TEORI KONSUMSI
Oleh :
Kelompok 7
Ida Ayu Made Yuniasih 1707531128
Femy Nur’aini 1707531143
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Teori Konsumsi” ini
dengan tepat waktu. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dr. Ni Putu Wiwin
Setyari, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Pengantar Ekonomi
Makro yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Teori Konsumsi. Kami juga menyadari bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan – kekurangan dan masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan di
masa yang akan datang. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Cover i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
Bab II Pembahasan
2.1 Teori Pendapatan Permanen 3
2.2 Teori Pendapatan Relatif 4
2.3 Teori Klasik dan Keynes mengenai Keseimbangan Pendapatan Nasional
A. Pandangan Ahli Ekonomi Klasik 6
B. Pandangan Keynes 7
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan 11
Daftar Pustaka 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengeluaran konsumsi masyarakat adalah salah satu variabel makro ekonomi
yang dilambangkan “C”. Konsep konsumsi yang merupakan konsep yang di
Indonesiakan dalam bahasa Inggris “Consumption”, merupakan pembelanjaan
yang dilakukan oleh rumah tangga ke atas barang-barang akhir dan jasa-jasa
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang-orang yang melakukan
pembelanjaan tersebut atau juga pendapatan yang dibelanjakan. Bagian
pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan, dilambangkan dengan
huruf “S” inisial dari kata saving. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi
semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran
konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan.
Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang
kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-
barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Kegiatan produksi ada karena ada
yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan
kegiatan produksi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan
produksi. Prinsip dasar konsumsi adalah “saya akan mengkonsumsi apa saja dan
jumlah beberapapun sepanjang: anggaran saya memadai dan saya memperoleh
kepuasan maksimum“.
Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu
memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan
pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan
nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari
pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai
dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu
lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Semakin
besar pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi.
Perbandingan besarnya pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan
1
adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume,
MPC).
Sedangkan besarnya tambahan pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk
menabung (Marginal to Save, MPS). Pada pengeluaran konsumsi rumah tangga
terdapat konsumsi minimum bagi rumah tangga tersebut, yaitu besarnya
pengeluaran konsumsi yang harus dilakukan, walaupun tidak ada pendapatan.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini disebut pengeluaran konsumsi otonom
(outonomous consumtion).
Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu pada konsumsi karena peranan sektor
investasi dan ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi. Bertitik tolak pada latar
belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka penyusun akan meneliti
dan menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat di
Indonesia. Demikian latar belakang yang bisa kami sajikan selanjutnya kami akan
membahas secara rinci dalam pembahasan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
C = Yp C = Konsumsi
Yp = Pendapatan Permanen
= Faktor Proporsi (>0)
Yang dimaksud dengan pendapatan permanen adalah tingkat pendapatan
rata – rata yang diekspektasi/diharapkan dalam jangka panjang. Sumber
pendapatan itu berasal dari pendapatan upah/gaji (expected labour income) dan
non upah/non gaji (expected income from assets). Pendapatan permanen akan
meningkat bila individu menilai kualitas dirinya (human wealth) makin baik dan
mampu bersaing di pasar. Dengan keyakinan tersebut ekspektasinya tentang
pendapatan upah/gaji (expected labour income) makin optimistic. Ekspektasi
tentang pendapatan permanen juga akan meningkat jika individu menilai
kekayaannya (non-human wealth) meningkat. Sebab dengan kondisi seperti itu
pendapatan non upah (non-labour income) diperkirakan juga meningkat.
