Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ...................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem suspensi ..........................................................................................................5

2.2. Prinsip kerja suspensi.................................................................................................7

2.3. Sistem suspensi depan ( Front suspension ).............................................................. 8

2.4. Getaran mekanik ......................................................................................................14

2.5. Pemodelan sistem dan persamaan yang dikembangkan ..........................................16

2.6. Redaman viskos........................................................................................................19

2.7. Kekakuan pegas .......................................................................................................22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Variabel penelitian ...................................................................................................23

3.2. Alat dan bahan penelitian ........................................................................................23

3.3. Metode analisa .........................................................................................................24

3.4. Mekanisme percobaan..............................................................................................24

3.5. Prosedur percobaan ..................................................................................................25

3.6. Diagram alir .............................................................................................................26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil......................................................................................................................... 27

1
4.1.1 Hasil karakteristik respon frekuensi untuk perlakuan Yamalube Oil dalam
bentuk ( RMS dan Peak-peak ).....................................................................27

4.1.2 Hasil karakteristik respon frekuensi untuk perlakuan Jumbo Oil dalam
bentuk ( RMS dan Peak-peak ).....................................................................30

4.2. Pembahasan .............................................................................................................32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...............................................................................................................35

5.2. Saran ........................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kendaraan bermotor dewasa ini banyak digunakan sebagai alat transportasi. Sesuai
fungsinya sebagai alat transportasi maka kendaraan bermotor harus didesain sehingga
dapat membuat rasa aman dan nyaman bagi pengendaranya, salah satu faktor yang
mempengaruhi kenyamanan sepeda motor adalah sisitem suspensi.

Suspensi pada dasarnya merupakan bagian dari chasis yang dipasangkan di antara
body atau rangka dengan roda-roda yang berfungsi untuk meredam getarangetaran atau
kejutan-kejutan (beban dinamis) yang ditimbulkan oleh keadaan jalan dan juga berfungsi
sebagai tumpuan atau penahan berat kendaraan (beban statis). Kontruksi suspensi dibuat
sedemikian rupa sehingga kendaraan dapat berjalan dengan nyaman dan aman.

Shock absorber adalah sebuah alat mekanik yang didesain untuk meredam getaran
dan merupakan bagian penting dalam susupensi kendaraan bermotor, alat ini berfungsi
untuk mengurangi efek dari kasarnya permukaan jalan.

selain itu Shock absorber diharapkan tetap stabil saat sepeda motor menikung,
sehingga mudah dikendalikan dengan itu getaran akibat kerja mesin dapat diredam. Oleh
Shock absorber gerak ayun naik turun badan sepeda motor diperlambat sehingga menjadi
nyaman dan tidak mengejut, itulah sebabnya shock absorber disebut juga sebagai peredam
kejut. Dengan demikian, gangguan pada shock absorber akan berpengaruh langsung pada
kenyamanan dan keamanan berkendara.

Media peredaman yang digunakan oleh shock absorber dapat berupa oli, karet
(rubber), ataupun gas nitrogen. Gaya redaman dihasilkan akibat adanya tahanan media
peredaman baik oli ataupun gas nitrogen melalui saluran output pada saat piston ditekan
atau bergerak.

3
Minyak peredam (Oil damper) berfungsi mengontrol gerakan pegas suspense (naik
maupun turun) melalui lubang-lubang saluran yang terdapat pada piston damper. Gerakan
menahan yang dilakukan oleh piston damper didapatkan dari oli yang meredam gerakan
pegas, melalui perubahan lubang keluar masuknya oli pada saat piston bergerak turun naik.

