Anda di halaman 1dari 44

Kel .

BAB I

Pendahuluan

a) Latar Belakang Masalah

Konsumsi merupakan tindakan pelaku ekonomi, baik individu maupun kelompok, dalam
menggunakan komoditas berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Mengapa kita harus memahami konsumsi? Membahas konsumsi sangat penting untuk
analisis ekonomi jangka panjang maupun jangka pendek suatu keluarga. Secara garis
besar, konsumsi merupakan penjumlahan dari pengeluaran seluruh rumah tangga yang
ada dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui total pengeluaran suatu
perekonomian, maka akan dapat diketahui beberapa masalah penting yang muncul dalam
perekonomian, seperti pemerataan pendapatan, efisiensi penggunaan sumber daya dalam
suatu perekonomian , masalah-masalah lainnya. Dengan demikian, kita dapat
menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna memperbaiki atau meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar.

Secara umum, pengeluaran konsumsi terbagi menjadi konsumsi pemerintah dan


konsumsi rumah tangga. Namun dalam pembahasan kali ini kita lebih menekankan ada
konsumsi rumah tangga, alasannya sebagai berikut.

Konsumsi rumah tangga memiliki porsi yang lebih besar dalam pengeluaran agregat jika
dibandingkan dengan konsumsi pemerintah

Konsumsi rumah tangga bersifat endogen, dalam arti besarnya konsumsi rumah tangga
berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Keterkaitan ini akan
menghasilkan teori dan model ekonomi sendiri untuk konsumsi/

Perkembangan masyarakat begitu cepat menyebabkan perilaku konsumsi juga berubah


cepat sehingga pembahasan tentang konsumsi rumah tangga akan tetap relevan

b) Rumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang ada pada ekonomi keuangan keluarga:


a) Apakah pengertian konsumsi?

b) Faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi?

c) Apa itu teori konsumsi dan siapa tokoh yang mempunyai teori konsumsi ?

d) Apakah pola konsumsi keluarga di Indonesia baik / stabil atau justru malah
buruk ?

c) Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini di harapkan dapat mengetahui dan menjelaskan:

1) Dapat mengetahui pengertian arti dari konsumsi

2) mengetahui cara mengatur keuangan keluarga yang baik dan benar.

3) Agar keluarga di Indonesia tidak menjadi keluarga yang terlalu konsumtif.

d) Manfaat
1) Supaya kita bisa memahami arti dari konsumsi dan tabungan.

2) Supaya para pembaca bisa menerapkan ilmu ini agar di masa depan nanti bisa
mengatur keuangannya secara mandiri dan baik.

BAB II

ISI

A) Pengertian Konsumsi

Konsumsi (Consumption) adalah Kegiatan mengurangi nilai guna barang dan jasa,
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Alat untuk melakukan konsumsi adalah
dengan menggunakan pendapatan, maka konsumsi juga sering diartikan bagian
pendapatan masyarakat yang digunakan untuk membeli barang atau jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil seluruh pendapatannya
akan habis dipergunakan untuk keperluan konsumsi.

Namun dalam pengkonsumsian barang atau membeli barang pasti membutuhkan uang,
justru itu dalam pembelian barang terhadang atau mempunyai kendala pada pendapatan
dari seseorang.

B) Faktor Yang Menentukan Tingkat Konsumsi

1. Faktor Ekonomi

Empat faktor yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu :

Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income )

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya
makin baik tingkat pendapatan, tongkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat
pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan
konsumsi menjadi semakin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi semakin
konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.

Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )

Tercakup dalam pengertian kekayaaan rumah tangga adalah kekayaan rill (rumah, tanah,
dan mobil) dan financial (deposito berjangka, saham, dan surat-surat berharga).
Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan
disposable.

Tingkat Bunga ( Interest Rate )

Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi. Dengan tingkat bunga
yang tinggi, maka biaya ekonomi (opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan
semakin maha. Bagi mereka yang ingin mengonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya
dengan meminjam dari bank atau menggunakan kartu kredit, biaya bunga semakin mahal,
sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi.

Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About The Future)

Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan prospek masa depan


rumah tangga antara lain pekerjaan, karier dan gaji yang menjanjikan, banyak anggota
keluarga yang telah bekerja.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain kondisi perekonomian


domestic dan internasional, jenis-jenis dan arah kebijakan ekonomi yang dijalankan
pemerintah.

2. Faktor Demografi

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara


menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relative rendah.
Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar, bila jumlah penduduk sangat
banyak dan pendapatan per kapita sangat tinggi.

Komposisi Penduduk

Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi, antara lain :

• Makin banyak penduduk yang berusia kerja atua produktif (15-64 tahun), makin
besar tingkat konsumsi. Sebab makin banyak pendudukyang bekerja, penghasilan
juga makin besar.
• Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin
tinggi, sebab pada saat seseorang atau suatu keluarga makin berpendidikan tinggi
maka kebutuhan hidupnya makin banyak.
• Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran
konsumsi juga semakin tinggi. Sebab umumnya pola hidup masyarakat perkotaan
lebih konsumtif disbanding masyarakat pedesaan.

3. Faktor-faktor Non Ekonomi

Faktor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah


faktor social budaya masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan,
perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang
dianggap lebih hebat/ideal.

C) Teori Konsumsi

Teori konsumsi adalah seluruh pengeluaran rumah tangga keluarga (masyarakat). Pada
umumnya pengeluaran konsumsi ini lebih besar dari atau sama dengan 50% (> 50%) dari
pendapatan nasional.

Pendapat beberapa ahli tentang teori konsumsi antara lain :

1. J.M. Keynes

Terkenal dengan Absolut Income Theory (Teori pendapatan absolut). Keynes menyatakan
tentang hubunhgan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur
berdasarkan harga konstan.

Jadi :

C=f(Yd)

C = Konsumsi

F = Fungsi

Yd = Disposisi income (pendapatan yang benar-benar dapat dinikmati oleh rumah


tangga).

Yd = Y – Tx + Tr
Tx = Pajak ; Tr = Transper Payment (seperti Subsidi)

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya konsumsi sangat tergantung pada
besarnya pendapatan (Yd). Semakin besar pendapatan, maka semakin tinggi pula konsusi
(Yd ) dan sebaliknya.

Keynes mengatakan: Apabila pendapatan makin tinggi/meningkat MPC tetap sedangkan


APC akan menurun. Jadi makin tinggi income, makin kecil APC.

Besarnya konsumsi adalah :

C = a + bYd atau

C = a + bYd atau

C = Co + bYd

a atau a atau Co : adalah alpa atau dengan kata lain konsumsi terendah. Jadi meskipun
pendapatannya nol, konsumsi sebesar a/a/Co.

b/B = Beta = MPC = Marginal Propensity to Consume

Yd = Disposible Income

Catatan :

rC

MPC =

rY

APC = (Avarage Profensity to Consume) =c/y

MPC + APC = 1

Besarnya MPC = 0 sampai 1 atau 0 < MPC < 1


Secara singkat berikut ini disajikan beberapa catatan mengenai fungsi consumsi Keyness
yang banyak disebut dalam literatur:

a Variabel nyata ;

Yang dimaksud adalah bahwa fungsi konsumsi Keyness menunjukkan hubungan antara
pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang kedua-duanya dinyatakan
dengan menggunakan tingkat harga konstan. jadi besarnya hubungan antara pendapatan
nasional nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal.

b Pendapatan yang terjadi

Dalam literatur banyak disebut bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar
kecilnya pengeluaran nasional yang terjadi (Current National Income). Penemuan ini
sekedar untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud Keyness bukannya pendapatan yang
terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang diramalkan akan terjadi dimasa yang
akan datang.

c Pendapatan Absolut;

Dalam lliteratur banyak pula disebut-sebut bahwa fungsi konsumsi Keyness; variabel
pendapatan nasional yang perlu di interprestasikan sebagai pendapatan nasional absolut,
yang dapat dilawankan pula misalnya dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen
dan sebagainya.

C ( harga Konstan )

Y= C

Co

0 Y ( harga Konstan )

Fungsi konsumsi menurut Keyness.

Kritik Keuzen terhadap teor J.M. Keyness


Penemuan empiris Keuzen, mengenai fungsi consumsi jangka panjang nilai APC trennya
tidak menurun akan tetapi konstant. Ini berarti berbeda dengan yang diasumsikan Keynes
yang kedua adalah bahwa untuk fungsi konsumsi jangka pendek sekalipun berlaku MPC
< APC, seperti yang diasumsikan Keyness, Inter lep fungsi konsumsi yaitu CO,
mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Bergesernya inter lep keatas ini tidak
tertampung oleh hipotesis, pendapatan absolut Keyness. Atau secara rinci penemuan
kenzen tersebut adalah :

1. Perlu dibedakan antara fungsi konsumsi jangka (Long run Consumtion


Fungtion) dan fungsi konsumsi jangka pendek (Short run Consumtion Fungtion) karena
kedua macam fungsi konsumsi tersebut dari hasil struktur empirisnya mempunyai bentuk
yang berbeda.

2. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata mengalami pergeseran keatas,


kesimpulan ini apabila diungkapkan dengan menggunakan bentuk standar persamaan
fungsi konsumsi : C = CO + by, dapat dikatakan bahwa nilai Co tendensinya meningkat
dari waktu kewaktu.

Dari penemuan inilah maka Kuezen, menyatakan bahwa yang dibahas oleh Keyness
adalah konsumsi jangka pendek. Konsumsi jangka panjang dimulai dari nol dan
konsumsi masyarakat jangka pendek berubah setiap masa/setiap saat. Perubahan asset ini
akan menambah CO jadi dalam jangka panjang MPC = APC.

Jadi dari uraian diatas dapat dilihat bahwa baik keynes maupun Keuzen melihat dari
agregat, berbeda dengan pendapat Irving Fisher yang mengamati dan melihat dari
individu-individu (single consumtion).

2. A. Ando, R. Bruimberg dan F. Modigliani. S ( Life Cycle Hipotesis )

Asumsi yang digunakan: panjang hidupnya masyarakat mempengaruhi konsumsinya.

Katanya : Dissaving bisa ditutup oleh saving tahun sebelumnya

Dari gambar di atas terlihat bahwa begitu seseorang lahir, ia sudah mempunyai
kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk dipenuhi, meskipun jelas usia tersebut
ia sama sekali belum dapat berpartisipasi dalam pembentukan produk nasional. Ini berarti
pendapatan sebesar nol dan jumlah penmgeluaran konsumsinya positif, memaksa orang
tersebut melaksanakan dissaving. Baru setelah dia dewasa dan memasuki angkatan kerja
ia dapat memperoleh pendapatan dan pada usia B baru lagi terjadi dissaving kemudian
pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving sampai dengan umur F. bila
umurnya masih panjang, maka kembali terjadi dissaving.

Mengenai sumber pendapatan, Ando–Brumberg Modigliani membedakan dua sumber


pendapatan yaitu tenaga kerja sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai
sumbere property income.
Jadi Y = YL + YP

a Milton Fridman (Permanent Income Hipotesis)

Dengan menggunakan asumsi bahwa: konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan


pendapatan yang diperoleh selama hayatnya diantara kurun waktu yang dihadapinya serta
menghendaki pola-pola konsumsi yang kurang lebihnya merata dari waktu kewaktu.
Milton Fridman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen seseorang konsumen
atau suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan
pendapatannya/pendapatan mereka yang bersangkutan.

Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan :

Cp= K Yp

Cp= Consumsi permanen

K=Angka konstan yang menunjukkan bagian pendapatan permanen yang dikonsumsi. Ini
berarti 0 < k < 1

Yp = Pendapatan permanen ;

Dari uraian di atas jelaslah sekarang bahwa seperti halnya Ando- Brimburg –
Modigliani, Milton Fridman dan begitu juga nantinya Desenbery berhasil memberikan
dasar teoritik untuk kedua fungsi konsumsi yang ditemukan secara empirik oleh Simon
Keuze.

3. James Desenbery.

James Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi suatu


masyarakat di tentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah
dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak akan
banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat
konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa mengurangi saving.

Selanjutnya Desenbery juga sependapat dengan penemuan kuznets bahwa untuk setiap
income yang dicapai mempunyai fungsi konsumsi jangka pendek sendiri– endiri.

Catatan ;

Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi :


a. Distribusi pendapatan nasional.

b. Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat- alat liquit.

c. Banyaknya barang–barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat

D) Pola konsumsi Di Indonesia

Pola konsumsi yang dialami masyarakat atau rumah tangga keluarga secara umum

bahwa semakin besar pendapatan maka akan semakin besar pula jumlah pengeluaran
konsumsinya.

Dan kebanyakan juga pola konsumsi indonesia terlalu berlebih karena mereka suka
mengkonsumsi barang / membeli barang yang nilai gunanya tidak terlalu penting atau
disebut juga konsumtif

TABUNGAN

Tabungan (saving) adalah bagian pendapatan masyarakat yang tidak digunakan untuk
konsumsi. Masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih besar dari kebutuhan
konsumsi akan mempunyai kesempatan untuk menabung lebih besar dibangdingkan
dengan masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit sehingga mereka hanya
bisa menabung sedikit.

