Anda di halaman 1dari 31

ASSEMBLY SISTEM

1.1 Pengertian Perakitan


Perakitan adalah suatu proses penyusunan dan penyatuan beberapa bagian
komponen menjadi suatu alat atau mesin yang mempunyai fungsi tertentu.
Pekerjaan perakitan dimulai bila obyek sudah siap untuk dipasang dan berakhir
bila obyek tersebut telah bergabung secara sempurna. Perakitan juga dapat
diartikan penggabungan antara bagian yang satu terhadap bagian yang lain atau
pasangannya.
Pada prinsipnya perakitan dalam proses manufaktur terdiri dari pasangan
semua bagian-bagian komponen menjadi suatu produk, proses pengencangan,
proses inspeksi dan pengujian fungsional, pemberian nama atau label, pemisahan
hasil perakitan yang baik dan hasil perakitan yang buruk, serta pengepakan dan
penyiapan untuk pemakaian akhir. Perakitan merupakan proses khusus bila
dibandingkan dengan proses manufaktur lainnya, misalnya proses permesinan
(frais, bubut, bor, dan gerinda ) dan pengelasan yang sebagian pelaksanaannya
hanya meliputi satu proses saja. Sementara dalam perakitan bisa meliputi berbagai
proses manufaktur.
1.2 Metode perakitan
Dalam produksi massal, proses perakitan dapat dilakukan dengan cara
otomatis, misalnya proses pengikatan, pengelingan, pengelasan, penyekrupan, dan
lain-lain dalam urutan rangkaian proses produksi. Hal itu dilakukan untuk
mendapatkan hasil pada setiap produk dengan bentuk yang standar.
Dalam perakitan terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan sesuai
dengan kebutuhan. Metode-metode tersebut adalah :
a. Metode perakitan yang dapat ditukar tukar
Pada metode ini, bagian-bagian yang akan dirakit dapat ditukarkan satu
sama lain ( interchangeable ), karena bagian tersebut dibuat oleh suatu
pabrik secara massal dan sudah distandarkan baik menurut ISO, DIN, JIS,
dan lain sebagainya. Keuntungan bila kita menggunakan bagian atau
komponen yang telah distandarkan adalah waktu perakitan komponen
yang lebih cepat dan dalam penggantian komponen yang rusak dapat
diganti dengan komponen yang sejenis yang ada di pasaran. Akan tetapi
tetap mempunyai kerugian yaitu kita harus membeli komponen tersebut
dengan harga yang relatif lebih mahal.
b. Perakitan dengan pemilihan
Pada metode perakitan dengan metode pemilihan, komponen-
komponennya juga dihasilkan dengan produksi massal yang pengukuran-
pengukurannya tersendiri menurut batasan-batasan ukuran.
c. Perakitan secara individual.
Perakitan secara individual dalam pengerjaannya tidak dapat kita pisahkan
antara pasangan satu dengan pasangannya. karena dalam pengerjaannya
harus berurutan tergantung bagian yang sebelumnya. Salah satu komponen
yang berpasangan tersebut kita selesaikan terlebih dahulu, kemudian
pasangan lainnya menyusul dengan ukuran patokan yang diambil dari
komponen yang pertama.