Berdasarkan observasi atau pengamatan dilapangan bahwa saat ini pabrikan telah
menyediakan Oli refile yang bisa kita dapatkan di bengkel resmi maupun bengkel-bengkel
non resmi, namun pada umumnya hanya mnggunakan satu merk oli peredam yang sama
untuk berbagai jenis sepeda motor. Oli yang digunakan yaitu jumbo oil shock absorber.
Sehingga perlu dikaji sberepa besar redaman yang dihasilkan oleh penggunaan berbagai
jenis merk pelumas yang dipakai sebagai redaman.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Suspensi

Suspensi pada dasarnya merupakan bagian dari chasis yang dipasangkan di antara body
atau rangka dengan roda-roda yang berfungsi untuk meredam getaran getaran atau kejutan-
kejutan (beban dinamis) yang ditimbulkan oleh keadaan jalan dan juga berfungsi sebagai
tumpuan atau penahan berat kendaraan (beban statis). Kontruksi suspensi dibuat
sedemikian rupa sehingga kendaraan dapat berjalan dengan nyaman dan aman. Maka dari
itu suspensi harus dapat :

 Menyerap bantingan dan goncangan akibat kondisi jalan.


 Meneruskan gaya pengereman dan pengemudian.
 Memungkinkan roda tetap menapak pada jalan.
 Mengantar gerakan roda.

Gambar 2.1. Suspensi Pada Sepeda Motor

Dalam sistem suspensi, roda-roda dihubungkan dengan badan kendaraan melalui


berbagai macam sambungan yang membolehkan percepatan vertikal dari roda relative

5
terhadap badan kendaraan dapat diatasi oleh pegas dan peredam. Ketika sebuah beban
tambahan ditempatkan pada pegas-pegas atau kendaraan bertemu dengan sebuah bump
dijalan, pegas tersebut akan menyerap beban dengan melakukan kompresi. Jadi sistem
suspensi merupakan gabungan/perpaduan antara pegas dan peredam kejut/shock absorber.

Gambar 2.2. Sistem Suspensi

Sistem suspensi ditujukan untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi


pengemudi maupun penumpang kendaraan. Sistem suspensi dirancang untuk menahan
getaran akibat benturan roda dengan kondisi jalan. Selain itu, system suspensi diharapkan
mampu untuk membuat lembut saat sepeda motor menikung, sehingga mudah
dikendalikan. Dengan sistem suspensi juga, getaran akibat kerja mesin dapat diredam.
Semua kegunaan sistem suspensi tadi, pada akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa
dengan bekerjanya sistem suspensi, pada dasarnya adalah agar diperoleh kenyamanan
dalam berkendara sepeda motor. Dengan demikian, gangguan pada sistem suspensi akan
berpengaruh langsung pada kenyamanan berkendara. Kendaraan modern telah
mensyaratkan aspek keamanan dan kenyamanan sebagai spesifikasi utama.

Suspensi pada sepeda motor biasanya bersatu dengan garpu (fork), baik untuk bagian
depan maupun bagian belakang. Tetapi ada juga sebagian motor, suspense belakang bukan
sekaligus sebagai garpu belakang dan biasanya disebut sebagai monoshock (peredam kejut
tunggal).

6
2.2. Prinsip kerja suspensi

Prinsip kerja sistem suspensi adalah sebagai berikut :

 Pada saat kendaraan melewati permukaan jalan yang tidak rata Kendaraan akan
mengalami kejutan dan getaran yang diterima roda dari permukaan jalan, kemudian
kejutan dan getaran tersebut akan diteruskan oleh roda ke system suspensi. Pegas
suspensi bereaksi dengan cara melakukan gerakan mengayun, kemudian
dikembalikan lagi (rebound) ke roda, sehingga kejutan dan getaran tidak langsung
diterima oleh body/rangka.
 Setelah kendaraan melewati permukaan jalan yang tidak rata gerakan ayunan pegas
tetap akan berlangsung beberapa saat walaupun kendaraan telah melewati
permukaan jalan yang tidak rata. Keadaan ini akan mengakibatkan pengendaraan
tidak nyaman dan berbahaya. Untuk mengatasi hal ini, peredam kejut atau (shock
absorber) dipasangkan pada sistem suspensi, dimana peredam kejut akan bekerja
menyerap kelebihan ayunan (osilasi) pegas sehingga pengendalian akan terasa
stabil. Oleh karenanya, unit sistem suspensi biasanya merupakan
gabungan/kombinasi antara pegas dan peredam kejut

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Suspensi

7
2.3. Sistem Suspensi Depan (Front Suspension)

Jenis sistem suspensi depan yang umum digunakan pada sepeda motor diantaranya :

