Anda di halaman 1dari 32

B.

Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Evidence Based Midwifery ?
2. Bagaimanakah evidence based baby friendly ?
3. Bagaimanakah evidence based memulai pemberian asi sejak dini dan ekslusif ?
4. Bagaimanakah evidence based regulasi suhu bayi baru lahir dengan kontak kulit ke kulit ?
5. Bagaimanakah evidence based pemotongan tali pusat ?
6. Bagaimanakah evidence based perawatan tali pusat ?
7. Bagaimanakah evidence based stimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita ?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui apa itu evidence based midwifery.
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based baby friendly.
3. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based memulai pemberian asi sejak dini dan
ekslusif
4. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based regulasi suhu bayi baru lahir dengan
kontak kulit ke kulit
5. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based pemotongan tali pusat
6. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based perawatan tali pusat
7. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana evidence based stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Evidence Based Midwifery


EBM didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu mengembangkan kuat

profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. RCM Bidan

Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 (Rivers, 1987), dan telah lama berisi

bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada awal abad ini,

peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, dan dalam membuka kedua atas dan

mengeksploitasi baru kesempatan untuk kemajuan akademik. Sebuah kebutuhan yang

berkembang diakui untuk platform untuk yang paling ketat dilakukan dan melaporkan

penelitian. Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh dan untuk bidan. EBM secara resmi

diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan

di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang 'untuk

membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan

utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi '(Silverton, 2003).

EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek dan

profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis

filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi,

terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk

praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

B. Baby Friendly
Baby friendly atau baby friendly intiviate (inisasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa
internasional yang didirikan oleh WHO/UNICEF pada ahun 1991 untuk mempromosikan,
melindungi, dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui. Untuk membantu dalam
pelaksanaan inisiatif, alat dan bahan berbeda yang dikembangkan, diuji lapangan dan disediakan.
Alat tambahan tersebut dikembangkan setelah itu, seperti pemantauan dan penilaian ulang alat.
Sejak meluncurkan The Hospital Initiative Bayi ramah (BFHI) telah berkembang, dengan lebih
dari 152 negara di seluruh dunia menerapkan inisiatif yang memiliki dampak yang terukur dan
terbukti, meningkatkan kemungkinan bayi yang ASI eksklusif selama enam bulan pertama.

Pelaksanaan Baby Friendly dapat dilakukan sebagai berikut:


1. Memulai memberian ASI secara dini dan eksklusif Yaitu pemberian ASI dimulai segera setelah
bayi lahir, maksimal setengah jam pertama setelah persalinan.
2. Melakukan pemotongan tali pusat. Pemotongan tali pusat dilakukan dengan adanya penundaan
selama 3 menit.
3. Melakukan perawatan tali pusat. Perawatan tali pusat dilakukan dengan cara :
a. Membiarkan tali pusat kering sendiri
b. Metode kasa kering
c. Metode kasa alkohol 70%
d. Metode antiseptik dan kasa kering (Asrinah, dkk. 2010)
4. Melakukan bounding attachment
Merupakan suatu ikatan yang terjadi antra orang tua dan bayi baru lahir yang meliputi pemberian
kasih sayang, pencurahan perhatian yang saling tarik menarik. Keberhasilan dalam hubungan
ikatan batin antara seorang bayi dan ibunya dapat mempengaruhi hubungan sepanjang masa
dengan memberikan respon sensual antara ibu dan bayi pada kontak awal kelahiran yaitu:
a. Sentuhan
b. Kontak mata
c. Bau badan
d. Suara
e. Irama kehidupan (Asrinah, dkk .2010)
5. Menjaga kehangatan bayi.
Cara mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi adalah:
1) Mengeringkan tubuh bayi secara seksama
2) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
3) Selimuti atau tutup kepala bayi
4) Jangan menimang bayi dalam keadaan tidak berpakaian
5) Jangan memandikan bayi sebelum 6 jam pasca persalinan
6) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayi(Asrinah, dkk .2010).
Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat
optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital atau Maternity
berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal
kehidupan yang baik. Dalam istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu
wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan menerima penghargaan
khusus karena telah melakukannya. Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh
dunia telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri seperti Australia,
Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia,
Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapka sebagai rumah sakit sayang bayi.
Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua provider rumah sakit
dan fasilitas bersalin akan:
1. Memiliki kebijakan tertulis tentang menyusui secara rutin dan dikomunikasikan kepada semua
staf tenaga kesehatan.
2. Melatih semua staf tenaga kesehatan dalam keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan
kebijakan ini.
3. Memberi tahu semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui
4. Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam waktu setengah jam kelahiran.
5. Tampilkan pada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan menyusui jika mereka
harus dipisahkan dari bayi mereka.
6. Berikan ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika ada indikasi medis.
7. Praktek rooming-in agar memungkinkan ibu dan bayi tetap bersama-sama
8. Mendorong menyusui on demand
9. Tidak memberikan dot kepada bayi menyusui
10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu menghubungi
mereka setelah pulang dari rumah sakit atau klinik.
C. Memulai Pemberian ASI Sejak Dini dan Ekslusif
Inisiasi menyusu dini (Early initiation) adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu
jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga bisa diartikan sebagai cara bayi menyusu satu
jam pertama setelah lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara
bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan The Breast Crawl atau merangkak mencari
payudara (Roesli Utami, 2008).
Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2009), Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah perilaku
pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir. Pemberian ASI dimulai segera setelah
bayi lahir, maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini merupakan titik awal yang
penting apakah bayi nanti akan cukup mendapatkan ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran
hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin, hormon prolaktin dalam peredaran darah
ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Setengah jam pertama setelah persalinan, segera posisikan bayi untuk menghisap puting
susu ibu secara benar. Isapan bayi ini akan memberi rangsangan pada hipofisis untuk
mengeluarkan hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras asi yang ada
pada alveoli, lobus, serta duktus yang berisi asi yang di keluarkan melalui putting susu, keadaan
ini akan memaksa hormone prolaktin untuk terus memproduksi ASI.
Manfaat inisiasi menyusu dini:
1. Mencegah hipotermia karena dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi
merangkak mencari payudara.
2. Bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres, pernapasan dan detak jantung lebih stabil,
dikarenakan oleh kontak antara kulit ibu dan bayi.
3. Imunisasi Dini. Mengecap dan menjilati permukaan kulit ibu sebelum mulai mengisap puting
adalah cara alami bayi mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang ia perlukan untuk membangun
sistem kekebalan tubuhnya.
4. Mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (Bonding Atthacment) karena 1 – 2 jam pertama,
bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.
5. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan akan lebih lama
disusui.
6. Sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu
merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
7. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada
yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh,
penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus, bahkan
kelangsungan hidup bayi,. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usus bayi
yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus ini.
8. Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi
seperti ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu
pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah. (Roesli Utami, 2008)
9. Perkembangan psikomotorik lebih cepat.
10. Menunjang perkembangan koknitif
11. Mencegah perdarahan pada ibu
12. Mengurangi risiko terkena kanker payudara dan ovarium. (Dewi Cendika & Indarwati, 2010.
Tahapan inisiasi menyusu dini adalah :
1. Tahap pertama disebut istirahat siaga (rest/quite alert stage). Dalam waktu 30 menit, biasanya
bayi hanya terdiam. Tapi jangan menganggap proses menyusu dini gagal bila setelah 30 menit
sang bayi tetap diam. Bayi jangan diambil, paling tidak 1 jam melekat.
2. Tahap kedua, bayi mulai mengeluarkan suara kecapan dan gerakan menghisap pada mulutnya.
Pada menit ke 30 sampai 40 ini bayi memasukkan tangannya ke mulut.
3. Tahap ketiga, bayi mengeluarkan air liur. Namun air liur yang menetes dari mulut bayi itu
jangan dibersihkan. Bau ini yang dicium bayi. Bayi juga mencium bau air ketuban di tangannya
yang baunya sama dengan bau puting susu ibunya. Jadi bayi mencari baunya.
4. Tahap keempat, bayi sudah mulai menggerakkan kakinya. Kaki mungilnya menghentak guna
membantu tubuhnya bermanuver mencari puting susu. Khusus tahap keempat, ibu juga
merasakan manfaatnya. Hentakan bayi di perut bagian rahim membantu proses persalinan
selesai, hentakan itu membantu ibu mengeluarkan ari-ari.
5. Pada tahap kelima, bayi akan menjilati kulit ibunya. Bakteri yang masuk lewat mulut akan
menjadi bakteri baik di pencernaan bayi. Jadi biarkan si bayi melakukan kegiatan itu.
6. Tahap terakhir adalah saat bayi menemukan puting susu ibunya. Bayi akan menyusu untuk
pertama kalinya. "Proses sampai bisa menyusu bervariasi. Ada yang sampai 1 jam. (Roesli
Utami, 2008)
Penghambat pelaksanaan IMD:
1. Bayi kedinginan-tidak benar
Berdasarkan hasil pnelitian Dr.Niels Bergman (2005), ditemukan bahwa suhu dada ibu yang
melahirkan menjadi 1° C lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi
yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1° C. Jika bayi kedinginan,
suhu dada ibu akan meningkat 2° C untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan
merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir dibandingkan tempat tidur yang canggih dan
mahal.
2. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya. Seorang ibu jarang terlalu
lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit
seta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.
3. Tenaga kesehatan kurang tersedia
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan
sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk manjaga bayi sambil memberi
dukungan pada ibu.
4. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk
Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri
kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.
5. Ibu harus dijahit
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara. Yang dijahit adalah bagian
bawah tubuh ibu.
6. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore harus segera diberikan
setelah lahir. Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan Academy
Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu
jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.
7. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur
Menunda memandikan pada bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu,
kesempatan vernix meresap, melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat
dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu
awal selesai.
8. Bayi kurang siaga
Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam
waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih
penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk Bonding.
9. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain
(cairan prelaktal)
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa
bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.
10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi
Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan
mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus
yang masih muda. (Roesli Utami, 2008).
Dengan memberi pengganti ASI setelah bayi lahir berarti akan menekan pengeluaran ASI,
dengan tidak adanya rangsangan pada putting susu berarti membiarakan kadar hormon oksitosin
turun secara perlahan dalam peredaran darah sehingga ASI dalam lobus tidak terperas yang
mengakibatkan hormon prolaktin akan turun dan hilang dari peredaran darah. Keadaan ini akan
menyebabkan ASI yang keluar sedikit, dan berhenti sebelum bayi umur 6 bulan, hal ini sangat
merugikan bayi. Dengan keluarnya ASI prolaktin terangsang untuk segera memproduksi ASI,
semakin bayi sering menyusu semakin banyak ASI yang di keluarkan, dan akan makin banyak
ASI yang keluar. Semakin tinggi kadar oksitosin pada peredaran darah merangsang prolaktin
untuk terus memproduksi ASI.
Dengan memberikan ASI pada bayi dalam waktu kurang dari setengah jam pasca
persalinan berarti sudah memberikan 5 keuntungan:
1. Bayi mendapatkan terapi psikologis berupa ketenangan dan kepuasan. Terpenuhinya rasa aman
dan nyaman akibat kelelahan selama proses persalinan karena bayi harus melewati pintu atas
