutan masih panas agar tidak terjadi pengkristalan pada larutan.
Dari penyaringan yang dilakukan diperoleh filtrat berwarna kuning jernih
dan residu yang berwarna putih. Setelah disaring, filtrat yang diperoleh
dimasukkan kedalam lemari pendingin untuk mempercepat proses
pengendapan. Kristal yang diperoleh, dicuci lagi dengan menggunakan
aseton sebanyak 2 kali untuk melarutkan pengotor yang bersifat polar.
Selanjutnya residu yang tertinggal didalam kertas saring di timbang untuk
mengetahui berat trimiristin yang diperoleh. Dari praktikum ini diperoleh
krital trimiristin berwarna putih dengan berat kristal 5 gram dan rendemen
16,67 %.
Hasil yang diperoleh tidak sebanyak perolehan isolasi trimiristin
yang dilakukan oleh Idrus, dkk. Dalam percobaan yang dilakukan oleh
Idrus dkk, menyatakan bahwa rendemen dari isolasi trimiristin yang
diperoleh adalah 80,02%. Perbedaan ini dapat dimungkinkan karena
kurang halus serbuk pala yang digunakan sehingga kontak antara pelarut
dan zat kurang optimal, selain itu dapat terjadi karena proses ekstraksi
yang digunakan masih kurang lama, sehingga masih banyak zat yang
tertinggal didalam biji pala.

PENYABUNAN TRIMIRISTIN UNTUK MENDAPATKAN ASAM


MIRISTAT
Pada praktikum ini dilakukan proses penyabunan trimiristin untuk
memperoleh asam miristat dengan metode refluks. Refluks adalah
metode ekstraksi dengan cara panas menggunakan pelarut pada titik
didihnya dan berlangsung secara konstan karena adanya pendingin balik
(Depkes, 2010).
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan
akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi
sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kristal trimiristin
yang telah diekstraksi secara soxhletasi sebanyak 2,4 gram. Proses ini
diawali dengan mencampurkan trimiristin dengan 36 ml NaOH dan 36 ml
etanol. Di dalam laboratorium NaOH yang tersedia dalam bentuk serbuk
sedangkan yang harus digunakan adalah larutan NaOH 6 M sehingga
harus dilakukan pembuatan larutan NaOH. Berdasarkan perhitungan dari
rumus :
Massa : (MxpxMr) : 1000
Dalam praktikum ini, penggunaan NaOH ini bertujuan agar dalam
reaksi ini dihasilkan sabun. Sedangkan penambahan etanol berfungsi
sebagai pelarut, dimana etanol akan melarutkan hasil campuran setelah
direfluks yaitu sabun dan gliserol. Campuran trimiristin, NaOH, dan etanol
yang direfluks selama kurang lebih 1 jam dengan menggunakan heating
mantle bertujuan agar campuran dapat larut secara sempurna sehingga
hasil yang didapat akan meningkat dengan dilakukannya pemanasan.
Batu didih yang ditambahkan dalam labu alas bulat bertujuan agar suhu
dan tekanan tetap stabil sehingga tidak terjadi letupan ketika merefluks.
Pada metode refluks, pemisahan senyawa kimia di lakukan dengan
cara memasukkan trimiristin kepada labu alas bulat, kemudian
dipanaskan, uap-uap cairan pelarut terkondensasi pada kondensor
menjadi molekul-molekul cairan pelarut yang akan turun kembali bersama
sample yang berada pada labu alas bulat, hal ini berlangsung secara
kontinue sampai pelarutan sempurna. Larutan hasil refluks sebesar 75 ml.
Pada saat direfluks akan terjadi reaksi penyabunan trimiristin. Trimiristin
merupakan gliserida yang terbentuk dari gliserol dan asam miristat,
sehingga apabila trimiristin di reaksikan dengan NaOH akan
menghasilkan sabun. Sabun tersebut adalah natrium miristat atau gram
natrium dari asam miristat dan gliserol.
Setelah dihasilkan larutan dari proses refluks kemudian dimasukkan
ke dalam gelas beaker 250ml. Gelas beaker kemudian dimasukkan
kedalam wadah yang berisi air es. Digunakan air es bertujuan agar
memudahkan dalam pengkristalan. Setelah itu ditambahkan dengan HCl
pekat 36 ml. Penambahan HCl bertujuan agar terbentuk asam miristat,
dimana HCl akan bereaksi dengan ion Na dari sabun miristat membentuk
garam NaCl yang bersifat netral. Penambahan HCl juga menyebabkan
larutan yang dihasilkan bersifat asam. HCl ditambahkan sedikit demi
sedikit secara hati-hati agar larutan dapat bercampur sempurna dan
kristalnya dapat cepat terbentuk dengan adanya pendingingan dari air es.
Setelah terbentuknya kristal, larutan disaring dengan kertas saring
dan dicuci dengan menggunakan aquadest 30 ml. Pencucian berfungsi
agar garam NaCl terpisah dari asam miristat sebab sifat garam NaCl yang
mudah larut air, sedangkan asam miristat sukar larut dalam air, karena
asam miristat tergolong asam lemak. Kristal yang telah terbentuk di kering
anginkan dan ditimbang. Dari hasil percobaan, diperoleh masa kristal
asam miristat sebesar 1,5 gram. Sedangkan masa awal trimiristin adalah
2,4 gram. Kemudian ditentukan presentase rendemen dengan rumus :
%Rendemen = (massa yang diperoleh /massa awal) x100%
Rendemen yang dihasilkan adalah 62,5 %.

