Anda di halaman 1dari 23

BERKAH ATAU BEBAN?

ESTIMASI PENGARUH KEHADIRAN


ANAK TERHADAP KEBAHAGIAAN ORANG TUA

Disusun oleh :
Aldina Nadya Safira
15/381998/EK/20579
Gabriel Pierre
15/382014/EK/20595
Lutfiyah Sungkar
15/382027/EK/20608

Muhammad Anugrah
15/382032/EK/20613
Wulandari Agustina
15/382045/EK/20626

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Workshop Teori Ekonomika


Dosen Pengampu Mata Kuliah:
Ardyanto Fitrady, M.A., Ph.D

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BERKAH ATAU BEBAN? ESTIMASI PENGARUH KEHADIRAN
ANAK TERHADAP KEBAHAGIAAN ORANG TUA

Abstrak
Kebahagiaan memiliki anak sering dipandang sebagai salah satu indikator pencapaian
dalam sebuah rumah tangga. Sesuai dengan laporan World Happiness Report 2016 yang
dilansir oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuktikan bahwa 65 persen negara
di dunia, khususnya di negara maju menunjukkan adanya hubungan negatif antara
parenthood dan tingkat kebahagiaan hidup. Dengan menggunakan data Indonesia
Family Life Survei (IFLS), penelitian ini melihat pengaruh kehadiran dan jumlah anak
terhadap kebahagiaan orang tua di Indonesia . Kami melakukan analisis regresi data
panel dari data IFLS4 dan IFLS5. Temuan kami menunjukkan bahwa kehadiran anak
di dalam keluarga tidak membuat orang tua lebih bahagia. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu dalam proksi variabel terkait penelitian ini.