panggul, panggul dalam, dasar panggul, dan panggul luar yang membuat stress. Dengan
menemukan putting susu ibu bayi mendapatkan ketenangan kembali, pelican ibu membuat bayi
mendapatkan rasa aman atau nyaman seperti di dalam rahim ibu. Hal ini merupakan terapi bagi
bayi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologos bayi karena ia mendapatkan
modal pertama pembentukan kepercayaan diri terhadap lingkungan.
2. Tertanamnya kepercayaan akan lingkungan berarti ibu sudah membangun dasar kepercayaan
(psikologis) yang akan terus berkembang pada masa dewasa yaitu kepercayaan dan ketenengan
dalam menghadapi tiap permasalahan (gelisah/sakit dirasakan akan ada akhirnya ) dan akan
diperoleh kenyamanan kembali.
3. Kadar hormon prolaktin tidak sempat turun dalam peredaran darah ibu sehingga kolostrum
untuk hari pertama akan lebih cepat keluar, bayi tidak gelisah ataupun rewel. Dengan demikian,
untuk hari selanjutnya ASI dapat dipertahankan.
4. Dengan isapan bayi yang benar, oksitosin akan keluar lebih banyak, hal ini menguntungkan
karena otot polos rahim akan terus berkontraksi, artinya rahim akan berkontraksi lebih kuat
5. Oleh karena kontraksi yang baik dari hasil kerja hormon oksitosin, proses involusio akan lebih
cepat terjadi, dengan cepatnya proses involusio, lika bekas persalinan cepat menutup. Alat
reproduksi antara lain uterus, vagina akan segera kembali normal dan kemungkinan terjadinya
infeksi pascapostpartum.
D. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir Dengan Kontak Kulit Ke Kulit
Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir belum mampu mengatur suhu tubuh mereka sehingga mengalami stress
dengan adanya perubahan lingkungan. Pada saat bayi baru lahir dan masuk kedalam suhu
ruangan menyebabkan tubuh bayi cepat mendingin pada saat air ketuban menguap dari
tubuhnya. Luas tubuh bayi berbanding lurus dengan lingkungan yang dingin pembentukan suhu
tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya (Rochmah, dkk, 2012).
Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat yang
terdapatt di seluruh tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh hingga 100%. Lemak
coklat ini tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam
waktu singkat dengan adanya stress dingin (Asrinah, dkk . 2010).
Setelah bayi dilahirkan dan berhasil melalui adaptasi dari intra ke ekstra uterin, bayi harus
dijaga tetap hangat. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menjaga bayi tetap hangat
adalah:
1. Jelaskan kepada ibu bahwa menjaga bayi tetap hangat adalah sangat penting untuk menjaga bayi
tetap sehat
2. Bayi memakai pakaian yang lembut, hangat, kering dan bersih, bila perlu bayi memakai tutup
kepala, sarung tangan dan kaos kaki
3. Yakinkan bayi menggunakan baju dan diselimuti
4. Bayi harus dirawat gabung dengan ibunya sehingga ibu mudah menjangkau bayinya
5. Apabila bayi harus dipisah dengan ibunya, yakinkan bayi menggunakan pakaian yang hangat
dan diselimuti
6. Raba telapak kaki bayi, bila teraba dingin bisa dilakukan kontak kulit ke kulit, atau ditambah
selimut dan lakukan penilaian ulang
7. Jaga ruangan tetap hangat (Kemenkes RI, 2010)
Menurut Asrinah, dkk (2010) setiap bayi yang lahir memiliki sistem pengendalian suhu
yang belum matang. Ketika lahir, bayi berada dalam suhu lebih rendah daripada di dalam
kandungan dan keadaan basah. Cara mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi adalah:
1. Mengeringkan tubuh bayi secara seksama
2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
3. Selimuti atau tutup kepala bayi
4. Jangan menimang bayi dalam keadaan tidak berpakaian
5. Jangan memandikan bayi sebelum 6 jam pasca persalinan
6. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayi
Jika bayi kedinginan dia akan mulai mengalami hipotermi. Hipoglikemia disebabkan oleh:
1) Pusat pengaturan suhu tbuh bayi belum berfungsi sempurna
2) Permukaan tubuh bayi relative lebih luas
3) Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
4) Bayi belum mampu mangatur posisi tubuh dan pakaiannya agar tidak kedinginan (Asrinah, dkk
.2010).
Gejala hipotermi :
1) Bayi menjadi kurang aktif, letargis, hipotonus, tidak kuat menghisap ASI, merintih
2) Pernapasan megap-megap, lambat, denyut jantung menurun
3) Timbul sklerema: kulit mengeras berwarna kemerahan terutama di bagian punggung, tungkai
dan lengan
4) Muka bayi berwarna merah terang
5) Hipotermi menyebabkan perubahan metabolism tubuh yang berakibat kegagalan fungsi jantung,
perdarahan pada paru-paru, ikterus dan kematian(Asrinah, dkk .2010).
Mekanisme terjadinya hipotermi karena penurunan suhu tubuh yang terjadi melalui:
1. Radiasi: panas tubuh bayi memancar ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, missal: bayi
diletakkan di tempat yang dingin
2. Evaporasi: cairan atau air ketuban yang membashi kulit bayi menguap, missal: bayi tidak
langsung dikeringkan dari air ketuban
3. Konduksi: pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi kontak langsung dengan permukaan
yang lebih dingin, missal: popok yang basah tidak langsung diganti
4. Konveksi: hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara di sekeliling bayi, missal: bayi
diletakkan di dekat pintu atau jendela terbuka (Asrinah, dkk .2010).
Kontak Kulit Ke Kulit
Setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada atau perut ibu. Luruskan dan
usahakan ke dua bahu bayi menempel di dada atau perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di
antara payudara ibu dengan posisi sedikit lebih rendah dari puting payudara ibu. Kemudian
selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat yang sama dan pasang topi di kepala bayi.
Bagian kepala bayi memiliki permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan
panas jika bagian tersebut tidak tertutup. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan
bayi harus berada di dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai
Metoda Kanguru. Sebaiknya bu menggunakan pakaian longgar berkancing depan (Sarwono,
2010).
E. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993) menunjukkan
bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau
lebih, maka bayi akan:
1. Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah
2. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
3. Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
4. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viabel dibandingkan dengan bayi yang
dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
5. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
6. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.
Pada manajemen aktif kala tiga, tali pusat segera dijepit dan dipotong setelah persalinan.
Ini dilakukan untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif yang lain. Pada manajemen
menunggu, penjepitan tali pusat biasanya dilakukan setelah tali pusat berhenti berdenyut.
Menurut Pritchart, Macdonald dan Gant (1991) dengan meletakkan bayi baru lahir lebih rendah
atau sejajar vulva selama 3 menit sebelum tali pusat dijepit dan dipotong dapat mengalirkan
darah 80 ml ke sirkulasi darah bayi baru lahir. Dengan melakukan penundaan pemotongan tali
pusat pada bayi lahir prematur atau berat lahir rendah dan bila sebelumnya terjadi gawat janin
dapat mencegah kadar Hb yang rendah pada masa neonatal dini.Berkurangnya aliran darah
mengakibatkan kadar hematokrit dan haemoglbin lebih rendah pada bayi baru lahir dan dapat
manimbulkan anemia zat besi pada pertumbuhan bayi (Sodikin, 2009).
Dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh George Marcom Morley (2007) dikatakan
bahwa seluruh proses biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah kelahiran, dan pada saat
bayi mulai menangis dan kulitnya berwarna merah muda, menandakan prosesnya sudah komplit.
Menjepit dan memotong tali pusat pada saat proses sedang berlangsung, dari sirkulasi oksigen
janin menjadi sistem sirkulasi bayi sangat menggangu sistem pendukung kehidupan ini dan bisa
menyebabkan penyakit serius. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa saat talipusat dilakukan
pengekleman, pulse rate dan cardiac out put berkurang 50% karena 50% dari vena yang kembali
ke jantung telah dimatikan (clamped off). Banyak sekali akibat yang tidak menguntungkan pada
pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir dan dalam penelitian ini dikatakan resiko untuk
terjadinya brain injury, cerebral palsy, asfiksia, autis, kejadian bayi kuning bahkan anemia pada
bayi sangatlah banyak.
Oleh harena itu penundaan pemotongan tali pusat merupakan suatu tindakan yang sangat
penting, karena untuk mengubah sirkulasi oksigen dari plasenta ke sirkulasi paru-paru
membutuhkan waktu. Karena di masa transisi ini sangat penting dilakukan penundaan
pemotongan tali pusat karena akan menguntungkan bagi bayi dan menguraingi resiko trauma
(Sodikin, 2009).
Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemotongan tali
pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya.
Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah
bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan maupun kematian
yang dapat terjadi.(Sodikin, 2009).
F. Perawatan Tali Pusat
Perawatan tali pusat merupakan upaya untuk mencegah infeksi tali pusat yang
sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang terpenting adalah tali pusat dan daerah
sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, dan selalu mencuci tangan dengan air bersih dan
menggunakan sabun sebelum merawat tali pusat. Pada bayi normal dipotong sampai denyut nadi
tak teraba pada tali pusat, sedangkan pada bayi resiko tinggi dipotong secepat mungkin, agar
dapat dilakukan resusitasi.Saat bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya
dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang melekat di perut bayi,
akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan
mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi
harus dirawat dengan benar. (Sodikin, 2009)
1. Cara Perawatan Tali Pusat
Pengenalan dan pengobatan secara dini infeksi tali pusat sangat penting untuk mencegah sipsis
oleh karena itu ada beberapa cara mengenai perawatan tali pusat yaitu:
a. Membiarkan tali pusat kering sendiri Membiarkan tali pusat mengering dengan sendirinya dan
hanya membersihkan setiap hari tidak menyebabkan infeksi, hal yang penting adalah tidak
membubuhkan apapun pada sekitar daerah tali pusat karena dapat mengakibatkan infeksi
(Sodikin, 2009).
b. Metode kasa kering
Salah satu yang disarankan oleh WHO dalam merawat tali pusat adalah dengan menggunakan
pembalut kassa bersih yang sering diganti (Sodikin, 2009).
c. Metode kasa alkohol 70%
Tali pusat dirawat dan dijaga kebersihanya dengan menggenakan alkohol 70% , paling sedikit
dua kali sehari setiap empat jam dan lebih sering lagi jika tampak basah atau lengket (Sodikin,
2009)
d. Metode antiseptik dan kasa kering
Luka tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan alkohol 70% atau povidon iodine 10% serta
dibalut kasa steril,pembalut tersebut diganti setiap hari dan setiap tali basah atau kotor
(Saifuddin, 2009)

