Disusun oleh :
Aldina Nadya Safira
15/381998/EK/20579
Gabriel Pierre
15/382014/EK/20595
Lutfiyah Sungkar
15/382027/EK/20608
Muhammad Anugrah
15/382032/EK/20613
Wulandari Agustina
15/382045/EK/20626
Abstrak
Kebahagiaan memiliki anak sering dipandang sebagai salah satu indikator pencapaian
dalam sebuah rumah tangga. Sesuai dengan laporan World Happiness Report 2016 yang
dilansir oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuktikan bahwa 65 persen negara
di dunia, khususnya di negara maju menunjukkan adanya hubungan negatif antara
parenthood dan tingkat kebahagiaan hidup. Dengan menggunakan data Indonesia
Family Life Survei (IFLS), penelitian ini melihat pengaruh kehadiran dan jumlah anak
terhadap kebahagiaan orang tua di Indonesia . Kami melakukan analisis regresi data
panel dari data IFLS4 dan IFLS5. Temuan kami menunjukkan bahwa kehadiran anak
di dalam keluarga tidak membuat orang tua lebih bahagia. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu dalam proksi variabel terkait penelitian ini.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
tim penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “BERKAH ATAU BEBAN?
ESTIMASI PENGARUH KEHADIRAN ANAK TERHADAP KEBAHAGIAAN
ORANG TUA”. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dalam memberikan masukan dan materi sehingga mampu
menyajikan informasi dengan kualitas cukup baik.
Paper ini kami susun dengan harapan mampu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca serta mampu memenuhi kriteria penilaian dalam tugas
akhir Workshop Teori Ekonomika. Untuk ke depannya diharapkan kami dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi paper agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam paper ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak orang setuju bahwa memiliki anak adalah salah satu kebahagiaan terbesar
dalam kehidupan setelah menikah. Memiliki anak selalu dipandang sebagai langkah
yang terstruktur dalam kehidupan pasangan keluarga ideal dalam membangun
rumah tangga. Rasa kebahagiaan memiliki anak, melihat tumbuh kembangnya, dan
menjalin kedekatan dengan anak menjadi hal yang dinantikan oleh kebanyakan
orang tua. Rasa kebahagiaan inilah yang menjadi alasan bagi orang tua bahwa
memiliki anak adalah bagian kehidupan yang paling berharga.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa sebuah keluarga kebahagiaannya
memuncak saat anak pertama mereka lahir, terutama satu tahun menjelang kelahiran
dan satu tahun setelah kelahiran. Walaupun pada akhirnya, kadar kebahagiaan
perlahan akan terus menurun seiring bertambahnya jumlah anak yang mereka
punya. Pernyataan tersebut serupa dengan laporan yang dirilis pada tahun 2016 oleh
American Journal of Sociology yang membuktikan bahwa orang tua yang memiliki
anak lebih bahagia dibanding yang tidak memiliki anak. Fakta ini terjadi di negara
Portugal, Hungary, Spanyol, dan Russia. Namun, laporan ini juga memberikan fakta
yang kontradiktif, yakni sebanyak 14 dari 22 negara memiliki orang tua yang
memiliki anak dengan perasaan kurang bahagia dibanding orang tua yang tidak
memiliki anak. Kesenjangan kebahagiaan terbesar terjadi di negara di Amerika,
yaitu orang tua yang memiliki anak 12 persen tidak lebih bahagia daripada orang
tua yang tidak memiliki anak. Negara kedua dengan kesenjangan kebahagiaan
terbesar, yakni Inggris sebesar 8 persen.