1.3 Macam dan jenis perakitan


Ada beberapa macam jenis perakitan yang sering digunakan di dunia
industri, hal ini tergantung pada pekerjaan yang akan dilakukan. Biasanya faktor
bentuk dan jumlah produk yang akan dihasilkan sangat menentukan. Pada
umumnya ada dua macam jenis perakitan yaitu :
 Perakitan Manual yaitu; perakitan yang sebagian besar proses dikerjakan
secara konvensional atau menggunakan tenaga manusia dengan peralatan
yang sederhana tanpa alat-alat bantu yang spesifik atau khusus. Suatu produk
dirakit saat lewat melalui jalur (biasanya berupa konveyor). Setiap
komponen dasar berjalan melalui setiap stasiun dan pekerja menambahkan
komponen untuk membuat suatu produk. Sistem transport material mekanis
adalah yang paling sering digunakan untuk memindahkan komponen dasar
sepanjang jalur sampai menjadi produk akhir (produk berpindah dari
stasiun ke stasiun lain). Kecepatan jalur perakitan ditentukan oleh stasiun
yang paling lambat. Kerja dari stasiun yang dapat bekerja lebih cepat
sangat dibatasi oleh stasiun yang paling lambat.
Stasiun kerja Perakitan
Sebuah stasiun kerja pada jalur perakitan manual diletakan sepanjang
alur kerja yang mana satu atau lebih elemen kerja dilakukan oleh satu atau
lebih pekerja. Elemen kerja merepresentasikan bagian kecil dari total
pekerjaan yang harus di selesaikan untuk merakit produk. Operasi perakitan
yang biasa dilakukan pada jalur perakitan manual antara lain: Pengaplikasian
perekat, pengelasan, penambahan komponen, penyolderan.
Beberapa stasiun kerja di desain bagi pekerja untuk bekerja secara
berdiri, dimana yang lain bekerja secara duduk. Saat pekerja berdiri , mereka
dapat berpindah disekitar area stasiun untuk melakukan tugas yang diberikan
kepada mereka. Hal ini biasanya untuk perakitan untuk produk yang besar,
seperti mobil, truk, dan aplikasi yang lainnya. Contoh yang sering adalah saat
dimana produk digerakan oleh konveyor pada kecepatan yang konstan melalui
stasiun. Pekerja memulai tugas perakitan dan bergerak sepanjang stasiun
sampai tugas nya selesai. Lalu kembali lagi ke unit yang selanjutnya dan
mengulangi kembali tugasnya. Untuk perakitan produk yang lebih kecil
(seperti peralatan elektronik, dan perakitan bagian komponen kecil dari
produk besar), stasiun kerja biasanya di desain agar pekerja dapat duduk saat
mereka melakukan pekerjaan. Hal ini lebih nyaman dan lebih sedikit
menimbulkan kelelahan pada pekerja dan secara lebih luas lebih presisi dalam
merakit.
Sistem Kerja Pengangkutan
Terdapat dua cara mendasar untuk menyelesaikan pemindahan dari
unit sepanjang jalur perakitan manual: (1) manual atau (2) dengan sistem
mekanis.
Dalam metode manual, unit dari produk dipindahkan dari stasiun ke
stasiun lain dengan tangan. Sedangkan dengan sistem mekanis berarti
menggunakan sistem mekanis untuk memindahkan unit produk ( biasanya
berupa konveyor).
Menggandakan dengan bermacam variasi produk
Karena kepandaian dari manusia sebagai pekerja, jalur perakitan
manual dapat di desain untuk dapat digunakan dalam merakit produk yang
berbeda. 3 (tiga) tipe dari perakitan dapat dibedakan
1. Single model, memproduksi banyak unit dari satu produk, dan tidak ada
variasi dalam produk. Setiap unit idektik dan hal ini berarti tugas dari
setiap stasiun juga sama untuk setiap unit.
2. Batch model, memproduksi setiap model secara berkelompok. Stasiun
kerja di set untuk memproduksi jumlah yang dibutuhkan oleh model
pertama, kemudian stasiun tersebut di konfigurasi kembali untuk
memproduksi model yang selanjutnya, dan begitu seterusnya.
3. Mixed model juga memproduksi lebih dari satu model, tetapi model nya
tidak di produksi secara berkelompok. Mereka secara simultan berada
pada jalur perakitan yang sama. Saat satu model sedang dikerjakan di satu
stasiun, model yang lainnya dibuat di stasiun selanjutnya. Setiap stasiun
mempunyai kemampuan untuk menangani pekerjaan dari setiap model
yang melewati nya.
Sistem Perakitan Alternatif
Sebaik apapun sitem perakitan manual, para pekerja sering melakukan
komplain mengenai kerja mereka yang monoton dan itu-itu saja. Dalam hal ini,
kita mengidentifikasikan sistem perakitan manual sebagai berikut :
1. Single station manual assembly cell, terdiri dari tempat kerja tunggal yang
mana perakitan produk diselesaikan disatu tempat
2. Assembly by worker teams, melibatkan banyak pekerja yang melakukan
perakitan, dapat ditugaskan agar dapat bekerja pada suatu stasiun sambil
melakukan pekerjaan yang berbeda-beda.
3. Automated assembly system, lebih memilih menggunakan mesin otomatis
daripada menggunakan tenaga manusia.
 Perakitan otomatis yaitu; perakitan yang dikerjakan dengan sistem otomatis
seperti otomasi, elektronik, mekanik, gabungan mekanik dan elektronik
(mekatronik), dan membutuhkan alat bantu yang lebih khusus.
Sedangkan untuk jenis perakitan dapat dibedakan menurut jenis produk
yang akan dilakukan perakitan yaitu;
 Produk tunggal Jenis perakitan tunggal yaitu perakitan dengan produk
hanya satu jenis saja
 Produk seri Jenis perakitan produk seri adalah bila perakitan dilakukan
dalam jumlah massal dalam bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya proses
perakitan produk elektronik, perakitan mobil, perakitan motor dan lain-lain.
LINE BALANCING

1.1 Definisi Line Balancing


Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan)
yang dipergunakan dalam pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari
sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang
atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan
bermacam-macam alat. Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah
pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan
dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki
waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut
Gasperz (2000), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-
elemen tugas dari suatu assembly line ke work station untuk meminimumkan
banyaknya work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua
stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini,
kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan
hubungan sekuensial harus dipertimbangkan.
Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap
stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat
mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja dimana diantara
stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang
tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production line balancing,
assembly line balancing, atau hanya line balancing. Tujuan line balancing adalah
untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh
utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui
penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam
suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun
kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang
baik. Permulaan munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak
seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada beberapa
work station. Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)
dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work
station sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang
dan mencegah terjadinya bottleneck. Bottleneck adalah suatu operasi
yang membatasi output dan frekuensi produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.

Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masing-


masing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan
waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus.
Waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka
waktu yang diperbolehkan untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan
oleh kecepatan assembly line sehingga seluruh sehingga seluruh work center atau
stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (idle time)
terjadi jika dari stasiun pekerjaan yag ditugaskan padanya membutuhkan waktu
yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga
untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada
workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan
yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan
waktu menganggur.
Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja:
1. Hubungan dengan proses terdahulu
2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja
3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap
waktu di stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan
2.2 Istilah dalam Line Balancing
1. Precedence Diagram
Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta
ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di
dalamnya. Adapun tanda-tanda yang dipakai sebagai berikut:
a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi
b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.
Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti
mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah
c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap operasi
2. Asssamble Product
Adalah produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work
station (WS ) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk
akhir pada perakitan akhir
3. Work Element
Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang
dilakukan
4. Waktu Operasi (Ti)
Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi
5. Work Station (WS)
Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan.
Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja
efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut :
∑𝑛
𝑖=1 𝑡𝑖
𝐾min =
𝐶
Di mana:
Ti : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)
C : waktu siklus stasiun kerja
N : jumlah elemen
Kmin : jumlah stasiun kerja minimal
6. Cycle Time (CT)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu
stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan,
maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan
target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk
sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari
waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottleneck
(kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam
kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara
matematis dinyatakan sebagi berikut :
𝑃
𝑡𝑖 𝑚𝑎𝑥 ≤ 𝐶𝑇 ≤
𝑄

Di mana:
ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan
CT : waktu siklus (cycle time)
P : jam kerja efektif per hari
Q : jumlah produksi per hari
7. Station Time (ST)
Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja
yang sama
8. Idle Time (I) /Waktu Menganggur
Merupakan selisih perbedaan antara cycle time (CT) dan station time (ST)
atau CT dikurangi ST. (Baroto, 2002).

Keterangan:
n = Jumlah stasiun kerja
Ws = Waktu stasiun kerja terbesar
Wi =Waktu sebenarnya pada stasiun kerja
i = 1,2,3,…,n
9. Balance Delay (D)
Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensian
lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang
disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-
stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance
delay dapat dirumuskan:
(𝑛 𝑥 𝐶 )– ∑𝑛
𝑖=1 𝑡𝑖
𝐷= 𝑥 100%
(𝑛𝑥𝐶)

Di mana:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑ 𝑡𝑖 : jumlah waktu operasi dari semua operasi
𝑡𝑖 : waktu operasi
𝐷 : balance delay (%)

Balance Delay dapat dirumuskan sebagai berikut (Baroto, 2002):

10. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)


Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus
dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002) atau jumlah efisiensi stasiun
kerja dibagi jumlah stasiun kerja (Nasution, 1999).
∑𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐿𝐸 = (𝐾)(𝐶𝑇)
𝑥100%)

Di mana:
STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1
K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja
CT : waktu siklus
11. Smoothes Index (SI)
Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu

SI= √∑𝐾
𝑖=1(𝑆𝑇𝑖 𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑇𝑖)
2

Di mana:
St max : maksimum waktu di stasiun
Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

12. Output Production (Q)


Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi dalam suatu periode dibagi
dengan cycle time
𝑇
𝑄 = 𝐶𝑇

Di mana:
T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk
C : waktu siklus terbesar
13. Efisiensi Stasiun Kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun
kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun
kerja dapat dirumuskan sebagai berikut (Nasution, 1999):

2.3 Pola Aliran Bahan


Dalam perencanaan tata letak fasilitas, dikenal 5 jenis pola aliran bahan,
yaitu:
1. Pola Garis Lurus (Straight Line)
Pola aliran ini dapat digunakan jika proses produksi relatif pendek, relatif
sederhana dan hanya mengandung sedikit komponen atau peralatan
produksi yang digunakan. Pola aliran garis lurus ini dapat dilihat pada
Gambar berikut:

1 2 3 4

Gambar Pola Aliran Garis Lurus

2. Pola Zig-Zag (Serpenting)


Pola ini dapat diterapkan jika lintasan lebih panjang dari ruangan yang
dapat digunakan untuk ditempatinya, dan karenanya berbelok-belok dengan
sendirinya untuk memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam
bangunan yang luas, bentuk, dan ukuran yang lebih ekonomis. Pola aliran
zig-zag ini dapat dilihat pada berikut:

1 4 5

2 3 6

Gambar Pola Aliran Zig-Zag

3. Pola Aliaran U (U-Shaped)


Pola aliran ini dapat diterapkan jika produk diharapkan produk jadinya
mengakhiri proses pada tempat yang relatif sama dengan awal proses. Pola
aliran bentuk U ini dapat dilihat pada berikut:

1 4

2 3

Gambar Pola Aliran U-Shaped


4. Pola Aliran Melingkar (Circulair)
Pola ini dapat diterapkan jika diharapkan barang atau produk kembali ke
tempat waktu memulai proses. Pola aliran melingkar ini dapat dilihat pada
Gambar berikut:

3
4

1
6

Gambar Pola Aliran Melingkar

5. Pola Aliran Tak Tentu / Tak Beraturan


Pola aliran ini digunakan untuk memperpendek lintasan aliran antara
kelompok peralatan, stasiun kerja dan komponen lainnya.

2.4 Beberapa Teknik Line Balancing


Untuk penyeimbangan lintasan peralitan, terdapat beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Secara garis besar, metode
ini dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a. Pendekatan Analitis
b. Pendekatan Heuristik
Pada awalnya, teori-teori line balancing dikembangkan dengan
pendekatan matematis/ analitis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat
laun akhirnya para ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa
pendekatan secara matematis tidak ekonomis.
Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik.
Metode ini didasarkan pada pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan
heuristik menyatakan pendekatan trial and error dan teknik ini memberikan hasil
yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah untuk memakainya.
Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah
dimengerti dan mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih
lengkap, berikut ini diberikan beberapa model analitis dan model heuristik
untukpenyeimbangan lintasan perakitan.
a. Pendekatan Analitis
Penyeimbangan lintasan dengan pendekatan analitis, terbagi atas:
1. Metode 0-1 (Zero-One)
Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan
Albracht untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalah
penyeimbangan lintasan perakitan. Dalam metode ini, kita dapat
menggunakan notasi:
C : Waktu siklus
tk : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k dimana
k = 1,2,3,...,k.
Sk(Pk) : Subset dari semua elemen kerja yang harus mendahului atau sebelum
k
Wi : Subset dari semua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun
I,I = 1,2,...,M
M : Batas atas dari jumlah stasiun
Xki : 1, Jika elemen kerja ditugaskan pada stasiun I; 0, Jika lainnya
Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk melengkapi semua predecessor dan
successor dari setiap tugas diberikan oleh formulasi sebagai berikut.

t k
 t j
Ek = 1, untuk tk + t i  0, k  1,2,..., k dan j  pk

c
untuk lainnya.

t k
 t j

t
j pk
Lk = M, untuk tk+ j
 0, k  1,2,..., k dan untuk lainnya.
j Sk c

Notasi diatas yang pertama menyatakan integer yang paling kecil ≥ a. Definisi
I(M) dari Ek(Lk) dibutuhkan jika simbol dummy dipakai dalam diagram
precedence untuk permulaan atau akhir pekerjaan. Untuk perhitungan
selanjutnya, dibutuhkan batasan-batasan, antara lain:
a. Occurence Constrain
Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen
kerja k hanya pada suatu stasiun dan ditulis sebagai berikut.
Lk

 Xk  1, k  1,2,..., k
i  Ek

b. Precedence Constrain
Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan
tepat elemen b (a < b), dibuthkan precedence constrain dengan simulasi
sebagai berikut.
a

 ix X   jEb jx X bj dimana a < b


b
ai
i  Ea

c. Batasan Waktu Siklus


Jumlah waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih kecil
atau sama dengan waktu siklus C.

t X
i W i
k ki
 C dengan i = 1,2,...,M

2. Metode Helgeson Birnie


Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system
(RPW). Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks
precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang
diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu
pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.
3' 4'

b c

6' 9'

a e

2'