G. Kesimpulan
- Prinsip dari soxhletasi adalah penyarian secara berulang, dimana
cairan dipanaskan, uapnya menyari simplisia dan jatuh pada labu alas
bulat dan berlangsung secara kontinyu.
- Pelarut yang digunakan adalah n-heksan karena trimiristin adalah zat
yg bersifat non-polar.
- Penambahan etnaol digunakan sebagai pelarut.
- Titik didih trimiristin lebih besar daripada n-heksan sehingga dalam
proses evaporasi, pelarut n-heksana akan menguap terlebih dahulu dan
diperoleh minya pala.
- Pencucian dengan aseton ditujukan untuk memisahkan zat murni dan
zat pengotor.
- Pendinginan dilakukan untuk memperoleh endapan trimiristin yang
berwarna putih.
- Dalam percobaan ini didapatkan asam miristat sebesar 1,5 gram
dengan rendemen 62,5%.
- Penambahan NaOH bertujuan agar terbentuk sabun.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta :
Gramedia.
Fessenden, R.J. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Freiser, Louis F. 1957. Experiment in Organic Chemistry, 3nd edition.
Revised, D.C, Health and Company : Boston.
Gibson, Charles. 1956. Essential Principles of Organic Chemistry.
Cambridge of The University Press : London.
Helmkamp. 1964. Selected Experiments in Organic Chemistry.
Cambridge of The University Press : London.
Idrus., Syarifusin,M., Kaimudin, R.F Torry dan R. Biantoro. 2014. Isolasi
Trimiristin Minyak Pala serta Pemanfaatnannya sebagai Bahan
Aktif Sabun. Jurnal Riset Industri 8 (1). 23-31.
Wilcox, C.F. 1995. Experimental Organic Chemistry, 2nd Edition. Prentice
Hall : New Jersey.
Williamson, 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment.
Houghtib Nifflin Company : USA.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka.
laporan PRAKTIKUM kimia organik ii
PERCOBAAN IV ISOLASI ASAM MIRISTAT

laporan PRAKTIKUM kimia organik ii

PERCOBAAN IV

ISOLASI ASAM MIRISTAT

OLEH

NAMA : EMI SATRINA

STAMBUK : A1C4 08020

KELOMPOK : V (lima)

LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Minyak, dalam jumlah bervariasi, terkandung dalam berbagai jenis bahan makanan.