Kata kunci : parenthood, kebahagiaan, kehadiran anak


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
tim penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “BERKAH ATAU BEBAN?
ESTIMASI PENGARUH KEHADIRAN ANAK TERHADAP KEBAHAGIAAN
ORANG TUA”. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dalam memberikan masukan dan materi sehingga mampu
menyajikan informasi dengan kualitas cukup baik.
Paper ini kami susun dengan harapan mampu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca serta mampu memenuhi kriteria penilaian dalam tugas
akhir Workshop Teori Ekonomika. Untuk ke depannya diharapkan kami dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi paper agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam paper ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak orang setuju bahwa memiliki anak adalah salah satu kebahagiaan terbesar
dalam kehidupan setelah menikah. Memiliki anak selalu dipandang sebagai langkah
yang terstruktur dalam kehidupan pasangan keluarga ideal dalam membangun
rumah tangga. Rasa kebahagiaan memiliki anak, melihat tumbuh kembangnya, dan
menjalin kedekatan dengan anak menjadi hal yang dinantikan oleh kebanyakan
orang tua. Rasa kebahagiaan inilah yang menjadi alasan bagi orang tua bahwa
memiliki anak adalah bagian kehidupan yang paling berharga.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa sebuah keluarga kebahagiaannya
memuncak saat anak pertama mereka lahir, terutama satu tahun menjelang kelahiran
dan satu tahun setelah kelahiran. Walaupun pada akhirnya, kadar kebahagiaan
perlahan akan terus menurun seiring bertambahnya jumlah anak yang mereka
punya. Pernyataan tersebut serupa dengan laporan yang dirilis pada tahun 2016 oleh
American Journal of Sociology yang membuktikan bahwa orang tua yang memiliki
anak lebih bahagia dibanding yang tidak memiliki anak. Fakta ini terjadi di negara
Portugal, Hungary, Spanyol, dan Russia. Namun, laporan ini juga memberikan fakta
yang kontradiktif, yakni sebanyak 14 dari 22 negara memiliki orang tua yang
memiliki anak dengan perasaan kurang bahagia dibanding orang tua yang tidak
memiliki anak. Kesenjangan kebahagiaan terbesar terjadi di negara di Amerika,
yaitu orang tua yang memiliki anak 12 persen tidak lebih bahagia daripada orang
tua yang tidak memiliki anak. Negara kedua dengan kesenjangan kebahagiaan
terbesar, yakni Inggris sebesar 8 persen.
Melalui laporan World Happiness Report 2016 yang dilansir oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini pun membuktikan tidak sedikit
orang tidak bahagia berasal dari negara maju. Laporan tersebut memaparkan banyak
warga negara maju yang bermasalah dengan fase ‘menjadi orang tua’. PBB
menemukan setidaknya 65 persen negara menunjukkan adanya hubungan negatif
antara parenthood dan tingkat kebahagiaan hidup. Secara keseluruhan, hanya 36
dari 105 negara yang dikaji oleh World Happiness Report yang menyatakan bahwa
menjadi orang tua mendatangkan kebahagiaan. Kabar baiknya, Indonesia masih
termasuk salah satu dari 36 negara tersebut. Indonesia menempati posisi ke-27
dalam indeks tersebut.
Selanjutnya, beberapa penelitian memfokuskan pada pengaruh jumlah anak
terhadap kebahagiaan orang tua pada sejumlah negara di dunia. Dilansir dari sebuah
laporan tahunan yang diterbitkan oleh Eurostat, Badan Statistik Eropa yang melihat
tingkat kepuasaan hidup di negara-negara anggota Uni Eropa, menemukan bahwa
keluarga besar dengan jumlah anak banyak, cenderung jauh lebih bahagia
dibandingkan keluarga yang hanya memiliki satu, dua, atau tidak memiliki anak
sama sekali. Penelitian ini didukung oleh para ahli yang dimuat dalam jurnal Social
Science & Medicine membuktikan bahwa tidak memiliki anak atau jumlah anak
terlalu sedikit justru akan merugikan kesehatan karena kurangnya motivasi untuk
menjaga kesehatan mereka sendiri.
Di Indonesia sendiri, jumlah anak dalam satu keluarga masih tergolong
tinggi. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), angka ibu melahirkan di Indonesia saat ini masih relatif tinggi, yaitu 2,6