Pendapatan saat ini tidak selalu sama dengan permanen. Kadang – kaang
pendapatan saat ini lebih besar daripada pendapatan permanen. Kadang – kadang
sebaliknya. Hal yang menyebabkannya adalah adanya pendapatan tidak
permanen, yang besarnya berubah – ubah. Pendapatan ini disebut pendapatan
transitori (transitory income). Keterangan :
Yd = Yp + Yt Yd = Pendapatan disposabel saat ini
Yp= Pendapatan permanen
3
Yt= Pendapatan transitori
4
Kurva CL adalah kurva konsumsi jangka panjang, sedangkan CS0 dan CS1
adalah kurva konsumsi jangka pendek. Sudut kemiringan kurva konsumsi jangka
pendek lebih landai disbanding kurva jangka panjang. Maknanya adalah dampak
perubahan pendapatan disposabel terhadap konsumsi lebih terasa/terlihat dalam
tenggang waktu yang lebih panjang. Atau dengan kata lain, dalam jangka pendek
pengaruh perubahan pendapatan disposabel terhadap perubahan konsumsi lebih
kecil disbanding dalam jangka panjang.
Misalkan, Y0 adalah tingkat pendapatan disposabel tertinggi yang pernah
dicapai oleh rumah tangga. Dengan demikian tingkat konsumsi menurut fungsi
jangka pendek dan jangka panjang adalah di titik a. Tiba – tiba karena kelesuan
ekonomi, terjadilah penurunan pendapatan disposabel dari Y0 ke Y2. Menurut
RIH, konsumsi tidak akan ke titik b sesuai dengan jalur C L, melainkan ke titik c
yang berada di jalur CSO. Karena, secara psikologis rumah tangga tidak ingin bila
konsumsinya menurun drastis. Untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi sesuai
dengan titik c, bila perlu rumah tangga mengorek tabungannya (sharply reduced
saving) atau menjual aset – aset yang dimilikinya.
Jika kemudian keadaan ekonomi pulih lagi, bahkan mungkin karena begitu
baiknya pemulihan, pendapatan disposabel bergerak ke tingkat Y1. Apa yang
terjadi dengan konsumsi? Ternyata konsumsi tidak bergerak ke titik d yang berada
dalam jalur CS0, melainkan ke titik e (jalur CL dan CS1), di mana pertambahan
konsumsi dan tabungan adalah proporsional. Seandainya resesi terulah lagi dan
pendapatan disposabel menurun dari Y1 ke Y0, maka konsumsi menurun ke titik f
5
(jalur CS1) dan bukan ke titik a (jalur CL). Penjelasan yang sama seperti pada
penjelasan resisi yang pertama, di mana pendapatan disposabel menurun dari Y0
ke Y2.
Jadi, menurut RIH, tingkat konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan disposabel di masa yang lalu, terutama tingkat pendapatan tertinggi
yang pernah dicapai, karena pola konsumsi saat ini masih dipengaruhi pola
konsumsi yang lalu (pada saat pendapatannya tinggi).
6
Dengan berdasarkan pandangan ekonomi klasik, maka kemampuan suatu
negara dalam menghasilkan pendapatan nasional dapat dinyatakan dengan
menggunakan persamaan berikut.
Y = f (K,L,R,T)
Dimana :
K adalah jumlah barang modal yang tersedia.
L adalah jumlah dan kualitas tenaga kerja.
R adalah kekayaan alam dan sumber alam lain yang digunakan.
T adalah tingkat teknologi.
B. Pandangan Keynes
Terdapatnya perbedaan diantara keyakinan ahli-ahli ekonomi klasik dengan
kenyataan yang berlaku dalam perekonomian mendorong Keynes untuk menelaah
kembali kebenaran-kebenaran dari teori mereka. Menurut Keynes sebaiknya yang
selalu berlaku,yaitu : perekonomian selalu menghadapi masalah pengangguran
dan penggunaan tenaga penuh jarang berlaku. Dalam teori keyness ditunjukkan
bahwa penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) adalah keadaan yang
jarang terjadi, dan hal itu disebabkan karena kekurangan permintaan agregat yang
wujud dalam perekonomian. Perbedaan pandangan Keynes dan Ekonomi Klasik
didasarkan atas perbedaan pendapat yang bersumber dalam persoalan berikut:
1. Faktor-faktor yang menentukan tingkat tabungan dan tingkat investasi dalam
perekonomian.