Kandungan minyak yang cukup penting adalah lemak, karena itu pemeliharaan lemak agar
tetap dalam keadaan segar merupakan hal penting untuk mempertahankan mutu dan

harganya. Dalam pengolahan bahan pangan minyak atau lemak berfungsi sebagai media
penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih),

mentega, dan margarin. Proses kerusakan minyak/lemak di dalam bahan pangan dapat

terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses pemanggangan, penggorengan dengan

cara deep frying dan selama penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan

berlemak mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu dan

nilai gizi bahan pangan tersebut. Terjadinya peristiwa ketengikan (rancidity) tidak hanya

terbatas pada bahan pangan berkadar minyak/ lemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada

bahan pangan berkadar minyak/lemak rendah. Kelapa dan kelapa sawit merupakan
tanaman.

Biji pala merupakan tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak.

Minyak kelapa dan kelapa sawit mempunyai peran ekonomi yang sangat penting sebagai

bahan industri seperti bahan baku industri kosmetik dan obat-obatan, industry kulit dan

tekstil, industri logam, industri makanan ternak dan sumber kebutuhan minyak goreng
maupun sebagai sumber penghasil devisa lainnya.
Asam miristat pertama kali di isolasi oleh Playfair pada tahun 1841 dan sekaligus

menemukan bahwa asam miristat merupakan komponen utama biji pala ditemukan pula
bahwa asam miristat terdapat dalam semua spesies myritica tetapi dalam jumlah yang tidak

begitu besar dibandingkan dengan pala. Dari hasil penelitian rata-rata biji pala mengandung

73 % gliserida jenuh yang terdiri atas komponen-komponen asam lemak : asam laurat 1,5 %,

asam miristat 76,6 %, asam palmitat 10,5 %, asam oleat 10,5 % dan asam linoleat 1,3 %.

Proporsi asam miristat yang begitu besar terikat dalam trigliserida menunjukan bahwa

senyawa trigliserida, dalam hal ini trimiristin terdapat dalam jumlah atau proporsi yang sama

dengan asam miristat. Jika asam palmitat dan asam laurat dibandingkan relatif terhadap

asam miristat, maka proporsi trimiristin didalam gliserida adalah kira-kira 77 % atau 55 %

dari lemak total. Bomer dan Ebark berhasil mengisolasi 40 % trimiristin dengan cara

mentransasi biji pala. Meskipun asam miristat larut dalam alkohol dan eter, ia tidak larut

dalam air. Sifat ini digunakan untuk mengkristalkan asam miristat dari hasil hidrolisa

trimiristin. Kegunaan asam miristat adalah untuk sabun, kosmetik, farfum, dan ester sintesis

untuk flafor dan aditif pada makanan.

Berdasarkan uraian tersebut bahwa pada pengisolasian biji pala menjadi miristida itu

membutuhkan waktu yang y berjam-jam untuk memperoleh hasil yang diinginkan sehingga

prakteknya berhasil. Oleh karena itu, praktikan tertarik melakukan

suatu praktikum ini dengan percobaan “ Isolasi Asam Miristat Dalam Biji Pala“ .

I.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat

dalam percobaan ini dapat dirumuskan yaitu

1. Bagaimana mengisolasi asam miristat dalam biji pala?

2. Bagaimana cara mengekstraksi dan menghidrolisis trimiristin dari biji pala ?


I.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan

percobaan ini adalah

1. Untuk mengisolasi asam miristat dalam biji pala.

2. Untuk mengetahui tekhnik mengekstraksi dan menghidrolisis trimiristin dari biji pala

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil praktikum ini adalah :

1. Dapat mengetahui tekhnik mengekstraksi dan menghidrolisis trimiristin dari biji pala.

2. Memberikan tambahan pengetahuan tentang isolasi asam miristat dalam biji pala.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami

oksidasi. Untuk menentukan bilangan peroksida dari produk C1499 , dengan 30ml campuran

aseton dan kloroform (3:2) yang akan dialirkan gas nitrogen selama 2 menit untuk

menggantikan udara pada Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan KI jenuh sebanyak 1 ml

dengan pipet tetes, ditutup dan dikocok selama 1 menit. Dibiarkan selama 5 menit dalam
ruangan gelap. Ditambahkan air destilat kira – kira 200 ml, kemudian dititrasi larutan

tersebut dengan larutan 0,01 N Na2S2O3 menjadi larutan kuning pucat. Kemudian

ditambahkan amilum sebagai indicator menjadi larutan warna hitam keungguan, dititrasi

lagi dengan larutan 0,01 Na2S2O3 sampai menjadi larutan putih bening. Kemudian dihitung
bilangan peroksidanya. Untuk produk C1499 bilangan peroksida di PT. SOCI Medan

maksimal 1 mg.eq ( Panji, 2011).