Gambar Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW


Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap
hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen
yang hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau
dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada
hubungan.
Penugasan elemen-elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah
berikut:
1. Elemen yang mempunyai bobot tertinggi (rank 1)ditempatkan pada stasiun
1.
2. Hitung antara waktu siklus dengan waktu elemen (a) yang telah ditetapkan
T = C – a1.
3. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan dilakukan
pemeriksaan terhadap:
a. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah
ditempatkan boleh bergabung.
b. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama
dengan stasiun yang masih tersedia.
c. Langkah 2 dan 3 diulang sampai T = 0 atau tidak ada kemungkinan
untuk menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T
lebih kecil dari waktu masing-masing elemen yang belum ditugaskan.
d. Stasiun kerja yang kedua kemudian dimulai dari elemen yang belum
ditugaskan yang bobotnya paling besar.
e. Langkah 2, 3, 4, dan 5 dilanjutkan sampai semua elemen telah
dikelompokkan dalam satu stasiun kerja.
3. Metode Moodie Young
Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah
membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-
task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan
revisi pada hasil fase satu.
Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan
dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan
largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk
tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk
ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar
ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan,
ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu
untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P menunjukkan
pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F pengerjaan
pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan.
Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu nganggur
(idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme jual
dan transfer elemen antar stasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah
sebagai berikut.
1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari
penyeimbangan fase satu.
2. Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL).
3. GOAL = (STmax – STmin) / 2.
4. Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua
nilai GOAL dan yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu.
5. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari STmax dengan elemen
tunggal dari STmin yang mereduksi STmax dan mendapatkan STmin akan
lebih kecil dari 2 x GOAL.
6. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan
mutlak terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL.
7. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun
terbesar dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada
pengerjaan berikut: N (stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle
terbesar), N-1, N-2, N-3, …, 3, 2, 1.
8. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai
GOAL dan ulangi langkah satu hingga enam.
b. Pendekatan Heuristik
Penyeimbangan lintasan dengan pendekatan heuristik terbagi atas:
1. Metode Kilbridge Wester (Region Approach)
Dalam metode ini diagram precedence dengan elemen-elemennya
dikelompokkan dalam sejumlah kelompok. Semua elemen yang tergabung
dalam sebuah kolom independent karenanya dapat permutasikan diantara
mereka dalam berbagai cara tanpa melanggar kaidah precedence. Elemen-
elemen juga bisa ditransferkan dari kolom satu ke kolom lain dikanannya
tanpa mengubah precedence dengan menjaga permutabilitas dalam kolom
yang baru.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan salam metode ini, antara lain:
1. Buat diagram precedence dari persoalan yang dihadapi
2. Kelompokkan daerah precedence dari kiri ke kanan dalam bentuk kolom-
kolom
3. Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri
dalam berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya
sama atau hampir sama dengan waktu siklus
4. Apabila ada elemen-elemen yang belum bergabung dan jumlahnya lebih
kecil dari C lanjutkan menggabungkannya dengan elemen di daerah
precedence di kanannya dengan memperhatikan batasan precedence
5. Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu stasiun
kerja
Sulit untuk mengatakan metode yang lebih baik, karena kalau dihitung delay
time antara kedua metode hasilnya akan sama. Kalau dilihat dalam kemudahan
penerapannya, misalnya untuk jaringa kerja yang rumit mungkin metode
Kilbridge dan Wester lebih mudah diterapkan. Tetapi pemakaian metode
tertentu saja tergantung dengan keadaan yang dihadapi, mana yang cocok dan
lebih mudah untuk diterapkan. Berikut contoh penerapan metode Kilbridge
Wester. Misalkan diagram precedence berikut ini akan diseimbangkan.
Gambar Diagram Precedence untuk Contoh Kasus
Metode Killbridge Wester

Dari diagram precedence dibuat tabel sebagai berikut :


Tabel Matriks Precedence Diagram
Kolom Elemen Waktu Proses Jumlah Waktu
I A 4 4
II B 3
C 6
D 3
E 5
F 4 21
III G 2
H 7 9
IV I 3
J 3 6
V K 6 6

Apabila diambil waktu siklus 12 menit dan perhatikan jumlah kumulatif suatu
kolom maka stasiun kerja pertama akan tediri dari Kolom I dan beberapa
elemen di Kolom II. Karena semua elemen dalam kolom saling tidak
bergantungan maka semua elemen dapat diseleksi. Maka alternatif yang
mungkin untuk stasiun I adalah:
a. Elemen a dan c = 10 menit
b. Elemen a,b,c = 12 menit
c. Elemen a,d = 12 menit
d. Elemen a,b,d = 11 menit
e. Elemen a,d,f = 11 menit
Maka alternatif yang dipilih boleh a,b,c atau a,d,e. Di sini diambil yang sesuai
dengan urutan yaitu a,b,c. Kemudian modifikasi tabel dengan membatasi
elemen yang sudah bergabung dalam satu stasiun kerja dengan garis putus-
putus.
Tabel Matriks Precedence Diagram Alternatif
Kolom Elemen Waktu Proses Waktu Proses Jumlah Waktu
I A 4 4 4
II B 3
E 5 8 9
C 6
D 3 6
F 4 13
III G 2 6
H 7
IV I 3
J 3 6
V K 6 6

Dari tabel pada kolom 2 elemen yang belum bergabung adalah g dan f. Jumlah
waktu ketiga elemen ini adalah 13 yang berarti lebih besar dari c.
Penggabungan terjadi pada kolom 2 ini dengan kemungkinan penggabungan.
a. Elemen c dan d = waktu 9 menit
b. Elemen c dan f = waktu 10 menit
Peenggabungan yang diambil adalah c dan f dan tabel kembali dimodifikasi.
Stasiun kerja berikutnya stasiun 3 dan dilihat dari tabel elemen yang bisa
bergabung adalah elemen d,g,h dan terakhir stasiun 4 jatuh pada elemen i,j,k.
Jadi, hasil akhir dari penyelesaian dengan metode Kilbridge & Wester adalah
sebagai berikut:
a. Stasiun kerja 1 elemen a,b,e waktu = 12 menit
b. Stasiun kerja 2 elemen c dan f waktu = 10 menit
c. Stasiun kerja 3 elemen d,g,h waktu = 12 menit
d. Stasiun kerja 4 elemen i,j,k waktu = 12 menit
Sesuai dengan batasan precedence tiap elemen hubungan antar stasiunnya
adalah seperti Gambar berikut:
Stasiun 1 Stasiun 2