1. Suspensi Bottom Link/Pivoting Link, jenis ini dipergunakan pada sepeda motor
tipe cub (Leading link) dan scooter (Trailing Link) model lama, dan belakangan ini
sudah tidak begitu popular.
 Keuntungan : Pada saat pengereman, konstruksi link akan menaikkan bagian
depan kendaraan, sehingga gejala kendaraan menukik akibat pengereman dapat
diminimalisir.
 Kerugian :
o Adanya link dan engsel menyebabkan sistem suspensi ini memerlukan
perawatan dan pelumasan rutin.
o Keausan bushing pada bagian engsel link akan menyebabkan kedudukan
roda miring terhadap sumbu geometrinya. Kurang nyaman digunakan pada
kecepatan tinggi maupun off road.

2. Suspensi Telescopic, jenis ini paling banyak dipergunakan pada sepeda motor CC
kecil sampai dengan CC sedang.
 Keuntungan :
o Tidak memerlukan perawatan ekstra seperti halnya pada system suspensi
bottom link.
o Kenyamanan dan keamanan pada kecepatan tinggi tetap terjaga.
 Kerugian : Bagian depan kendaraan cenderung menukik pada saat
pengereman, sehingga kemungkinan pengendara terjungkal pada saat pengereman
mendadak lebih besar.

8
Gambar 2.4. Suspensi Depan Telescopic & Bottom Link

2.3.1. Telescopic Fork

Telescopic fork terdiri dari inner tube dan outer tube, ujung bagian bawah dari outer
tube dipasang as roda depan dan ujung atas inner tube terpasang under bracket. Telescopic
fork ditekan dan ditarik oleh gulungan pegas/coil spring dan oli. Sistem ini mempunyai
kekuatan yang sempurna dengan langkah peredam yang panjang sehingga mempunyai
faktor peredam yang sangat besar.

Gambar 2.5. Bagian Dalam Suspensi Depan Telescopic Fork

Suspensi teleskopik terdiri dari dua garpu (fork) yang dijepitkan pada steering yoke.

9
Gambar 2.6. Bagian Luar Suspensi Depan Telescopic Fork

Garpu teleskopik menggunakan penahan getaran pegas dan oli garpu. Pegas menampung
getaran dari benturan roda dengan permukaan jalan dan oli garpu mencegah getaran
diteruskan ke batang kemudi.

Gambar 2.7. Susunan komponen Telescopik Fork

Sistem suspensi depan jenis telescopic fork ini paling banyak digunakan pada sepeda
motor sepeda motor jenis sport bike, moped dan scooter. Suspensi jenis ini bekerja

10
berdasarkan pergerakan turun naik pipa garpu yang mendapat bantuan tekanan pegas dan
sebagai fungsi damping (peredam) sistem. Suspensi telescopic fork ada dua tipe, yaitu
Piston Slide Type dan Inner Spring Type.

1. Piston Slide Type

Piston dan slide metal bergerak dengan bagian tabung luar. Pada posisi ini, kontak
areanya kecil dan tekanan permukaannya tinggi. Pegasnya terpasang pada bagian luar dari
inner tube. Dampernya ditempatkan pada celah antara inner tube dan outer tube. Sesuai
dengan hal itu, gaya redam untuk gaya menyamping lebih lemah sehingga karakteristik
damper mudah berubah dalam kondisi kerja berat dan limit langkahnya 150 mm. Tipe ini
banyak digunaan pada model sport.

Gambar 2.8. Piston Slide Type Suspension

2. Inner Spring Type

Tipe ini dikembangkan oleh perusahaan Itali Ceriani. Bagian inner tube dan outer
tube meluncur saling berlawanan sehingga kontak area luas dan tekanan permukaan rendah
yang membuat faktor regiditas tinggi. Pegas terpasang dalam inner tube dan dapat
melentur dengan langkah yang panjang lebih dari 300 mm.

Letak damper independent, dibuat didalam inner tube, dengan sedikit peubahan
karakteristik. Umumnya dipakai pada sepeda motor sport. Untuk tipe yang sama, ada tipe

11
yang menggunakan tempat luncuran piston dan letak damper yang independent dibawah
outer tube. Konstruksi yang bervariasi ini, bergantung dari pabrik.

