Anda di halaman 1dari 3

ACARA II

RUMUS DAN DIAGRAM DUDUK DAUN


STANDART KOMPETENSI

Setelah mengikuti praktikum acara ini, diharapkan mahasiswa dapat membuat dan menggambarkan
diagram duduk daun pada tumbuhan sehingga mampu menganalisis dan menggambarkan suatu bagan
duduk daun suatu tumbuhan.

KOMPETENSI DASAR

1. Manganalisis dan mendeskripsikan langkah dalam menggambarkan bagan duduk daun suatu
tumbuhan
2. Menganalisis tahap pembuatan suatu tumbuhan berdasarkan diagram duduk daun suatu
tumbuhan
3. Menggambakan dan membedakan antara diagram dan bagan suatu duduk daun pada tumbuhan

DASAR TEORI

Duduknya daun pada batang disebut sebagai Phyllotaxis atau Disposition foliorum.
Phyllotaxis memiliki karakteristik tersendiri, menurut rumus dan diagram daunnya. Rumus dan
diagram daun dapat menjelaskan posisi daun secara kualitatif dan kuantitatif. Biasanya satu tangkai
daun duduk pada satu buku daun. Namun pada beberapa tumbuhan, daun-daun duduk berjejal-jejal
pada suatu bagian batang, yaitu pada pangkal batang atau pada ujungnya. Meskipun demikian, secara
umum daun duduk pada batang secara terpisah-pisah dengan suatau jarak yang nyata.

Tata letak daun pada batang memiliki tiga pola, yaitu: (1) pada satu buku batang hanya duduk
satu tangkai daun, (2) pada satu buku batang duduk dua tangkai daun, dan (3) pada satu buku batang
duduk tiga atau lebih tangkai daun. Berdasarkan ketiga pola tersebut, dapat ditentukan jenis-jenis
phyllotaxis tumbuhan. Jenis-jenis phyllotaxis ditentukan dari pola duduknya daun pada buku batang.
Berdasarkan pola duduknya daun, phyllotaxis dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Folia Sparsa (Pola duduk daun tersebar)


Merupakan pola di mana pada satu buku batang duduk hanya satu tangkai daun. Biasanya
daun tersusun berselang-seling. Susunan tangkai daun dapat berselang-seling teratur atau tidak
beraturan. Pada prinsipnya, pada setiap satu buku daun hanya ada satu tangkai daun. Hampir
semua tumbuhan memiliki duduk daun yang mengikuti pola ini. Contohnya: Jagung (Zea mays),
Jarak (Ricinus communis), Mangga (Mangifera indica), rumput-rumputan dan berbagai jenis
tumbuhan dari kelas Monocotyledoneae.
Duduk daun folia sparsa juga berlaku untuk daun majemuk. Setiap satu tangkai daun
majemuk, ibu tangkai daun (petiolus communis) duduk hanya pada satu buku batang. Contoh
tumbuhan berdaun majemuk yang termasuk folia sparsa pada daun majemuk menyirip: Angsana,
Cermai, Belimbing wuluh. Folia sparsa pada daun majemuk menjari antara lain: Wali songo,
Karet. Berdasarkan duduk daun yang mengikuti folia sparsa, dapat ditentukan rumus dan
diagram daun. Selain duduknya daun secara folia sparsa, juga dikenal istilah roset, ortostik,
spiral genetik, parastik dan spirostik.
2. Folia Opposita (Pola daun duduk berpasangan/berhadapan)
Merupakan pola di mana setiap buku daun diduduki dua tangkai daun. Contoh folia
opposita dapat ditemukan pada beberapa jenis tumbuhan bakau seperti Avicennia sp., Rhizophora
mucronata, dan beberapa jenis tumbuhan dari suku jambu-jambuan (familia Myrtaceae), seperti
Salam, Jambu air dan Jambu biji.
Ada juga beberapa daun memiliki folia opposita yang saling bersilangan antara satu buku
dengan buku lainnya. Misalnya pada buku pertama, ketiga, kelima, dan seterusnya posisi daun
saling berhadapan. Pada buku kedua, keempat, keenam, dan seterusnya posisi daun yang
berhadapan memutar 900 dari posisi daun-daun yang berada pada buku di atas dan di bawahnya
tersebut.
Duduk daun seperti ini dinamakan berhadapan bersilang. Contoh tumbuhan yang memiliki
folia opposita seperti ini dapat ditemukan pada tanaman Soka (Ixora javanica), Tapak dara dan
Mengkudu. Yang harus diperhatikan dalam menentukan folia opposita adalah duduk daunnya
pada batang, karena beberapa daun majemuk menyirip berdaun lebar kadang-kadang terlihat
seperti folia opposita.

