Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Evidence Based Midwifery ?
2. Bagaimanakah evidence based baby friendly ?
3. Bagaimanakah evidence based memulai pemberian asi sejak dini dan ekslusif ?
4. Bagaimanakah evidence based regulasi suhu bayi baru lahir dengan kontak kulit ke kulit ?
5. Bagaimanakah evidence based pemotongan tali pusat ?
6. Bagaimanakah evidence based perawatan tali pusat ?
7. Bagaimanakah evidence based stimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita ?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui apa itu evidence based midwifery.
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based baby friendly.
3. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based memulai pemberian asi sejak dini dan
ekslusif
4. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based regulasi suhu bayi baru lahir dengan
kontak kulit ke kulit
5. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based pemotongan tali pusat
6. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based perawatan tali pusat
7. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. RCM Bidan
Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 (Rivers, 1987), dan telah lama berisi
bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada awal abad ini,
peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, dan dalam membuka kedua atas dan
berkembang diakui untuk platform untuk yang paling ketat dilakukan dan melaporkan
penelitian. Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh dan untuk bidan. EBM secara resmi
diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan
di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang 'untuk
membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan
EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek dan
profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis
filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi,
terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk
B. Baby Friendly
Baby friendly atau baby friendly intiviate (inisasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa
internasional yang didirikan oleh WHO/UNICEF pada ahun 1991 untuk mempromosikan,
melindungi, dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui. Untuk membantu dalam
pelaksanaan inisiatif, alat dan bahan berbeda yang dikembangkan, diuji lapangan dan disediakan.
Alat tambahan tersebut dikembangkan setelah itu, seperti pemantauan dan penilaian ulang alat.
Sejak meluncurkan The Hospital Initiative Bayi ramah (BFHI) telah berkembang, dengan lebih
dari 152 negara di seluruh dunia menerapkan inisiatif yang memiliki dampak yang terukur dan
terbukti, meningkatkan kemungkinan bayi yang ASI eksklusif selama enam bulan pertama.
A. Kesimpulan
Evidence based midwifery didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu
mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tuguh bidan berorientasi
akademis. Dalam melakukan asuhan kebidanan bayi baru lahir yang berdasarkan evidence based
kita dapat melakukan tindakan yang diterapkan dengan mengikuti perkembangan dalam bidang
kesehatan yang diantaranya meliputi:
1. Baby Friendly
2. Memulai Pemberian ASI Sejak Dini dan Ekslusif
3. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir Dengan Kontak Kulit Ke Kulit
4. Pemotongan Tali Pusat
5. Perawatan Tali Pusat
6. Stimulasi Pertumbuhan Dan Perkembangan Bayi Dan Balita
B. Saran
Adapun saran kami sebagai penyusun, yaitu sebagai seorang yang menggeluti profesi
kebidanan kita bisa lebih membuka wawasan, rajin mengupdate ilmu-ilme terbaru agar tak
ketinggalan mengingat semakin canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan asing seperti mikroorganisme,
molekul-molekul berpotensi toksik, atau sel-sel tidak normal (sel terinf eksi virus atau malignan).
Sistem ini menyerang bahan asing atau antigen dan juga mewujudkan peringatan tentang
kejadian tersebut supaya pendedahan yang berkali-kali terhadap bahan yang sama akan
mencetuskan gerak balas yang lebih cepat dan bertingkat.
1) IgS
Antibodi yang paling banyak (85% dari antibodi dalam sirkulasi), ditemukan di darah dan semua
kompartemen cairan termasuk cairan serebrospinalis. Di produksi dalam jumlah yang besar pada
respon adaptip sekunder sehingga mencerminkan riwayat pajanan terhadap patogen. Bertahan
lama. Dapat berdif usi keluar dari aliran darah ke tempat inf eksi akut dan dapat menembus
plasenta. Bekerja sebagai opsonin kuat yang menjembatani f agosit dan sel sasaran. Penting
dalam pertahanan terhadap bakteri dan pengaktifan sistem komplemen melalui jalur klasik.
2) IgM
Molekul IgM bergabung dalam kelompok lima “pentamer IgM” sehingga cenderung
menggumpalkan antigen yang menjadi sasaran fagosit dan sel NK. Merupakan molekul besar
sehingga tidak dapat berdif usi keluar aliran darah. Merupakan aktivator kuat sistem komplemen,
penting dalam respon imun terhadap bakteri. Antibodi pertama yang diproduksi daat tubuh
menghadapi suatu antigen baru.