Menurut pandangan ahli ekonomi klasik faktor penentu besarnya tabungan
dan investasi adalah tingkat suku bunga. Akan tetapi, menurut Keynes, besarnya
tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung pada tinggi
rendahnya tingkat suku bunga, tetapi tergantung pada besar kecilnya tingkat
pendapatan rumah tangga. Artinya semakin besar tingkat pendapatan rumah
tangga semakin besar pula tabungan dan sebaliknya.
Dalam pandangan Keynes terhadap besarnya investasi, dia beranggapan
bahwa tingkat bunga bukan merupakan satu-satunya komponen utama dalam
menentukan besarnya investasi. Besarnya investasi juga ditentukan oleh faktor
lain seperti keadaan ekonomi pada masa kini, ramalan perkembangan di masa
7
depan, dan tingkat penggunaan dan perkembangan teknologi. Jadi meskipun
tingkat bunga tinggi, namun apabila keadaan perekonomian sekarang baik untuk
dilakukan investasi dan prospek ke depannya sangat baik, maka kegiatan investasi
tetap akan dilakukan.
2. Hubungan antara tingkat upah dengan penggunaan tenaga kerja oleh
pengusaha.
Para ahli ekonomi klasik beranggapan bahwa dengan asumsi ceteris paribus,
penurunan tingkat upah tidak akan mempengaruhi biaya produksi marjinal (biaya
untuk memproduksi tambahan produk baru). Akan tetapi menurut Keynes,
tidaklah demikian. Dia beranggapan bahwa penurunan tingkat upah akan
menurunkan daya beli masyarakat. Turunnya daya beli masyarakat akan
menurunkan tingkat pengeluaran dan berakibat pada turunnya tingkat harga
barang dan jasa. Turunnya tingkat permintaan terhadap barang dan jasa akibat
lemahnya daya beli masyarakat akan berakibat pada penurunan kapasitas produksi
yang artinya pengurangan jumlah tenaga kerja. Dengan demikian penurunan
tingkat upah tidak dapat menciptakan penggunaan tenaga kerja penuh (Full
Employment).
Karena perbedaan pendapat antara Keynes dengan para ahli ekonomi klasik
di atas, Keynes juga mempunyai pandangan tersendiri terhadap faktor yang
menjadi penentu tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Menurut Keynes, faktor
penentu kegiatan ekonomi suatu negara adalah permintaan efektif. Yang
dimaksud dengan permintaan efektif adalah permintaan yang disertai kemampuan
untuk membayar barang-barang dan jasa-jasa dalam wujud perekonomian.
Dengan bertambah besarnya permintaan efektif dalam perekonomian,
bertambah pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan.
Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan dalam tingkat
kegiatan ekonomi, penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor produksi.
Dalam analisis Keynes, dia membagi permintaan agregat kepada dua jenis
pengeluaran, yaitu pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga dan penanaman
modal oleh pengusaha. Akan tetapi, dalam analisis makro ekonomi, pengeluaran
pemerintah dan ekspor juga ikut mempengaruhi pengeluaran agregat. Berikut
adalah penjelasan faktor yang mempengaruhi permintaan agregat :
8
1. Konsumsi dan Investasi.
Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh sektor rumah tangga dalam
perekonomian tergantung dari besarnya pendapatan. Perbandingan antara
besarnya konsumsi dengan jumlah pendapatan disebut kecondongan
mengkonsumsi (MPC = Marginal Propensity to Consume). Semakin besar MPC
semakin besar pula pendapatan yang digunakan untuk kegiatan konsumsi dan
sebaliknya.
Pada kondisi negara yang MPC-nya rendah, maka akan menyebabkan selisih
antara produksi nasional (dengan asumsi full employment) dengan tingkat
konsumsi (penggunaan produk) menjadi semakin besar. Agar mencapai
penggunaan tenaga kerja penuh, para pengusaha perlu melakukan investasi
sebesar selisih antara tingkat konsumsi dan produksi tersebut. Jika besarnya
investasi tidak mencapai jumlah tersebut, maka akan terjadi pengangguran.