3. Folia Verticillata (Pola daun berkarang)


Merupakan pola di mana setiap buku daun terdapat tiga atau lebih daun yang duduk di
sana. Pada beberapa buku determinasi tumbuhan, pola berkarang sering disebut sebagai karangan
daun. Contoh daun berkarang dengan tiga daun pada satu bukunya dapat ditemukan pada
Gardenia augusta, Oleander (Nerium oleander), dan lain-lain. Sedangkan tumbuhan berkarang
dengan lebih dari tiga daun pada satu bukunya dapat ditemukan pada Alamanda (Allamanda
cathartica) dan lain-lain.

ISTILAH-ISTILAH DALAM PHYLLOTAXIS


Beberapa istilah yang sering dipakai dalam phyllotaxis antara lain roset atau rosula, yang
terdiri dari roset akar dan roset batang, spiral genetik, ortostik, sudut divergensi, deret fibonacci,
spirostik, dan parastik. Istilah-istilah ini timbul dari duduk daun yang tersebar (folia sparsa). Bila
duduknya daun tersusun sangat rapat dan terlihat berjejal-jejal seakan-akan tidak berbatang, hal ini
dikenal dengan roset atau rosula. Bila daun yang rapat hanya berkembang ke arah akar tumbuhan,
dengan kata lain seakan-akan tumbuh di atas tanah, maka roset tersebut digolongkan menjadi roset
akar. Sebaliknya, jika daun berjejal rapat pada ujung batang, maka dinamakan roset batang.
Roset akar dapat dijumpai pada Lidah buaya (Aloe vera), tumbuhan dari familia Brassicaceae
seperti Sawi putih, Kubis, serta tumbuhan dari genus Sansevieria. Sedangkan tumbuhan yang
memiliki roset batang dapat dijumpai pada kelapa (Cocos nucivera) dan dari familia Palmae lainnya.
Batang tumbuhan biasanya berbentuk bulat. Pada batang melekat tangkai daun. Bila batang
dianggap sebagai sebuah tabung, duduknya daun pada buku batang dianggap sebagai titik-titik yang
melekat pada tabung. Bila dihubungkan antara titik terbawah secara berurutan ke atas, akar terlihat
seperti lingkaran spiral yang teratur. Garis spiral ini disebut sebagai spiral genetik. Jika spiral genetik
dilanjutkan pada seluruh batang, akan ditemukan suatu titik yang letaknya tepat pada garis vertikal di
atas daun pertama yang dianggap sebagai titik awal perputaran spiral genetik. Bila ditarik garis
vertikal dari titik awal perputaran spiral genetik sampai ke titik yang tepat tegak lurus, garis ini
disebut sebagai ortostik.
Pada suatu tumbuhan garis-garis ortostik yang biasanya tampak lurus ke atas, dapat
mengalami perubahan-perubahan arah karena pengaruh macam-macam faktor. Perubahan yang sangat
karakteristik adalah perubahan ortostik menjadi garis spiral yang tampak melingkari batang.
Suatu spirostik terjadi karena biasanya pertumbuhan batang tidak lurus melainkan memutar. Keadaan
ini dikenal dengan istilah parastik. Tumbuhan yang memiliki sifat seperti ini misalnya adalah Pandan
(Pandanus tectorius) dan Kelapa sawit (Elaeis guineensis) di mana daun-daunnya sekan-akan duduk
menurut spiral ke kiri atau ke kanan.
RUMUS DAUN
Pada perjalanan melingkar sampai tercapainya daun yang tegak lurus atau daun telah berada
pada ortostik, beberapa daun dilewati dalam jumlah tertentu, setiap sampai pada ortostik daun. Jika
untuk mencapai daun yang tegak lurus dengan daun permulaan garis spiral tadi mengelilingi batang
sebanyak X, dan jumlah daun yang dilewati selama itu adalah Y, maka perbandingan kedua bilangan
tadi akan merupakan pecahan X/Y. Berdasarkan pecahan X/Y dapat dicari besarnya sudut antara dua
daun. Sudut antar dua daun ini dinamakan sudut divergensi. Untuk mencari nilai sudut divergensi
dapat dilakukan dengan rumus: X/Y x 3600.
Pecahan X/Y , dapat terdiri atas pecahan-pecahan: ½, 1/3, ¼, 2/8, 3/8, dan seterusnya. Angka-
angka yang membentuk pecahan-pecahan tadi dikenal dengan Deret Fibonacci. Deret Fibonacci
merupakan rumus daun. Pada tumbuh-tumbuhan dengan tata letak daun berhadapan dan berkarang tak
dapat ditentukan rumus daunnya, tetapi juga pada duduk daun yang demikian dapat pula diperhatikan
adanya ortostik-ortostik yang menghubungkan daun-daun yang tegak lurus satu sama lainnya.