Gambar 2.9. Inner Spring Type Suspension

2.3.2. Prinsip Kerja Suspensi Telescopik

Prinsip kerja suspensi telescopic:

a) Langkah Menekan (Kompresi)

Pada saat garpu telescopic (fork tube) bergerak pada posisi menekan (langkah
kompresi), oli pada ruang B mengalir melalui lubang orifice pada pipa garpu
menuju ruang C. Sementara itu, oli di dalam ruang B juga menekan free valve
dan kembali ke atas menuju ruang A. Tahanan oli yang mengalir akan
meredam gerakan kejut (shock absorber) pada saat gerakan menekan. Untuk
kejutan yang besar atau saat garpu mendekati tekanan yang maksimal, maka
bagian bawah dari ujung garpu akan tersumbat oleh “oil lock piece”, sehingga
terjadi tahanan gerakan garpu secara hidrolis sebelum garpu menyentuh bagian
bawah.

12
b) Langkah Naik (Rebound)

pada langkah naik (rebound stroke), oli dalam ruang A mengalir menuju ruang
C melalui lubang orifice yang berada pada bagian atas fork piston sehingga
mengakibatkan tahanan aliran oli. Tahanan oli tersebut akan berfungsi sebagai
tenaga redam (damping force) untuk mengontrol gerak naik pegas suspensi.
Rebound spring akan bekerja meredam gerakan kejut dari garpu pada saat
terjadi gerakan rebound yang lebih kuat. Pada saat tersebut terjadi aliran oli
dari ruang C menuju ruang B, melalui lubang orifice yang berada pada bagian
bawah piston fork.

Gambar 2.10. Konstruksi & Prinsip Kerja Suspensi Telescopic

13
2.4. Getaran Mekanik

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran
berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak
tersebut. Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar, jadi
kebanyakan mesin dan struktur rekayasa (engineering) mengalami getaran sampai derajat
tertentu dan rancangannya biasanya memerlukan pertimbangan sifat osilasinya.

Ada dua kelompok getaran yang umum yaitu :

1. Getaran bebas

Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada
dalam sistem itu sendiri (inherent), dan jika ada gaya luar yang bekerja. Sistem
yang bergetar bebas akan bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya,
yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan
kekuatannya. Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat
mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar.
Dengan kata lain terjadi bila sistem mekanis dimulai dengan gaya awal,
kemudian dibiarkan bergetar secara bebas. Contoh getaran seperti ini adalah
memukul garpu tala dan membiarkannya bergetar, atau bandul yang ditarik
dari keadaan setimbang lalu dilepaskan.

2. Getaran Paksa

Getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar, jika rangsangan tersebut
berosilasi maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika
frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka
akan didapat keadaan resonansi dan osilasi besar yang berbahaya mungkin
terjadi. Kerusakan pada struktur besar seperti jembatan, gedung ataupun sayap
pesawat terbang, merupakan kejadian menakutkan yang disebabkan oleh
resonansi. Jadi perhitungan frekuensi natural merupakan hal yang utama.
Dengan kata lain terjadi bila gaya bolak-balik atau gerakan diterapkan pada
sistem mekanis. Contohnya adalah getaran gedung pada saat gempa bumi.

14
2.4.1. Karateristik Getaran

Getaran secara teknis didefenisikan sebagai gerak osilasi dari suatu objek terhadap
posisi objek awal/diam, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.11. Gerakan massa dari
posisi awal menuju atas dan bawah lalu kembali ke posisi semula, dan akan melanjutkan
geraknya disebut sebagai satu siklus getar. Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus
disebut sebagai periode getaran. Jumlah siklus pada suatu selang waktu tertentu disebut
sebagai frekuensi getaran.