Fungsi Tabungan :

Secara matematis, persamaan fungsi tabungan dirumuskan sebagai berikut :

S = -a + (1-b) Y

Keterangan :

S = tingkat tabungan
-a = besarnya tingkat tabungan jika Y=0

Y = tingkat pendapatan

1-b = lereng garis (slope) tabungan ( Marginal Propensity to save = Mps

Penentu-penentu Konsumsi dan Tabungan

Beberapa faktor yang menentukan atau yang mempengaruhi tingkat konsumsi dan
tabungan adalah :

1. Kekayaan yang telah terkumpul

2. Tingkat bunga

3. Keadaan perekonomian

4. Distribusi pendapatan

5. Tersedia tidaknya dana pensiun yang

mencukupi
BAB III

PENUTUP

a) Kesimpulan

Konsumsi dipicu oleh pendapatan,meniru, kekayaan, tetangga dan masa lalu Tabungan
adalah sumber investasi, semakin besar tabungan relatif semakin besar dana investasi

b) Saran

Kalau ingin mengkonsumsi / membeli suatu barang dan jasa kita harus pandai-pandai
menghemat atau membeli barang sesuai kegunaan, dan upaya ini juga bermanfaat pada
kondisi keuangan pada seatu keluarga.

Daftar Pusaka

1. http://www.scribd.com/

2. http://www.google.co.id/search?hl=en&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-
US
%3Aofficial&channel=s&q=konsums+dan+menabung&btnG=Search&aq=o&aqi&aql&
oq
3. http://www.ahmadsubagyo.com/

4. http://www.psikologizone.com/ konsumsi-tabungan-dan-investasi.html

5. http://www.orifile.com/

SILABUS

PENGANTAR EKONOMI KELUARGA

MATERI

1. Manajemen keluarga:

Housing & Home Management Chapter I & V

2. Konsumsi dan Tabungan:

W. Keith Bryan Bab. 4

Housing & Home Management Chapter VII

3. Ujian Tengah Semester: 4 April 2011

4. The economic of Fertility:

W. Keith Bryan Bab. 7

5. Perkawinan:

W. Keith Bryan Bab. 8

McDonald & Nye, Hal. 94

6. Perceraian:

W. Keith Bryan Bab. 8

McDonald & Nye, Hal 153

7. Investasi sumberdaya manusia:

W. Keith Bryan Bab. 6


8. Ujian Akhir Semester: tgl. 30 Mei 2011

UAS PEK :
Membuat Phortofolio dari materi yang telah diberikan, dari awal sampai akhir
pembelajara dan di urutkan secara sistematis sesuai bab nya.
ketentuan :
a. Tata cara penulisan sesuai dengan tata cara membuat makalah;
b. Setelah itu di buat analisa & komentar;
c. setiap bab minimal 5 halaman, jadi total halamannya ada 25 + halaman u/ analisa &
komentar;
d. Di jilid : warna dasar hijau dan cover bening; dan
e. Dikumpulkan tgl 13-06-2011.

Silabus perBab :
bab 1 : Housing & Home Management
bab 2 : konsumsi & tabungan
bab 3 : The economi of fertility
bab 4 : perkawinan
bab 5 : perceraian
bab 6 : Investasi sumberdaya manusia

Pentiiinggg !!! Diharapkan setiap kelompok u/ memposting soft copy materinya masing-
masing. Thx so .
makalah PERKAWINAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pada hakekatnya perkawinan adalah ikatan lahir batin manusia untuk hidup brsama
antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
kekal, bahagia dan sejahtera. Perkawinan adalah suatu peristiwa, dimana sepasang
mempelai atau sepasang suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu
atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan
secara resmi sebagai suami istri dengan upacara dan ritual – ritual tertentu.

Perkawinan mungkin salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya
perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Kegiatan yang dibayangkan,
bahkan dipercayai, sebagai perwujudan ideal hubungan cinta antara dua individu belaka
telah menjadi urusan banyak orang atau institusi, mulai dari orang tua, keluarga besar,
institusi agama sampai negara. Namun, pandangan pribadi ini pada saatnya akan
terpangkas oleh batas-batas yang ditetapkan keluarga, masyarakat, maupun ajaran agama
dan hukum negara sehingga niat tulus menjalin ikatan hati, membangun kedirian masing-
masing dalam ruang bersama seringkali terkalahkan.

Seperti yang kita ketahui sekarang ini banyak terdapat kasus mengenai perkawinan, hal
itu disebabkan karena ketidakmampuan kedua belah pihak baik suami maupun istri untuk
menyesuaikan perubahan – perubahan yang terjadi setelah perkawinan. Dalam
perkawinan terdapat dua pribadi yang berbeda, sehingga diperlukan adaptasi satu sama
lain untuk menghindari masalah – masalah dalam perkawinan uyang bisa berakibat pada
perceraian. Oleh sebab itu selama adaptasi dengan pasangan hidupnya terjadi perubahan
psikologi pada diri masing – masing.

Perkawinan adalah sebuah dasar membentuk suatu keluarga. Perkawinan itu sangat perlu
adanya karena jika dilihat dari unsur financial, bisa menambah/ memperbanyak financial

1
(keuangan) dari seseorang yang telah melakukan perkawinan dibandingkan dengan yang
belum melakukan perakawinan sedangkan menurut unsur psikologis yaitu pernikahan
adalah apabila antara pasangan suami istri memiliki kematangan, baik dari segi biologis
maupun psikologis. Kematangan biologis adalah apabila seseorang telah memiliki
kematangan baik dari segi usia maupun dari segi fisik / jasmani.
Pengaruh Kesejahteraan pada StabiIity Perkawinan dan Pernikahan kembali dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu Tiga Jenis Pembayaran Kesejahteraan, Perhitungan AFDC,
Stabilitas Perkawinan dan Pembagian Jenis Pernikahan,dalam perkawinan diaplikasikan
juga mengenai hubungan antara karakteristik sosial, pendapatan seseorang, ras dengan
kesejahteraannya serta psikologi seseorang. Penelitian ini mengadopsi dari program
Kesejahteraan di Amerika Serikat dirancang untuk-memperkuat kehidupan keluarga.
Tujuannya adalah kemanusiaan, untuk memberikan pembayaran tunai kepada keluarga
miskin dan individu untuk mengurangi kekurangan ekonomi mereka.
Tiga jenis pembayaran kesejahteraan dianalisis dalam penelitian ini. Setiap keluarga
diminta maupun tidak mereka menerima: Pembayaran AFDC; kedua yaitu Pemerintah
kupon makanan, atau yang ketiga yaitu kesejahteraan lainnya atau bantuan publik.
Pengaruh kesejahteraan pada ketidakstabilan perkawinan mungkin juga dipengaruhi oleh
usia, usia saat pernikahan, pendidikan, lama perkawinan, dan perkawinan pertama. Itu
tidak pantas untuk mengontrol variabel-variabel dengan menggunakan analisis beberapa
kemajuan karena status dan kesejahteraan pernikahan ,sedangkan mengenai stabilitas
pernikahan dipengaruhi oleh pendapatan dan ras (Cutright, 1971; Ross dan Sawhill,
1975)
kulit putih berpenghasilan rendah, pembubaran perkawinan secara substansial lebih tinggi
pada kesejahteraan penerima dari antara tQose bukan pada kesejahteraan, sedangkan-
penerimaan kesejahteraan tidak kembali terisolasi dengan pembubaran perkawinan orang
kulit hitam berpenghasilan rendah. Terdapat program Kesejahteraan di Amerika Serikat
yang dirancang untuk-memperkuat kehidupan keluarga. Tujuannya adalah kemanusiaan,
untuk memberikan pembayaran tunai kepada keluarga miskin dan individu untuk
mengurangi kekurangan ekonomi mereka.

2
1.2 Rumusan masalah
1. apa pengertian perkawinan ?
2. mengapa perkawinan itu diperlukan ?
3. apa tujuan perkawinan ?
4. bagaimana cara mengatasi perkawinan diskriminasi ?
1.3 Tujuan permasalahan
1. Memahami pengertian perkawinan
2. Memahami mengapa perkawinan itu diperlukan.
3. Memahami tujuan perkawinan
4. Memahami bagaimana cara mengatasi perkawinan diskriminasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk menambah pengetahuan tentang definisi perkawinan .
2. Untuk mengetahui mengapa diperlukannya perkawinan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua
belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga
yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.
Menurut Agama Islam, Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya
perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah
sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal sebagai bentuk
ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diperlukan persiapan fisik dan mental untuk
melaksanakannya.
2.2 Mengapa Perkawinan Diperlukan ?
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir
setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga
yang bahagia dengan orang yang dicintainya.

4
Menurut Kebutuhannya Perkawinan dapat dilihat dari unsur yaitu financial dan
psikologi,yaitu :
Unsur Financial :
Jika di Amerika Serikat hal ini (perkawinan) dirancang dengan tujuan adalah
kemanusiaan, untuk memberikan pembayaran tunai kepada keluarga miskin dan individu
untuk mengurangi kekurangan ekonomi mereka.
Perkawinan adalah sebuah dasar membentuk suatu keluarga. Perkawinan itu sangat perlu
adanya karena jika dilihat dari unsur financial, bisa menambah/ memperbanyak financial
(keuangan) dari seseorang yang telah melakukan perkawinan dibandingkan dengan yang
belum melakukan perakawinan. Perkawinan itu dipengaruhi oleh pendapatan dan ras.
Contohnya di Amerika orang berkulit putih mempunyai pendapatan lebih rendah
dibanding dengan orang berkulit putih (diskriminasi), oleh karena itu untuk mencapai
kesejahteraan keluarga terjadilah perkawinan. Hal ini dianggap sebagai alternatif yang
sah untuk mengahapi masalah ekonomi. Selain pandapatan dan ras, perkawinan juga
dipengaruhi oleh usia.

Unsur Psikologi :
Idealnya suatu pernikahan adalah apabila antara pasangan suami istri memiliki
kematangan, baik dari segi biologis maupun psikologis. Kematangan biologis adalah
apabila seseorang telah memiliki kematangan baik dari segi usia maupun dari segi fisik /
jasmani. Sedangkan kematangan psikologis adalah bila seseorang telah dapat
mengendalikan emosinya dan dapat berpikir secara baik, dapat menempatkan persoalan
sesuai dengan keadaan subjektif-objektif (Rochmaningrum, 2005).

Pernikahan sarat dengan persoalan yang mungkin terjadi, individu haruslah siap secara
fisik atau mental, kesiapan mental seseorang biasanya ditunjukkan dengan adanya
kematangan pribadi. Gunarsa (2000) menyatakan bahwa individu yang memiliki
kematangan pribadi adalah yang telah mencapai tingkat kedewasaan, mampu
mengembangkan fungsi pikiran dan mengembalikan emosi serta mampu menempatkan
diri untuk mengatasi kelemahan dalam menghadapi tantangan baik dari diri sendiri
maupun orang lain.

Muhdlor (1994) mengatakan bahwa kematangan pribadi sangat besar artinya bagi
pasangan yang berumah tangga. Suami istri yang belum matang dari segi pribadi didalam
membina pernikahan akan sering terjadi pertengkaran, percekcokan bahkan kalau
dibiarkan terus menerus akan menjurus ke perceraian. Tidak adanya kematangan pribadi
menyebabkan masing-masing pasangan kurang dapat menerima dan memahami
pasangannya, tidak ada penyesuaian diantara mereka sehingga mengakibatkan keluarga
tidak harmonis. Kematangan pribadi dapat dilihat pada kemampuan penyesuaian diri dan
prilaku koping yang positif dalam mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik.
Kemampuan ini selain dapat menjaga keseimbangan, selebihnya juga mendatangkan rasa
puas dan bahagia, baik bagi individu maupun orang lain.
2.3 Tujuan Perkawinan
Tujuan menikah adalah untuk memperoleh kesejahteraan baik secara lahir dan batin.
Perkawinan merupakan sifat atau tabiat manusia yang cenderung untuk mengadakan
hubungan sesama manusia. hubungan perkawinan dapat melahirkan rasa saling cinta,
sikap saling bekerjasama dengan kebaikan dan bantu membantu untuk mendidik
keturunan. Melalui perkawinan juga, manusia akan dapat mengembangkan keturunan dan
memenuhi ketenteraman jiwa. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.
Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil
yang penting, di antaranya adalah:
Pembentukan sebuah keluarga yang di dalamnya seseorang dapat menemukan kedamaian
pikiran. Orang yang tidak kawin bagaikan seekor burung tanpa sarang. Perkawinan
merupakan perlindungan bagi seseorang yang merasa seolah-olah hilang di belantara
kehidupan; orang dapat menemukan pasangan hidup yang akan berbagi dalam
kesenangan dan penderitaan.
Gairah seksual merupakan keinginan yang kuat dan juga penting. Setiap orang harus
mempunyai pasangan utnuk memenuhi kebutuhan seksualnya dalam lingkungan yang

6
aman dan tenang. Orang harus menikmati kepuasan seksual dengan cara yang benar
dan wajar. Orang-orang yang tidak mau kawin seringkali menderita ketidakteraturan baik
secara fisik maupun psikologis. Ketidakteraturan semacam itu dan juga persoalan-
persoalan tertentu merupakan akibat langsung dari penolakan kaum muda terhadap
perkawinan.
Reproduksi atau sebagai waah untuk melangsungkan keturunan. Melalui perkawinan,
perkembangbiakan manusia akan berlanjut. Anak-anak adalah hasil dari perkawinan dan
merupakan factor-faktor penting dalam memantapkan fondasi keluarga dan juga
merupakan sumber kebahagiaan sejati bagi orangtua mereka.