DIAGRAM DAUN
Dalam membuat diagram daun, harus diketahui dulu rumus daunnya. Daun-daunnya
digambar sebagai penampang melintang helai daun yang diperkecil, jadi sebagai suatu segitiga
dengan dasar lebar yang terlentang dengan dasarnya yang lebar tadi menghadap ke atas. Jika misalnya
digambarkan tata letak daun menurut rumus 2/5, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menggambar lima ortostiknya. Daun-daun pada setiap bukunya satu sama lain berjarak 2/5 lingkaran.
Maka garis spiral genetik akan melewati lima daun selama melingkari batang dua kali.
Pada bagan tata letak daun akan terlihat, bahwa daun-daun nomor 1, 6, 11, dan seterusnya
akan terletak pada satu ortostik. Demikian pula daun-daun nomor 2, 7, 12, dan seterusnya juga akan
terletak pada ortostik yang sama. Untuk memperlihatkan itu semua daun perlu diberi nomor urut
sepanjang spiral genetik. Berdasarkan bagan tata letak daun dapat dibuat diagram daunnya.
Untuk membuat diagram daun, batang tumbuhan harus dipandang sebagai kerucut yang
memanjang, dengan buku-buku batangnya sebagai lingkaran-lingkaran yang sempurna. Jika
diproyeksikan pada suatu bidang datar, maka buku-buku batang akan menjadi lingkaran-lingkaran
yang konsentris dan puncak batang akan merupakan titik pusat semua lingkaran tadi. Jika daun
menurut rumus 2/5, maka harus dibuat enam lingkaran yang konsentris (lebih banyak lebih baik), dan
kelima ortostiknya akan membagi lingkaran-lingkaran tadi dalam lima bagian yang sama besarnya.
Pada setiap lingkaran berturut-turut dari luar ke dalam digambarkan daunnya seperti pada pembuatan
bagan tadi dan diberi nomor urut. Dalam hal ini perlu dipehatikan bahwa jarak antar dua daun adalah
2/5 lingkaran, jadi setiap kali harus meloncati satu ortostik. Spiral genetik dalam diagram daun akan
merupakan suatu garis spiral yang putarannya semakin ke atas digambar semakin sempit.

BAHAN PRAKTIKUM:
Tanaman Soka (Ixora paludosa)
Tanaman Singkong (Manihot utilissima)
Tanaman Oleander (Oleander sp.)

Anda mungkin juga menyukai