Karena kondisi tersebut dalam kondisi nyata tidak selalu tercapai, maka
pengangguran akan selalu ada.
Untuk investasi, seperti yang telah disebutkan di atas, dipengaruhi oleh
tingkat bunga dan efisiensi marjinal modal.
Tingkat bunga menurut Keynes dipengaruhi oleh jumlah permintaan uang
(yaitu keinginan masyarakat untuk memperoleh uang untuk digunakan untuk
berbagai keperluan seperti transaksi, tabungan, spekulasi dan atau untuk
kebutuhan mendadak) dan jumlah penawaran uang (yaitu uang yang ada dalam
perekonomian dan dapat digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
barang dan jasa).
Apabila penawaran uang > permintaan uang, maka tingkat suku bunga akan
naik untuk menyerap kelebihan dana yang beredar di masyarakat, dan sebaliknya
jika penawaran uang < permintaan uang, suku bunga tabungan akan turun agar
masyarakat memilih untuk berinvestasi dan mencairkan tabungannya sehingga
jumlah penawaran uang akan meningkat.
Efisiensi marjinal modal yaitu tingkat pengembalian atas modal yang
ditanamkan yang dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi ekonomi sekarang,
penggunaan teknologi dan ramalan prospek ekonomi di masa mendatang.
9
Semakin tinggi tingkat efisiensi modal semakin besar pula investasi dan
sebaliknya.
2. Pengeluaran Pemerintah dan Ekspor.
Dalam analisis makroekonomi dan perhitungan pendapatan nasional
(dengan pendekatan pengeluaran) pengeluaran pemerintah dan ekspor juga
merupakan bentuk pengeluaran. Besarnya tingkat pengeluaran pemerintah (G)
akan mempengaruhi produksi nasional karena pemerintah sendiri merupakan
konsumen yang besar. Sehingga konsumsi dari pemerintah juga mencakup
sebagian besar dari konsumsi nasional. Ekspor menunjukkan permintaan efektif
yang berasal dari luar negeri. Semakin besar ekspor semakin banyak pula
produksi nasional yang dikonsumsi.
10
BAB III
PENUTUP
3 .1 Kesimpulan
1. Teori pendapatan permanen (Permanent Income Hypothesis, disingkat
PIH) adalah alternatif lain yang digunakan untuk menjelaskan
pola/perilaku konsumsi yang diajukan oleh Milton Friedman. Sama seperti
teori – teori lain, PIH juga meyakini bahwa pendapatanlah faktor dominan
yang mempengaruhi tingkat konsumsi. Perbedaannya terletak pada
pendapatan PIH yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi mempunyai
hubungan proporsional dengan pendapatan permanen (permanent income).
2. Teori Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis, disingkat RIH)
yang dikembangkan oleh James Duessenberry. Kendatipun mengakui
pengaruh dominan pendapatan terhadap konsumsi, teori ini lebih
memperhatikan aspek psikologis rumah tangga dalam menghadapi
perubahan pendapatan.
3. Kemampuan suatu Negara dalam menghasilkan pendapatan nasional
berdasarkan pandangan klasik dapat dinyatakan dengan menggunakan
persamaan berikut
Y = f (K,L,R,T)
Menurut pandangan Keynes, tingkat kegiatan ekonomi ditentukan oleh
permintaan efektif. Pengeluaran agregat dalam perekonomian dapat
dibedakan menjadi 4 komponen: konsumsi rumah tangga, investasi
perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan ekspor.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mankiw, N. G., Quah, E., & Wilson, P. 2014. Pengantar Ekonomi Makro.
Jakarta: Salemba Empat.
Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi : Teori, Masalah, dan Kebijakan Edisi
Kedua. Jakarta: Rajawali Pers.
Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi 3. Jakarta:
Rajawali Pers.
12