Melalui laporan World Happiness Report 2016 yang dilansir oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini pun membuktikan tidak sedikit
orang tidak bahagia berasal dari negara maju. Laporan tersebut memaparkan banyak
warga negara maju yang bermasalah dengan fase ‘menjadi orang tua’. PBB
menemukan setidaknya 65 persen negara menunjukkan adanya hubungan negatif
antara parenthood dan tingkat kebahagiaan hidup. Secara keseluruhan, hanya 36
dari 105 negara yang dikaji oleh World Happiness Report yang menyatakan bahwa
menjadi orang tua mendatangkan kebahagiaan. Kabar baiknya, Indonesia masih
termasuk salah satu dari 36 negara tersebut. Indonesia menempati posisi ke-27
dalam indeks tersebut.
Selanjutnya, beberapa penelitian memfokuskan pada pengaruh jumlah anak
terhadap kebahagiaan orang tua pada sejumlah negara di dunia. Dilansir dari sebuah
laporan tahunan yang diterbitkan oleh Eurostat, Badan Statistik Eropa yang melihat
tingkat kepuasaan hidup di negara-negara anggota Uni Eropa, menemukan bahwa
keluarga besar dengan jumlah anak banyak, cenderung jauh lebih bahagia
dibandingkan keluarga yang hanya memiliki satu, dua, atau tidak memiliki anak
sama sekali. Penelitian ini didukung oleh para ahli yang dimuat dalam jurnal Social
Science & Medicine membuktikan bahwa tidak memiliki anak atau jumlah anak
terlalu sedikit justru akan merugikan kesehatan karena kurangnya motivasi untuk
menjaga kesehatan mereka sendiri.
Di Indonesia sendiri, jumlah anak dalam satu keluarga masih tergolong
tinggi. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), angka ibu melahirkan di Indonesia saat ini masih relatif tinggi, yaitu 2,6
persen. Dengan kata lain, rata-rata setiap ibu di Indonesia melahirkan tiga anak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka kelahiran di Indonesia, yakni
masih adanya anggapan bahwa anak akan membawa rezeki, tingkat pendidikan
orang tua, dan faktor kepercayaan tertentu yang tidak sesuai dengan program
keluarga berencana. Selain itu, jeratan kemiskinan yang membuat orang tua berpikir
bahwa anak adalah komoditas untuk menghasilkan penghasilan bagi keluarga serta
usia pernikahan dini di Indonesia juga menjadi pendukung tingginya tingkat
kelahiran anak di Indonesia. Oleh karena itu, fakta tersebut melatarbelakangi
ketertarikan ide penelitian kami untuk membahas kasus di Indonesia terkait dengan
hubungan anak dan orang tua.
1.2 Rumusan Masalah
Ketidakinginan memiliki anak (childlessness) telah menjadi pilihan yang semakin
populer bagi pasangan keluarga khususnya di beberapa negara. Banyak penelitian
telah dilakukan dalam 2 dekade terakhir, seperti di Amerika Serikat, Data National
Survei of Growth menyatakan bahwa jumlah wanita yang berusia 30 ke-atas enggan
untuk memiliki anak dan lebih memfokuskan kebahagiaan dalam finansial dan
fleksibilitas kehidupan (Abma, J. dan Martinez, G., 2006). Selanjutnya, dikutip dari
majalah South China Morning Post, di negara Inggris, satu dari lima wanita tidak
memiliki anak pada usia 44 tahun. Selain itu, di Amerika Serikat, jumlah wanita
yang tidak memiliki anak terus meningkat, hampir dua kali lipat sejak tahun 1970-
an. Tidak hanya itu, Childlessness juga telah meningkat pada usia 30-34 dan 40-44
tahun, baik pria maupun wanita, di seluruh Eropa (Miettinen, 2015). Hal serupa juga
terjadi di Australia, diperkirakan oleh Australian Bureau of Statistics, pada tahun
2023 dan 2029, akan lebih banyak keluarga tanpa anak.