Gambar 2.11. Sistem getaran sederhana

Frekuensi adalah salah satu karakteristik dasar yang digunakan untuk mengukur dan
menggambarkan getaran. Karakteristik lainnya yaitu perpindahan, kecepatan dan
percepatan. Setiap karakteristik ini menggambarkan tingkat getaran, hubungan
karakteristik ini dapat dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12. Hubungan antara perpindahan, kecepatan dan percepatan getaran

15
Perpindahan (displacement) mengindikasikan berapa jauh suatu objek bergetar,
kecepatan (velocity) mengindikasikan berapa cepat objek bergetar dan percepatan
(acceleration) suatu objek bergetar terkait dengan gaya penyebab getaran.

2.5. Pemodelan Sistem Dan Persamaan Yang Dikembangkan

Dengan mengembangkan hukum ke-dua Newton (dapat diliht misalanya dalam


referensi yang dikemukakan oleh Singiresu S Rao (2000), Robert W Vox (1994) maka
sistem mekanik shock absorber dengan pengaruh gaya eksitasi dalam arah vertikal
memiliki model 2-dof yang mana dapat diilustrasikan dalam gambar berikut :

Gambar 2.13. Model sistem mekenik 2-dof, shock absorber dengan

pengaruh gaya eksitasi dalam arah rectilinear vertikal.

Dimana :

 h(t) = tinggi angkatan massa sistem shock absorber karena pengaruh gaya eksitasi
lifter (source) dalam waktu t.
 y (t) = osilasi perpindahan massa sistem shock absorber dalam waktu t
 m = massa total sistem shock absorber
 k = stiffness coefficient shock absorber
 k1 = stiffness coefficient interaksi antara massa lifter dan shock absorber pada batas
contact atau clearance

16
 c = viscositas damping (absorber/dashpot) coefficient.
 c1 = viscositas damping (absorber/dashpot) coefficient. interaksi antara massa lifter
dan shock absorber pada batas contact atau clearance

Dengan demikian dari gambar 2.13 dan sesuai dengan hukum Newton ke-2 diperoleh
persamaan matematik sistem getaran massa shock absorber dalam arah vertikal yaitu :

Gerakan Eccentric cam dan follower ring-nya sebagai sumber eksitasi shock absorber
untuk posisi-posisi titik mati atas (TMA) dan titik mati bawah (TMB) sehingga diperoleh
tinggi angkatan maksimum h = h max dapat diilustrasikan pada gambar berikut :

Gambar 2.14. Eccentric cam dan follower ring dari penggerak shock absorber
padaposisi-posisi TMA (solit line) dan TMB (dashid line)

Sedangkan untuk mendapatkan tinggi ankatan shock absorber pada posisi perjalanan rotor
dari TMA dengan sudut , dapat diilustrasikan gambar berikut :

17
Gambar 2.15. Eccentric Cam dan Follow Ring penggerak shock absorber pada posisi
sudut dari TMA

Dari gambar 2.15 dapat dilihat bahwa :

18
Dimana :

Dengan menuliskan :

Persamaan (2.8) dan (2.9) diturunkan berdasarkan respon kinematika dengan pengaruh
faktor-faktor fleksibilitas dan redaman interaksi antara shock absorber dan lifter pada titik
kontak/clearance-nya. Dalam hal ini secara dinamik koefisien k1 dan c1 masing-masing
diberikan sebagai koreksi dari nilai k dan c dengan memperhitungkan berbagai pengaruh
link mekanisme dari lifter yang dapat ditransmisikan pada gerakan rectilinier vertikal
sistem pegas massa shock absorber. seperti gaya-gaya sentrifugal dan tangensial dari
Eccentric cam, ring follower; serta pengaruh gaya-gaya yang terjadi pada greaze seal dan
batang penghubung dari sistem lifter tersebut. Secara ideal untuk tujuan pemodelan dapat
diasumsikan bahwa k1 = k dan c1 = c.

2.6. Redaman Viskos

Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan gesekan
antara molekul–molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah

19
mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan–bahan
yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Pada hukum aliran viskos,
Newton menyatakan hubungan antara gaya – gaya mekanika dari suatu aliran viskos
sebagai : Geseran dalam ( viskositas ) fluida adalah konstan sehubungan dengan
gesekannya. Hubungan tersebut berlaku untuk fluida Newtonian, dimana perbandingan
antara tegangan geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang
disebuut dengan viskositas.