3) IgA
Sebagian besar dalam sekresi, misalnya air liur, air mata, keringat, dan air susu terutama
kolostrum. Menyatu dalam kelompok yang terdiri atas dua atau tiga molekul. Melindungi tubuh
dengan melekat ke patogen dan mencegah perlekatan patogen ke rongga tubuh. Tidak dapat
mengaktif kan komplemen atau menembus plasenta.
4) IgE
Ekornya berlekatan dengan reseptor di sel mast sehingga berperan dalam peradangan akut,
respon alergi dan hipersensitivitas. Tempat pengikatan untuk antigen di parasit yang lebih besar,
misalnya cacing dan flukes. Sebagian orang memiliki IgE untuk protein lingkungan yang tidak
berbahaya misalnya serbuk sari, kutu debu rumah, dan penisilin.
5) IgD
Jarang disintesis, hanya sedikit yang diketahui tentang fungsinya. Berukuran besar, hanya dapat
ditemukan di darah. Mungkin terlibat dalam stimulasi sel B oleh antigen.
Pada kehamilan dimana antibodi yang dihasilkan janin jauh sangat kurang untuk merespon invasi
antigen ibu/invasi bakteri. Dari minggu ke 20 kehamilan, respon imun janin terhadap antigen
mulai meningkat. Respon janin dibantu oleh pemindahan molekul antibodi dari ibu (asalkan
ukurannya tidak terlalu besar) ke janin sehingga memberikan perlindungan pasif yang menetap
sampai beberapa minggu. Proses kelahiran sendiri, mulai dari pecahnya kantong amnion yang
tersegel dan seterusnya akan membuat janin terpajan dengan mikroorganisme baru. Candida
albicans, gonococcus dan herpes virus dapat dijumpai pada vagina. Pada kasus infeksi herpes
yang diketahui, pelahiran pervaginam tidak diperbolehkan. Begitu lahir, bayi cenderung akan
bertemu dengan Staphylococcus aureus, suatu mikroorganisme dimana resisten bayi tehadapnya
sangat kecil.
Untuk mengimbangi status imunologi yang belum berkembang dengan baik pada bayi baru lahir,
maka pengawasan antenatal yang cermat, pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi atau terapi untuk mengatasi infeksi, teknik-teknik melahirkan yang aseptik tanpa
memasukkan mikroorganisme dan perawatan yang cermat dengan memperhatikan segala aspek
dalam penanganan bayi baru lahir, semuanya ini merupakan tindakan yang sangat penting.
Dalam perkembangannya, Janin dapat terlindung dari lingkungan yang berbahaya selama dalam
kandungan. Umumnya kuman patogen atau bibit penyakit tidak dapat menembus barier placenta.
Bayi yang baru lahir, tanpa adanya antibodi, akan sangat mudah terinfeksi. Bayi yang mature
telah memperoleh antigen dan imunitas pasif dari ibu terhadap jenis-jenis tertentu dalam waktu 6
minggu atau lebih sebelum dilahirkan. Namun demikian, bayi yang meninggalkan lingkungan
yang steril untuk kemudian secara tiba-tiba bertemu dengan banyak mikroorganisme dan antigen
lainnya. Diperlukan waktu beberapa minggu sebelum imunitas aktif terbentuk.
Proses penyaluran imun pasif dari maternal: Sistem imun janin diperkuat oleh penyaluran
imunoglobulin menembus plasenta dari ibu kepada janinnya melalui aliran darah yang membawa
antibodi serta penyaluran melalui air susu. Profil imunoglobulin yang disalurkan melalui plasenta
dan disekresikan melalui air susu bergantung pada mekanisme transportasi spesifik untuk
berbagai kelas imunoglobulin. IgG ibu menembus plasenta ke dalam sirkulasi janin melalui
mekanisme aktif spesifik, yang efektif dari sekitar usia gestasi 20 minggu, tetapi aktivitasnya
meningkat pesat sejak usia gestasi 34 minggu. Ibu akan menghasilkan respons imun terhadap
antigen yang ia temui dengan menghasilkan IgG, yang dapat melewati plasenta. Bahkan kadar
IgG ibu rendah, IgG akan tetap di salurkan melalui plasenta. Hal ini berarti janin akan mendapat
imunisasi pasif terhadap patogen yang besar ditemukan di lingkungan setelah lahir. Imunitas
pasif ini memberikan perlindungan temporer penting pascanatal sampai sistem bayi sendiri
matang dan menghasilkan sendiri antibodi
1. e. Reaksi Antigen-Antibodi
Dalam bidang imunologi, kuman tau racun (toksik) disebut sebagai antigen. Secara khusus,
antigen tersebut merupakan protein dari kuman atau protein racunnya. Bila antigen pertama kali
masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila
antigen tersebut kuman, zat anti yang dibentuk disebut antibodi. Berhasil atau tidaknya tubuh
memusnahkan antigen atau kuman bergantung pada jumlah zat anti yang dibentuk. Pada
dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antigen/antitoksim terhadap antigen
tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai ”pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada
reaksi ke-2 dan ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai dalam membetuk zat anti yang
cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-antibody, tubuh anak dengan dengan kekuatan zat
antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman.