persen. Dengan kata lain, rata-rata setiap ibu di Indonesia melahirkan tiga anak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka kelahiran di Indonesia, yakni
masih adanya anggapan bahwa anak akan membawa rezeki, tingkat pendidikan
orang tua, dan faktor kepercayaan tertentu yang tidak sesuai dengan program
keluarga berencana. Selain itu, jeratan kemiskinan yang membuat orang tua berpikir
bahwa anak adalah komoditas untuk menghasilkan penghasilan bagi keluarga serta
usia pernikahan dini di Indonesia juga menjadi pendukung tingginya tingkat
kelahiran anak di Indonesia. Oleh karena itu, fakta tersebut melatarbelakangi
ketertarikan ide penelitian kami untuk membahas kasus di Indonesia terkait dengan
hubungan anak dan orang tua.
1.2 Rumusan Masalah
Ketidakinginan memiliki anak (childlessness) telah menjadi pilihan yang semakin
populer bagi pasangan keluarga khususnya di beberapa negara. Banyak penelitian
telah dilakukan dalam 2 dekade terakhir, seperti di Amerika Serikat, Data National
Survei of Growth menyatakan bahwa jumlah wanita yang berusia 30 ke-atas enggan
untuk memiliki anak dan lebih memfokuskan kebahagiaan dalam finansial dan
fleksibilitas kehidupan (Abma, J. dan Martinez, G., 2006). Selanjutnya, dikutip dari
majalah South China Morning Post, di negara Inggris, satu dari lima wanita tidak
memiliki anak pada usia 44 tahun. Selain itu, di Amerika Serikat, jumlah wanita
yang tidak memiliki anak terus meningkat, hampir dua kali lipat sejak tahun 1970-
an. Tidak hanya itu, Childlessness juga telah meningkat pada usia 30-34 dan 40-44
tahun, baik pria maupun wanita, di seluruh Eropa (Miettinen, 2015). Hal serupa juga
terjadi di Australia, diperkirakan oleh Australian Bureau of Statistics, pada tahun
2023 dan 2029, akan lebih banyak keluarga tanpa anak.
Di sisi lain, sebuah penelitian membuktikan bahwa dengan memiliki banyak
anak dalam sebuah keluarga akan meningkatkan kebahagiaan. Penelitian ini
dilakukan oleh Bronwyn Harman dari Auckland University of Technology selama
lima tahun. Dalam penelitiannya telah ditemukan kelompok yang paling puas dan
memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi adalah orang tua yang memiliki
empat anak atau lebih. Hal ini tentunya menjadi bukti menarik dari beberapa negara
yang mengalami perbedaan pengaruh kebahagiaan dalam kepemilikan anak setelah
menikah, tidak terkecuali di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, tingkat kelahiran masih terbilang cukup tinggi.
Masyarakat Indonesia masih banyak yang beranggapan bahwa memiliki anak akan
mendatangkan rezeki berupa materi ataupun kekayaan. Tidak sedikit di Indonesia
memiliki banyak anak pada satu rumah tangga, tetapi hidupnya masih
memprihatinkan khususnya dominan ekonomi keluarga menengah ke bawah.
Apabila dihadapkan dengan realita yang ada, ungkapan “banyak anak banyak
rezeki” tentu saja bukanlah persepsi yang tepat.
Melalui latar belakang di atas, kami tertarik untuk melanjutkan pembuktian
topik ini menjadi sebuah penelitian di Indonesia dengan menitikberatkan pengaruh
kehadiran anak terhadap kebahagiaan ibu menggunakan data mikro survei yang
tersedia. Selanjutnya, kami mencoba melihat pengaruh jumlah anak yang lebih
banyak di dalam keluarga untuk membuktikan apakah pengaruh tersebut merupakan
beban atau justru menambah kebahagiaan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap kebahagiaan orang tua?
1.3 Tujuan Penelitian
Kebahagiaan merupakan suatu indikator yang dinilai secara subjektif. Hal inilah
yang menyebabkan hasil kontradiktif di beberapa negara terkait kebahagiaan orang
tua terhadap pengaruh dari kehadiran anak. Penelitian ini nantinya akan mengarah
pada kesimpulan mengenai hubungan antara tingkat kebahagiaan orang tua dengan
pengaruh kehadiran anak di Indonesia. Harapannya, penelitian ini memberikan
pembuktian bahwa anak memiliki hubungan dengan kebahagiaan orang tua. Dengan
demikian, penelitian ini mampu memberikan kontribusi pemikiran kepada
masyarakat dan formulasi kebijakan bagi pemerintah serta instansi terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori dan Studi Pustaka