Pemodelan Piston Silinder Dashpot

Mengembangkan ekspresi untuk konstanta redaman dari dashpot yang ditunjukkan pada
gambar 2.16(a)

Solusi: konstanta redaman dashpot dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan


tegangan geser untuk aliran cairan kental/kekentalan aliran dan tingkat persamaan aliran
fluida. Seperti ditunjukkan pada gambar 2.16(a), dashpot terdiri dari piston diameter D dan
panjang l, bergerak dengan kecepatan v0 dalam silinder diisi dengan cairan viskositas
µ[1.24, 1.32]. biarkan jarak ruang antara piston dan dinding silinder menjadi d. Pada y
jarak dari permukaan bergerak, biarkan kecepatan dan tegangan geser menjadi v dan , dan
pada suatu jarak (y + dy) biarkan kecepatan dan tegangan geser menjadi (c - dv) dan (  +
d ), masing-masing (lihat gambar 2.16b), tanda negatif untuk dv menunjukan bahwa
kecepatan menurun saat bergerak menuju dinding silinder.

Gambar 2.16. Dashpot


20
Pada kekentalan ini berlaku pada cincin annular sama dengan

Tapi tegangan geser diberikan oleh persamaan

Dimana tanda negatif konsisten dengan penurunan gradien kecepatan [1,33]. menggunakan
pers. (2.10) kedalam Pers. (2.11), maka diperoleh :

Gaya pada piston menyebabkan perbedaan tekanan pada ujung elemen, persamaan tekanan
tersebut adalah :

Dengan demikian kekuatan tekanan pada ujung elemen menjadi :

Jika kita mengasumsikan kecepatan rata-rata seragam dalam arah gerakan fluida, maka
gaya diberikan dalam Pers. (2.12) dan (2.14) harus sama. Sehingga diperoleh persamaan
berikut:

21
Dengan melakukan integrasi persamaan ini dua kali dan menggunakan kondisi batas v =
-vo pada y = 0 dan v = 0 pada y = d, kita peroleh

Laju aliran yang melintasi ruang sisa antara ring dan dinding silinder dapat diperoleh
dengan mengintegrasikan laju aliran melintasi antara elemen dengan batasan yang y = 0
dan y = d, kita peroleh :

Volume dari cairan yang melintasi ruang sisa pembakaran per detik tergeser oleh
piston. Oleh karena itu kecepatan piston akan sama dengan laju aliran ini dibagi dengan
luas piston. Diperoleh :

Persamaan (2.17) dan (2.18) menjadi :

Dengan menulis gaya P = cv0, maka konstan redaman c menjadi :

2.7. Kekakuan Pegas ( Stiffness/Spring Rate )

Dimana : C = D/d ; C = konstanta redaman, D = diameter piston, d = jarak antara piston


dan dinding silinder.

6 = modulus kekakuan

22
 = modulus geser

N = jumlah lilitan aktif

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Variabel penelitian

Pengertian dari variabel bebas adalah merupakan variabel yang menjadi sebab
timbulnya variable dependent (varibel terikat). Jadi variable independent adalah variabel
yang mempengaruhi. Sedangkan pengertian dari variabel terikat adalah variabel yang di
pengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

1. Variabel bebas :

 Viskositasnya Absolut (μ)


 Densitas fluida

2. Variabel terikat :

 x = Osilasi ( perpindahan)
 v = kecepatan osilasi
 a = percepatan osilasi

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

1) Alat :

 Hand-held Analyzers Type 2250


 Tachometer
 Personal komputer
 Alat uji shock absorber (Motor 1 phase 0,4 HP Ex.Wipro)
 Gelas ukur (100ml)
 Botol sampel (11pcs)
 Jangka sorong
 Micrometer
 Bola peluru plastik (0,0584cm)
24
 Timbangan analog
 Stopwacth

2) Bahan :

 Oli shock absorber (Yamalube, Jumbo)


 Telescopic Shock Absorber Yamaha Jupiter 135 CC

3.3. Metode Analisa Data

Setelah data yang diperoleh, selanjutnya adalah menganalisa data dengan cara
mengolah data yang sudah terkumpul untuk mendapatkan nilai variasi campuran yang
ditampilkan dalam bentuk grafik-grafik.