2.4 Pengaruh Kesejahteraan pada StabiIity Perkawinan dan Pernikahan kembali

1. Tiga Jenis Pembayaran Kesejahteraan


Tiga jenis pembayaran kesejahteraan dianalisis dalam penelitian ini. Setiap keluarga
diminta maupun tidak mereka menerima: (1) Pembayaran AFDC; (2) Pemerintah kupon
makanan, atau (3) kesejahteraan lainnya atau bantuan publik. Informasi usia, ras,
pendidikan, pendapatan, lama perkawinan, dan sfatiis pernikahan sebelumnya-juga
diperoleh dan variabel-variabel yang digunakan. sebagai kontrol dalam analisis
kehidupan.

2. Perhitungan AFDC
Terdapat program Kesejahteraan di Amerika Serikat yang dirancang untuk-memperkuat
kehidupan keluarga. Tujuannya adalah kemanusiaan, untuk memberikan pembayaran
tunai kepada keluarga miskin dan individu untuk mengurangi kekurangan ekonomi
mereka.
Honig (1974, 1976) membandingkan proporsional keluarga perempuan dengan ukuran
rata-rata pembayaran AFDC di kota-kota besar di Amerika Serikat. Dia menemukan
bahwa, di antara kedua kulit putih dan kulit putih, proporsi keluarga perempuan
berkepala (berumur) meningkat seiring dengan ukuran rata-rata pembayaran AFDC
meningkat. Dalam penelitian serupa, Mol (1976) melaporkan bahwa, pada tahun 1970,
negara dengan pembayaran kesejahteraan yang lebih tinggi juga memiliki proporsi yang
lebih tinggi dari ibu dipisahkan.
7
Contoh dan pengukuran AFDC :
Data untuk bagian analisis were.collectedcas dari National Longitudinal Survei
Pengalaman Pasar Tenaga Kerja yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Sumber Daya
Manusia di Ohio State University. Suatu prosedur spercontohan multistage digunakan
untuk mengidentifikasi sampel probabilitas nasional yang mewakili setiap negara bagian
di Amerika Serikat dan Distrik Colum bia ¬. Empat berbeda umur-jenis kelamin
kelompok mengaku: Pria dengan usia 45-49 tahun, laki-laki dengan usia 14-24 tahun,
wanita dengan usia >44 tahun, dan perempuan dengan usia 14-24 tahun. Keempat
kelompok sampel karena transisi tentang angkatan kerja partisipasi biasanya terjadi
selama rentang usia. Untuk menyediakan data bertanggung jawab atas kulit hitam,
memegang rumah di kabupaten penghitungan didominasi hitam oversampled. Dalam
setiap kelompok, sekitar 5.000 orang yang antar ¬ Dilihat: ks bla 1.500 dan 3.500 orang
kulit putih. Untuk studi ini, hanya data dari perempuan usia 30-44 5083 dianalisis.
Masing-masing wanita diwawancarai pada tahun 1967, 1% 9,1971, 1972, dan 1974.
Delapan puluh lima per ¬ persen dari perempuan (4322) dapat ¬ fol diikuti untuk periode
tujuh tahun seluruh. Variabel tergantung pertama di masa sekarang. Analisis stabilitas
perkawinan, sebuah variabel dikotomis.
Perkawinan didefinisikan sebagai stabil jika perpisahan atau perceraian telah terjadi. Ini
diukur dengan mengikuti menikah indikator viduals ¬ dari waktu ke waktu untuk
menentukan proporsi yang menjadi berpisah atau bercerai.
3. Stabilitas Perkawinan
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa stabilitas pernikahan dipengaruhi oleh
pendapatan dan ras (Cutright, 1971; Ross dan Sawhill, 1975). Sejak penerima
kesejahteraan berpenghasilan kurang dari kesejahteraan yang tidak menerima, temuan ini
dapat terjadi karena perbedaan pendapatan yang masuk dalam suatu keluarga. Pengaruh
kesejahteraan pada solusi perkawinan juga mungkin berbeda menurut ras sebagai orang
kulit hitam telah menghadapi diskriminasi ekonomi dan overrepresented orang miskin.
Oleh karena itu, efek kesejahteraan diperiksa sementara controlling untuk pendapatan dan
ras. Di antara kulit putih berpenghasilan rendah,

8
pembubaran perkawinan secara substansial lebih tinggi pada kesejahteraan penerima dari
antara tQose bukan pada kesejahteraan, sedangkan-penerimaan kesejahteraan tidak
kembali terisolasi dengan pembubaran perkawinan orang kulit hitam berpenghasilan
rendah.
Pengaruh kesejahteraan pada ketidakstabilan perkawinan mungkin juga dipengaruhi oleh
usia, usia saat pernikahan, pendidikan, lama perkawinan, dan perkawinan pertama. Itu
tidak pantas untuk mengontrol variabel-variabel dengan menggunakan analisis beberapa
kemajuan karena status dan kesejahteraan pernikahan ketidakstabilan yang dikotomis dan
sangat miring. Sel kecil ukuran cont menghalangi) 'meminyaki untuk variabel-variabel ini
secara simultan menggunakan cross-klasifikasi.. Oleh karena itu, masing-masing variabel
adalah controtled satu per satu l! bernyanyi crosstabulations orde pertama. Untuk analisis,
panel dibagi menjadi empat periode waktu (1967-1969, 1969-1971, 1971-1972, 1972-
1974) dan proporsi menikah di-dividuals yang berpisah atau bercerai selama periode
masing-masing dihitung untuk welfarerecipi ¬ Ent dan kesejahteraan mereka tidak
menerima. Para Hasil pengujian ulang untuk setiap waktu empat periode itu dijumlahkan
untuk mendapatkan perbandingan secara keseluruhan yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Ditemukan bahwa usia saat ini istri, usia istri pada perkawinan-perkawinan saat ini.
Pernikahan pertama (baik atau tidak itu adalah perkawinan pertama responden),
pendidikan suami, atau pendidikan istri tidak mengubah hubungan antara penerimaan
kesejahteraan dan stabilits perkawinan. Dalam "setiap tabulasi orde pertama, mereka
yang menerima kesejahteraan terlarut mereka riages ¬ lebih sering daripada yang bukan
pada tarif, dan semua perbedaan secara statistik" signifikan (<p OS.). Namun demikian,
perbedaan antara keluarga kesejahteraan dan nonwelfare agak smaUer antara mereka
yang telah. menikah lagi.

4. Pembagian Jenis Pernikahan


Untuk memperkirakan efek 'kesejahteraan, pernikahan data dibagi menjadi, yaitu :
"Sejak lama menikah dapat berhubungan dengan perkawinan pertama, lamanya
pernikahan juga diperiksa secara terpisah untuk pernikahan pertama dan perkawinan
lainnya. Dalam kedua kasus. durasi perkawinan dichotomized sekitar median. Di antara
9
perkawinan pertama dengan ¬ duration dari 16 tahun atau les, persentase pembubaran
adalah 7,3 di antara keluarga kesejahteraan dibandingkan dengan '2,5 untuk ¬ nonwel.
Tarif keluarga (p <.05). The coinparable persentase untuk pernikahan pertama dengan
durasi 17 tahun atau lebih adalah 2,9 dan 1,4 (p <.05). Perkawinan antara lain dengan
durasi 10 tahun atau kurang, persentase dissolu ¬ tion adalah 18,0 untuk keluarga
kesejahteraan dan 6.2 untuk fa nonwelfare! 1lUies (p <.05). Persentase sebanding untuk
perkawinan lainnya dengan durasi 11 tahun atau lebih banyak 7,6 dan 3,3. masing (p
<.05). Dengan demikian, kapal basic.relation ¬ tidak berubah 'menggunakan kategorisasi
yang berbeda dari durasi pernikahan. Empat periode (1967-1% 9; 1969-1971; 1971 ¬
1972; 1972-1974). Jumlah laki-laki bercerai ¬ fe yang menjadi menikah pada akhir setiap
periode dihitung untuk penerima kesejahteraan dan kesejahteraan mereka tidak
menerima. Smce temar. riage mungkin. menjadi. dipengaruhi oleh ras dan pendapatan
(Norton dan Glick, 1976:9), kedua variabel ¬ a6Ths dikontrol .- Hasil dari empat periode
waktu itu dijumlahkan untuk mendapatkan lebih dari ¬ au perkiraan dampak
kesejahteraan tentang pernikahan ulang ¬.
Ditemukan bahwa mereka perempuan berpenghasilan rendah yang menerima AFDC
menikah kembali dalam dua tahun ke depan pada tingkat yang secara signifikan lebih
rendah dibandingkan. yang tidak menerima AFDC. Di antara kedua orang kulit hitam dan
putih, ¬ Remar tingkat riage adalah sekitar tiga kali lebih ¬ Quent fre kalangan. non-
AFDC penerima dibandingkan mereka yang menerima AFDC (lihat Tabel 4). Ketika
AFDC, kupon makanan, dan bantuan publik lainnya digabung menjadi satu kategori
kesejahteraan, perbedaan signifikan terjadi antara kulit putih tapi tidak kulit hitam. Selain
pendapatan dan ras, menemukan petunjuk untuk keselamatan ¬ dapat dipengaruhi, oleh
usia. Telah diketahui bahwa pernikahan kembali dari FEM bercerai les kurang
kemungkinan sebagai peningkatan usia (Carter dan Glick, 1976:46). Tabulasi mengontrol
umur disajikan pada Tabel 5. Dalam setiap zaman peduli ¬ Gory, mereka yang menerima
beberapa jenis kesejahteraan Apakah tingkat pernikahan kembali lebih rendah daripada
yang tidak pada Kesejahteraan. Namun, seperti usia meningkat, ¬ erence dif antara
tingkat pernikahan kembali penerima tarif ¬ wel dan mereka bukan pada kesejahteraan de
¬: reased. Hal ini juga menemukan bahwa AFDC memiliki efek pemakan pada
pernikahan kembali daripada kesejahteraan umum.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir
setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga
yang bahagia dengan orang yang dicintainya yang bertujuan untuk untuk memperoleh
kesejahteraan baik secara lahir dan batin.Perkawinan sangat diperlukan dari segi finansial
dan psikologi.
Pengaruh Kesejahteraan pada StabiIity Perkawinan dan Pernikahan kembali dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu Tiga Jenis Pembayaran Kesejahteraan, Perhitungan AFDC,
Stabilitas Perkawinan dan Pembagian Jenis Pernikahan.
3.2 Saran
Untuk menciptakan suatu perkawinan yang kelak akan mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sejahtera,kedua individu yang menjalani kehidupan dalam berumah tangga
harus memiliki persiapan yang matang dalam mewujudkan kesejahteran yang stabil yang
dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dimasa depan saat mereka memiliki keturunan.
ABSTRAK
Konsep dasar untuk pembubaran perkawinan dan menjaga 'bahwa pernikahan yang
diselenggarakan bersama oleh manfaat yang dirasakan nyata, biaya dirasakan
pembubaran, dan manfaat yang dirasakan sebagai alternatif dalam membangun
hubungan. Tujuan menulis untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial,
pendapatan seseorang, ras dengan kesejahteraannya serta psikologi seseorang. Penelitian
ini mengadopsi dari program Kesejahteraan di Amerika Serikat dirancang untuk-
memperkuat kehidupan keluarga. Tujuannya adalah kemanusiaan, untuk memberikan
pembayaran tunai kepada keluarga miskin dan individu untuk mengurangi kekurangan
ekonomi mereka.
Hasil studi menunjukkan bahwa :
(1) Seseorang yang berkulit hitam mempunyai pendapatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang berkulit putih yang akan mempengaruhi pandapatan dan
tingkat kesejahteraan,
(2) Struktur umur perempuan (kontrasepsi kontrol) negatif mempengaruhi kesuburan.
Artinya, semakin tua usia, tingkat produktifitas individu dan lebih rendah kesuburan atau
menurun,dan
(3) Mungkin individu dengan karakteristik sosial atau psikologis tertentu lebih rentan
untuk menerima kesejahteraan dan untuk membubarkan mereka. Misalnya, seseorang
yang memiliki konsep diri yang rendah, tidak memiliki kemampuan komunikasi, atau
merasa tidak berdaya mungkin lebih siap menerima kesejahteraan dan menyerah pada
perkawinan daripada seseorang yang lain. Hipotesis seperti ini perlu diperiksa dalam
penelitian masa depan.

iii
KATA KUNCI
Karakteristik sosial, pendapatan, ras, kesejahteraan sebelum menikah dan setelah
menikah serta psikologi sebelum dan setelah menikah.
iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pada hakekatnya perkawinan adalah ikatan lahir batin manusia untuk hidup brsama
antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
kekal, bahagia dan sejahtera. Perkawinan adalah suatu peristiwa, dimana sepasang
mempelai atau sepasang suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu
atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan
secara resmi sebagai suami istri dengan upacara dan ritual – ritual tertentu.