Dengan dasar reaksi antigen tubuh anak akan memberikan perlawanan terhadap benda-benda
asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan
demikian anak akan terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi setelah beberapa bulan/tahun,
jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuhpun akan menurun. Agar
tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak tersebut harus
mendapatkan suntikan/ imunisasi ulang.
1. f. Imunisasi pada Neonatus
Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal atau resistan. Imunisasi berarti pemberian kekebalan
terhadap suatu penyakit tertentu. Tujuan dari pemberian imunisasi adalah untuk mencegah
terjadinya penyakit infeksi tertentu, bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat
mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat dan kematian Imunisasi yang diberikan pada
neonatus adalah:
1) BCG
Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG
diberikan pada semua bayi baru lahir (neonatus) sampai usia kurang dari 2 bulan. Penyuntikan
biasanya dilakukan di bagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi
yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat
timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan,dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar
daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan pada suhu
2-8 oC . vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. Vaksin BCG diberikan pada
anak ketika umur ≤ 2 bulan dan sebaiknya dilakukan uji Mantoux terlebih dahulu.
Penyuntikan BCG secara IC yang benar akan menimbulkan ulkus local superficial di 3 minggu
setelah penyuntikan. Ulkus akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan
diameter 4-8 mm tergantung pada dosis yang diberikan, dan apabila penyuntikan dilakukan
terlalu dalam maka parut akan tertarik ke dalam (retracted). Limfadentitis supuratif di aksila atau
leher juga kadang dapat dijumpai tergantung pada umur anak, dosis, dan galur yang dipakai yang
akan sembuh dengan sendirinya. Tidak perlu diberikan antituberkulosis sistemik karena hasilnya
tidak efektif. BCG-it is desiminasi jarang terjadi, biasanya berhubungna dengan imunosefisiensi
berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritasi, lupus vulgaris, dan osteomelitis.
Komplikasi ini haru diobati dengan kombinasi obat antituberkulosis.
Kontraindikasi
Tidak dianjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika ditemukan hal-hal berikut :
– Terinfeksi HIV dan atau resiko tinggi HIV, imunokompromais akibat pengobatan
sortikosteroid, obat imunosupresif , sedang menjalani terapi radiasi, serta menderita penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.
– Kehamilan
Rekomendasi
– Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan sputum BTA
(+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu dan jika kontak sudah tenang
dapat diberi BCG
– Jangan lakukan imunisasi BCG pda bayi atau anak dengan imunodefisiensi misalnya
HIV, gizi buruk, dan lain-lain.
2) Hepatitis B
Hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali. Pada masa neonatus, imunisasi ini hanya diberikan saat
bayi berusia 12 jam setelah lahir. ini diberikan dengan satukali suntikan dosis 0,5 ml.
Pemberian imunisasai hepatitis B harus berdasarkan status HbsAg ibu dan pada saat melahirkan,
sebagai berikut:
Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg tidak diketaui. Diberikan vaksin rekombinan
(HB vax-II 15 atau engerik B 10 ) IM dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua
diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga umur 6 bulan. Apabila pemeriksaan selajutnya
diketahui HbsAg-nya negative, segera berikan 0,5 mL HBIG (sebelum 1 minggu)
Bayi lahir dari ibu HbsAg positif. Dalam kurun waktu 12 jam setelah lahir, secara
bersamaan, erikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan, im disisi tubuh yang berlainan.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ke tiga pada usia 6 bulan.