Di sisi lain, sebuah penelitian membuktikan bahwa dengan memiliki banyak
anak dalam sebuah keluarga akan meningkatkan kebahagiaan. Penelitian ini
dilakukan oleh Bronwyn Harman dari Auckland University of Technology selama
lima tahun. Dalam penelitiannya telah ditemukan kelompok yang paling puas dan
memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi adalah orang tua yang memiliki
empat anak atau lebih. Hal ini tentunya menjadi bukti menarik dari beberapa negara
yang mengalami perbedaan pengaruh kebahagiaan dalam kepemilikan anak setelah
menikah, tidak terkecuali di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, tingkat kelahiran masih terbilang cukup tinggi.
Masyarakat Indonesia masih banyak yang beranggapan bahwa memiliki anak akan
mendatangkan rezeki berupa materi ataupun kekayaan. Tidak sedikit di Indonesia
memiliki banyak anak pada satu rumah tangga, tetapi hidupnya masih
memprihatinkan khususnya dominan ekonomi keluarga menengah ke bawah.
Apabila dihadapkan dengan realita yang ada, ungkapan “banyak anak banyak
rezeki” tentu saja bukanlah persepsi yang tepat.
Melalui latar belakang di atas, kami tertarik untuk melanjutkan pembuktian
topik ini menjadi sebuah penelitian di Indonesia dengan menitikberatkan pengaruh
kehadiran anak terhadap kebahagiaan ibu menggunakan data mikro survei yang
tersedia. Selanjutnya, kami mencoba melihat pengaruh jumlah anak yang lebih
banyak di dalam keluarga untuk membuktikan apakah pengaruh tersebut merupakan
beban atau justru menambah kebahagiaan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap kebahagiaan orang tua?
1.3 Tujuan Penelitian
Kebahagiaan merupakan suatu indikator yang dinilai secara subjektif. Hal inilah
yang menyebabkan hasil kontradiktif di beberapa negara terkait kebahagiaan orang
tua terhadap pengaruh dari kehadiran anak. Penelitian ini nantinya akan mengarah
pada kesimpulan mengenai hubungan antara tingkat kebahagiaan orang tua dengan
pengaruh kehadiran anak di Indonesia. Harapannya, penelitian ini memberikan
pembuktian bahwa anak memiliki hubungan dengan kebahagiaan orang tua. Dengan
demikian, penelitian ini mampu memberikan kontribusi pemikiran kepada
masyarakat dan formulasi kebijakan bagi pemerintah serta instansi terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai pemilihan metode estimasi yang terbaik,
hasil estimasi dan penjelasan mengenai pengaruh dari keseluruhan variabel independen
terhadap Tingkat kebahagiaan orang tua di Indonesia berdasarkan IFLS 4 dan 5.
4.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menyediakan gambaran umum mengenai data – data yang
digunakan dalam penelitian. Namun, informasi yang dihasilkan dari statistik
deskriptif tidak dapat digunakan untuk menarik kesimpulan (Siagian dan Sugianto
dalam Larasati 2012). Dalam lampiran tabel 4.1.1 dan 4.1.2 merangkum hasil dari
statistik deskriptif pada model 1 dan model 2. Data–data penelitian ini dideskripsikan
secara statistik dengan melihat data pada periode observasi.
4.2 Model Tingkat Kebahagiaan Orang tua terhadap Anak
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan software Stata13 yang diestimasi
menggunakan Ordinary Least Squares (OLS) dan fixed effect model. Sesuai dengan
hipotesis dan kontrol variabel yang mempengaruhi variabel independen, kami
menggunakan dua model estimasi. Pada model 1, kami mengestimasi tingkat
kebahagiaan pada pasangan terhadap kehadiran anak dengan proxy pascakelahiran.
Sementara pada model 2, kami mengestimasi kembali kebahagiaan pasangan
tersebut dengan jumlah anak yang dimiliki dalam keluarga.
Pada tabel 4.2.1 kami menunjukkan estimasi untuk model 1 dengan mengontrol
variabel umur, pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, kesehatan, dan
tingkat pendapatan rumah tangga. Satu tahun setelah kelahiran anak memiliki
pengaruh positif terhadap kebahagiaan seseorang. Sementara tidak ada cukup bukti
untuk setelah dua tahun kelahiran, maupun selebihnya.