2. Prinsip Perawatan Tali Pusat


a) Jangan membungkus atau mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke puntung tali pusat.
b) Mengusapkan alkohol ataupun betadin masih diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali
pusat basah atau lembab.
G. Stimulasi Pertumbuhan Dan Perkembangan Bayi Dan Balita
Stimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita adalah rangsangan yang
dilakukan sejak bayi baru lahir yang dilakukan setiap hari untuk merangsang semua sistem
indera (pendengaran, penglihatan perabaan, pembauan, dan pengecapan). Selain itu harus pula
merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi serta
merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang
dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi dengan suasana bermain dan kasih sayang akan
memicu kecerdasan anak. Waktu yang ideal untuk stimulasi adalah saat bayi bangun tidur/ tidak
mengantuk, tenang, siap bermain dan sehat.
Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada bayi dan balita adalah untuk membantu anak
mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan optimal atau sesuai yang diharapkan.
Tindakan pemberian stimulasi dilakukan dengan prinsip bahwa stimulasi merupakan ungkapan
rasa kasih dan sayang, bermain dengan anak, berbahagia bersama. Stimulasi dilakukan bertahap
dan berkelanjutan dan mencakup empat bidang kemampuan berkembang. Stimulasi dimulai dari
tahap yang sudah dicapai oleh anak, stimulasi dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan atau
hukuman atau arah bila anak tidak dapat melakukannya dan member pujian bila anak berhasil
(Suherman. 2010). Berikut adalah tahapan perkembangan dan stimulasi bagi kesehatan anak:
a. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi 0-3 bulan
1) Bergaul dan mandiri. Ajaklah bayi anda berbicara dengan lembut dibuai, dipeluk, dinyanyikan
lagu dan lain-lain.
2) Bicara, Bahasa dan Kecerdasan. Ajaklah bayi anda berbicara, mendengarkan bebagai suara
(suara burung, radio, dan lain-lain)
3) Gerak Kasar. Lihat bayi anda mengangkat kepala pada posisi telungkup dan memperhatikan
benda bergerak.
4) Gerak halus. Latih bayi anda menggenggam benda kecil.
b. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi 3-6 bulan
1) Bergaul dan mandiri. Latih bayi anda mencari sumber suara
2) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih bayi anda menirukan suara atau bunyi atau kata.
3) Gerak kasar. Latih bayi anda menyangga leher dengan kuat.
4) Gerak halus. Latih bayi anda meraup benda kecil
c. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi 6-9 bulan
1) Gerak kasar. Latih anak berjalan dengan berpegangan tangan.
2) Gerak halus. Latih anak memasukkan dan mengeluarkan benda dari wadah
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih anak menirukan kata-kata
4) Bergaul dan mandiri. Ajak anak bermain dan mandiri
d. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 9-12 bulan
1) Gerak kasar. Latih anak berjalan sendiri
2) Gerak halus. Ajak anak menggelindingkan bola. Gelindingkan bola kearah anak dan minta agar
ia menggelindingkannya kembali
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih anak menirukan kata-kata. Kenalkan dengan kata-kata
baru sambil menunjukkan gambarnya
4) Bergaul dan mandiri. Ajak anak mengikuti kegiatan keluarga, misalnya makan bersama
e. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 12-18 bulan
1) Gerak kasar. Latih anak naik turun tangga
2) Gerak halus. Bermain dengan anak melompat dan menangkap bola besar kemudian bola kecil
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih anak menunjuk dan menyebutkan nama-nama bagian
tubuh
4) Bergaul dan bicara. Beri kesempatan pada anak untuk melepas pakaian sendiri
f. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 18-24 bulan
1) Gerak kasar. Latih anak berdiri dengan satu kaki
2) Gerak halus. Ajari anak menggambar bulatan, garis segitiga dan gambar wajah
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih anak mengikuti perintah sederhana
4) Bergaul dan mandiri. Latih anak agar mau ditinggalkan untuk sementara waktu
g. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 2-3 tahun
1) Gerak kasar. Latih anak melompat dengan satu kaki
2) Gerak halus. Ajak anak bemain menyusun dan menumpuk balok
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih anak mengenal bentuk dan warna
4) Bergaul dan mandiri. Latih anak mencuci tangan dan kaki serta mengeringkan sendiri
h. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 3-4 tahun
1) Gerak kasar. Latih anak melompat dengan satu kaki
2) Gerak halus. Latih anak menggunting dan membuat buku cerita dengan gambar
3) Bicara, bahasa dan kecrdasan. Latih anak mengenal bentuk dan warna
4) Bergaul dan mandiri. Latih anak mengenal sopan santun, berterimakasih, mecium tangan dan
lain-lain
i. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 4-5 tahun
1) Gerak kasar. Beri kesempatan anak melakukan permainan yang memerlukan ketangkasan dan
kelincahan
2) Gerak halus. Bantu anak belajar menggambar
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Bantu anak mengerti satu separuh dengan cara membagikan kue
atau kertas
4) Bergaul dan mandiri. Latih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke tetangga
j. Stimulasi yang dibutuhkan pada bayi usia 5-6 tahun
1) Gerak kasar. Latih anak naik sepeda
2) Gerak halus. Latih anak kreatif membuat sesuatu dari lilin atau tanah liat
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan. Latih anak mengenal waktu hari, minggu dan bulan
4) Bergaul dan mandiri. Latih anak untuk bercakap-cakap, bergaul dengan teman sebaya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Evidence based midwifery didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu
mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tuguh bidan berorientasi
akademis. Dalam melakukan asuhan kebidanan bayi baru lahir yang berdasarkan evidence based
kita dapat melakukan tindakan yang diterapkan dengan mengikuti perkembangan dalam bidang
kesehatan yang diantaranya meliputi:
1. Baby Friendly
2. Memulai Pemberian ASI Sejak Dini dan Ekslusif
3. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir Dengan Kontak Kulit Ke Kulit
4. Pemotongan Tali Pusat
5. Perawatan Tali Pusat
6. Stimulasi Pertumbuhan Dan Perkembangan Bayi Dan Balita
B. Saran
Adapun saran kami sebagai penyusun, yaitu sebagai seorang yang menggeluti profesi
kebidanan kita bisa lebih membuka wawasan, rajin mengupdate ilmu-ilme terbaru agar tak
ketinggalan mengingat semakin canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.