Bayi lahir dari ibu dengan HbsAg negative. Diberikan vaksin rekombinan atau vaksin
plasma derived secara IM pada umur 2-6 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan
kemudian dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama .
Dari hasil riset membuktikan bahwa bayi yang sudah mendapatkan vaksin sebanyak 3x , pada
umur 5 tahun masih terdapat titer antibody nti HBsAg protektif (> 10 mlU/ml) itu artinya vaksin
hepatitis B tidak perlu dilakukan kecuali titer anti HbsAg < 10 lU/ml. namun bila sampai anak
berumur 5 tahun belum mendapat vaksin, maka secepatnya berikan. Ulangan imunisasi hepatitis
B (hep B-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.
KIPI
Efek samping yang terjadi pascaimunisasi hepatitis B pada umumnya ringan , hanya berupa
nyeri, bengkak, panas, mual, dan nyeri sendi maupun otot.
Kontraindikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.
– Usia tua
– Infeksi HIV
– Pecandu alcohol
Pada keadaan diatas imunisasi perlu diulangi dengan meningkatkan dosis (2x)
3) Polio
Untuk imunisasi dasar (polio 1,2,3) vaksin diberikan 2 tetes per oral dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Karena Indonesia merupakan daerah endemic polio, maka PPI menambahkan
imunisasi polio segera setelah lahir ( polio-0 pada kunjungan 1) dengan tujuan untuk
meningkatkan cakupan imunisasi. Polio-0 diberikan saat bayi akan pulang ke rumahnya.
Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6
tahun). Vaksin peroral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8 oC, jangan tempatkan pada saat
terbuka. Dapat pula disimpan beku pada temperature 20 oC dapat dipakai 2 tahun dapat dicairkan
dengan cara ditematkan pada telapak tangan dan digulir-gilirkan, jaga agar warna tidak berubah,
dan tanggal kadaluarsa tidak terlampaui, hal ini dapat juga dapat berlaku pada vaksin yang telah
terpakai.
Kontraindikasi
– Mengalami peyakit akut atau demam (> 38,5 oC), imunisasi harus ditunda
– Dalam masa pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif oral maupun suntikan juga
pengobatan radiasi umum
1) Imunisasi Hepatitis B
b) Diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% hamil merupakan
pengidap hepatitis dengan resiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45%.
e) Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir +
imunisasi Hepatitis B. Dosis kedua 1 bulan berikutnya. Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6
bulan).
f) Bayi lahir dari ibu HBsAg (-) diberikan vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived
secara IM, pada umur 2-6 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga
diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama.
g) Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui. Diberikan vaksin
rekombinan (HB Vax-II 5 mcgatau Engerix B 10 mcg) atau vaksin plasma derived 10 mcg, IM
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga umur 6
bulan.
i) Apabila sampai 5 tahun anak belum pernah mendapatkan imunisasi hepatitis B, maka
secepatnya diberikan.
j) Ulangan pemberian imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.
KIPI
Efek samping yang terjadi pascaimunisasi hepatitis B pada umumnya ringan , hanya berupa
nyeri, bengkak, panas, mual, dan nyeri sendi maupun otot.
Kontraindikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.
2) Imunisasi Polio
a) Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam
amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah
c) Diberikan sesegera mungkin saat bayi akan dipulangkan dari rumah sakit atau rumah
bersalin.
d) Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml). Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4
minggu dan imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI
Kontraindikasi
– Mengalami peyakit akut atau demam (> 38,5 oC), imunisasi harus ditunda
– Dalam masa pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif oral maupun suntikan juga
pengobatan radiasi umum
a) Terdiri dari
– Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya.
– Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.
– Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi
lokal, peradangan dan nekrosis setempat.
– Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik
– Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi
selanjutnya diganti dengan DT atau DpaT
Efek samping
– Panas
Kebanyakan terjadi pada sore hari setelah mendapatkan suntikan DPT, tetapi akan sembuh dalam
1-2 hari. Namun bila terjadi panas lebih dari 1 hari setelah imunisasi maka itu bukanlah
disebabkan vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang harus di teliti lebih lanjut. Berikan 1/4
tablet antipiuretik untuk mengatasi efek samping tersebut bila panas lebih dari 39 oC , anjurkan
agar anak tidak dibungkus dengan baju tebal dan mandikan anak dengan cara membasuh.