Dari estimasi tersebut kami menduga adanya pengaruh Social Roles , dimana
adanya pandangan bahwa kehadiran anak akan melengkapi kehidupan berumah
tangga (Nelson et al., 2013). Peningkatan kebahagiaan orang tua hanya terjadi satu
tahun pascakelahiran diakibatkan adanya perasaan bahagia yang timbul dari adanya
perubahan peran menjadi orang tua. Perasaan bahagia ini tentunya menjadi salah satu
hal alamiah, terlebih terjadi pada anak kelahiran pertama. Bahkan, orang tua rela
untuk menghabiskan waktu untuk mengurus anaknya dan mengurangi waktu untuk
diri pribadinya. Analisis ini sejalan dengan peneliti dari University of Western
Ontario ini menemukan kebahagiaan orang tua akan meningkat saat anak pertama
mereka lahir setahun pascakelahiran.
Tabel 4.2.1 Estimasi Regresi Model 1 Penelitian
Variabel Independen Tingkat Kebahagiaan Orang Tua
OLS FIXED
0.01 0.052
Setelah 1 Tahun Kelahiran
(0.009) (0.021)**
-0.005 0
Setelah 2 Tahun Kelahiran
(0.01) (0.021)
-0.006 0.002
Setelah 3 Tahun Kelahiran
(0.006) (0.015)
-0.001 -0.006
Umur Orang Tua
(0.000)*** (0.002)***
0.087 0.072
Kesehatan Orang Tua
(0.005)*** (0.013)***
0.004 0.002
Pendidikan Orang Tua
(0.000)*** (0.004)
0.082 0.093
Status Perkawinan
(0.006)*** (0.026)***
0.015 0.021
Tingkat Pendapatan
(0.002)*** (0.005)***
(0.02) 0.007
Status Pekerjaan
(0.004)*** (0.014)
(0.026)*** (0.0104)***
F 147.27 9.78
OLS FIXED
(0.003)*** (0.005)***
(0.004) (0.007)***
(0.005)*** (0.10)***
(0.000)*** (0.000)***
(0.000)*** (0.002)***
(0.005)*** (0.013)***
(0.003)*** (0.006)
(0.005)*** (0.012)***
(0.001)*** (0.002)***
(0.018)*** (0.111)***
F 287.98 29.06
*, ** dan *** menunjukkan tingkat signifikasi statistik pada level 1% , 5% dan 10%
Selanjutnya, tabel 4.2.2 merupakan hasil estimasi mengenai hubungan antara
tingkat kebahagiaan orang tua dengan jumlah anak yang dimiliki dalam keluarga
dengan mengontrol variabel umur, pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan,
kesehatan dan tingkat pendapatan rumah tangga. Dari tabel tersebut diketahui bahwa
kehadiran anak dapat menurunkan kebahagiaan individu. Jumlah anak berapapun
memiliki korelasi negatif dengan kebahagiaan.
Dengan bertambahnya anggota keluarga, dalam hal ini kaitannya adalah anak,
beban yang dimiliki dari keluarga tersebut tentunya akan bertambah. kebahagiaan yang
dirasakan orang tua saat anak kedua lahir tak begitu besar sebab ini bukanlah hal yang
baru bagi keduanya. Tak heran ketika anak ketiga dan seterusnya lahir, kebahagiaan
orang tua justru menurun. Beberapa hal yang menbuktikan hasil penelitian kami adalah
orang tua akan berfokus pada tumbuh kembang anak yang membuat waktu yang
dimiliki orang tua untuk beristirahat menjadi berkurang.