1. 2. Konsep Imunologi dan Imunisasi ( Dasar/Anjuran )


1. a. Pengertian Sistem Imun

Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan asing seperti mikroorganisme,
molekul-molekul berpotensi toksik, atau sel-sel tidak normal (sel terinf eksi virus atau malignan).
Sistem ini menyerang bahan asing atau antigen dan juga mewujudkan peringatan tentang
kejadian tersebut supaya pendedahan yang berkali-kali terhadap bahan yang sama akan
mencetuskan gerak balas yang lebih cepat dan bertingkat.

1. b. Penggolongan Antibodi, Peran dan Karakteristik

1) IgS

Antibodi yang paling banyak (85% dari antibodi dalam sirkulasi), ditemukan di darah dan semua
kompartemen cairan termasuk cairan serebrospinalis. Di produksi dalam jumlah yang besar pada
respon adaptip sekunder sehingga mencerminkan riwayat pajanan terhadap patogen. Bertahan
lama. Dapat berdif usi keluar dari aliran darah ke tempat inf eksi akut dan dapat menembus
plasenta. Bekerja sebagai opsonin kuat yang menjembatani f agosit dan sel sasaran. Penting
dalam pertahanan terhadap bakteri dan pengaktifan sistem komplemen melalui jalur klasik.

2) IgM

Molekul IgM bergabung dalam kelompok lima “pentamer IgM” sehingga cenderung
menggumpalkan antigen yang menjadi sasaran fagosit dan sel NK. Merupakan molekul besar
sehingga tidak dapat berdif usi keluar aliran darah. Merupakan aktivator kuat sistem komplemen,
penting dalam respon imun terhadap bakteri. Antibodi pertama yang diproduksi daat tubuh
menghadapi suatu antigen baru.

3) IgA

Sebagian besar dalam sekresi, misalnya air liur, air mata, keringat, dan air susu terutama
kolostrum. Menyatu dalam kelompok yang terdiri atas dua atau tiga molekul. Melindungi tubuh
dengan melekat ke patogen dan mencegah perlekatan patogen ke rongga tubuh. Tidak dapat
mengaktif kan komplemen atau menembus plasenta.

4) IgE

Ekornya berlekatan dengan reseptor di sel mast sehingga berperan dalam peradangan akut,
respon alergi dan hipersensitivitas. Tempat pengikatan untuk antigen di parasit yang lebih besar,
misalnya cacing dan flukes. Sebagian orang memiliki IgE untuk protein lingkungan yang tidak
berbahaya misalnya serbuk sari, kutu debu rumah, dan penisilin.

5) IgD

Jarang disintesis, hanya sedikit yang diketahui tentang fungsinya. Berukuran besar, hanya dapat
ditemukan di darah. Mungkin terlibat dalam stimulasi sel B oleh antigen.

1. c. Perkembangan Imunologi Janin

Pada kehamilan dimana antibodi yang dihasilkan janin jauh sangat kurang untuk merespon invasi
antigen ibu/invasi bakteri. Dari minggu ke 20 kehamilan, respon imun janin terhadap antigen
mulai meningkat. Respon janin dibantu oleh pemindahan molekul antibodi dari ibu (asalkan
ukurannya tidak terlalu besar) ke janin sehingga memberikan perlindungan pasif yang menetap
sampai beberapa minggu. Proses kelahiran sendiri, mulai dari pecahnya kantong amnion yang
tersegel dan seterusnya akan membuat janin terpajan dengan mikroorganisme baru. Candida
albicans, gonococcus dan herpes virus dapat dijumpai pada vagina. Pada kasus infeksi herpes
yang diketahui, pelahiran pervaginam tidak diperbolehkan. Begitu lahir, bayi cenderung akan
bertemu dengan Staphylococcus aureus, suatu mikroorganisme dimana resisten bayi tehadapnya
sangat kecil.
Untuk mengimbangi status imunologi yang belum berkembang dengan baik pada bayi baru lahir,
maka pengawasan antenatal yang cermat, pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi atau terapi untuk mengatasi infeksi, teknik-teknik melahirkan yang aseptik tanpa
memasukkan mikroorganisme dan perawatan yang cermat dengan memperhatikan segala aspek
dalam penanganan bayi baru lahir, semuanya ini merupakan tindakan yang sangat penting.

1. d. Sistem Imun Pasif pada Janin

Dalam perkembangannya, Janin dapat terlindung dari lingkungan yang berbahaya selama dalam
kandungan. Umumnya kuman patogen atau bibit penyakit tidak dapat menembus barier placenta.
Bayi yang baru lahir, tanpa adanya antibodi, akan sangat mudah terinfeksi. Bayi yang mature
telah memperoleh antigen dan imunitas pasif dari ibu terhadap jenis-jenis tertentu dalam waktu 6
minggu atau lebih sebelum dilahirkan. Namun demikian, bayi yang meninggalkan lingkungan
yang steril untuk kemudian secara tiba-tiba bertemu dengan banyak mikroorganisme dan antigen
lainnya. Diperlukan waktu beberapa minggu sebelum imunitas aktif terbentuk.
Proses penyaluran imun pasif dari maternal: Sistem imun janin diperkuat oleh penyaluran
imunoglobulin menembus plasenta dari ibu kepada janinnya melalui aliran darah yang membawa
antibodi serta penyaluran melalui air susu. Profil imunoglobulin yang disalurkan melalui plasenta
dan disekresikan melalui air susu bergantung pada mekanisme transportasi spesifik untuk
berbagai kelas imunoglobulin. IgG ibu menembus plasenta ke dalam sirkulasi janin melalui
mekanisme aktif spesifik, yang efektif dari sekitar usia gestasi 20 minggu, tetapi aktivitasnya
meningkat pesat sejak usia gestasi 34 minggu. Ibu akan menghasilkan respons imun terhadap
antigen yang ia temui dengan menghasilkan IgG, yang dapat melewati plasenta. Bahkan kadar
IgG ibu rendah, IgG akan tetap di salurkan melalui plasenta. Hal ini berarti janin akan mendapat
imunisasi pasif terhadap patogen yang besar ditemukan di lingkungan setelah lahir. Imunitas
pasif ini memberikan perlindungan temporer penting pascanatal sampai sistem bayi sendiri
matang dan menghasilkan sendiri antibodi