Perkawinan mungkin salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya
perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Kegiatan yang dibayangkan,
bahkan dipercayai, sebagai perwujudan ideal hubungan cinta antara dua individu belaka
telah menjadi urusan banyak orang atau institusi, mulai dari orang tua, keluarga besar,
institusi agama sampai negara. Namun, pandangan pribadi ini pada saatnya akan
terpangkas oleh batas-batas yang ditetapkan keluarga, masyarakat, maupun ajaran agama
dan hukum negara sehingga niat tulus menjalin ikatan hati, membangun kedirian masing-
masing dalam ruang bersama seringkali terkalahkan.

Seperti yang kita ketahui sekarang ini banyak terdapat kasus mengenai perkawinan, hal
itu disebabkan karena ketidakmampuan kedua belah pihak baik suami maupun istri untuk
menyesuaikan perubahan – perubahan yang terjadi setelah perkawinan. Dalam
perkawinan terdapat dua pribadi yang berbeda, sehingga diperlukan adaptasi satu sama
lain untuk menghindari masalah – masalah dalam perkawinan uyang bisa berakibat pada
perceraian. Oleh sebab itu selama adaptasi dengan pasangan hidupnya terjadi perubahan
psikologi pada diri masing – masing.

Perkawinan adalah sebuah dasar membentuk suatu keluarga. Perkawinan itu sangat perlu
adanya karena jika dilihat dari unsur financial, bisa menambah/ memperbanyak financial

1
(keuangan) dari seseorang yang telah melakukan perkawinan dibandingkan dengan yang
belum melakukan perakawinan sedangkan menurut unsur psikologis yaitu pernikahan
adalah apabila antara pasangan suami istri memiliki kematangan, baik dari segi biologis
maupun psikologis. Kematangan biologis adalah apabila seseorang telah memiliki
kematangan baik dari segi usia maupun dari segi fisik / jasmani.
Pengaruh Kesejahteraan pada StabiIity Perkawinan dan Pernikahan kembali dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu Tiga Jenis Pembayaran Kesejahteraan, Perhitungan AFDC,
Stabilitas Perkawinan dan Pembagian Jenis Pernikahan,dalam perkawinan diaplikasikan
juga mengenai hubungan antara karakteristik sosial, pendapatan seseorang, ras dengan
kesejahteraannya serta psikologi seseorang. Penelitian ini mengadopsi dari program
Kesejahteraan di Amerika Serikat dirancang untuk-memperkuat kehidupan keluarga.
Tujuannya adalah kemanusiaan, untuk memberikan pembayaran tunai kepada keluarga
miskin dan individu untuk mengurangi kekurangan ekonomi mereka.
Tiga jenis pembayaran kesejahteraan dianalisis dalam penelitian ini. Setiap keluarga
diminta maupun tidak mereka menerima: Pembayaran AFDC; kedua yaitu Pemerintah
kupon makanan, atau yang ketiga yaitu kesejahteraan lainnya atau bantuan publik.
Pengaruh kesejahteraan pada ketidakstabilan perkawinan mungkin juga dipengaruhi oleh
usia, usia saat pernikahan, pendidikan, lama perkawinan, dan perkawinan pertama. Itu
tidak pantas untuk mengontrol variabel-variabel dengan menggunakan analisis beberapa
kemajuan karena status dan kesejahteraan pernikahan ,sedangkan mengenai stabilitas
pernikahan dipengaruhi oleh pendapatan dan ras (Cutright, 1971; Ross dan Sawhill,
1975)
kulit putih berpenghasilan rendah, pembubaran perkawinan secara substansial lebih tinggi
pada kesejahteraan penerima dari antara tQose bukan pada kesejahteraan, sedangkan-
penerimaan kesejahteraan tidak kembali terisolasi dengan pembubaran perkawinan orang
kulit hitam berpenghasilan rendah. Terdapat program Kesejahteraan di Amerika Serikat
yang dirancang untuk-memperkuat kehidupan keluarga. Tujuannya adalah kemanusiaan,
untuk memberikan pembayaran tunai kepada keluarga miskin dan individu untuk
mengurangi kekurangan ekonomi mereka.

2
1.2 Rumusan masalah
1. apa pengertian perkawinan ?
2. mengapa perkawinan itu diperlukan ?
3. apa tujuan perkawinan ?
4. bagaimana cara mengatasi perkawinan diskriminasi ?
1.3 Tujuan permasalahan
1. Memahami pengertian perkawinan
2. Memahami mengapa perkawinan itu diperlukan.
3. Memahami tujuan perkawinan
4. Memahami bagaimana cara mengatasi perkawinan diskriminasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
2. Untuk menambah pengetahuan tentang definisi perkawinan .
3. Untuk mengetahui mengapa diperlukannya perkawinan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua
belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga
yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.
Menurut Agama Islam, Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya
perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah
sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal sebagai bentuk
ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diperlukan persiapan fisik dan mental untuk
melaksanakannya.
3.2 Mengapa Perkawinan Diperlukan ?
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir
setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga
yang bahagia dengan orang yang dicintainya.

4
Menurut Kebutuhannya Perkawinan dapat dilihat dari unsur yaitu financial dan
psikologi,yaitu :
Unsur Financial :
Jika di Amerika Serikat hal ini (perkawinan) dirancang dengan tujuan adalah
kemanusiaan, untuk memberikan pembayaran tunai kepada keluarga miskin dan individu
untuk mengurangi kekurangan ekonomi mereka.
Perkawinan adalah sebuah dasar membentuk suatu keluarga. Perkawinan itu sangat perlu
adanya karena jika dilihat dari unsur financial, bisa menambah/ memperbanyak financial
(keuangan) dari seseorang yang telah melakukan perkawinan dibandingkan dengan yang
belum melakukan perakawinan. Perkawinan itu dipengaruhi oleh pendapatan dan ras.
Contohnya di Amerika orang berkulit putih mempunyai pendapatan lebih rendah
dibanding dengan orang berkulit putih (diskriminasi), oleh karena itu untuk mencapai
kesejahteraan keluarga terjadilah perkawinan. Hal ini dianggap sebagai alternatif yang
sah untuk mengahapi masalah ekonomi. Selain pandapatan dan ras, perkawinan juga
dipengaruhi oleh usia.

Unsur Psikologi :
Idealnya suatu pernikahan adalah apabila antara pasangan suami istri memiliki
kematangan, baik dari segi biologis maupun psikologis. Kematangan biologis adalah
apabila seseorang telah memiliki kematangan baik dari segi usia maupun dari segi fisik /
jasmani. Sedangkan kematangan psikologis adalah bila seseorang telah dapat
mengendalikan emosinya dan dapat berpikir secara baik, dapat menempatkan persoalan
sesuai dengan keadaan subjektif-objektif (Rochmaningrum, 2005).
Pernikahan sarat dengan persoalan yang mungkin terjadi, individu haruslah siap secara
fisik atau mental, kesiapan mental seseorang biasanya ditunjukkan dengan adanya
kematangan pribadi. Gunarsa (2000) menyatakan bahwa individu yang memiliki
kematangan pribadi adalah yang telah mencapai tingkat kedewasaan, mampu
mengembangkan fungsi pikiran dan mengembalikan emosi serta mampu menempatkan
diri untuk mengatasi kelemahan dalam menghadapi tantangan baik dari diri sendiri
maupun orang lain.

Muhdlor (1994) mengatakan bahwa kematangan pribadi sangat besar artinya bagi
pasangan yang berumah tangga. Suami istri yang belum matang dari segi pribadi didalam
membina pernikahan akan sering terjadi pertengkaran, percekcokan bahkan kalau
dibiarkan terus menerus akan menjurus ke perceraian. Tidak adanya kematangan pribadi
menyebabkan masing-masing pasangan kurang dapat menerima dan memahami
pasangannya, tidak ada penyesuaian diantara mereka sehingga mengakibatkan keluarga
tidak harmonis. Kematangan pribadi dapat dilihat pada kemampuan penyesuaian diri dan
prilaku koping yang positif dalam mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik.
Kemampuan ini selain dapat menjaga keseimbangan, selebihnya juga mendatangkan rasa
puas dan bahagia, baik bagi individu maupun orang lain.
3.3 Tujuan Perkawinan
Tujuan menikah adalah untuk memperoleh kesejahteraan baik secara lahir dan batin.
Perkawinan merupakan sifat atau tabiat manusia yang cenderung untuk mengadakan
hubungan sesama manusia. hubungan perkawinan dapat melahirkan rasa saling cinta,
sikap saling bekerjasama dengan kebaikan dan bantu membantu untuk mendidik
keturunan. Melalui perkawinan juga, manusia akan dapat mengembangkan keturunan dan
memenuhi ketenteraman jiwa. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.
Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil
yang penting, di antaranya adalah:
Pembentukan sebuah keluarga yang di dalamnya seseorang dapat menemukan kedamaian
pikiran. Orang yang tidak kawin bagaikan seekor burung tanpa sarang. Perkawinan
merupakan perlindungan bagi seseorang yang merasa seolah-olah hilang di belantara
kehidupan; orang dapat menemukan pasangan hidup yang akan berbagi dalam
kesenangan dan penderitaan.
Gairah seksual merupakan keinginan yang kuat dan juga penting. Setiap orang harus
mempunyai pasangan utnuk memenuhi kebutuhan seksualnya dalam lingkungan yang

6
aman dan tenang. Orang harus menikmati kepuasan seksual dengan cara yang benar
dan wajar. Orang-orang yang tidak mau kawin seringkali menderita ketidakteraturan baik
secara fisik maupun psikologis. Ketidakteraturan semacam itu dan juga persoalan-
persoalan tertentu merupakan akibat langsung dari penolakan kaum muda terhadap
perkawinan.
Reproduksi atau sebagai waah untuk melangsungkan keturunan. Melalui perkawinan,
perkembangbiakan manusia akan berlanjut. Anak-anak adalah hasil dari perkawinan dan
merupakan factor-faktor penting dalam memantapkan fondasi keluarga dan juga
merupakan sumber kebahagiaan sejati bagi orangtua mereka.

3.4 Pengaruh Kesejahteraan pada StabiIity Perkawinan dan Pernikahan kembali

1. Tiga Jenis Pembayaran Kesejahteraan


Tiga jenis pembayaran kesejahteraan dianalisis dalam penelitian ini. Setiap keluarga
diminta maupun tidak mereka menerima: (1) Pembayaran AFDC; (2) Pemerintah kupon
makanan, atau (3) kesejahteraan lainnya atau bantuan publik. Informasi usia, ras,
pendidikan, pendapatan, lama perkawinan, dan sfatiis pernikahan sebelumnya-juga
diperoleh dan variabel-variabel yang digunakan. sebagai kontrol dalam analisis
kehidupan.