3.4. Mekanisme Percobaan

Gambar 3.2 Mekanisme Percobaan

25
3.5. Prosedur Percobaan

Prosedur dari penelitian ini dapat dijelaskan :

a. Menyiapkan alat dan bahan


b. Pemasangan Shock Absorber pada Alat uji
c. Melakukan pemasangan alat ukur pada Telescopik Shock Absorber
d. menyeting alat ukur Analyzer dengan ketentuan yang telah ditetapkan
e. menjalankan Alat uji dan Alat ukur Hend-helds Analyzer dengan selang waku 30
detik untuk pengambilan data.
f. Setelah pengambilan data, kemudian data di konfersi ke computer dengan
menggunakan Software vibrasi BZ-5503, sehingga terbaca grafik Displacement,
Velocity, dan Acceleration untuk setiap Perlakuan.

26
3.6. Diagram Alir

Agar penelitian dapat berjalan secara sistematis, maka diperlukan rancangan


penelitian/langkah-langkah dalam penelitian. Adapun diagram alir penelitian sebagai
berikut:

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian

27
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1. Karkteristik respon frekuensi Yamalube Oil dalam bentuk (Peak-Peak) untuk
Displacement, Velocity, dan Acceleration

Hasil eksperimen redaman dengan Yamalube yakni ; 50.6 (g/ml) dengan selang
waktu 30 detik, memperlihatkan perubahan respon frekuensi (Perpindahan, Kecepatan, dan
Percepatan) pada Gambar (4.1) dan Gambar (4.2).

28
Gambar 4.1 Grafik nilai-nilai karakteristik respon frekuensi Yamalube Oil dalam
bentuk (RMS) untuk Displacement, Velocity, dan Acceleration.

29
Gambar 4.2 Grafik nilai-nilai karkteristik respon frekuensi Yamalube Oil dalam
bentuk (Peak-Peak) untuk Displacement, Velocity, dan Acceleration

30
Sebagai mana terlihat pada gambar 4.1 dan 4.2. Bahwa respon frekuensi yang terjadi
dalam bentuk (RMS dan Peak-Peak) pada perlakuan Yamalube Oil, mempunyai perbedaan
terhadap Displacement, velocity, dan Acceleration.

4.1.2 Hasil Karakteristik Respon Frekuensi Untuk Perlakuan Jumbo Oil Dalam
Bentuk (RMS dan Peak-Peak)

Hasil eksperimen Jumbo yakni ; 45.0 (g/ml) dengan selang waktu 30 detik,
memperlihatkan perubahan respon frekuensi (Perpindahan, Kecepatan, dan Percepatan)
pada Gambar (4.3) dan Gambar (4.4)

31
Gambar 4.3 Grafik nilai-nilai karakteristik respon frekuensi Jumbo Oil dalam
bentuk (RMS) untuk Displacement, Velocity, dan Acceleration

32
Gambar 4.4 Grafik nilai-nilai karakteristik respon frekuensi Jumbo Oil dalam
bentuk (Peak-Peak) untuk Displacement, Velocity, dan Acceleration

Sebagai mana terlihat pada gambar 4.3 dan 4.4 Bahwa respon getaran yang terjadi
dalam bentuk (RMS dan Peak-Peak) pada perlakuan Jumbo Oil mempunyai perbedaan
terhadap Displacement, velocity, dan Acceleration.

4.2 Pembahasan

Dari hasil karakteristik getaran respon frekuensi untuk 1050 (Hz) pada setiap
perlakuan dapat diperoleh RMS (Root Mean Square) dan Peak-Peak mengalami perubahan
simpangan akibat tahanan fluida karena kekentalan dapat dilihat pada grafik berikut:

33
Gambar 4.7 Grafik Karakteristik getaran untuk FFT dalam bentuk (RMS)

Data yang diperoleh dari penelitian adalah getaran respon frekuensi dari tiaptiap
perlakuan. Kemudian data dari pengaruh fluida dibuat dalam bentuk grafik. Berdasarkan
grafik yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa pada perlakuan dalam bentuk RMS
(Root mean Square). Untuk RMS dalam perlakuan Displacement didapatkan FFT (Fast
Fourier Transform) pada fluida jumbo oil dengan frekuensi 1050 Hz (frekuensi input dari
alat ukur) sebesar 73,9 m, untuk perlakuan dalam bentuk Velocity sebesar 109.9 m/s dan
perlakuan dalam bentuk Acceleration sebesar 145.9 m/s2. Sedangkan pada fluida yamalube
oil dengan frekuensi yang sama unuk perlakuan Displacement sebesar 78.5 m, untuk
perlakuan dalam bentuk Velocity 114.5 m/s, dan perlakuan dalam bentuk Acceleration
seberas 150.4 m/s2.

Gambar 4.8. Grafik karakteristik getaran untuk FFT dalam bentuk (Peak-Peak)

34
Hasil getaran respon frekuensi dari tiap-tiap perlakuan dari fluida dibuat dalam
bentuk grafik. Berdasarkan grafik yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa perlakuan
untuk Peak-Peak dalam bentuk Displacement didapatkan FFT (Fast Fourier Transform)
pada fluida jumbo oil dengan frekuensi 1050 Hz (frekuensi input dari alat ukur) sebesar
83.0 m, untuk perlakuan dalam bentuk Velocity sebesar 118.9 m/s dan perlakuan dalam
bentuk Acceleration sebesar 154.9 m/s2. Sedangkan pada fluida yamalube oil dengan
frekuensi yang sama unuk perlakuan Displacement sebesar 87.5 m, untuk perlakuan dalam
bentuk Velocity 123.5 m/s, dan perlakuan dalam bentuk Acceleration seberas 197.5 m/s2.

35
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian eksperimental perlakuan berbagai variasi campuran dan tanpa
campuran oli redaman Shock absorber dengan melihat pengaruh getaran respon frekuensi
dalam bentuk FFT line/spectrum pada RMS (Root Mean Square) dan Peak-Peak, untuk
(displacement, velocity, dan acceleration), dan pengukuran dilakukaan dalam selang waktu
30 detik. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan grafik yang didapat dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
karakteristik getaran respon frekuensi, dimana FFT frekuensinya adalah 1050 Hz
terhadap fluida Yamalube oil untuk RMS yakni ; (Displacement : 78.5 dB re 1pm ,
Velocity : 114.5 dB re 1nm/s, Acceleration : 150.4 dB re µ1 nm/s 2 ) dan Peak-Peak
yakni ; (Displacement : 87.5 dB re 1pm, Velocity : 123.5 dB re 1nm/s, Acceleration
: 197.5 dB re 1 / ). Jumbo oil untuk RMS yakni ; (Displacement : 73.9 dB re 1pm ,
Velocity : 109.9 dB re 1nm/s, Acceleration : 145.9 dB re µ1 nm/s2) dan Peak-Peak
yakni ; (Displacement : 83.0dB re 1pm, Velocity : 118.9 dB re 1nm/s,
Acceleration : 154.9 dB re µ1 nm/s2).
2. Berdasarkan grafik yang didapat dari hasil penelitian dapat diketahui pula
kombinasi oli table 3.1 (27ml+37ml) dengan redaman yang baik dengan simpangan
relatif kecil adalah pada perlakuan ke-4 untuk RMS yakni ; (Displacement : 31.8
dB re 1pm , Velocity : 67.2 dB re 1nm/s, Acceleration : 103.7 dB re µ1 nm/s2) dan
Peak-Peak yakni ; (Displacement : 40.8 dB re 1pm, Velocity : 76.8 dB re 1nm/s,
Acceleration : 112.8 dB re µ1 nm/s2).

36
5.2 Saran

Dari penelitian ini disarankan :

1. Untuk penelitian selanjutnya tentang getaran dari Shock absorber diharapkan dapat
mengambil RPM yang lebih rendah putarannya untuk mengetahui respon dari
getaran.
2. Untuk mengetahui karakteristik getaran Shock absorber secara lebih akurat, maka
analisa getaran respon frekuensi penelitian ini sebaiknya dilanjutkan kedalam
respon waktu.

37

Anda mungkin juga menyukai