1. e. Reaksi Antigen-Antibodi

Dalam bidang imunologi, kuman tau racun (toksik) disebut sebagai antigen. Secara khusus,
antigen tersebut merupakan protein dari kuman atau protein racunnya. Bila antigen pertama kali
masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila
antigen tersebut kuman, zat anti yang dibentuk disebut antibodi. Berhasil atau tidaknya tubuh
memusnahkan antigen atau kuman bergantung pada jumlah zat anti yang dibentuk. Pada
dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antigen/antitoksim terhadap antigen
tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai ”pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada
reaksi ke-2 dan ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai dalam membetuk zat anti yang
cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-antibody, tubuh anak dengan dengan kekuatan zat
antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman.
Dengan dasar reaksi antigen tubuh anak akan memberikan perlawanan terhadap benda-benda
asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan
demikian anak akan terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi setelah beberapa bulan/tahun,
jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuhpun akan menurun. Agar
tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak tersebut harus
mendapatkan suntikan/ imunisasi ulang.
1. f. Imunisasi pada Neonatus

Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal atau resistan. Imunisasi berarti pemberian kekebalan
terhadap suatu penyakit tertentu. Tujuan dari pemberian imunisasi adalah untuk mencegah
terjadinya penyakit infeksi tertentu, bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat
mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat dan kematian Imunisasi yang diberikan pada
neonatus adalah:

1) BCG

Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG
diberikan pada semua bayi baru lahir (neonatus) sampai usia kurang dari 2 bulan. Penyuntikan
biasanya dilakukan di bagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi
yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat
timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan,dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar
daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan pada suhu
2-8 oC . vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. Vaksin BCG diberikan pada
anak ketika umur ≤ 2 bulan dan sebaiknya dilakukan uji Mantoux terlebih dahulu.

 Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)

Penyuntikan BCG secara IC yang benar akan menimbulkan ulkus local superficial di 3 minggu
setelah penyuntikan. Ulkus akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan
diameter 4-8 mm tergantung pada dosis yang diberikan, dan apabila penyuntikan dilakukan
terlalu dalam maka parut akan tertarik ke dalam (retracted). Limfadentitis supuratif di aksila atau
leher juga kadang dapat dijumpai tergantung pada umur anak, dosis, dan galur yang dipakai yang
akan sembuh dengan sendirinya. Tidak perlu diberikan antituberkulosis sistemik karena hasilnya
tidak efektif. BCG-it is desiminasi jarang terjadi, biasanya berhubungna dengan imunosefisiensi
berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritasi, lupus vulgaris, dan osteomelitis.
Komplikasi ini haru diobati dengan kombinasi obat antituberkulosis.

 Kontraindikasi

Tidak dianjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika ditemukan hal-hal berikut :

– Reaksi uji tuberculin > 5 mm

– Terinfeksi HIV dan atau resiko tinggi HIV, imunokompromais akibat pengobatan
sortikosteroid, obat imunosupresif , sedang menjalani terapi radiasi, serta menderita penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.

– Anak menderita gizi buruk

– Anak menderita demam tinggi


– Anak menderita ifeksi kulit yang luas

– Anak pernah menderita tuberculosis

– Kehamilan

 Rekomendasi

– Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia ≤ 2 bulan.

– Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan sputum BTA
(+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu dan jika kontak sudah tenang
dapat diberi BCG

– Jangan lakukan imunisasi BCG pda bayi atau anak dengan imunodefisiensi misalnya
HIV, gizi buruk, dan lain-lain.

2) Hepatitis B

Hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali. Pada masa neonatus, imunisasi ini hanya diberikan saat
bayi berusia 12 jam setelah lahir. ini diberikan dengan satukali suntikan dosis 0,5 ml.

Pemberian imunisasai hepatitis B harus berdasarkan status HbsAg ibu dan pada saat melahirkan,
sebagai berikut:

 Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg tidak diketaui. Diberikan vaksin rekombinan
(HB vax-II 15 atau engerik B 10 ) IM dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua
diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga umur 6 bulan. Apabila pemeriksaan selajutnya
diketahui HbsAg-nya negative, segera berikan 0,5 mL HBIG (sebelum 1 minggu)
 Bayi lahir dari ibu HbsAg positif. Dalam kurun waktu 12 jam setelah lahir, secara
bersamaan, erikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan, im disisi tubuh yang berlainan.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ke tiga pada usia 6 bulan.
 Bayi lahir dari ibu dengan HbsAg negative. Diberikan vaksin rekombinan atau vaksin
plasma derived secara IM pada umur 2-6 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan
kemudian dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama .

Dari hasil riset membuktikan bahwa bayi yang sudah mendapatkan vaksin sebanyak 3x , pada
umur 5 tahun masih terdapat titer antibody nti HBsAg protektif (> 10 mlU/ml) itu artinya vaksin
hepatitis B tidak perlu dilakukan kecuali titer anti HbsAg < 10 lU/ml. namun bila sampai anak
berumur 5 tahun belum mendapat vaksin, maka secepatnya berikan. Ulangan imunisasi hepatitis
B (hep B-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.

 KIPI
Efek samping yang terjadi pascaimunisasi hepatitis B pada umumnya ringan , hanya berupa
nyeri, bengkak, panas, mual, dan nyeri sendi maupun otot.

 Kontraindikasi

Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.

 Hiporesponder dan Nonresponder

Tanggap kebal pascaimunisasi dapat terjadi oleh hal-hal berikut:

– Usia tua

– Pemberian vaksin di daerah bokong

– Pada anak gemuk

– Pasien hemodialisis/ transplantasi

– Pasien yang menadapatkan obat-obatan imunosupresif

– Pasien leukemia dan penyakit keganasan lainnya

– Pasien DM dengan insulin dependent

– Infeksi HIV

– Pecandu alcohol

Pada keadaan diatas imunisasi perlu diulangi dengan meningkatkan dosis (2x)

3) Polio

Untuk imunisasi dasar (polio 1,2,3) vaksin diberikan 2 tetes per oral dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Karena Indonesia merupakan daerah endemic polio, maka PPI menambahkan
imunisasi polio segera setelah lahir ( polio-0 pada kunjungan 1) dengan tujuan untuk
meningkatkan cakupan imunisasi. Polio-0 diberikan saat bayi akan pulang ke rumahnya.
Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6
tahun). Vaksin peroral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8 oC, jangan tempatkan pada saat
terbuka. Dapat pula disimpan beku pada temperature 20 oC dapat dipakai 2 tahun dapat dicairkan
dengan cara ditematkan pada telapak tangan dan digulir-gilirkan, jaga agar warna tidak berubah,
dan tanggal kadaluarsa tidak terlampaui, hal ini dapat juga dapat berlaku pada vaksin yang telah
terpakai.