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Margolis dan Myrskyla (2012) menggunakan
data German Socio Economic Panel (SOEP) dan British Household Panel Survey,
dengan mengontrol karakteristik di luar model dan faktor sosio demografi,
menunjukkan adanya peningkatan kebahagiaan dalam pasangan yang memiliki anak.
Peningkatan kebahagiaan terbesar ditemukan pada pasangan yang telah memiliki
tingkat pendapatan tinggi dan memiliki anak pada umur yang tepat, yaitu rentang
usia 30-50 tahun.
Sejalan dengan penelitian tersebut, terdapat fakta bahwa pada negara
berkembang yang memiliki tingkat fertilitas tinggi, keputusan menjadi orang tua
akan menurunkan tingkat kebahagiaan. Namun, pada negara maju dengan tingkat
fertilitas yang rendah, keputusan menjadi orang tua pada usia lebih dari 30 tahun atau
usia yang tepat akan meningkatkan kebahagiaan. Hal ini dibuktikan dengan
melakukan penelitian pada negara berkembang dan negara Eropa dalam data
European Social Survey (ESS). Cetre, et al., (2015) menunjukkan bahwa dalam
penduduk usia 30-50 tahun di kedua kategori negara tersebut terdapat korelasi positif
antara keputusan memiliki anak dan tingkat kepuasan hidup. Gilbert (2006)
menyatakan bahwa “Kehadiran anak dalam keluarga akan membawa kebahagiaan“
adalah sebuah fenomena yang “super replikator” yang telah diajarkan sejak dini dari
generasi ke generasi, hingga terdapat beberapa penelitian yang dapat memunculkan
fakta bahwa terdapat beberapa pasangan yang tidak bahagia dalam membesarkan
anak.
Namun, Margolis dan Myrskyla (2012) juga menemukan bahwa terjadi
peningkatan kebahagiaan yang signifikan pada kelahiran anak pertama dan kedua.
Pada kelahiran anak ketiga, tingkat kebahagiaan keluarga mulai menurun. Sesuai
dengan Set Point Theory yang menunjukkan adanya fluktuasi kebahagiaan dalam
jangka pendek, tetapi kebahagiaan akan kembali ke titik awal dalam jangka panjang
(Brickmand and Campbell,1971). Penelitian ini didukung oleh Kohler, et al., (2005)
yang menemukan dengan kelahiran anak pertama akan signifikan meningkatkan
kebahagiaan pasangan, tetapi kebahagiaan akan menurun pada kelahiran anak
selanjutnya. Sironi et al. (2011) juga membuktikannya dengan menggunakan data
dari Europian Social Survey (ESS) dan mengontrol perbedaan antar negara,
menemukan terdapat hubungan interkoneksi positif antara kelahiran, kebahagiaan
dan hubungan antara pasangan. Namun, korelasi antara kebahagiaan dan kehadiran
ini tidak signifikan pada keluarga yang telah memiliki banyak anak dan pada wanita
yang tidak memiliki pasangan. Dalam penulisannya, Myrskyla, (2012) menjelaskan
penyebab dari penurunan kebahagian pada anak ketiga disebabkan oleh pengalaman
kehadiran anak yang sudah dimiliki sehingga rasa ketidaksabaran dalam penantian
seorang anak sudah tidak sebahagia seperti kelahiran sebelumnya. Selain itu pula,
semakin banyak anggota dalam keluarga dapat meningkatkan tekanan bagi
pasangan.
Hal lain dalam penelitian Margolis, et al., (2012), ditemukan rendahnya level
pendidikan orang tua dan pendapatan akan meningkatkan tingkat depresi setelah
kelahiran. Keputusan menunda untuk memiliki anak akan meningkatkan kesiapan
dan mengurangi depresi pada wanita (Gregory, 2007). Di lain sisi, fakta ini
kontradikif dengan penelitian oleh Samoilova dan Vance (2015) yang
mengemukakan bahwa pasangan akan lebih bahagia menjadi orang tua daripada
mereka yang tidak memiliki anak sehingga jumlah biaya hidup yang dikeluarkan
ketika memiliki anak tidak mempengaruhi kebahagiaan orang tua.
Sementara itu, berbicara mengenai anak tentunya akan terkait dengan jumlah
anak dalam keluarga. Beberapa peneliti pun mencoba menguji keterkaitan jumlah
anak dan kebahagian orang tua. Dengan memasukkan jumlah anak dalam keluarga
sebagai variabel penjelas pada persamaan kebahagiaan, Di Tella, et al., (2003) dalam
Clark (2006) tidak menunjukkan atau justru cenderung menurunkan tingkat
kebahagiaan. Berbeda dengan penelitian yang ditemukan oleh Angeles (2009),
berdasarkan data dari British Household Panel Survey (BHPS) terhadap 49 ribu dari
89 ribu pasangan yang menikah, menyatakan bahwa semakin besar jumlah anak yang
dimiliki pada suatu keluarga akan memberikan dampak positif yang besar dalam
kebahagiaan keluarga. Fakta ini didukung oleh Schwarze & Hãrpfer (2003) dalam
Lelkes (2006), terjadi korelasi positif antara anak dan tingkat kebahagiaan orang tua
ketika terjadi kenaikan pendapatan dalam rumah tangga.
Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa jumlah anak tidak akan menurunkan
tingkat kebahagiaan orang tua ketika anak tersebut lahir pada usia perkawinan yang
tepat. Artinya, individu maupun pasangan tersebut telah siap dan bersedia untuk
menjadi orang tua, meskipun setiap individu memiliki subjektifnya masing- masing
dalam menilai waktu yang tepat (Angeles, 2009).
Selain digambarkan oleh pernikahan, waktu yang tepat dapat ditunjukkan
dengan tingkat pendapatan keluarga. Dalam Alesina (2004), tingkat pendapatan yang
tinggi dapat mengurangi tingkat stres dalam membesarkan anak dengan
memperbolehkan asisten rumah tangga membantu kegiatan rumah tangga tersebut.
Sementara untuk keluarga yang memiliki pendapatan rendah, secara signifikan
mengurangi kebahagiaan.
2.2 Hipotesis
Dari kumpulan studi literatur yang kami kumpulkan, akan digunakanlah hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Kelahiran anak berpengaruh terhadap kebahagiaan orang tua
H1 : Kelahiran anak tidak berpengaruh terhadap kebahagiaan orang tua