Kinetika reaksi oksidasi asam miristat, asam oleat dan asam stearat dalam medium
minyak kelapa dan kelapa sawit telah dipelajari dengan mengukur pengurangan luas

kromatogram asam lemak dengan kromatografi gas. Hasil penelitian menunjukan bahwa
reaksi oksidasi asam miristat, asam oleat dan asam stearat mengikuti reaksi orde-1. Hasil

penentuan energi aktivasi menunjukkan bahwa energi aktivasi asam oleat lebih kecil

dibanding asam miristat dan asam stearat dalam minyak kelapa , minyak kelapa sawit

maupun tanpa medium. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa asam oleat lebih cepat
teroksidasi dibanding asam stearat dan asam miristat (Desnelli dan Zainal, 2009).

Hasil analisis Collin dan Hilditch menunjukkan bahwa biji pala mengandung 73%

gliserida jenuh yang terdiri atas komponen-komponen asam lemak dengan persentase asam

miristat sekitar 86,6% dari keseluruhan asam lemak. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa

senyawa gliseria, dalam hal ini trimiristin terdapat dalam jumlah atau proporsi yang sama

dengan asam miristat.

Trimiristin adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan asam

miristat. Trimiristin atau disebut juga gliserol trimiristat, merupakan suatu kristal polimorf

dengan rumus molekul:

Larut dalam benzena, kloroform, etanol, dan terutama dalam eter.

Nama lain dari asam miristat adalah tetradekanoat, wujudnya berupa kristal putih

agak berminyak dengan rumus molekul : CH3(CH2)12COOH. Titik leleh 54,4 oC. Sifat
kelarutannya tersebut dimanfaatkan untuk mengkristalkan asam miristat dari hasil hidrolisis

trimiristin. Asam miristat dapat digunakan sebagai bahan baku sabun, kosmetik, parfum dan
untuk ester sintesis untuk obat bius dan aditif bahan makanan.

Isolasi asam miristat diawali dengan ekstraksi trimiristin dengan biji pala dengan

menggunakan pelarut yang sesuai, setelah didapatkan kristal trimiristin yang murni tahap
selanjutnya kristal tersebut dihidrolisis dalam suasana basa menghasilkan asam miristat dan

gliserol yang kemudian dikristalisasi hingga diperoleh kristal asam miristat. Reaksi hidrolisis

yang terjadi sebagai berikut:

(Nasrudin, 2011).

Hasil utama tanaman ini adalah buah pala yang terdiri dari daging, buah, biji dan fuli.
Biji pala dan fuli kebanyakan digunakan sebagai rempah-rempah dan merupakan komoditi

yang penting bagi Indonesia. Di samping itu biji dan fuli pala juga biasa disuling untuk

diambil minyaknya. Biji pala kering mengandung 5-15% minyak. Daging buah biasa dibuat

manisan pala, “yelly pala” dan sirup pala.

Minyak pala termasuk minyak atsiri dan banyak digunakan sebagai bahan baku

membuat/menambah cita rasa. Juga dalam bidang industri kosmetik, sabun dan obat-
obatan. Penilaian mutu minyak atsiri umumnya dilakukan dengan menentukan sifat-sifat

kimia, sifat khusus suatu minyak dan beberapa macam pengujian pemalsuan secara

kualitatif. Sifat fisika kimia minyak pala sangat bervariasi dan tergantung pada asal daerah,

jenis, umur dan mutu biji pala serta cara pengolahannya (Rusli, 1988).
Pengertian hidrolisis adalah penguraian senyawa oleh pengaruh air. Minyak atsiri

sering mengandung senyawa ester. Ester oleh adanya air dan terutama pada suhu tinggi
dapat bereaksi dengan menghasilkan asam karboksilat dan senyawa alkohol. Pada peristiwa

hidrolisis ini ternyata hanya sebagian senyawa ester yang bereaksi dengan air, hingga bila

keseimbangan tercapai maka terjadi suatu campuran yang terdiri atas ester yang tersisa,

asam karboksilat dan senyawa alkohol yang dihasilkan. Pada penyulingan uap dan air,

ternyata pengaruh hidrolisis sangat kecil bila dibandingkan dengan penyulingan air.