 Kontraindikasi
– Mengalami peyakit akut atau demam (> 38,5 oC), imunisasi harus ditunda

– Muntah atau diare, imunisasi harus ditunda

– Dalam masa pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif oral maupun suntikan juga
pengobatan radiasi umum

– Keganasan, dan anak dengan mekanisme imunolohis yang terganggu

– Menderita infeksi HIV

– Pemberian bersamaan dengan vaksin tifoid oral

1. g. Imunisasi pada bayi

1) Imunisasi Hepatitis B

a) Vaksin berisi HbsAg murni.

b) Diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% hamil merupakan
pengidap hepatitis dengan resiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45%.

c) Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.

d) Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C.

e) Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir +
imunisasi Hepatitis B. Dosis kedua 1 bulan berikutnya. Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6
bulan).

f) Bayi lahir dari ibu HBsAg (-) diberikan vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived
secara IM, pada umur 2-6 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga
diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama.

g) Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui. Diberikan vaksin
rekombinan (HB Vax-II 5 mcgatau Engerix B 10 mcg) atau vaksin plasma derived 10 mcg, IM
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga umur 6
bulan.

h) Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml.

i) Apabila sampai 5 tahun anak belum pernah mendapatkan imunisasi hepatitis B, maka
secepatnya diberikan.

j) Ulangan pemberian imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.
 KIPI

Efek samping yang terjadi pascaimunisasi hepatitis B pada umumnya ringan , hanya berupa
nyeri, bengkak, panas, mual, dan nyeri sendi maupun otot.

 Kontraindikasi

Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.

2) Imunisasi Polio

a) Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam
amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah

b) Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.

c) Diberikan sesegera mungkin saat bayi akan dipulangkan dari rumah sakit atau rumah
bersalin.

d) Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml). Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4
minggu dan imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI

e) Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C.

 Kontraindikasi

– Mengalami peyakit akut atau demam (> 38,5 oC), imunisasi harus ditunda

– Muntah atau diare, imunisasi harus ditunda

– Dalam masa pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif oral maupun suntikan juga
pengobatan radiasi umum

– Keganasan, dan anak dengan mekanisme imunolohis yang terganggu

– Menderita infeksi HIV

– Pemberian bersamaan dengan vaksin tifoid oral


3) Imunisasi DPT

a) Terdiri dari

 toxoid difteri adalah racun yang dilemahkan


 Bordittela pertusis adalah bakteri yang dilemahkan
 toxoid tetanus adalah racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat

– Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya.

– Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.

– Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.

– Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.

– Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi
lokal, peradangan dan nekrosis setempat.

– Reaksi pasca imunisasi:

– Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik

– Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi
selanjutnya diganti dengan DT atau DpaT

 Efek samping

– Panas

Kebanyakan terjadi pada sore hari setelah mendapatkan suntikan DPT, tetapi akan sembuh dalam
1-2 hari. Namun bila terjadi panas lebih dari 1 hari setelah imunisasi maka itu bukanlah
disebabkan vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang harus di teliti lebih lanjut. Berikan 1/4
tablet antipiuretik untuk mengatasi efek samping tersebut bila panas lebih dari 39 oC , anjurkan
agar anak tidak dibungkus dengan baju tebal dan mandikan anak dengan cara membasuh.

– Rasa sakit di daerah suntikan

Sebagian anak merasakan nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan. Hal ini tidak
berbahaya dan tidak perlu pengobatan.

– Peradangan

Bila pembengkakan terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksin, maka hal itu mungkin
disebabkan oleh peradangan yang mungkin disebabkan oleh beberapa factor berikut: jarum
suntik tidak steril, penyuntikan kurang dalam.
– Kejang-kejang

Reaksi ini jarang terjadi, tapi perlu diketahui oleh petugas. Reaksi ini disebabkan oleh komponen
pertusis dari DPT. Oleh karena efek samping ini cukup berat, maka anak yang pernah mendapat
reaksi ini tidak boleh mendapatkan vaksin DPT lagi, tapi diganti menjadi vaksin DT saja.

4) Imunisasi Campak

Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan +
kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.

– Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.

– Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.

– Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius

– Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C

– Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian

– Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi.
Kejadian encefalitis lebih jarang.

 KIPI

Reaksi KIPI campak banyak dijumpai pada imunisasi ulang dengan vaksin campak dari virus
yang dimatikan. Sedangkan untuk vaksin dengan virus yang dilemahkan kejadian KIPI telah
menurun. Gejala KIPI campak berupa demam tinggi lebih dari 39,5 oC yang terjadi 5-15 % kasus
yang mulai dijumpai pada hari ke-5 dan ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien pada hari ke-7 dan ke-10 sesudah imunisasi selama 2-4
hari. Reaksi KIPI berat terjadi juka diteukan gangguan fungsi system saraf pusat seperti
ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.

 Imunisasi Ulang

Dianjurkan pemberian campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun) guna
mempertinggi serokonversi. Atau dalam situasi seperti berikut: apabila terdapat kejadian luar
biasa peningkatan kasus campak maka anak SD,SMP,SMA dapat diberikan imunisasi ulang;
setiap orang yang sudah imunisasi campak yang virusnya dimatikan; setiap orang yang sudah
pernah mendapatkan immunoglobulin; setiap orang yang tidak dapat menunjukkan catatan
imunisasinya.

 Kontraindikasi
Kontraindikasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, memperoleh
pengobatan immunoglobulin atau kontak dengan darah, hamil, memiliki riwayat alergi, dan
sedang memperoleh pengobatan imunosupresan.

5) Imunisasi Hib

– Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B

– Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali

– Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.

– Dosis 0,5 ml diberikan IM

– Disimpan pada suhu 2-8°C

– Ulangan vaksin diberikan pada umur 18 bulan.

– Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, vaksin Hib hanya diberikan sekali.