Sebagian anak merasakan nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan. Hal ini tidak
berbahaya dan tidak perlu pengobatan.
– Peradangan
Bila pembengkakan terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksin, maka hal itu mungkin
disebabkan oleh peradangan yang mungkin disebabkan oleh beberapa factor berikut: jarum
suntik tidak steril, penyuntikan kurang dalam.
– Kejang-kejang
Reaksi ini jarang terjadi, tapi perlu diketahui oleh petugas. Reaksi ini disebabkan oleh komponen
pertusis dari DPT. Oleh karena efek samping ini cukup berat, maka anak yang pernah mendapat
reaksi ini tidak boleh mendapatkan vaksin DPT lagi, tapi diganti menjadi vaksin DT saja.
4) Imunisasi Campak
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan +
kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.
– Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
– Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
– Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
– Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi.
Kejadian encefalitis lebih jarang.
KIPI
Reaksi KIPI campak banyak dijumpai pada imunisasi ulang dengan vaksin campak dari virus
yang dimatikan. Sedangkan untuk vaksin dengan virus yang dilemahkan kejadian KIPI telah
menurun. Gejala KIPI campak berupa demam tinggi lebih dari 39,5 oC yang terjadi 5-15 % kasus
yang mulai dijumpai pada hari ke-5 dan ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien pada hari ke-7 dan ke-10 sesudah imunisasi selama 2-4
hari. Reaksi KIPI berat terjadi juka diteukan gangguan fungsi system saraf pusat seperti
ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.
Imunisasi Ulang
Dianjurkan pemberian campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun) guna
mempertinggi serokonversi. Atau dalam situasi seperti berikut: apabila terdapat kejadian luar
biasa peningkatan kasus campak maka anak SD,SMP,SMA dapat diberikan imunisasi ulang;
setiap orang yang sudah imunisasi campak yang virusnya dimatikan; setiap orang yang sudah
pernah mendapatkan immunoglobulin; setiap orang yang tidak dapat menunjukkan catatan
imunisasinya.
Kontraindikasi
Kontraindikasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, memperoleh
pengobatan immunoglobulin atau kontak dengan darah, hamil, memiliki riwayat alergi, dan
sedang memperoleh pengobatan imunosupresan.
5) Imunisasi Hib
– Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali
– Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.
– Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, vaksin Hib hanya diberikan sekali.
Jadwal imunisasi yang wajib diberikan kepada neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah seperti
tabel dibawah ini:
Sedangkan untuk imunisasi yang sifatnya “dianjurkan”, jadwalnya seperti tabel berikut ini:
Tujuan pemberian imunisasi pada bayi dan balita adalah untuk mencegah penyakit pada bayi dan
balita yang pada akhirnya akan menghilangkan penyakit tersebut. Terdapat 2 jenis imunisasi,
yaitu
a) Imunisasi Aktif
Tubuh akan memproduksi sendiri zat anti setelah adanya rangsangan antigen (virus yang telah
dilemahkan) dari luar tubuh. Tubuh yang terpapar antigen akan membentuk zat anti terhadap
antigen tersebut. Keberhasilan pemusnahan antigen tersebut tergantung pada jumlah antigen
yang berhasil dibentuk atau dimiliki oleh tubuh. Jumlah zat anti yang cukup tinggi biasanya
diperoleh setelah tubuh mengalami reaksi kedua, ketiga dan seterusnya. Pembentukan zat anti
akibat paparan kembali antigen yang sama pada tubuh akan berlangsung lebih cepat. Titer
antibodi yang terbentuk akibat rangsangan antigen pada tubuh untuk pertama kalinya tidak tinggi
dan kadarnya cepat menurun. Oleh sebab itu, pemberian imunisasi ulang (boster) perlu dilakukan
untuk mempertahankan jumlah zat anti yang tetap tinggi di dalam tubuh.
b) Imunisasi Pasif
Tubuh anak tidak memproduksi antibodi sendiri, melainkan kekebalan tersebut didapatkan dari
luar dengan cara penyuntikan bahan/serum yang telah mengandung zat anti, atau anak tersebut
mendapat zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan, setelah memperoleh zat penolak,
prosesnya cepat, tetapi tidak bertahan lama. Kekebalan pasif terdapat 2 cara:
Kekebalan pasif alamiah yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya dan
tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir). Misalnya
difteri, tetanus,dan morbili.
Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan yang diperoleh setelah mendapat suntikan zat
penolak. Misalnya, vaksinasi ATS.
Jadi dapat disimpulkan, perbedaan antara imunisasi aktif dan imunisasi pasif bahwa pada
imunisasi aktif diperlukan waktu yang lebih lama untuk membuat zat anti dibandingkan
imunisasi pasif. Kekebalan yang didapat dari imunisasi aktif bertahan lama, sedangkan imunisasi
pasif berlangsung hanya beberapa bulan.
Yang termasuk imunisasi wajib, yaitu BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, Campak, DT, TT.
Sedangkan yang termasuk imunisasi yang hanya dianjurkan pemerintah dapat digunakan untuk
mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemic atau untuk kepentingan tertentu.
Imunisasi anjuran pemerintah, yaitu MMR, tifus, HiB, hepatitis A, dan varisela. Selanjutnya,
akan dibahas imunisasi anjuran pemerintah.
1) Imunisasi MMR
Anak sebaiknya mendapatkan 2 kali vaksin MMR. Dosis pertama diberikan diantara usia 12-15
bulan, sedang dosis kedua dapat diberikan pada usia 4-6 tahun sebelum anak masuk SD. Apabila
ketika terjadi wabah, vaksin MMR dapat diberikan sebelum berusia 1 tahun. Ini diberikan
sebagai pencegahan jangka pendek saja, nantinya tetap harus diberikan 2 dosis vaksin ini pada
jadwal seperti disebutkan diatas.
Efek samping imunisasi MMR dapat berupa demam dan bercak kemerahan yang timbul sekitar
1-2 minggu setelah imunisasi. Reaksi ini akan menghilang dalam beberapa hari. Kejang demam
kadang dapat terjadi pada anak yang diberikan imunisasi MMR. Anak yang diketahui alergi berat
terhadap gelatin atau neomycin antibiotik tidak boleh diberikan imunisasi MMR. Demikian juga
anak yang mempunyai reaksi alergi berat setelah vaksin MMR tidak boleh diberikan vaksin
MMR ulangan. Anak yang kekebalan tubuhnya ditekan (karena mempunyai penyakit seperti
kanker atau infeksi HIV, atau pengobatan semacam steroid) sebaiknya dievaluasi oleh dokter
sebelum diberikan vaksin MMR. Anak yang baru mandapatkan transfusi atau produk darah
lainnya sebaiknya menunggu beberapa bulan sebelum mendapatkan MMR.
2) Imunisasi Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi.
Penyakit ini menyebabkan demam tinggi, lemas, sakit perut, sakit kepala, kurang nafsu makan
dan kadang bercak kemerahan. Jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian pada 30%
penderita. Pada umumnya penyakit ini menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi.
Saat ini ada dua macam imunisasi yang dapat digunakan untuk mencegah demam tifoid. Yang
pertama diberikan dengan suntikan (kuman mati) dan yang kedua diberikan dengan kapsul
(kuman hidup dilemahkan).
Imunisasi suntikan dapat diberikan pada anak berusia 2 tahun atau lebih. Satu dosis dapat
diberikan setiap 2-3 tahun. Imunisasi oral dapat diberikan pada saat anak berusia 6 tahun atau
lebih. Diberikan 4 dosis dengan jarak setiap 2 hari. Dapat diulang tiap 5 tahun.
Pada vaksin suntikan dapat timbul reaksi ringan seperti demam, sakit kepala, kemerahan dan
nyeri pada tempat suntikan. Vaksin tifoid oral jangan diberikan bersamaan dengan antibiotika.
Beri jarak waktu lebihdari 24 jam dengan antibiotika terakhir. Dapat timbul demam, sakit kepala,
mual muntah. Jika terdapat kejadian serius atau tidak biasa seteah pemberian vaksin ini segera
hubungi dokter.
3) Imunisasi Hib
Vaksin Hib ini merupakan vaksin berisi kuman dimatikan, dan dibuat hanya dari sebagian kuman
Haemophilus influenza b. Anak sebaiknya mendapatkan 3-4 kali dosis vaksin ini, tergantung dari
produsen pembuat vaksin yang digunakan oleh dokter. Dosis penguat diberikan pada usia antara
12 – 15 bulan. Anak yang telah berusia 5 tahun atau lebih tidak perlu diimunisasi dengan vaksin
Hib. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan vaksin DTap atau dengan vaksin hepatitis B.
vaksin ini bekerja sama baiknya dan sama amannya dengan vaksin yang diberikan secara
terpisah.