2. Perhitungan AFDC
Terdapat program Kesejahteraan di Amerika Serikat yang dirancang untuk-memperkuat
kehidupan keluarga. Tujuannya adalah kemanusiaan, untuk memberikan pembayaran
tunai kepada keluarga miskin dan individu untuk mengurangi kekurangan ekonomi
mereka.
Honig (1974, 1976) membandingkan proporsional keluarga perempuan dengan ukuran
rata-rata pembayaran AFDC di kota-kota besar di Amerika Serikat. Dia menemukan
bahwa, di antara kedua kulit putih dan kulit putih, proporsi keluarga perempuan
berkepala (berumur) meningkat seiring dengan ukuran rata-rata pembayaran AFDC
meningkat. Dalam penelitian serupa, Mol (1976) melaporkan bahwa, pada tahun 1970,
negara dengan pembayaran kesejahteraan yang lebih tinggi juga memiliki proporsi yang
lebih tinggi dari ibu dipisahkan.
7
Contoh dan pengukuran AFDC :
Data untuk bagian analisis were.collectedcas dari National Longitudinal Survei
Pengalaman Pasar Tenaga Kerja yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Sumber Daya
Manusia di Ohio State University. Suatu prosedur spercontohan multistage digunakan
untuk mengidentifikasi sampel probabilitas nasional yang mewakili setiap negara bagian
di Amerika Serikat dan Distrik Colum bia ¬. Empat berbeda umur-jenis kelamin
kelompok mengaku: Pria dengan usia 45-49 tahun, laki-laki dengan usia 14-24 tahun,
wanita dengan usia >44 tahun, dan perempuan dengan usia 14-24 tahun. Keempat
kelompok sampel karena transisi tentang angkatan kerja partisipasi biasanya terjadi
selama rentang usia. Untuk menyediakan data bertanggung jawab atas kulit hitam,
memegang rumah di kabupaten penghitungan didominasi hitam oversampled. Dalam
setiap kelompok, sekitar 5.000 orang yang antar ¬ Dilihat: ks bla 1.500 dan 3.500 orang
kulit putih. Untuk studi ini, hanya data dari perempuan usia 30-44 5083 dianalisis.
Masing-masing wanita diwawancarai pada tahun 1967, 1% 9,1971, 1972, dan 1974.
Delapan puluh lima per ¬ persen dari perempuan (4322) dapat ¬ fol diikuti untuk periode
tujuh tahun seluruh. Variabel tergantung pertama di masa sekarang. Analisis stabilitas
perkawinan, sebuah variabel dikotomis.
Perkawinan didefinisikan sebagai stabil jika perpisahan atau perceraian telah terjadi. Ini
diukur dengan mengikuti menikah indikator viduals ¬ dari waktu ke waktu untuk
menentukan proporsi yang menjadi berpisah atau bercerai.
3. Stabilitas Perkawinan
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa stabilitas pernikahan dipengaruhi oleh
pendapatan dan ras (Cutright, 1971; Ross dan Sawhill, 1975). Sejak penerima
kesejahteraan berpenghasilan kurang dari kesejahteraan yang tidak menerima, temuan ini
dapat terjadi karena perbedaan pendapatan yang masuk dalam suatu keluarga. Pengaruh
kesejahteraan pada solusi perkawinan juga mungkin berbeda menurut ras sebagai orang
kulit hitam telah menghadapi diskriminasi ekonomi dan overrepresented orang miskin.
Oleh karena itu, efek kesejahteraan diperiksa sementara controlling untuk pendapatan dan
ras. Di antara kulit putih berpenghasilan rendah,

8
pembubaran perkawinan secara substansial lebih tinggi pada kesejahteraan penerima dari
antara tQose bukan pada kesejahteraan, sedangkan-penerimaan kesejahteraan tidak
kembali terisolasi dengan pembubaran perkawinan orang kulit hitam berpenghasilan
rendah.
Pengaruh kesejahteraan pada ketidakstabilan perkawinan mungkin juga dipengaruhi oleh
usia, usia saat pernikahan, pendidikan, lama perkawinan, dan perkawinan pertama. Itu
tidak pantas untuk mengontrol variabel-variabel dengan menggunakan analisis beberapa
kemajuan karena status dan kesejahteraan pernikahan ketidakstabilan yang dikotomis dan
sangat miring. Sel kecil ukuran cont menghalangi) 'meminyaki untuk variabel-variabel ini
secara simultan menggunakan cross-klasifikasi.. Oleh karena itu, masing-masing variabel
adalah controtled satu per satu l! bernyanyi crosstabulations orde pertama. Untuk analisis,
panel dibagi menjadi empat periode waktu (1967-1969, 1969-1971, 1971-1972, 1972-
1974) dan proporsi menikah di-dividuals yang berpisah atau bercerai selama periode
masing-masing dihitung untuk welfarerecipi ¬ Ent dan kesejahteraan mereka tidak
menerima. Para Hasil pengujian ulang untuk setiap waktu empat periode itu dijumlahkan
untuk mendapatkan perbandingan secara keseluruhan yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Ditemukan bahwa usia saat ini istri, usia istri pada perkawinan-perkawinan saat ini.
Pernikahan pertama (baik atau tidak itu adalah perkawinan pertama responden),
pendidikan suami, atau pendidikan istri tidak mengubah hubungan antara penerimaan
kesejahteraan dan stabilits perkawinan. Dalam "setiap tabulasi orde pertama, mereka
yang menerima kesejahteraan terlarut mereka riages ¬ lebih sering daripada yang bukan
pada tarif, dan semua perbedaan secara statistik" signifikan (<p OS.). Namun demikian,
perbedaan antara keluarga kesejahteraan dan nonwelfare agak smaUer antara mereka
yang telah. menikah lagi.

4. Pembagian Jenis Pernikahan


Untuk memperkirakan efek 'kesejahteraan, pernikahan data dibagi menjadi, yaitu :
"Sejak lama menikah dapat berhubungan dengan perkawinan pertama, lamanya
pernikahan juga diperiksa secara terpisah untuk pernikahan pertama dan perkawinan
lainnya. Dalam kedua kasus. durasi perkawinan dichotomized sekitar median. Di antara
9
perkawinan pertama dengan ¬ duration dari 16 tahun atau les, persentase pembubaran
adalah 7,3 di antara keluarga kesejahteraan dibandingkan dengan '2,5 untuk ¬ nonwel.
Tarif keluarga (p <.05). The coinparable persentase untuk pernikahan pertama dengan
durasi 17 tahun atau lebih adalah 2,9 dan 1,4 (p <.05). Perkawinan antara lain dengan
durasi 10 tahun atau kurang, persentase dissolu ¬ tion adalah 18,0 untuk keluarga
kesejahteraan dan 6.2 untuk fa nonwelfare! 1lUies (p <.05). Persentase sebanding untuk
perkawinan lainnya dengan durasi 11 tahun atau lebih banyak 7,6 dan 3,3. masing (p
<.05). Dengan demikian, kapal basic.relation ¬ tidak berubah 'menggunakan kategorisasi
yang berbeda dari durasi pernikahan. Empat periode (1967-1% 9; 1969-1971; 1971 ¬
1972; 1972-1974). Jumlah laki-laki bercerai ¬ fe yang menjadi menikah pada akhir setiap
periode dihitung untuk penerima kesejahteraan dan kesejahteraan mereka tidak
menerima. Smce temar. riage mungkin. menjadi. dipengaruhi oleh ras dan pendapatan
(Norton dan Glick, 1976:9), kedua variabel ¬ a6Ths dikontrol .- Hasil dari empat periode
waktu itu dijumlahkan untuk mendapatkan lebih dari ¬ au perkiraan dampak
kesejahteraan tentang pernikahan ulang ¬.
Ditemukan bahwa mereka perempuan berpenghasilan rendah yang menerima AFDC
menikah kembali dalam dua tahun ke depan pada tingkat yang secara signifikan lebih
rendah dibandingkan. yang tidak menerima AFDC. Di antara kedua orang kulit hitam dan
putih, ¬ Remar tingkat riage adalah sekitar tiga kali lebih ¬ Quent fre kalangan. non-
AFDC penerima dibandingkan mereka yang menerima AFDC (lihat Tabel 4). Ketika
AFDC, kupon makanan, dan bantuan publik lainnya digabung menjadi satu kategori
kesejahteraan, perbedaan signifikan terjadi antara kulit putih tapi tidak kulit hitam. Selain
pendapatan dan ras, menemukan petunjuk untuk keselamatan ¬ dapat dipengaruhi, oleh
usia. Telah diketahui bahwa pernikahan kembali dari FEM bercerai les kurang
kemungkinan sebagai peningkatan usia (Carter dan Glick, 1976:46). Tabulasi mengontrol
umur disajikan pada Tabel 5. Dalam setiap zaman peduli ¬ Gory, mereka yang menerima
beberapa jenis kesejahteraan Apakah tingkat pernikahan kembali lebih rendah daripada
yang tidak pada Kesejahteraan. Namun, seperti usia meningkat, ¬ erence dif antara
tingkat pernikahan kembali penerima tarif ¬ wel dan mereka bukan pada kesejahteraan de
¬: reased. Hal ini juga menemukan bahwa AFDC memiliki efek pemakan pada
pernikahan kembali daripada kesejahteraan umum.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir
setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga
yang bahagia dengan orang yang dicintainya yang bertujuan untuk untuk memperoleh
kesejahteraan baik secara lahir dan batin.Perkawinan sangat diperlukan dari segi finansial
dan psikologi.
Pengaruh Kesejahteraan pada StabiIity Perkawinan dan Pernikahan kembali dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu Tiga Jenis Pembayaran Kesejahteraan, Perhitungan AFDC,
Stabilitas Perkawinan dan Pembagian Jenis Pernikahan.
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/books/1692841-definisi-perkawinan/#ixzz1Kt9NDFfI
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-perkawinan-pernikahan-dan-dasar-tujuan-
nikah-kawin-manusia
http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=48%3Atujuan-
perkawinan&catid=63%3Asosial&Itemid=69
http://www.canboyz.co.cc/2010/04/hakikat-dan-tujuan-perkawinan.html
The Effects of Welfare on Marital StabiIity and Remarriage*
STEPHEN J. BAHR** Brigham Young University

ABSTRAK
Permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia
tidak hanya masalah ekonomi yang cenderung membahayakan, tetapi masih memenuhi
tingkat kesuburan tinggi. Tujuan menulis untuk mengetahui hubungan antara status sosial
ekonomi ke tingkat kesuburan melalui "Variabel A Pendekatan laten." Penelitian ini
mengadopsi pendekatan kesuburan pada ekonomi pembangunan. Pembangunan ekonomi
didasarkan pada teori Malthus: suatu peningkatan "pendapatan" lebih lambat
dibandingkan dengan peningkatan kelahiran (fertilitas) dan akar orang jatuh ke dalam
kemiskinan. Namun, Becker membuat model hubungan atau pengaruh anak pendapatan
dan harga. Menurut Becker, dilihat dari aspek permintaan yang harga anak-anak lebih
besar dari efek pendapatan.
Hasil studi menunjukkan bahwa :
(1) Tingkat pendidikan berkorelasi positif pada pendapatan dan negatif mempengaruhi
kesuburan,
(2) Struktur umur perempuan (kontrasepsi kontrol) negatif mempengaruhi kesuburan.
Artinya, semakin tua usia, tingkat produktifitas individu dan lebih rendah
kesuburan atau menurun, dan
(3) Status pekerjaan suami berkorelasi positif terhadap laba (pendapatan). Melalui
pendapatan faktor permanen atau pendapatan rumah tangga sebagaimana dimaksud
sebagai pengaruh negatif terhadap kesuburan. Ada perbedaan orientasi nilai anak-anak
antara masyarakat maju (kaya) dengan masyarakat terbelakang (miskin). Orang miskin,
untuk Misalnya, nilai anak-anak adalah produksi yang lebih dari barang. Artinya, anak
yang lahir lebih penekanan pada aspek nomor atau jumlah anak yang dimiliki (kuantitas),
nomor anak yang dilahirkan oleh masyarakat miskin diharapkan dapat membantu orang
tua mereka pada usia pensiun atau tidak produktif lagi sehingga anak diharapkan dapat
membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan jaminan sosial (asuransi), sementara
(kaya) mengembangkan anak-anak lebih konsumsi nilai atau kualitas anak.

iii
KATA KUNCI
Status sosial ekonomi, kesuburan, pendekatan variabel laten, dan kualitas anak.