Stasiun 3 Stasiun 4

Gambar Bentuk Hubungan antar Stasiun Hasil dari


Metode Region Approach

2. Metode Integer (berdasarkan formulasi masalah line balancing U)


Perakitan terdiri dari rangkaian stasiun kerja kumpulan dari tugas yang
dinyatakan berdasarkan rangkaian tugas-tugas. Masalah dalam pemilihan dan
pengelompokkan subjek pada rangkaian ini terdiri atas rangkaian stasiun kerja
yang diberikan berdasarkan langkah-langkah produksi atau pemaksimalan
rata-rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya
dalam lintasan perakitan.
Keterkaitan dan kekompleksitasan berdasarkan masalah line balancing
diselesaikan dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada
garis lurus, umumnya berhubungan dengan traditional line balancing problem
(TLBP). Jika waktu proses untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan
memperoleh visi deterministic traditional line balancing problem (DTLBP).
Ketika seminar DTLBP oleh Ssalveson (1995), ada sejumlah artikel yang
membahas mengenai masalah ini. Artikel tersebut dapat dikategorikan dengan
menggunakan prosedur solusi untuk menyelesaikan masalah, termasuk
program integer, program dinamik dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan
Wester (1986) dan Ignal (1965) menyediakan pengulangan yang terbaik untuk
pendekatan ini. Dua puluh tahun kemudian Talbot (1986) mengulangi secara
khusus penggunaan pendekatan heuristik yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah ini. Konsesus umum terlihat dari sudut praktis, versi
dari masalah ini telah terselesaikan jika waktu proses dari masing-masing
tugas diketahui dalam bentuk variabel, masalah ini biasanya berhubungan
dengan stochastic line balancing problem (SLBP). Versi dari masalah line
balancing sangat kompleks, prosedur pemecahan dikembangkan untuk
masalah ini bergantung kepada probabilitas distribusi normal yang digunakan
mewakili waktu proses acak algoritma. Algoritma yang dibuat oleh Kao
(1976) dilanjutkan dengan program dinamik dari Held (1963) diikuti proses
variabel waktu Carrwoy (1989) membuat dua algoritma yang dilanjutkan oleh
formula Held. Peningkatan tekanan kompetitif dihasilkan dalam pengingatan
ulang perakitan arsitektur pada beberapa level. Perakitan tradisional tidak
fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan
keragaman yang rendah. Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan
untuk ragam yang tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobile, dan
pemakaian elektronik baru-baru ini diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel
sesuai permintaan konsumen. Selanjutnya keberhasilan dari sistem seperti just
in time dan didesain untuk meminimalkan bahan mentah dan kerja dalam
proses inventori, umunya bergantung pada fleksibilitas penetapan perakitan.
U-line mempunyai keuntungan diatas konfigurasi garis lurus. Untuk lebih
cepat ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan komunikasi
diantara operator dalam barisan, yang keduanya merupakan kunci untuk
meminimalkan jumlah dari kualitas dan pengawasan yang berhubungan
dengan kerusakan dalam lintasan.
3. Algoritma Genetik
Algoritma genetik ditemukan oleh John Holland. Saat ini algoritma genetik
mulai banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi.Algoritma
benetik merupakan metode optimisasi yang tidak berdasarkan matematika,
melainkan berdasarkan fenomena alam yang dalam penelusurannya mencari
titik optimal berdasarkan pada ide yang ada pada genetik, yaitu ilmu yang
membahas tentang sifat keturunan.
Algoritma genetik merupakan merupakan algoritma pencarian yang yang
memanfaatkan analogi mekanisme seleksi alamiah pada teori Darwin dan
mekanisme kawin silang, mutasi, inverse, dan mekanisme-mekanisme lain
yang ada pada genetika.
2.5 Metode Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah
waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlalu cepat atau
terlalu lambat.
Secara garis besar, metode pengukuran waktu terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu:
1. Pengukuran secara langsung
Pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang
bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk pengukuran langsung adalah
cara jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling).
2. Pengukuran secara tidak langsung
Pengukuran secara tidak langsung merupakan pengukuran waktu tanpa harus
berada ditempat kerja yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-
elemen gerakan. Yang termasuk pengukuran tidak langsung adalah data waktu
baku dan data waktu gerakan.
Dengan salah satu cara ini, waktu penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan
dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan sehingga jika pengukuran
dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang
terbaik dari segi waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang
tersingkat. Adapun beberapa istilah di dalam metode pengukuran waktu, yaitu:
1. Waktu Siklus
Waktu Siklus merupakan data waktu sesungguhnya yang terukur oleh
pengamat yang diawali dan diakhiri oleh suatu elemen operasi yang sama.
Pengukuran waktu siklus haruslah mencakup seluruh elemen operasi
(gerakan) yang mungkin muncul pada saat pekerjaan dilakukan.
a. Pengujian Kecukupan Data
Untuk memastikan data yang dikumpulkan adalah cukup secara objektif.
b. Pengujian Keseragaman Data
Ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari
suatu sistem yang sama.
2. Waktu Siklus Rata-rata (Ws)
Waktu diperoleh dari dengan cara menjumlahkan seluruh data waktu siklus,
kemudian dibagi dengan banyaknya data yang telah terkumpul.
3. Waktu Normal (Wn)
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang operator dapat saja menunjukkan
kecepatan kerja yang tidak konsisten. Operator dapat bekerja secara
cenderung cepat, atau bahkan sebaliknya cenderung lambat. Data waktu yang
terukur dari cara kerja seperti ini, haruslah ditambah dengan rating factor
(Rf).
Rumus : Wn = Ws x Rf
4. Waktu Standar (Waktu Baku)
Disamping melakukan pekerjaan rutin, seorang operator mungkin saja hanya
melakukan aktivitas-aktivitas lain yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pekerjaan. Aspek ini di koreksi dengan menambahkan suatu nilai
yang disebut dengan allowance (kelonggaran).
Rumus : Wb = Wn x (1 + allowance)
Waktu Baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja normal
untuk bekerja secara wajar dalam sistem kerja yang terbaik.