H0 : Jumlah anak berpengaruh terhadap kebahagiaan orang tua


H1 : Jumlah anak tidak berpengaruh terhadap kebahagiaan orang tua
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Sampel Penelitian


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Indonesian Family Life
Survey (IFLS). IFLS merupakan sebuah survei level mikro jangka panjang yang
terus dilakukan secara periodik di Indonesia. Data sampel yang dimiliki oleh IFLS
mewakili 83 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia. Komposisi tersebut
terdiri dari 30.000 individu yang tinggal di 13 provinsi yang ada di Indonesia.
Dari enam laporan survei yang telah dipublikasikan, yaitu IFLS1, IFLS2, IFLS2+,
IFLS3, IFLS4, dan IFLS5, penelitian kami menggunakan IFLS4 dan IFLS5.
Alasan dari pemilihan kedua sumber data tersebut adalah input kuesioner
kebahagiaan baru mulai dimasukkan pada IFLS4.
3.2. Batasan Penelitian
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, di antaranya pada paper acuan
digunakan data yang bersifat annual (tahunan), yakni mulai dari tahun 1991
hingga 2005. Sementara itu, data yang kami gunakan merupakan data yang
memiliki jarak yang cukup panjang, yaitu sekitar tujuh tahun atau data pada
IFLS4 merupakan data yang diambil pada tahun 2007 dan data pada IFLS5
merupakan data yang diambil pada tahun 2014 sehingga terdapat selisih yang
cukup jauh. Padahal, dalam dalam kurun waktu tujuh tahun tersebut tentunya
telah terjadi perubahan yang cukup signifikan pada beberapa sample.
Keterbatasan lainnya yang dihadapi adalah tidak dapat menggunakan
metode baseline. Implikasinya, kebahagiaan pada sebelum, saat, dan setelah
kelahiran tidak dapat dipisahkan. Akibatnya, hasil estimasi dari penelitian ini
kurang mampu memberikan gambaran secara spesifik mengenai kebahagiaan
pada setiap tahap.
3.3. Model dan Definisi Variabel
Berikut adalah model estimasi (1) dalam penelitian ini:
Yit = B0 + θkAfterkyearit + BkXit + Vi + Uit
Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian kami adalah kebahagiaan
orangtua, yang diukur melalui kuesioner dalam IFLS buku 3A. Pertanyaan
tersebut dijawab dengan empat tingkat kebahagiaan, yakni very happy (sangat
bahagia), happy (bahagia), unhappy (tidak bahagia), dan very unhappy (sangat
tidak bahagia). Penelitian ini menyederhanakan jawaban responden menjadi
dua, yaitu bahagia dan tidak bahagia.
Variabel independen adalah: 1) After1year adalah variabel yang
menjelaskan mengenai setelah 1 tahun masa melahirkan. Variabel after1year
merupakan variabel dummy yang bernilai 1 apabila 1 tahun setelah melahirkan
dan 0 jika sebaliknya. 2) After2year adalah variabel yang menjelaskan mengenai
setelah 2 tahun masa melahirkan. Variabel after2year merupakan variabel
dummy yang bernilai 1 apabila 2 tahun setelah melahirkan dan 0 jika sebaliknya;
3) After3moreyear adalah variabel yang menjelaskan mengenai setelah 3 atau
lebih dari masa melahirkan. Variabel after3moreyear merupakan variabel
dummy yang bernilai 1 apabila 3 tahun atau lebih setelah melahirkan dan 0 jika
sebaliknya; 4) Child adalah variabel jumlah anak yang terdapat di dalam satu
keluarga atau rumah tangga. 5) Age adalah variabel umur orangtua; 6) Marriage
adalah variabel yang menjelaskan status pernikahan orang tua yang berupa
variabel dummy bernilai 1 jika menikah dan 0 jika sebaliknya; 7) Healthy
merupakan variabel status kesehatan anak yang merupakan variabel dummy
dimana bernilai 1 bila sehat dan 0 jika sebaliknya 8) Work dalah variabel yang
menjelaskan status kerja orang tua, apakah bekerja atau tidak. Status pekerjaan
istri didapat dari data IFLS pada buku orang tua; 9) Educ adalah variabel yang
menjelaskan lama tahun orang tua mendapatkan pendidikan formal di sekolah;
10) HHincome adalah variabel pendapatan rumah tangga yang menjelaskan
pendapatan yang didapatkan oleh orang tua di dalam satu rumah tangga.
Sementara αi adalah fixed effect dan Uit adalah error.
Selanjutnya adalah model estimasi (2) dalam penelitian ini:
Yit = B0 + θkchildkit + BkXit + αi +Uit
Variabel dependen yang diteliti dalam studi adalah kebahagiaan orang tua, yang
diukur melalui kuesioner pertanyaan dalam IFLS buku 3A. Pertanyaan tersebut
dijawab dengan empat tingkat kebahagiaan, very happy (sangat bahagia), happy
(bahagia), unhappy (tidak bahagia), dan very unhappy (sangat tidak bahagia).
Penelitian ini menyederhanakan jawaban responden menjadi dua, yaitu bahagia
dan tidak bahagia.
Variabel independen adalah: 1) Child1 adalah variabel yang
menjelaskan rumah tangga yang memiliki jumlah anak 1. Variabel child1
merupakan variabel dummy yang bernilai 1 apabila memiliki jumlah anak 1 dan
0 jika sebaliknya pada tahun antara 2007 dan 2014; 3) Child2 adalah variabel
yang menjelaskan rumah tangga yang memiliki jumlah anak 2. Variabel child1
merupakan variabel dummy yang bernilai 1 apabila memiliki jumlah anak 2 dan
0 jika sebaliknya pada tahun antara 2007 hingga 2014; 4) Childmorethan2
adalah adalah variabel yang menjelaskan rumah tangga yang memiliki jumlah
anak lebih dari 2. Variabel child1 merupakan variabel dummy yang bernilai 1
apabila memiliki jumlah anak lebih dari 2 dan 0 jika sebaliknya pada tahun
antara 2007 hingga 2014; 4) Age adalah variabel umur anak; 5) Marriage adalah
variabel yang menjelaskan status pernikahan orang tua yang berupa variabel
dummy bernilai 1 jika menikah dan 0 jika sebaliknya; 6) Healthy merupakan
variabel status kesehatan anak yang merupakan variabel dummy dimana bernilai
1 bila sehat dan 0 jika sebaliknya; 7) Work dalah variabel yang menjelaskan
status kerja orang tua, apakah bekerja atau tidak. Status pekerjaan istri didapat
dari data IFLS pada buku orang tua; 8) Educ adalah variabel yang menjelaskan
lama tahun orangtua mendapatkan pendidikan formal di sekolah; 9) HHincome
adalah variabel pendapatan rumah tangga yang menjelaskan pendapatan yang
didapatkan oleh orang tua di dalam satu rumah tangga. Sementara αi adalah fixed
effect dan Uit adalah error.
3.4. Teknis Analisis Penelitian
Dalam penelitian ini kami memanfaatkan penggunaan dua model. Model
pertama berfokus pada efek pasca kelahiran anak dan model kedua berfokus
pada jumlah anak. Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan proxy variabel yang
digunakan dalam model, yaitu variabel happiness, age child, work, educ,
after1year, after2year, after3more, healthy, marriage yang berasal dari kedua
sumber data, baik IFLS4 maupun IFLS5. Secara keseluruhan, jumlah observasi
yang kami peroleh sebanyak 11.767 yang berasal dari hasil penggabungan
IFLS4 dan IFLS5.
Studi ini mendefinisikan jenis data yang diteliti sebagai Panel data.
Sedangkan, pengolahan data dilakukan dengan aplikasi STATA versi 13.
Penelitian kami berfokus pada dampak dari memiliki anak terhadap
kebahagiaan saat menjadi orang tua secara longitudinal. Kelebihan dari
penelitian ini adalah mampu mengobservasi perubahan, terutama kebahagiaan
yang terjadi sepanjang waktu dari individu yang diobservasi. Melalui
longitudinal, efek pasca kelahiran pun dapat diestimasi.
Berdasarkan literatur, kebahagiaan memiliki set point yang ditentukan
secara genetis dan diasumsikan tetap, stabil antar waktu dan imun terhadap
pengaruh (Lybomirsky, et al., 2005). Sehingga, ada heterogenitas pada variabel
kebahagiaan yang tidak dapat diobservasi. Pendekatan fixed effect digunakan
untuk mengatasi masalah heterogenitas dalam kebahagiaan itu dengan
mengontrol karakteristik spesifik individu dan karakteristik yang konstan
sepanjang waktu, seperti kepemilikan genetik (Myrskila & Margolis, 2012).


BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

Pada bab ini akan dibahas mengenai pemilihan metode estimasi yang terbaik,
hasil estimasi dan penjelasan mengenai pengaruh dari keseluruhan variabel independen
terhadap Tingkat kebahagiaan orang tua di Indonesia berdasarkan IFLS 4 dan 5.
4.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menyediakan gambaran umum mengenai data – data yang
digunakan dalam penelitian. Namun, informasi yang dihasilkan dari statistik
deskriptif tidak dapat digunakan untuk menarik kesimpulan (Siagian dan Sugianto
dalam Larasati 2012). Dalam lampiran tabel 4.1.1 dan 4.1.2 merangkum hasil dari
statistik deskriptif pada model 1 dan model 2. Data–data penelitian ini dideskripsikan
secara statistik dengan melihat data pada periode observasi.
4.2 Model Tingkat Kebahagiaan Orang tua terhadap Anak
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan software Stata13 yang diestimasi
menggunakan Ordinary Least Squares (OLS) dan fixed effect model. Sesuai dengan
hipotesis dan kontrol variabel yang mempengaruhi variabel independen, kami
menggunakan dua model estimasi. Pada model 1, kami mengestimasi tingkat
kebahagiaan pada pasangan terhadap kehadiran anak dengan proxy pascakelahiran.
Sementara pada model 2, kami mengestimasi kembali kebahagiaan pasangan
tersebut dengan jumlah anak yang dimiliki dalam keluarga.
Pada tabel 4.2.1 kami menunjukkan estimasi untuk model 1 dengan mengontrol
variabel umur, pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, kesehatan, dan
tingkat pendapatan rumah tangga. Satu tahun setelah kelahiran anak memiliki
pengaruh positif terhadap kebahagiaan seseorang. Sementara tidak ada cukup bukti
untuk setelah dua tahun kelahiran, maupun selebihnya.
Dari estimasi tersebut kami menduga adanya pengaruh Social Roles , dimana
adanya pandangan bahwa kehadiran anak akan melengkapi kehidupan berumah
tangga (Nelson et al., 2013). Peningkatan kebahagiaan orang tua hanya terjadi satu
tahun pascakelahiran diakibatkan adanya perasaan bahagia yang timbul dari adanya
perubahan peran menjadi orang tua. Perasaan bahagia ini tentunya menjadi salah satu
hal alamiah, terlebih terjadi pada anak kelahiran pertama. Bahkan, orang tua rela
untuk menghabiskan waktu untuk mengurus anaknya dan mengurangi waktu untuk
diri pribadinya. Analisis ini sejalan dengan peneliti dari University of Western
Ontario ini menemukan kebahagiaan orang tua akan meningkat saat anak pertama
mereka lahir setahun pascakelahiran.
Tabel 4.2.1 Estimasi Regresi Model 1 Penelitian
Variabel Independen Tingkat Kebahagiaan Orang Tua

OLS FIXED

0.01 0.052
Setelah 1 Tahun Kelahiran
(0.009) (0.021)**

-0.005 0
Setelah 2 Tahun Kelahiran
(0.01) (0.021)

-0.006 0.002
Setelah 3 Tahun Kelahiran
(0.006) (0.015)

-0.001 -0.006
Umur Orang Tua
(0.000)*** (0.002)***

0.087 0.072
Kesehatan Orang Tua
(0.005)*** (0.013)***

0.004 0.002
Pendidikan Orang Tua
(0.000)*** (0.004)

0.082 0.093
Status Perkawinan
(0.006)*** (0.026)***

0.015 0.021
Tingkat Pendapatan
(0.002)*** (0.005)***

(0.02) 0.007
Status Pekerjaan
(0.004)*** (0.014)

Konstanta 0.54 0.622


(0.026)*** (0.0104)***

Number of Obs 26024 26024

F 147.27 9.78

Adj R-Squared 0.05 -7.97


Tabel 4.2.2 Estimasi Regresi Model 2 Penelitian


Variabel Independen Tingkat Kebahagiaan Orang Tua

OLS FIXED

1 Anak -0.012 -0.015

(0.003)*** (0.005)***

2 Anak -0.016 -0.017

(0.004) (0.007)***

Lebih dari 2 Anak -0.034 -0.031

(0.005)*** (0.10)***

Umur Orang Tua 0.000 -0.003

(0.000)*** (0.000)***

Pendidikan Orang Tua 0.005 0.001

(0.000)*** (0.002)***

Kesehatan Orang Tua -0.007 0.005

(0.005)*** (0.013)***

Status Pekerjaan 0.094 0.12

(0.003)*** (0.006)