Kerugian lain pada penyulingan air adalah karena kontak antara air dan minyak atsiri cukup

lama hingga hidrolisis dapat terjadi dalam waktu yang lama. Bila hidrolisis terhadap ester

terjadi, maka akan mempengaruhi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan. Senyawa ester

lazim memiliki bau harum yang khas (Sastrohamidjojo, 2004).

Prosedur klasik untuk memproleh kandungan senyawa organik dari jaringan

tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan mengekstraksi-sinambung
serbuk bahan dengan alat soxlet dengan menggunakan sederetan pelarut secara berganti-

ganti, mulai dengan eter, lalu eter minyak bumi, dan kloroform (untuk memisahkan lipid dan

terpenoid). Kemudian digunakan alkohol dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar).

Metode ini berguna bila kita bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali kita mencapai

pemisahan kandungan dengan sempurna dan senyawa yang sama mungkin saja terdapat

(dalam perbandingan yang berbeda) dalam beberapa fraksi (Harbone, 1987).

Senyawa dapat dipisahkan dari padatannya dengan menggunakan ekstraksi pelarut


dan dipanaskan yang dikenal dengan ekstraksi soxlet. Kesempurnaan ekstraksi tergantung

pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan dengan proses kontinu (soxlet extraction), prinsip
kerja dari ekstraksi soxlet adalah sampel melarut, pelarutannya berkurang karena terjadi

penguapan dan uap tersebut jatuh kembali (proses berulang) hingga ekstrak berwarna sama
dengan pelarut yang digunakan (Tranggono, 1990).

Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan
menggunakan soxlet apparatus. Cara ini dapat juga digunakan untuk ekstraksi minyak dari
suatu bahan yang mengandung minyak. Ekstraksi dengan alat soxlet apparatus merupakan

cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh
kembali. Bahan padat yang umumnya membutuhkan pelarut yang lebih banyak. Dalam

penentuan kadar minyak atau lemak, sampel yang diuji harus cukup kering dan biasanya

digunakan sampel dari bekas penentuan air. Jika sampel masih basa, maka selain

memperlambat proses ekstraksi air dapat turun ke dalam labu suling (labu lemak) sehingga

akan mempersulit penentuan berat tetap dari labu suling (Ketaren, 1986).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 27 Mei 2011 pukul 13.00- selesai di

Laboratorium Pengembangan Unit Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),

UNHALU, Kendari .

III.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu Botol semprot, 1 set alat soklet, Gelas

ukur, Erlenmeyer, Corong kaca, Corong buchner, Mortal, Bunsen. Termometer, Alat refluks.
Sedangkan Bahan yang digunakan yaitu Biji pala, Benzen, Eter, Aseton, Es batu, Aquades,

dan Kertas saring.

III.3 Prosedur kerja

- Diekstraksi dengan 150 benzen dalam ekstraktor soxlet

- Ditambahkan 50 mL aseton (tetap dipanaskan)


- Dimasukkan ke dalam erlenmeyet
- Didinginkan ± 1 jam pada suhu kamar

- Didinginkan ± 30 menit pada es

- Disaring dengan menggunakan corong buchner


Ditimbang
Ditambahkan NaOH 6 M dan 20 mL etanol

Direfluks selama ± 1 jam

- Dimasukkan ke dalam 150 mL air

Ditambahkan 20 mL HCl

- Dicuci dengan 10 mL air


- Dikeringkan
- Ditimbang
Dihitung rendemennya
Gambar perangkat alat Ekstraksi Padat-Cair

Keterangan :