Pengukuran Waktu Jam Henti (Stopwatch Time Study)


Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam
henti (stopwatch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara
yang paling banyak dikenal, dan karenanya paling banyak dipakai.Salah satu yang
menyebabkannya adalah kesederhanaan aturan-aturan yang dipakai.
Ada beberapa aturan pengukuran yang dijalankan untuk mendapatkan hasil
yang baik. Aturan-aturan tersebut dijelaskan dalam langkah-langkah berikut ini.
1. Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran
a. Penetapan tujuan pengukuran
b. Melakukan penelitian pendahuluan
c. Memilih operator
d. Melatih operator
e. Mengurai pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan
f. Menyiapkan alat-alat pengukuran
2. Melakukan pengukuran waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu
kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat
yang telah disiapkan terlebih dahulu. Bila operator telah siap didepan mesin
atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukuran
memilih posisi tempat dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini
hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan-
gerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati,
misalnya juga pengukur berdiri didepan operator. Posisi ini pun hendaknya
memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat
mengikuti dengan baik saat-saat suatu siklus atau elemen bermula dan
berakhir. Umumnya posisi agak menyimpang dibelakang operator sejauh
1,5 m merupakan tempat yang baik. Hal pertama yang dilakukan adalah
pengukuran pendahuluan. Tujuan pengukuran pendahuluan ialah untuk
mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian
dan keyakinan yang diinginkan. Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan
dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan
oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau lebih.
3. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan
Tingkat ketelitian dan keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang
diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan
pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan
penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian
sebenarnya. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan
pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.
4. Melakukan perhitungan waktu baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai yaitu semua data yang didapat
memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi
tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan
pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut
sehingga memeberikan waktu baku.

Rating Factor
Rating Factor (faktor penyesuaian) merupakan perbandingan performansi
seseorang pekerja atau individual dengan konsep normalnya. Ada beberapa
kriteria rating factor (Rf) dari pekerja yaitu:
1. Pekerja normal
Rf = 100% =1 (waktu normal).
2. Pekerja terampil
Rf > 1 ( waktu pekerja lebih kecil dari waktu normal).
3. Pekerja lamban
Rf < 1 ( waktu pekerja lebih besar dari waktu normal).

Allowance
Kelonggaran (allowance) diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan
pribadi, menghilangkan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiganya merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja selama
pengamatan karenanya setelah mendapatkan waktu normal perlu ditambahkan
kelonggaran. Dalam menghitung besarnya allowance, bagi keadaan yang
dianggap wajar diambil harga allowance =100 %. Sedangkan bila terjadi
penyimpangan dari keadaan ini, harga p harus ditambah dengan faktor-faktor
yang sesuai dengan waktu siklus yang diperoleh dan waktu ini dicapai
berdasarkan setiap departemen.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu:
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal)
Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap
dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun
kejenuhan dalam sewaktu bekerja.
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique.
Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat
dari melakukan suatu pekerjaan.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay)
Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar
kekuasaan/kendali pekerja.