Pada kedua hasil ini, menunjukkan hasil yang kontradiktif. Pada saat
menggunakan pascakelahiran pada model 1, kehadiran anak pada satu tahun
pascakelahiran mampu meningkatkan kebahagiaan seorang individu. Lain halnya pada
model kedua, jumlah anak menunjukkan hasil negatif terhadap kebahagiaan. Efek dari
pascakelahiran ini lebih bersifat sementara, karena tidak terbukti pada dua tahun atau
lebih dan dipengaruhi oleh peranan sosial. Meskipun hal ini bertolak belakang dengan
penemuan di Inggris bahwa 1 tahun pasca kelahiran menyebabkan orangtua jadi lebih
tidak bahagia (Myrskyla dan Margolis, 2012). Karena adanya keterbatasan penelitian
dari segi data, penelitian ini tidak dapat memisahkan efek dari kelahiran, sebelum dan
setelahnya, secara lebih spesifik layaknya penelitian sebelumnya (Clark, et al., 2008).
BAB V
PENUTUP
Aasíve et al. (2011). “Happiness and Childbearing Across Europe”. Springer Science +
Business Media. Diakses pada 12 Maret 2018.
https://link.springer.com/article/10.1007/s11205-011-9866-x
Alesina, Alberto et al. (2003). “Inequality and Happiness: Are Europeans and
Americans Different?”. Journal of Public Economics. Diakses pada 14 Maret
2018. http://www.people.hbs.edu/rditella/papers/jpubehappyineq.pdf
Angeles. (1997). “Do Children Make Us Happier?”. Working Papers from Business
School - Economics, University of Glasgow. Diakses pada 10 Maret 2018.
https://www.iser.essex.ac.uk/research/publications/513085
Brogaard, Berit. (2015).”Does Being a Parent Really Make You Happier?”. Diakses
pada Maret 7, 2018 dari
https://captiveportal.ugm.ac.id:444/slogin/appoint.html?vlanid=30&_URL_=http
s://www.google.co.id/search?q=gdocs&appoint=https://internet.ugm.ac.id/en/
Cetré, Sophie. Andrew E. Clark dan Claudia Senik. (2015). “Happiness and The
Parenthood Orthodox”. Journal of Economic Literature. Diakses pada 10 Maret
2018.
http://www.parisschoolofeconomics.com/clarkandrew/HappinessandtheParentho
odParadox.pdf
Margolis, Rachel dan Mikko Myrskylä. (2012). “Happiness: Before and After the
Kids”. Max Planck Institute for Demographic Research (MPIDR). Diakses pada
7 Maret 2018, https://www.demogr.mpg.de/papers/working/wp-2012-013.pdf
Myrskylä, Mikko. (2012). “Happiness: Before and After the Kids”. Working papers of
the Max Planck Institute for Demographic Research.
Nelson.et al., (2013). “The Pains and Pleasures of Parenting: When, Why, and How Is
Parenthood Associated With More or Less Well-Being?”. American
Psychological Association DOI: 10.1037/a0035444
Pollmann-Schult, Matthias. (2014). “Parenthood and Life Satisfaction: Why Don’t
Children Make People Happy?”. Journal of Marriage and Family: 319–336 319
DOI:10.1111/jomf.12095
Samoilova, Evgenia dan Colin Vance. (2015). “Does Parenthood Make Happy People
Happier?”. Ruhr Economic Paper. Diakses pada 10 Maret 2018. http://www.rwi-
essen.de/media/content/pages/publikationen/ruhr-economic-
papers/rep_15_563.pdf
Swanson, Ana. (2016). “Does Having Children Make You Happier? Parents Who say
Yes Probably Lying”. Dikutip pada Maret 12, 2018 dari
https://www.independent.co.uk/life-style/many-parents-will-say-kids-made-
them-happier-they-re-probably-lying-a7124851.html
Tabel 4.1.2 Statistika Deskriptif Model 2 Penelitian
Std.
Variabel Obs Mean Dev Min Max
Status Perkawinan 0