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fertilitas merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi laju pertumbuhan
penduduk. Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah
kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai
sasaran kuantitatif.
Dalam ilmu demografi, pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan
pengukuran mortalitas dan mobilitas karena berkaitan dengan pasangan dan bayi yang
akan dilahirkan. Secara makro pengukuran fertilitas menggunakan ukuran kumulatif,
yaitu mengukur rata-rata jumlah anak laki-laki dan perempuan yang dilahirkan oleh
perempuan pada waktu perempuan itu memasuki usia subur hingga melampaui batas
reproduksinya (15-49) tahun atau disitilahkan dengan Tingkat Fertilitas Total (Total
Fertility Rate/TFR). Secara operasional, TFR didefinisikan sebagai jumlah kelahiran
hidup laki-laki dan perempuan tiap 1.000 perempuan (15-49) tahun yang hidup hingga
akhir masa reproduksinya dengan catatan: (1) tidak ada seorang perempuan yang
meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya; dan (2) tingkat fertilitas menurut
umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.
Penduduk dunia mengalami perubahan yang sangat drastis selama dua dasawarsa terakhir
ini. Perubahan itu terjadi sebagai hasil upaya pembangunan setiap negara dalam
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Namun, peningkatan kesejahteraan setiap
negara tidak merata antara negara sedang berkembang dengan negara-negara maju.
Dengan arti kata, negara sedang berkembang tetap masih tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara maju.
Masalah utama yang dihadapi oleh negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia
tidak hanya masalah ekonomi yang terbelenggu dalam tatanan lingkungan ekonomi dunia
yang cenderung merugikan. Sebagian besar negara sedang berkembang juga mengalami
permasalahan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Secara bersamaan, dalam dua
dasawarsa terakhir ini pula telah terjadi perubahan ciri-ciri demografis penduduk dunia,
antara lain berupa penambahan jumlah, perubahan struktur dan komposisi penduduk.
Pelonjakan jumlah penduduk yang terjadi pada saat ini disebabkan penurunan angka
mortalitas lebih awal dan lebih cepat dibanding fertilitas (relatif stabil). Artinya, angka
fertilitas tetap mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi di beberapa negara
berkembang dan sosialis. Kondisi kependudukan yang demikian akan mempengaruhi
pengembangan sumber daya manusia terutama dalam mengintrodusir program-program
pembangunan melalui pemanfaatan paradigma-paradigma baru untuk memaksimalkan
usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia.
1
1.2 Rumusan Masalah
Konsepsi tentang fertilitas suatu negara bahkan seorang individu cukup
bervariasi. Oleh karena itu, fungsi fertilitas atau disebut sebagai kehadiran seorang anak
sangat krusial karena menyangkut opportunity cost (Becker, 1995). Terdapat asumsi
bahwa kemajuan industri dan pola kehidupan modern menggoyahkan keluarga luas
(extended family) dan nilai-nilai yang mendukung keluarga besar. Kemajuan pendidikan
misalnya, apalagi pendidikan wajib belajar, dibarengi dengan pola konsumsi baru
membuat biaya memlihara anak semakin tinggi. Sebaliknya, lamanya waktu di sekolah,
bantuan mereka terhadap ekonomi rumahtangga semakin sedikit dapat diharapkan.
Perubahan status wanita mengakibatkan bertambah banyaknya mereka bekerja di luar
rumah, baik untuk maksud tambahan pendapatan maupun carier. Mereka ingin
mengembangkan dirinya, ingin mempunyai jumlah anak yang kecil, tidak terus menerus
dikungkung oleh urusan dapur dan anak-anak. Kehidupan kota menimbulkan berbagai
persoalan baru, di antaranya masalah perumahan dan kebutuhan hidup yang senantiasa
meningkat. Keadaan kehidupan seperti ini keluarga kecil lebih menguntungkan (kualitas
anak tinggi). Pendidikan dan perbaikan komunikasi terus meningkat sehingga kecerdasan
anggota masyarakat dan gaya hidup mengarah kepada sekularisme. Kepercayaan dan
tradisi lama yang mendukung keluarga besar menjadi luntur. Namun jalan ke arah
penurunan fertilitas tidaklah begitu sederhana karena seperti disebutkan dalam paper ini
bahwa fertilitas amat begitu kompleks. Demikian pula, faktor-faktor yang disebutkan di
atas tidak dapat begitu saja mempengaruhi fertilitas. Industrialisasi, kemajuan pendidikan
dan sekuralisasi pandangan hidup tidak mempengaruhi fertilitas secara langsung. Oleh
karena itu, melalui paper ini mencoba memahami atau mengkaji lebih rinci faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas, seperti: menghubungkan tingkat fertilitas
dengan faktor-faktor sosio-ekonomi dan budaya yang dapat mempengaruhi fertilitas
melalui “A Latent Variable”.

2
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi terhadap tingkat
fertilitas melalui “A Latent Variable Approach”.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.4.1 Untuk menambah pengetahuan tentang ekonomi fertilitas.
1.4.2 Untuk mengetahui faktor-faktor ekonomi fertilitas.

3
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Fertilitas
Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth) yaitu terlepasnya bayi
dari Rahim seorang perempuan dengan adanya tanda-tanda kehidupan misalnya berteriak,
menangis, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya.

2.2 Faktor-faktor Fertilitas


Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas dibagi dua, yaitu:
2.2.1 Faktor latar belakang yang secara tidak langsung mempengaruhi fertilitas
Contohnya industrialisasi, kemajuan pendidikan dan sekuralisasi pandangan hidup tidak
mempengaruhi fertilitas secara langsung.
2.2.2 Variabel intermediate sebagai faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi
fertilitas
Davis dan Blake membagi kesebelas variabel-variabel antara itu menjadi 3 kategori yaitu
variabel-variabel hubungan seks; variabel-variabel konsepsi; dan variabel-variabel
gestasi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga kategori tersebut
adalah:
a. Hubungan seks dipengaruhi oleh variable yaitu umur memulai hubungan seks dan
lamanya masa reproduksi yang hilang, seperti: perpisahan/perceraian dan suami
meninggal dunia;
b. Konsepsi dipengaruhi oleh variable yaitu kesuburan dan kemandulan sengaja dan tidak
sengaja serta penggunaan alat kontrasepsi.
c. Kehamilan dan kelahiran dipengaruhi oleh variabel yaitu ) kematian janin baik sengaja
atau tidak sengaja (Mantra, IB, 2000:219-220).

4
Secara ekonomi, fertilitas dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yaitu:
Selera yang ditunjukkan dari tingkat utilitas;
Kualitas anak;
Income;
Biaya, baik biaya langsung maupun opportunity cost (Becker, 1995; 242).
2.3 Teori Ekonomi Fertilitas
2.3.1 Anak sebagai Barang Konsumsi
Pembangunan ekonomi berdasarkan teori Malthus: peningkatan “income” lebih lambat
daripada peningkatan kelahiran (fertilitas) dan merupakan akar terjerumusnya masyarakat
ke dalam kemiskinan. Oleh karena itu, Becker G (1960) membuat model keterkaitan atau
pengaruh income dan harga anak. Menurut Becker, dilihat dari aspek permintaan bahwa
harga anak lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan income. Model Becker tentang
permintaan akan anak dapat didekati dengan fungsi utilitas.
U = u ( X ) + v ( n ), u’ > 0, v’ > 0, u” < 0, v” < 0,
Dimana:
X= konsumsi barang lain;
n= jumlah anak, dengan
Budget Constraint:
PxX + Pnn = y, dan
Fungsi Utilitas:
dn/dy > 0.
Menurut Malthus, harga anak adalah tetap. Padahal harga anak berdasarkan
Teori Ekonomi Fertilitas dapat diintrodusir secara simultan antara harga anak dan
perubahan income.

5
2.3.2 Kualitas Anak dan Human Capital
Dari fungsi Utilitas, kemudian dimodifikasi menjadi:
U = u ( X ), v ( n, q )
Dimana :
- q adalah kualitas anak dengan asumsi setiap anak sama.
Karena fungsi Utilitas dimodifikasi sehingga “budget constraint” berubah menjadi :
PxX + Pnn + Pnq = y,

- p adalah harga kualitas anak (biaya pendidikan, dan biaya kesehatan), sedangkan
- pn adalah biaya basic (pangan, sandang, dan papan). Biaya keseluruhan dari kualitas
anak menjadi:
πn = Pn + Pq,
Kualitas paling tinggi, apabila πn = Pn.
Dengan pertimbangan, kualitas dalam pembangunan ekonomi sebagai substitusi dari
kuantitas. Analisis kualitas-kuantitas tentang anak berhubungan erat dengan fertilitas
sehingga dalam pembangunan ekonomi disebut sebagai kajian “human capital”.
2.3.3 Anak sebagai Barang Produksi
Menurut Becker, anak dapat dilihat dari aspek produksi. Berdasarkan aspek produksi,
utilitas anak berbeda dengan aspek konsumsi. Karena utilitas anak lebih dilihat dari aspek
kuantitas dan bukan kualitas. Kondisi ini banyak dijumpai di daerah perdesaan atau
daerah tingkat pertumbuhan ekonomi rendah (Becker, 1960).

6
2.4 Status Sosial Ekonomi dan Fertilitas
2.4.1 Tingkat Pendidikan dan Fertilitas
Menurut teori human capital, kualitas sumberdaya manusia selain ditentukan oleh tingkat
kesehatan juga ditentukan tingkat pendidikan. Pendidikan dipandang tidak hanya dapat
menambah pengetahuan tetapi dapat juga meningkatkan keterampilan (keahlian) seorang
individu sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Pendidikan tidak hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan,
melainkan juga meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutu yang tinggi dan
baik, jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan masyarakat
melainkan sebagai modal atau aset pembangunan. Disisi lain, tingkat pendidikan dapat
berpengaruh dalam keterampilan teknis dan kecerdasan akademis untuk memenuhi
kebutuhan pangan, penciptaan lapangan kerja baru yang produktif serta dapat
mengembangkan dan mengelola sumberdaya manusia (human resources) ia sendiri.
Berbicara mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan fertilitas, hasil penelitian
Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 27), menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan (laki-laki dan wanita) merupakan prediktor yang kuat terhadap permanen
income dan fertilitas. Dengan kata lain, tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap
penghasilan (income) dan berpengaruh negatif terhadap fertilitas. Kasus di negara Peru
misalnya, tingkat pendidikan (laki-laki dan wanita) berpengaruh negative terhadap
fertilitas namun pengaruh pendidikan laki-laki sedikit lebih rendah, sedangkan di negara
Ghana memperlihatkan hasil agak berbeda. Faktor pendidikan yang paling kuat
berpengaruh terhadap fertilitas hanya tingkat pendidikan wanita sementara tingkat
pendidikan laki-laki tidak menunjukkan hubungan yang significan. Hal ini
mengindikasikan bahwa peranan atau kontribusi tingkat pendidikan laki-laki dan wanita
kaitannya dengan fertilitas berbeda. Terdapatnya perbedaan peranan jenjang pendidikan
yang disandang antara laki-laki dan wanita erat hubungannya dengan defferensiasi peran
atau tanggung jawab terhadap fertilitas. Penelitian Bollen dan Stecklov di Ghana dan
Feru ini sejalan dengan Bankole dan Sing, (1998) kasus di Sub-Saharan Afrika, bahwa
tendensi laki-laki menginginkan kelahiran anak lebih baik dibandingkan dengan wanita.
Karena tingkat pendidikan laki- laki memiliki hubungan kuat sebagai ”a latent variable”
yang digunakan sebagai proxy pendapatan permanen atau socioeconomic status (SES)
(Wood dan Lovell, 1992; Raftery, Lewis, dan Aghajanian, 1995 dalam Kenneth AJ, dan
Glanville Stecklov G, 2002; 36)
7
Menurut Balk (1994) dalam Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 36),
tingginya tingkat pendidikan laki-laki (kontrol pendidikan wanita dan permanen income
rumahtangga), maka kekuatan penguasaan dalam rumahtangga lebih besar sehingga pada
gilirannya mereka mempunyai kemampuan untuk mengatur kelahiran. Sebaliknya,
tingkat pendidikan wanita yang tinggi (kontrol pendidikan laki-laki dan permanen income
rumahtangga), maka autonomi wanita mengontrol kelahiran lebih tinggi dibanding laki-
laki.
Dengan demikian, pengukuran tingkat pendidikan sangat bermanfaat dalam memprediksi
kondisi wawasan pengetahuan dalam asas pemikiran individu terhadap inovasi dan proses
adopsi yang menyertai inovasi tersebut. Oleh karena itu, tingkat pendidikan yang relatif
baik (tinggi), mereka lebih memilih memiliki jumlah anak lebih sedikit karena
keuntungan lain dapat mempertinggi status ia sandang dan tingginya opportunity cost
pengasuhan (Axinn dan Barber, 2001; Willis, 1973 dalam Bollen Kenneth AJ, dan
Glanville Stecklov G (2002; 7-8).
2.4.2 Struktur Umur dan Fertilitas
Menurut Mantra (2000; 34), umur merupakan karakteristik penduduk yang penting
karena struktur umur dapat mempengaruhi perilaku demografi maupun social ekonomi
rumahtangga. Perilaku demografi yang dimaksud yaitu meliputi jumlah, pertambahan,
dan mobilitas penduduk (anggota rumahtangga), sedangkan yang termasuk ke dalam
indikator sosial ekonomi rumahtangga meliputi tingkat pendidikan, angkatan kerja,
pembentukan dan perkembangan keluarga. Usia muda yang dominan berpengaruh secara
nyata terhadap perilaku demografi terutama tentang jumlah dan pertambahan penduduk
melalui fertilitas.
Penelitian Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 26) bahwa struktur umur
penduduk (20-50) tahun berkorelasi positif dengan fertilitas (kontrol permanent income).
Struktur umur seorang individu berkaitan erat dengan produktivitas kerja yang
dicurahkan. Mengingat semakin tua umur secara linier diikuti dengan bertambahnya
tingkat produktivitas (batas umur 55 tahun), hal ini dimungkinkan karena diakibatkan
oleh faktor pengalaman kerja. Disisi lain, secara mikro umur mempengaruhi jam kerja di
pasar kerja dan tingkat reproduksi (masa subur wanita). Padahal struktur umur (20-50)
tahun menurut teori kependudukan berkorelasi negatif atau berbentuk huruf U terbalik
terhadap fertilitas. Hal ini dimungkinkan karena penelitian yang dilakukan oleh Bollen
Kenneth dkk, menggunakan model hanya ”permanent income sebagai latent variable”
padahal menurut Freedman, variabel antara yang dapat mempengaruhi fertilitas ada 11
variabel, antara lain faktor sosial budaya dan status tempat tinggal.
8
Berdasarkan pendekatan teori ekonomi dan perilaku fertilitas bahwa struktur umur
berkaitan dengan usia kawin pertama (Bryant J Keith, 1990, 200). Usia kawin pertama
relatif muda (<35 tahun) berdampak positif terhadap jumlah kelahiran dan waktu yang
dicurahkan terhadap anak. Sebaliknya, usia kawin pertama relatif tua (>35 tahun)
berdampak negatif terhadap jumlah kelahiran dan waktu dengan anak.
2.4.3 Status Pekerjaan Suami dan Fertilitas
Batasan pekerjaan suami berbeda satu negara dengan negara lain apalagi antara negara
berkembang dengan negara maju. Tetapi secara umum dapat dikelompokkan kedalam
tiga golongan besar, yaitu: low-prestige occupations (blue-collar jobs termasuk farmer);
medium-prestige occupations (white-collar jobs); dan hig-prestige occupations (e.g.
college-graduates, academic jobs).
Hasil penelitian Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 27), menunjukkan
bahwa pekerjaan kepala rumahtangga/suami merupakan variabel utama terhadap
permanent income dan fertilitas. Artinya, status pekerjaan suami berkorelasi positif
terhadap penghasilan (income). Melalui faktor permanent income atau disebut sebagai
penghasilan rumahtangga berpengaruh negatif terhadap fertilitas (Peru dan Ghana).
Terdapatnya pengaruh negatif antara pendapatan atau penghasilan
suami terhadap tingkat fertilitas dengan asumsi bahwa pendapatan suami yang tinggi
umumnya terdapat pada kelompok suami dengan jenis pekerjaan medium dan higt-
prestige occupation, sedangkan kelompok pekerjaan tersebut sebagian besar berada di
daerah perkotaan atau pada masyarakat industri maju.
2.4.4 Status Tempat Tinggal dan Fertilitas
Status tempat tinggal yang dikaji yaitu tempat tinggal yang kelompokkan desa-kota atau
daerah tertinggal dan maju.
Masyarakat miskin misalnya, nilai anak lebih bersifat barang produksi. Artinya, anak
yang dilahirkan lebih ditekankan pada aspek jumlah atau banyaknya anak dimiliki
(kuantitas). Menurut Becker, banyaknya anak dilahirkan oleh masyarakat miskin
diharapkan dapat membantu orang tua pada usia pensiun atau tidak produktif lagi
sehingga anak diharapkan dapat membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan
jaminan sosial (asuransi). Karena pada masyarakat miskin umumnya orang tua tidak
memiliki jaminan hari tua. Sementara pada masyarakat maju (kaya), nilai anak lebih ke
arah barang konsumsi yaitu dalam bentuk kualitas.
9
Dengan arti kata, anak sebagai human capital sehingga anak yang dilahirkan relatif
sedikit namun investasi atau biaya yang dikeluarkan lebih besar baik biaya langsung
maupun opportunity cost terutama untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, gizi,
keterampilan dan sebagainya sehingga anak diharapkan dapat bersaing di pasar kerja
bukan difungsikan sebagai keamanan apalagi sebagai jaminan sosial bagi orang tua.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat hubungan negatif antara faktor sosial ekonomi dengan tingkat fertilitas.
Kemajuan atau perkembangan suatu masyarakat dari tradisional ( close-society) menjadi
masyarakat maju/industri (open-society) dan pola kehidupan modern dapat
menggoyahkan keluarga luas (extended family) menjadi keluarga kecil sehat dan
bahagia. Karena pada masyarakat modern memiliki pola konsumsi berbeda dengan
masyarakat tradisional terutama pola pengasuhan anak, biaya pemeliharaan, dan nilai
anak (kualitas anak). Melalui perkembangan atau kemajuan masyarakat berdampak
positif terhadap perubahan status wanita. Wanita lebih banyak bekerja di luar rumah
daripada bekerja domestik baik dengan maksud tambahan pendapatan maupun carier.
Mereka ingin mengembangkan dirinya sehingga mereka ingin mempunyai jumlah anak
yang kecil, dan tidak terus menerus dikungkung oleh urusan dapur dan anak-anak. Hal ini
disebabkan karena kehidupan kota dicirikan oleh masalah perumahan dan kebutuhan
hidup yang senantiasa meningkat. Keadaan kehidupan seperti ini, keluarga kecil lebih
menguntungkan (kualitas anak).