1. Pemanas

2. Labu alas bulat(destilat)

3. Sampel(biji pala)

4. Kondensor

5. Air masuk

6. Air keluar
III.4 Reaksi – Reaksi Yang Akan Terjadi

H2COCO(CH2)12CH3 H2COH

 

HCOCO(CH2)12CH3 + NaOH  CH3(CH2)12COONa + HCOH

 

H2COCO(CH2)12CH3 H2COH
Trimiristin Gliserol

CH3(CH2)12COONa + HCl  CH3(CH2)12COOH + NaCl


Asam Miristat
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

No. Perlakuan Pengamatan

1. Ekstraksi trimiristin dari biji pala


 10 gram serbuk pala + 150 mL n-heksana
 Ekstrak + 150 mL aseton
 Didinginkan dengan air es
 Disaring dengan corong Buchner
 Dikeringkan  Residu : Kristal trimiristin
 Kristal ditimbang Filtrat

 Berat Kristal =
(berat Kristal + kertas saring) – berat
kertas saring
= 4,2 – 1,1 = 3,1 gram

2. Hidrolisis Trimiristin
 Kristal trimiristin dimasukkan kedalam
labu alas bulat + etanol + NaOH 6 M
 Dididihkan selama 1 jam
 Dituang kedalam 150 mL air + 20 mL HCl
 Dicuci dengan 10 mL air
 Terbentuk Kristal asam miristat (berupa
 Dikeringkan zat padat putih)
 Ditimbang Kristal asam miristat

 Berat Kristal asam miristat = 0,44 gram

IV.2 Perhitungan

Berat Kristal trimiristin = 3,1 gram

Berat Kristal asam miristat = 0,44 gram

% rendemen =

= 88%

VI.3 Pembahasan
Tanaman pala (Myristica ftagrans) merupakan salah satu tanaman rempah-rempah

yang banyak terdapat di Indonesia. Tanaman ini berasal dari kepulauan Maluku dan kini
telah terdapat banyak diberbagai tempat di luar kepulauan Maluku.

Menurut Mulyadi (1990), Lemak pala adalah campuran dari minyak atsiri yang

diperoleh dari pemanasan. Panas biji pala (yang telah dihilangkan selaput dan kulit bijinya)
dengan minyak lemak. Dengan demikian minyak tersebut bagaikan lemak tidak homogen,

lemak pala berwarna kuning kemerah-merahan atau kuning berwarna coklat dengan bercak-

bercak putih, bau dan rasanya tidak berbeda dengan bau dan rasa buah pala. Lemak pala

mengandung zat-zat yaitu Gliserida trimiristin (sekitar 75%) tultolent, Gliserida asam
seventrict, asam asetat, Miristin (sekitar 8,5%) meskipun zat yang tersebarkan, dan Minyak

atsiri (sekitar 6-12,5%) terkandung pigmen kafein, dipentin, tripineol. Dengan kandungan
zat-zat tersebut lemak pala digunakan untuk stimulansia luar ataupun sebagai obat gosok.

Trimiristin adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan asam

miristat. Trimiristin atau disebut juga gliserol trimiristat, merupakan suatu kristal polimorf .

Sebelum diekstraksi biji pala terlebih dahulu dihaluksan dalam mortal sehingga ketika

diekstraksi luas permukaan kontak antara biji dengan pelarut semakin besar. Dimana isolasi

asam miristat diawali dengan ekstraksi trimiristin dengan biji pala dengan menggunakan

pelarut yang sesuai. Trimiristin dan n-heksan diekstraksi dengan alat soxlet selama 2-3 jam.

Setelah didapatkan kristal trimiristin yang murni tahap selanjutnya kristal tersebut

dihidrolisis dalam suasana basa menghasilkan asam miristat dan gliserol yang kemudian

dikristalisasi hingga diperoleh kristal asam miristat. Penentuan kadar minyak suatu bahan

dapat dilakukan dengan menggunakan soxlet apparatus. Cara ini dapat juga digunakan
untuk ekstraksi minyak dari suatu bahan yang mengandung minyak. Ekstraksi dengan alat

soxlet apparatus merupakan cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang
dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan padat yang umumnya membutuhkan pelarut

yang lebih banyak.