Status Perkawinan -0.052 -0.031

(0.005)*** (0.012)***

Tingkat pendapatan 0.018 0.018

(0.001)*** (0.002)***

Konstanta 0.616 0.514

(0.018)*** (0.111)***

Number of Obs 52802 52802

F 287.98 29.06

Adj R-Squared 0.05 -2.07

*, ** dan *** menunjukkan tingkat signifikasi statistik pada level 1% , 5% dan 10%
Selanjutnya, tabel 4.2.2 merupakan hasil estimasi mengenai hubungan antara
tingkat kebahagiaan orang tua dengan jumlah anak yang dimiliki dalam keluarga
dengan mengontrol variabel umur, pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan,
kesehatan dan tingkat pendapatan rumah tangga. Dari tabel tersebut diketahui bahwa
kehadiran anak dapat menurunkan kebahagiaan individu. Jumlah anak berapapun
memiliki korelasi negatif dengan kebahagiaan.

Dengan bertambahnya anggota keluarga, dalam hal ini kaitannya adalah anak,
beban yang dimiliki dari keluarga tersebut tentunya akan bertambah. kebahagiaan yang
dirasakan orang tua saat anak kedua lahir tak begitu besar sebab ini bukanlah hal yang
baru bagi keduanya. Tak heran ketika anak ketiga dan seterusnya lahir, kebahagiaan
orang tua justru menurun. Beberapa hal yang menbuktikan hasil penelitian kami adalah
orang tua akan berfokus pada tumbuh kembang anak yang membuat waktu yang
dimiliki orang tua untuk beristirahat menjadi berkurang.

Pada kedua hasil ini, menunjukkan hasil yang kontradiktif. Pada saat
menggunakan pascakelahiran pada model 1, kehadiran anak pada satu tahun
pascakelahiran mampu meningkatkan kebahagiaan seorang individu. Lain halnya pada
model kedua, jumlah anak menunjukkan hasil negatif terhadap kebahagiaan. Efek dari
pascakelahiran ini lebih bersifat sementara, karena tidak terbukti pada dua tahun atau
lebih dan dipengaruhi oleh peranan sosial. Meskipun hal ini bertolak belakang dengan
penemuan di Inggris bahwa 1 tahun pasca kelahiran menyebabkan orangtua jadi lebih
tidak bahagia (Myrskyla dan Margolis, 2012). Karena adanya keterbatasan penelitian
dari segi data, penelitian ini tidak dapat memisahkan efek dari kelahiran, sebelum dan
setelahnya, secara lebih spesifik layaknya penelitian sebelumnya (Clark, et al., 2008).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan


Apakah kehadiran anak membuat orang tua lebih bahagia? World Happiness
Report melaporkan bahwa Indonesia termasuk negara yang bahagia dengan
memiliki anak. Hal ini sejalan dengan efek pasca kelahiran dan kebahagiaan yang
bertanda positif. Dari hasil estimasi pada bab sebelumnya, data membuktikan
bahwa anak mampu memberikan kebahagiaan kepada orang tua pada satu tahun
pascakelahiran. Kemudian, hasil estimasi lain menunjukkan bahwa pada jumlah
anak berapapun membuat seseorang menjadi lebih tidak bahagia. Berdasarkan hasil
analisis, kami memprediksi bahwa ketidakbahagiaan orang tua yang disebabkan
hadirnya anak bukan semata-mata karena kehadirannya, tetapi faktor ekstenal
seperti berkurangnya waktu istirahat, beban finansial, dan ketidaksiapan mental
ketika memiliki anak.
Melalui fakta tersebut, kami melihat pemerintah mampu berkontribusi
dalam pengambilan melalui kebijakan sosial, seperti cuti untuk menyeimbangkan
kehidupan orang tua. Langkah ini dilakukan sebagai upaya dalam penurunan
tingkat stress dan memberikan waktu luang kepada orang tua untuk istrahat dari
kesibukkan sehari-hari.