2.6 Contoh Kasus


Diketahui jaringan kerja seperti pada Gambar 1, waktu baku setiap
operasinya adalah sebagaimana terlihat di Tabel 1. Rencanakan lintasan untuk
menghasilkan 4000 unit per tahunnnya. (Jumlah hari jam kerja = 250 hari)

4 7
2

9
1 6 8

3 5

Gambar 1

Tabel 1
Operasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu Baku (Menit) 58 63 27 35 26 61 34 124 62

Penyelesaian:
Jumlah jam kerja 1 tahun = (250 Hari x 8 jam x 60 menit) = 120.000 menit
Waktu siklus = 120.000 / 4000 produk = 30 menit/produk.
Tampak jelas bahwa kecepatan operasi 1,2,4,6,7,8 dan 9 lebih lambat
dibandingkan dengan kecepatan lintasan yang duinginkan.
Sehingga sebagai solusinya adalah tetapkan kecepatan operasi terpanjang sebagai
kecepatan lintasan. Untuk itu produk yang dihasilkan hanya akan mencapai 1000
unit per tahunnya.
 Memindahkan jaringan kerja ke precedence matriks. Angka 1 dalam sel
berarti antar operasi memiliki hubungan keterdahuluan. Sedangkan angka 0
berarti tidak memiliki hubungan.

Operasi Operasi Lanjutan


Pendahulu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 - 1 1 1 1 1 1 1 1
2 0 - 0 1 0 0 1 1 1
3 0 0 - 0 1 1 1 1 1
4 0 0 0 - 0 0 1 1 1
5 0 0 0 0 - 0 0 1 1
6 0 0 0 0 0 - 1 1 1
7 0 0 0 0 0 0 - 1 1
8 0 0 0 0 0 0 0 - 1
9 0 0 0 0 0 0 0 0 -

 Menentukam bobot posisi untuk tiap operasi berdasarkan precedence matriks

Operasi Operasi Lanjutan


Pendahulu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 (58) - 63 27 35 26 61 34 124 62
2 (63) 0 - 0 35 0 0 34 124 62
3 (27) 0 0 - 0 26 61 34 124 62
4 (35) 0 0 0 - 0 0 34 124 62
5 (26) 0 0 0 0 - 0 0 124 62
6 (61) 0 0 0 0 0 - 34 124 62
7 (34) 0 0 0 0 0 0 - 124 62
8 (124) 0 0 0 0 0 0 0 - 62
9 (62) 0 0 0 0 0 0 0 0 -

 Mengurutkan Prioritas Operasi Berdasarkan Bobot Posisi

Prioritas 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Operasi 1 3 2 6 4 7 5 8 9
Bobot 490 334 318 281 255 220 212 186 62
Posisi

 Pembebanan Operasi ke Stasiun Kerja (Metode Bobot posisi)

Waktu siklus = Waktu terbesar = 124’

Total Waktu produksi = 490’

490
Sehingga jumlah stasiun kerja = 124 = 3,95 4 stasiun kerja

Stasiun Kerja Operasi Kecepatan Stasiun Waktu Menganggur


1 1,3,4 58+27+35 = 120’ 4 menit
2 2,6 63+61=124’ 0 menit
3 5,7,9 26+34+62=122’ 2 menit
4 8 124 menit 0 menit
Total waktu menganggur 6 menit

 Pembebanan Operasi ke Stasiun Kerja (Metode Trial and Error)

Mempertukarkan operasi antarstaiun kerja agar waktu menganggur antar


stasiun agar lebih berimbang.

Stasiun Kerja Operasi Kecepatan Stasiun Waktu Menganggur


1 1,2 58+63 = 121’ 3 menit
2 3,4,6 27+35+61=123’ 1 menit
3 5,7,9 26+34+62=122’ 2 menit
4 8 124 menit 0 menit
Total waktu menganggur 6 menit

Hasil penyeimbangan lintasan dapat dilihat pada Gambar 2. Hasilnya


adalah satu lintasan produksi dengan kecepatan 124 menit per produk.

Bahan
Baku

123 Menit 122 Menit 124 Menit


STASIUN STASIUN STASIUN KERJA 3 STASIUN KERJA 4
KERJA 1 KERJA 2
Operasi 5/7/9 Operasi 8
Operasi 1 , 2 Operasi 3/4/6
121 Menit Produ
Kecepatan Lintasan
k Jadi
124 Menit per produk

Efisiensi:

Stasiun 1 : (121 / 124)*100% = 97.58%

Stasiun 2 : (123 / 124)*100% = 99.19%

Stasiun 3 : (122 / 124)*100% = 98,39%

Stasiun 4: (124 / 124)*100% = 100%

% efisiensi lintasan: (97.58% + 99.19% + 98,39% + 100%) / 4 = 395,16 /


4 = 98,79%

% idle = 100% - % Efisiensi Lintasan


= 100% - 98,79%

= 1,21 %

Pekerja yang digunakan sebanyak 16 orang dengan rincian (4 orang


operator stasiun kerja dikalikan 4 lintasan produksi).

Anda mungkin juga menyukai