Larutan ekstrak yang dihasilkan berupa minyak kemudian ditambahkan dengan

aseton (sambil tetap dipanaskan) agar reaksi yang berlangsung itu lebih cepat pada keadaan
panas. Penambahan aseton ini berfungsi untuk memisahkan n-heksan dan trimiristin yang

dapat membentuk gugus ester atau ikatan ester yang membentuk kristal trimiristat. Dalam

praktikum ini dilakukan soxlet yang bertujuan untuk memisahkan eter dari minyak

miristat.Karena pada suhu 40 oC eter akan mendidih sedangkan minyak memiliki titik didih

sekitar 70-80 oC.

Setelah proses ekstraksi soxhlet selesai, kemudian ekstrak dikeringkan dengan cara

menguapkan pelarutnya. Selanjutnya ekstrak disimpan pada lemari es, karena trigliserida
cepat menjadi tengik, menimbulkan bau dan cita rasa tak enak bila dibiarkan pada udara

lembab suhu kamar. Ketengikan hirolitik dapat dicegah dengan menyimpan bahan pangan
dalam lemari pendingin. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong

buchner. Penggunaan corong buchner ini dimaksudkan agar dapat disaring dengan baik
sehingga dapat dipisahkan dari pengotornya. Apabila bahan padat yang dipisahkan sangat

kasar maka dapat dipisahkan dengan menggunakan corong dilengkapi dengan kertas saring.

Apabila kristal yang dipisahkan sangat halus, penyaringan dilakukan dengan menggunakan

corong buchner. Sehingga dengan demikian, penggunaan corong buchner dilakukan untuk

memisahkan atau menyaring kristal yang ukuran partikelnya lebih kecil. Selain itu

penggunaan corong ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyaringan.

Setelah diperoleh kristal trimiristin maka dilakukan hidrolisis trimiristin tersebut


untuk memperoleh asam miristat. Pada tahap hidrolisis trimiristat bertujuan agar kristal

trimiristat berada dalam suasana basa, sebab kristal trimiristat harus berada dalam suasana
basa sehingga menghasilkan asam miristat dan gliserol kemudian ditambahkan dengan

NaOH dan aseton. Penambahan aseton ini untuk mencegah terjadinya reaksi penyabunan
karena ketika ditambahkan dengan NaOH akan bereaksi dengan trimiristin membentuk

sabun. Reaksi penyabunan ini merupakan suatu hidrolisis alkali dari lemak menghasilkan
gliserol dan garam dari asam-asam lemak (asam karboksilat) yang disebut sabun.
Penyabunan disebut juga dengan saponifikasi. Sabun adalah garam logam alkali dan asam-

asam lemak yang mengandung garam C16 dan C18 namun juga dapat mengandung beberapa
karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Suatu karbon mengandung suatu rantai

hidrokarbon panjang plus ujung ion.

Bagian hidrokarbon dari molekul ini bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non
polar sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai

hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidaklah benar-benar larut dalam air namun sabun

mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel yakni segerombolan molekul sabun

yang rantai karbonnya mengelompok dan ujung-ujung ionnya menghadap ke air. Selanjutnya
direfluks dengan tujuan agar terjadi penambahan energi aktivasi sehingga mekanisme

pembentukan kristal miristat tersebut itu dapat berjalan. Penggunaan refluks dimaksudkan
untuk menghomogenkannya dengan cepat sehingga reaksi cepat berlangsung. Selanjutnya

campuran yang telah direfluks tersebut ditambahkan dengan asam klorida (HCl), yang
kemudian diperoleh kristal asam miristat. Penambahan air dan HCl setelah proses refliks ini

untuk mendapatkan kristal asam miristat yang berupa zat padat berwarna putih. Kristal ini

kemudian dicuci sehingga diperoleh kristal yang murni tanpa adanya pengotor yang lain.

Kristal yang dihasilkan adalah sebanyak 0,44 gramdengan rendemen asam miristat yang

diperoleh adalah sebesar 88%.

Anda mungkin juga menyukai