Selain itu, pemerintah setempat juga dapat memberikan saran kepada


sebuah keluarga dengan status ekonomi ke bawah atau berpendapatan rendah untuk
mengurangi jumlah anak yang dimiliki jika kondisi keluarga tersebut tidak mampu
lagi menambah anggota keluarga. Penambahan jumlah anak tentunya akan
berdampak pada bertambahnya beban keluarga yang berusaha untuk menyesuaikan
taraf kehidupannya. Saran kebijakan ini diambil dengan melihat hasil estimasi yang
menunjukkan bahwa variabel pendapatan signifikan dalam mempengaruhi
kebahagiaan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA

Aasíve et al. (2011). “Happiness and Childbearing Across Europe”. Springer Science +
Business Media. Diakses pada 12 Maret 2018.
https://link.springer.com/article/10.1007/s11205-011-9866-x

Alesina, Alberto et al. (2003). “Inequality and Happiness: Are Europeans and
Americans Different?”. Journal of Public Economics. Diakses pada 14 Maret
2018. http://www.people.hbs.edu/rditella/papers/jpubehappyineq.pdf

Andersson et al. (2007). “Parenthood and Happiness: Effects of Work-Family


Reconciliation Policies in 22 OECD”. The University Chicago Press Journal.
Diakses pada 12 Maret 2018.
https://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1086/688892

Angeles. (1997). “Do Children Make Us Happier?”. Working Papers from Business
School - Economics, University of Glasgow. Diakses pada 10 Maret 2018.
https://www.iser.essex.ac.uk/research/publications/513085

Brogaard, Berit. (2015).”Does Being a Parent Really Make You Happier?”. Diakses
pada Maret 7, 2018 dari
https://captiveportal.ugm.ac.id:444/slogin/appoint.html?vlanid=30&_URL_=http
s://www.google.co.id/search?q=gdocs&appoint=https://internet.ugm.ac.id/en/
Cetré, Sophie. Andrew E. Clark dan Claudia Senik. (2015). “Happiness and The
Parenthood Orthodox”. Journal of Economic Literature. Diakses pada 10 Maret
2018.
http://www.parisschoolofeconomics.com/clarkandrew/HappinessandtheParentho
odParadox.pdf

Gujarati, Damodar N. (2004). Basic Econometrics: Fourth Edition. Singapore:


McGraw-Hill Inc.

Margolis, Rachel dan Mikko Myrskylä. (2012). “Happiness: Before and After the
Kids”. Max Planck Institute for Demographic Research (MPIDR). Diakses pada
7 Maret 2018, https://www.demogr.mpg.de/papers/working/wp-2012-013.pdf

Myrskylä, Mikko. (2012). “Happiness: Before and After the Kids”. Working papers of
the Max Planck Institute for Demographic Research.

Nelson.et al., (2013). “The Pains and Pleasures of Parenting: When, Why, and How Is
Parenthood Associated With More or Less Well-Being?”. American
Psychological Association DOI: 10.1037/a0035444
Pollmann-Schult, Matthias. (2014). “Parenthood and Life Satisfaction: Why Don’t
Children Make People Happy?”. Journal of Marriage and Family: 319–336 319
DOI:10.1111/jomf.12095

Samoilova, Evgenia dan Colin Vance. (2015). “Does Parenthood Make Happy People
Happier?”. Ruhr Economic Paper. Diakses pada 10 Maret 2018. http://www.rwi-
essen.de/media/content/pages/publikationen/ruhr-economic-
papers/rep_15_563.pdf

Swanson, Ana. (2016). “Does Having Children Make You Happier? Parents Who say
Yes Probably Lying”. Dikutip pada Maret 12, 2018 dari
https://www.independent.co.uk/life-style/many-parents-will-say-kids-made-
them-happier-they-re-probably-lying-a7124851.html

Wooldridge, Jeffrey M., 1960-. (2012). Introductory econometrics : a modern


approach. Mason, Ohio :South-Western Cengage Learning
Lampiran
Tabel 4.1.1 Statistika Deskriptif Model 1 Penelitian

Variabel Obs Mean Std. Dev Min Max

Happiness Orang tua 35925 0.9176 0.2749 0 1

Setelah 1 Tahun Kelahiran 35929 0.3089 0.173 0 1

Setelah 2 Tahun Kelahiran 35929 0.0284 0.1662 0 1

Setelah 3 Tahun Kelahiran 35929 0.0764 0.2657 0 1

Umur Orang Tua 35928 36.354 15.7227 14 999

Kesehatan Orang Tua 35929 0.8486 0.3583 0 1

Pendidikan Orang Tua 35809 8.3108 4.3948 0 22

Status Perkawinan 29013 0.9045 0.2939 0 1

Tingkat Pendapatan 32119 16.118 1.1624 8.5172 21.425

Status Pekerjaan 35929 0.6847 0.4646 0 1


Tabel 4.1.2 Statistika Deskriptif Model 2 Penelitian

Std.
Variabel Obs Mean Dev Min Max

Happiness Orang tua 60492 0.9144 0.2798 0 1

1 Anak Dalam Keluarga 60500 0.2648 0.173 0 1

2 Anak Dalam Keluarga 60500 0.13105 0.1662 0 1

Lebih dari 2 Anak Dalam


Keluarga 60500 0.0603 0.2657 0 1

Umur Orang Tua 60494 37.1292 15.7227 14 999

Kesehatan Orang Tua 60500 0.8224 0.3583 0 1

Pendidikan Orang Tua 60380 8.4727 4.3948 0 22

Status Perkawinan 0

Tingkat Pendapatan 52907 16.3571 1.2099 8.5171 21.425

Status Pekerjaan 60500 0.6938 0.4968 0 8

Anda mungkin juga menyukai