3.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut hubungan sosial ekonomi dan fertilitas dengan melakukan
berbagai variasi variabel antara (A Latent Variable) terutama variabel sosial budaya, dan
status tempat tinggal.
2. Dampak dari fertilitas adalah kualitas anak. Upaya untuk mencapai kualitas anak yang
baik diperlukan peningkatan pendidikan wanita dan peranan dalam rumahtangga.

ABSTRAK
Permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia
tidak hanya masalah ekonomi yang cenderung membahayakan, tetapi masih memenuhi
tingkat kesuburan tinggi. Tujuan menulis untuk mengetahui hubungan antara status sosial
ekonomi ke tingkat kesuburan melalui "Variabel A Pendekatan laten." Penelitian ini
mengadopsi pendekatan kesuburan pada ekonomi pembangunan. Pembangunan ekonomi
didasarkan pada teori Malthus: suatu peningkatan "pendapatan" lebih lambat
dibandingkan dengan peningkatan kelahiran (fertilitas) dan akar orang jatuh ke dalam
kemiskinan. Namun, Becker membuat model hubungan atau pengaruh anak pendapatan
dan harga. Menurut Becker, dilihat dari aspek permintaan yang harga anak-anak lebih
besar dari efek pendapatan.
Hasil studi menunjukkan bahwa :
(1) Tingkat pendidikan berkorelasi positif pada pendapatan dan negatif mempengaruhi
kesuburan,
(2) Struktur umur perempuan (kontrasepsi kontrol) negatif mempengaruhi kesuburan.
Artinya, semakin tua usia, tingkat produktifitas individu dan lebih rendah
kesuburan atau menurun, dan
(3) Status pekerjaan suami berkorelasi positif terhadap laba (pendapatan). Melalui
pendapatan faktor permanen atau pendapatan rumah tangga sebagaimana dimaksud
sebagai pengaruh negatif terhadap kesuburan. Ada perbedaan orientasi nilai anak-anak
antara masyarakat maju (kaya) dengan masyarakat terbelakang (miskin). Orang miskin,
untuk Misalnya, nilai anak-anak adalah produksi yang lebih dari barang. Artinya, anak
yang lahir lebih penekanan pada aspek nomor atau jumlah anak yang dimiliki (kuantitas),
nomor anak yang dilahirkan oleh masyarakat miskin diharapkan dapat membantu orang
tua mereka pada usia pensiun atau tidak produktif lagi sehingga anak diharapkan dapat
membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan jaminan sosial (asuransi), sementara
(kaya) mengembangkan anak-anak lebih konsumsi nilai atau kualitas anak.

iii
KATA KUNCI
Status sosial ekonomi, kesuburan, pendekatan variabel laten, dan kualitas anak.

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fertilitas merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi laju pertumbuhan
penduduk. Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah
kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai
sasaran kuantitatif.
Dalam ilmu demografi, pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan
pengukuran mortalitas dan mobilitas karena berkaitan dengan pasangan dan bayi yang
akan dilahirkan. Secara makro pengukuran fertilitas menggunakan ukuran kumulatif,
yaitu mengukur rata-rata jumlah anak laki-laki dan perempuan yang dilahirkan oleh
perempuan pada waktu perempuan itu memasuki usia subur hingga melampaui batas
reproduksinya (15-49) tahun atau disitilahkan dengan Tingkat Fertilitas Total (Total
Fertility Rate/TFR). Secara operasional, TFR didefinisikan sebagai jumlah kelahiran
hidup laki-laki dan perempuan tiap 1.000 perempuan (15-49) tahun yang hidup hingga
akhir masa reproduksinya dengan catatan: (1) tidak ada seorang perempuan yang
meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya; dan (2) tingkat fertilitas menurut
umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.
Penduduk dunia mengalami perubahan yang sangat drastis selama dua dasawarsa terakhir
ini. Perubahan itu terjadi sebagai hasil upaya pembangunan setiap negara dalam
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Namun, peningkatan kesejahteraan setiap
negara tidak merata antara negara sedang berkembang dengan negara-negara maju.
Dengan arti kata, negara sedang berkembang tetap masih tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara maju.
Masalah utama yang dihadapi oleh negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia
tidak hanya masalah ekonomi yang terbelenggu dalam tatanan lingkungan ekonomi dunia
yang cenderung merugikan. Sebagian besar negara sedang berkembang juga mengalami
permasalahan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Secara bersamaan, dalam dua
dasawarsa terakhir ini pula telah terjadi perubahan ciri-ciri demografis penduduk dunia,
antara lain berupa penambahan jumlah, perubahan struktur dan komposisi penduduk.
Pelonjakan jumlah penduduk yang terjadi pada saat ini disebabkan penurunan angka
mortalitas lebih awal dan lebih cepat dibanding fertilitas (relatif stabil). Artinya, angka
fertilitas tetap mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi di beberapa negara
berkembang dan sosialis. Kondisi kependudukan yang demikian akan mempengaruhi
pengembangan sumber daya manusia terutama dalam mengintrodusir program-program
pembangunan melalui pemanfaatan paradigma-paradigma baru untuk memaksimalkan
usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia.
1
1.2 Rumusan Masalah
Konsepsi tentang fertilitas suatu negara bahkan seorang individu cukup
bervariasi. Oleh karena itu, fungsi fertilitas atau disebut sebagai kehadiran seorang anak
sangat krusial karena menyangkut opportunity cost (Becker, 1995). Terdapat asumsi
bahwa kemajuan industri dan pola kehidupan modern menggoyahkan keluarga luas
(extended family) dan nilai-nilai yang mendukung keluarga besar. Kemajuan pendidikan
misalnya, apalagi pendidikan wajib belajar, dibarengi dengan pola konsumsi baru
membuat biaya memlihara anak semakin tinggi. Sebaliknya, lamanya waktu di sekolah,
bantuan mereka terhadap ekonomi rumahtangga semakin sedikit dapat diharapkan.
Perubahan status wanita mengakibatkan bertambah banyaknya mereka bekerja di luar
rumah, baik untuk maksud tambahan pendapatan maupun carier. Mereka ingin
mengembangkan dirinya, ingin mempunyai jumlah anak yang kecil, tidak terus menerus
dikungkung oleh urusan dapur dan anak-anak. Kehidupan kota menimbulkan berbagai
persoalan baru, di antaranya masalah perumahan dan kebutuhan hidup yang senantiasa
meningkat. Keadaan kehidupan seperti ini keluarga kecil lebih menguntungkan (kualitas
anak tinggi). Pendidikan dan perbaikan komunikasi terus meningkat sehingga kecerdasan
anggota masyarakat dan gaya hidup mengarah kepada sekularisme. Kepercayaan dan
tradisi lama yang mendukung keluarga besar menjadi luntur. Namun jalan ke arah
penurunan fertilitas tidaklah begitu sederhana karena seperti disebutkan dalam paper ini
bahwa fertilitas amat begitu kompleks. Demikian pula, faktor-faktor yang disebutkan di
atas tidak dapat begitu saja mempengaruhi fertilitas. Industrialisasi, kemajuan pendidikan
dan sekuralisasi pandangan hidup tidak mempengaruhi fertilitas secara langsung. Oleh
karena itu, melalui paper ini mencoba memahami atau mengkaji lebih rinci faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas, seperti: menghubungkan tingkat fertilitas
dengan faktor-faktor sosio-ekonomi dan budaya yang dapat mempengaruhi fertilitas
melalui “A Latent Variable”.

2
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi terhadap tingkat
fertilitas melalui “A Latent Variable Approach”.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.4.1 Untuk menambah pengetahuan tentang ekonomi fertilitas.
1.4.2 Untuk mengetahui faktor-faktor ekonomi fertilitas.

3
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Fertilitas
Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth) yaitu terlepasnya bayi
dari Rahim seorang perempuan dengan adanya tanda-tanda kehidupan misalnya berteriak,
menangis, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya.

2.2 Faktor-faktor Fertilitas


Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas dibagi dua, yaitu:
2.2.1 Faktor latar belakang yang secara tidak langsung mempengaruhi fertilitas
Contohnya industrialisasi, kemajuan pendidikan dan sekuralisasi pandangan hidup tidak
mempengaruhi fertilitas secara langsung.
2.2.2 Variabel intermediate sebagai faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi
fertilitas
Davis dan Blake membagi kesebelas variabel-variabel antara itu menjadi 3 kategori yaitu
variabel-variabel hubungan seks; variabel-variabel konsepsi; dan variabel-variabel
gestasi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga kategori tersebut
adalah:
a. Hubungan seks dipengaruhi oleh variable yaitu umur memulai hubungan seks dan
lamanya masa reproduksi yang hilang, seperti: perpisahan/perceraian dan suami
meninggal dunia;
b. Konsepsi dipengaruhi oleh variable yaitu kesuburan dan kemandulan sengaja dan tidak
sengaja serta penggunaan alat kontrasepsi.
c. Kehamilan dan kelahiran dipengaruhi oleh variabel yaitu ) kematian janin baik sengaja
atau tidak sengaja (Mantra, IB, 2000:219-220).