Hib merupakan imunisasi yang sangat aman. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit atau
meningitis akibat Hib dan biasanya tidak menyebabkan efek samping serius. Sebagian kecil anak
yang mendapatkan imunisasi ini akan mengalami kemerahan, bengkak pada lokasi suntikan atau
demam. Reaksi ini biasanya timbul dalam 24 jam pertama setelah suntikan dan akan menghilang
dalam 2-3 hari. Bayi yang berusia kurang dari 4 minggu sebaiknya tidak diberikan imunisasi
karena daya imunitas yang ditimbulkan masih belum baik.
4) Imunisasi Hepatitis A
Hepatitis A adalah penyakit hati berat yang ditimbulkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV
dapat ditemukan pada tinja penderita hepatitis A dan biasana menular jika diminum atau makan
sesuatu yang tercemar dengan virus ini. Penyakit ini ditandai dengan gejala seperti flu, kuning
pada mata dan kulit, mencret dan sakit perut.
Imunisasi Hepatitis A dapat mencegah penyakit ini, dan sangat dianjurkan bagi anak berusia 12
bulan atau lebih terutama didaerah endemis. Diperlukan 2 dosis untuk dapat memberikan
kekebalan seumur hidup. Dosis ini diberikan dengan jarak waktu minimal 6 bulan.
5) Imunisasi Varicella
Vaksin varicella merupakan vaksin yang berisi virus hidup. Vaksin ini diberikan di Jepang
selama 20 tahun. Di Amerika Serikat, vaksin ini digunakan dari tahun 1995. Satu dosis vaksin
varicella direkomendasikan untuk anak berusia 12-18 bulan. Anak yang tidak mendapatkan
vaksin ini dapat diberikan satu dosis sampai ketika berusia 13 tahun. Usia diatas itu harus
diberikan 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu terpisah. Anak yang sudah pernah sakit cacar air tidak
perlu diberikan imunisasi ini.
Vaksin ini dapat mencegah cacar air 70% sampai 90% dan dapat mencegah penyakit berat
sampai lebih dari 95%. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan imunitas seumur hidup. Sekitar
1% – 2 % anak yang mendapatkan imunisasi ini tetap menderita cacar air, tetapi biasanya
gejalanya sangat ringan.
Varicella merupakan vaksin yang sangat aman. Pada beberapa anak dapat timbul bengkak dan
kemerahan pada lokasi suntikan. Juga dapat timbul bercak kemerahan dalam 1-3 minggu setelah
imunisasi. Kejadian kejang demam juga pernah dilaporkan setelah imunisasi, namun sangat
jarang. Anak yang diketahui alergi terhadap gelatin atau neomisin jangan diberikan vaksin ini.
Anak dengan efeisiensi imun seperti kanker atau HIV harus dievaluasi oleh dokter terlebih
dahulu sebelum diberikan imunisasi ini.
Pemberian imunisasi pada anak adalah penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi misalnya penyakit TBC, diphteri
tetanus, pertusis, polio, campak, dan hepatitis B. Bahkan sekarang telah masuk ke Indonesia
vaksin MMR untuk mencegah measles (campak), mumps (parotitis) dan rubela (campak jerman).
Dengan melaksanakan imunisasi yang lengkap maka diharapkan dapat dicegah timbulnya
penyakit-penyakit yang menimbulkan cacat dan kematian.
1) Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan
disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan
mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa
menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun
kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi
pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar
getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan
perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme
dengan pemberian vaksin MMR. Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak
terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR
hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi
kepada bayi yang berumur 9 – 12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12 – 15 bulan. Suntikan pertama mungkin
tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua
pada saat anak berumur 4 – 6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11 – 13
tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang
berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status
imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Cendika dkk. 2010. Panduan Pintar Hamil & Melahirkan, Jakarta : Wahyu Media
Kemenkes RI, 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta
Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta.
EGC.
Medika. Roesli Utami.2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda.
Jakarta
Nanny Lia Dewi, Vivian,DKK. 2010. Asuhan Bayi dan Balita. Jakarta; Salemba
Prawirohardjo Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sarwono, 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Bina Pustaka
Sodikin. 2009.Buku Saku Perawatan Tali Pusat. Jakarta: EGC
Nur Hidayah di 01.12