4
Secara ekonomi, fertilitas dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yaitu:
Selera yang ditunjukkan dari tingkat utilitas;
Kualitas anak;
Income;
Biaya, baik biaya langsung maupun opportunity cost (Becker, 1995; 242).
2.3 Teori Ekonomi Fertilitas
2.3.1 Anak sebagai Barang Konsumsi
Pembangunan ekonomi berdasarkan teori Malthus: peningkatan “income” lebih lambat
daripada peningkatan kelahiran (fertilitas) dan merupakan akar terjerumusnya masyarakat
ke dalam kemiskinan. Oleh karena itu, Becker G (1960) membuat model keterkaitan atau
pengaruh income dan harga anak. Menurut Becker, dilihat dari aspek permintaan bahwa
harga anak lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan income. Model Becker tentang
permintaan akan anak dapat didekati dengan fungsi utilitas.
U = u ( X ) + v ( n ), u’ > 0, v’ > 0, u” < 0, v” < 0,
Dimana:
X= konsumsi barang lain;
n= jumlah anak, dengan
Budget Constraint:
PxX + Pnn = y, dan
Fungsi Utilitas:
dn/dy > 0.
Menurut Malthus, harga anak adalah tetap. Padahal harga anak berdasarkan
Teori Ekonomi Fertilitas dapat diintrodusir secara simultan antara harga anak dan
perubahan income.

5
2.3.2 Kualitas Anak dan Human Capital
Dari fungsi Utilitas, kemudian dimodifikasi menjadi:
U = u ( X ), v ( n, q )
Dimana :
- q adalah kualitas anak dengan asumsi setiap anak sama.
Karena fungsi Utilitas dimodifikasi sehingga “budget constraint” berubah menjadi :
PxX + Pnn + Pnq = y,

- p adalah harga kualitas anak (biaya pendidikan, dan biaya kesehatan), sedangkan
- pn adalah biaya basic (pangan, sandang, dan papan). Biaya keseluruhan dari kualitas
anak menjadi:
πn = Pn + Pq,
Kualitas paling tinggi, apabila πn = Pn.
Dengan pertimbangan, kualitas dalam pembangunan ekonomi sebagai substitusi dari
kuantitas. Analisis kualitas-kuantitas tentang anak berhubungan erat dengan fertilitas
sehingga dalam pembangunan ekonomi disebut sebagai kajian “human capital”.
2.3.3 Anak sebagai Barang Produksi
Menurut Becker, anak dapat dilihat dari aspek produksi. Berdasarkan aspek produksi,
utilitas anak berbeda dengan aspek konsumsi. Karena utilitas anak lebih dilihat dari aspek
kuantitas dan bukan kualitas. Kondisi ini banyak dijumpai di daerah perdesaan atau
daerah tingkat pertumbuhan ekonomi rendah (Becker, 1960).

6
2.4 Status Sosial Ekonomi dan Fertilitas
2.4.1 Tingkat Pendidikan dan Fertilitas
Menurut teori human capital, kualitas sumberdaya manusia selain ditentukan oleh tingkat
kesehatan juga ditentukan tingkat pendidikan. Pendidikan dipandang tidak hanya dapat
menambah pengetahuan tetapi dapat juga meningkatkan keterampilan (keahlian) seorang
individu sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Pendidikan tidak hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan,
melainkan juga meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutu yang tinggi dan
baik, jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan masyarakat
melainkan sebagai modal atau aset pembangunan. Disisi lain, tingkat pendidikan dapat
berpengaruh dalam keterampilan teknis dan kecerdasan akademis untuk memenuhi
kebutuhan pangan, penciptaan lapangan kerja baru yang produktif serta dapat
mengembangkan dan mengelola sumberdaya manusia (human resources) ia sendiri.
Berbicara mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan fertilitas, hasil penelitian
Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 27), menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan (laki-laki dan wanita) merupakan prediktor yang kuat terhadap permanen
income dan fertilitas. Dengan kata lain, tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap
penghasilan (income) dan berpengaruh negatif terhadap fertilitas. Kasus di negara Peru
misalnya, tingkat pendidikan (laki-laki dan wanita) berpengaruh negative terhadap
fertilitas namun pengaruh pendidikan laki-laki sedikit lebih rendah, sedangkan di negara
Ghana memperlihatkan hasil agak berbeda. Faktor pendidikan yang paling kuat
berpengaruh terhadap fertilitas hanya tingkat pendidikan wanita sementara tingkat
pendidikan laki-laki tidak menunjukkan hubungan yang significan. Hal ini
mengindikasikan bahwa peranan atau kontribusi tingkat pendidikan laki-laki dan wanita
kaitannya dengan fertilitas berbeda. Terdapatnya perbedaan peranan jenjang pendidikan
yang disandang antara laki-laki dan wanita erat hubungannya dengan defferensiasi peran
atau tanggung jawab terhadap fertilitas. Penelitian Bollen dan Stecklov di Ghana dan
Feru ini sejalan dengan Bankole dan Sing, (1998) kasus di Sub-Saharan Afrika, bahwa
tendensi laki-laki menginginkan kelahiran anak lebih baik dibandingkan dengan wanita.
Karena tingkat pendidikan laki- laki memiliki hubungan kuat sebagai ”a latent variable”
yang digunakan sebagai proxy pendapatan permanen atau socioeconomic status (SES)
(Wood dan Lovell, 1992; Raftery, Lewis, dan Aghajanian, 1995 dalam Kenneth AJ, dan
Glanville Stecklov G, 2002; 36)
7
Menurut Balk (1994) dalam Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 36),
tingginya tingkat pendidikan laki-laki (kontrol pendidikan wanita dan permanen income
rumahtangga), maka kekuatan penguasaan dalam rumahtangga lebih besar sehingga pada
gilirannya mereka mempunyai kemampuan untuk mengatur kelahiran. Sebaliknya,
tingkat pendidikan wanita yang tinggi (kontrol pendidikan laki-laki dan permanen income
rumahtangga), maka autonomi wanita mengontrol kelahiran lebih tinggi dibanding laki-
laki.
Dengan demikian, pengukuran tingkat pendidikan sangat bermanfaat dalam memprediksi
kondisi wawasan pengetahuan dalam asas pemikiran individu terhadap inovasi dan proses
adopsi yang menyertai inovasi tersebut. Oleh karena itu, tingkat pendidikan yang relatif
baik (tinggi), mereka lebih memilih memiliki jumlah anak lebih sedikit karena
keuntungan lain dapat mempertinggi status ia sandang dan tingginya opportunity cost
pengasuhan (Axinn dan Barber, 2001; Willis, 1973 dalam Bollen Kenneth AJ, dan
Glanville Stecklov G (2002; 7-8).
2.4.2 Struktur Umur dan Fertilitas
Menurut Mantra (2000; 34), umur merupakan karakteristik penduduk yang penting
karena struktur umur dapat mempengaruhi perilaku demografi maupun social ekonomi
rumahtangga. Perilaku demografi yang dimaksud yaitu meliputi jumlah, pertambahan,
dan mobilitas penduduk (anggota rumahtangga), sedangkan yang termasuk ke dalam
indikator sosial ekonomi rumahtangga meliputi tingkat pendidikan, angkatan kerja,
pembentukan dan perkembangan keluarga. Usia muda yang dominan berpengaruh secara
nyata terhadap perilaku demografi terutama tentang jumlah dan pertambahan penduduk
melalui fertilitas.
Penelitian Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 26) bahwa struktur umur
penduduk (20-50) tahun berkorelasi positif dengan fertilitas (kontrol permanent income).
Struktur umur seorang individu berkaitan erat dengan produktivitas kerja yang
dicurahkan. Mengingat semakin tua umur secara linier diikuti dengan bertambahnya
tingkat produktivitas (batas umur 55 tahun), hal ini dimungkinkan karena diakibatkan
oleh faktor pengalaman kerja. Disisi lain, secara mikro umur mempengaruhi jam kerja di
pasar kerja dan tingkat reproduksi (masa subur wanita). Padahal struktur umur (20-50)
tahun menurut teori kependudukan berkorelasi negatif atau berbentuk huruf U terbalik
terhadap fertilitas. Hal ini dimungkinkan karena penelitian yang dilakukan oleh Bollen
Kenneth dkk, menggunakan model hanya ”permanent income sebagai latent variable”
padahal menurut Freedman, variabel antara yang dapat mempengaruhi fertilitas ada 11
variabel, antara lain faktor sosial budaya dan status tempat tinggal.
8
Berdasarkan pendekatan teori ekonomi dan perilaku fertilitas bahwa struktur umur
berkaitan dengan usia kawin pertama (Bryant J Keith, 1990, 200). Usia kawin pertama
relatif muda (<35 tahun) berdampak positif terhadap jumlah kelahiran dan waktu yang
dicurahkan terhadap anak. Sebaliknya, usia kawin pertama relatif tua (>35 tahun)
berdampak negatif terhadap jumlah kelahiran dan waktu dengan anak.
2.4.3 Status Pekerjaan Suami dan Fertilitas
Batasan pekerjaan suami berbeda satu negara dengan negara lain apalagi antara negara
berkembang dengan negara maju. Tetapi secara umum dapat dikelompokkan kedalam
tiga golongan besar, yaitu: low-prestige occupations (blue-collar jobs termasuk farmer);
medium-prestige occupations (white-collar jobs); dan hig-prestige occupations (e.g.
college-graduates, academic jobs).
Hasil penelitian Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 27), menunjukkan
bahwa pekerjaan kepala rumahtangga/suami merupakan variabel utama terhadap
permanent income dan fertilitas. Artinya, status pekerjaan suami berkorelasi positif
terhadap penghasilan (income). Melalui faktor permanent income atau disebut sebagai
penghasilan rumahtangga berpengaruh negatif terhadap fertilitas (Peru dan Ghana).
Terdapatnya pengaruh negatif antara pendapatan atau penghasilan
suami terhadap tingkat fertilitas dengan asumsi bahwa pendapatan suami yang tinggi
umumnya terdapat pada kelompok suami dengan jenis pekerjaan medium dan higt-
prestige occupation, sedangkan kelompok pekerjaan tersebut sebagian besar berada di
daerah perkotaan atau pada masyarakat industri maju.
2.4.4 Status Tempat Tinggal dan Fertilitas
Status tempat tinggal yang dikaji yaitu tempat tinggal yang kelompokkan desa-kota atau
daerah tertinggal dan maju.
Masyarakat miskin misalnya, nilai anak lebih bersifat barang produksi. Artinya, anak
yang dilahirkan lebih ditekankan pada aspek jumlah atau banyaknya anak dimiliki
(kuantitas). Menurut Becker, banyaknya anak dilahirkan oleh masyarakat miskin
diharapkan dapat membantu orang tua pada usia pensiun atau tidak produktif lagi
sehingga anak diharapkan dapat membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan
jaminan sosial (asuransi). Karena pada masyarakat miskin umumnya orang tua tidak
memiliki jaminan hari tua. Sementara pada masyarakat maju (kaya), nilai anak lebih ke
arah barang konsumsi yaitu dalam bentuk kualitas.
9
Dengan arti kata, anak sebagai human capital sehingga anak yang dilahirkan relatif
sedikit namun investasi atau biaya yang dikeluarkan lebih besar baik biaya langsung
maupun opportunity cost terutama untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, gizi,
keterampilan dan sebagainya sehingga anak diharapkan dapat bersaing di pasar kerja
bukan difungsikan sebagai keamanan apalagi sebagai jaminan sosial bagi orang tua.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat hubungan negatif antara faktor sosial ekonomi dengan tingkat fertilitas.
Kemajuan atau perkembangan suatu masyarakat dari tradisional ( close-society) menjadi
masyarakat maju/industri (open-society) dan pola kehidupan modern dapat
menggoyahkan keluarga luas (extended family) menjadi keluarga kecil sehat dan
bahagia. Karena pada masyarakat modern memiliki pola konsumsi berbeda dengan
masyarakat tradisional terutama pola pengasuhan anak, biaya pemeliharaan, dan nilai
anak (kualitas anak). Melalui perkembangan atau kemajuan masyarakat berdampak
positif terhadap perubahan status wanita. Wanita lebih banyak bekerja di luar rumah
daripada bekerja domestik baik dengan maksud tambahan pendapatan maupun carier.
Mereka ingin mengembangkan dirinya sehingga mereka ingin mempunyai jumlah anak
yang kecil, dan tidak terus menerus dikungkung oleh urusan dapur dan anak-anak. Hal ini
disebabkan karena kehidupan kota dicirikan oleh masalah perumahan dan kebutuhan
hidup yang senantiasa meningkat. Keadaan kehidupan seperti ini, keluarga kecil lebih
menguntungkan (kualitas anak).

3.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut hubungan sosial ekonomi dan fertilitas dengan melakukan
berbagai variasi variabel antara (A Latent Variable) terutama variabel sosial budaya, dan
status tempat tinggal.
2. Dampak dari fertilitas adalah kualitas anak. Upaya untuk mencapai kualitas anak yang
baik diperlukan peningkatan pendidikan wanita dan peranan dalam rumahtangga.

Anda mungkin juga menyukai