Jadwal imunisasi yang wajib diberikan kepada neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah seperti
tabel dibawah ini:
Sedangkan untuk imunisasi yang sifatnya “dianjurkan”, jadwalnya seperti tabel berikut ini:

1. h. Imunisasi pada balita

Tujuan pemberian imunisasi pada bayi dan balita adalah untuk mencegah penyakit pada bayi dan
balita yang pada akhirnya akan menghilangkan penyakit tersebut. Terdapat 2 jenis imunisasi,
yaitu

a) Imunisasi Aktif

Tubuh akan memproduksi sendiri zat anti setelah adanya rangsangan antigen (virus yang telah
dilemahkan) dari luar tubuh. Tubuh yang terpapar antigen akan membentuk zat anti terhadap
antigen tersebut. Keberhasilan pemusnahan antigen tersebut tergantung pada jumlah antigen
yang berhasil dibentuk atau dimiliki oleh tubuh. Jumlah zat anti yang cukup tinggi biasanya
diperoleh setelah tubuh mengalami reaksi kedua, ketiga dan seterusnya. Pembentukan zat anti
akibat paparan kembali antigen yang sama pada tubuh akan berlangsung lebih cepat. Titer
antibodi yang terbentuk akibat rangsangan antigen pada tubuh untuk pertama kalinya tidak tinggi
dan kadarnya cepat menurun. Oleh sebab itu, pemberian imunisasi ulang (boster) perlu dilakukan
untuk mempertahankan jumlah zat anti yang tetap tinggi di dalam tubuh.

b) Imunisasi Pasif
Tubuh anak tidak memproduksi antibodi sendiri, melainkan kekebalan tersebut didapatkan dari
luar dengan cara penyuntikan bahan/serum yang telah mengandung zat anti, atau anak tersebut
mendapat zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan, setelah memperoleh zat penolak,
prosesnya cepat, tetapi tidak bertahan lama. Kekebalan pasif terdapat 2 cara:

 Kekebalan pasif alamiah yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya dan
tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir). Misalnya
difteri, tetanus,dan morbili.
 Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan yang diperoleh setelah mendapat suntikan zat
penolak. Misalnya, vaksinasi ATS.

Jadi dapat disimpulkan, perbedaan antara imunisasi aktif dan imunisasi pasif bahwa pada
imunisasi aktif diperlukan waktu yang lebih lama untuk membuat zat anti dibandingkan
imunisasi pasif. Kekebalan yang didapat dari imunisasi aktif bertahan lama, sedangkan imunisasi
pasif berlangsung hanya beberapa bulan.

Yang termasuk imunisasi wajib, yaitu BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, Campak, DT, TT.
Sedangkan yang termasuk imunisasi yang hanya dianjurkan pemerintah dapat digunakan untuk
mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemic atau untuk kepentingan tertentu.
Imunisasi anjuran pemerintah, yaitu MMR, tifus, HiB, hepatitis A, dan varisela. Selanjutnya,
akan dibahas imunisasi anjuran pemerintah.

1) Imunisasi MMR

Kebanyakan anak mendapatkan imunisasi measles (campak), mumpus (gelondongan), dan


Rubella (campak jerman) sekaligus dalam satu suntikan yaitu MMR. Ketiga vaksin ini bekerja
dengan baik, dan akan melindungi sebagian besar anak seumur hidupnya. Terutama bagi anak
perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada saat
hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang rubela
dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui, rubela dapat
menyebabkan kecacatan pada janin.

Anak sebaiknya mendapatkan 2 kali vaksin MMR. Dosis pertama diberikan diantara usia 12-15
bulan, sedang dosis kedua dapat diberikan pada usia 4-6 tahun sebelum anak masuk SD. Apabila
ketika terjadi wabah, vaksin MMR dapat diberikan sebelum berusia 1 tahun. Ini diberikan
sebagai pencegahan jangka pendek saja, nantinya tetap harus diberikan 2 dosis vaksin ini pada
jadwal seperti disebutkan diatas.

Efek samping imunisasi MMR dapat berupa demam dan bercak kemerahan yang timbul sekitar
1-2 minggu setelah imunisasi. Reaksi ini akan menghilang dalam beberapa hari. Kejang demam
kadang dapat terjadi pada anak yang diberikan imunisasi MMR. Anak yang diketahui alergi berat
terhadap gelatin atau neomycin antibiotik tidak boleh diberikan imunisasi MMR. Demikian juga
anak yang mempunyai reaksi alergi berat setelah vaksin MMR tidak boleh diberikan vaksin
MMR ulangan. Anak yang kekebalan tubuhnya ditekan (karena mempunyai penyakit seperti
kanker atau infeksi HIV, atau pengobatan semacam steroid) sebaiknya dievaluasi oleh dokter
sebelum diberikan vaksin MMR. Anak yang baru mandapatkan transfusi atau produk darah
lainnya sebaiknya menunggu beberapa bulan sebelum mendapatkan MMR.

2) Imunisasi Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi.
Penyakit ini menyebabkan demam tinggi, lemas, sakit perut, sakit kepala, kurang nafsu makan
dan kadang bercak kemerahan. Jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian pada 30%
penderita. Pada umumnya penyakit ini menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi.

Saat ini ada dua macam imunisasi yang dapat digunakan untuk mencegah demam tifoid. Yang
pertama diberikan dengan suntikan (kuman mati) dan yang kedua diberikan dengan kapsul
(kuman hidup dilemahkan).

Imunisasi suntikan dapat diberikan pada anak berusia 2 tahun atau lebih. Satu dosis dapat
diberikan setiap 2-3 tahun. Imunisasi oral dapat diberikan pada saat anak berusia 6 tahun atau
lebih. Diberikan 4 dosis dengan jarak setiap 2 hari. Dapat diulang tiap 5 tahun.

Pada vaksin suntikan dapat timbul reaksi ringan seperti demam, sakit kepala, kemerahan dan
nyeri pada tempat suntikan. Vaksin tifoid oral jangan diberikan bersamaan dengan antibiotika.
Beri jarak waktu lebihdari 24 jam dengan antibiotika terakhir. Dapat timbul demam, sakit kepala,
mual muntah. Jika terdapat kejadian serius atau tidak biasa seteah pemberian vaksin ini segera
hubungi dokter.

3) Imunisasi Hib

Vaksin Hib ini merupakan vaksin berisi kuman dimatikan, dan dibuat hanya dari sebagian kuman
Haemophilus influenza b. Anak sebaiknya mendapatkan 3-4 kali dosis vaksin ini, tergantung dari
produsen pembuat vaksin yang digunakan oleh dokter. Dosis penguat diberikan pada usia antara
12 – 15 bulan. Anak yang telah berusia 5 tahun atau lebih tidak perlu diimunisasi dengan vaksin
Hib. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan vaksin DTap atau dengan vaksin hepatitis B.
vaksin ini bekerja sama baiknya dan sama amannya dengan vaksin yang diberikan secara
terpisah.

Hib merupakan imunisasi yang sangat aman. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit atau
meningitis akibat Hib dan biasanya tidak menyebabkan efek samping serius. Sebagian kecil anak
yang mendapatkan imunisasi ini akan mengalami kemerahan, bengkak pada lokasi suntikan atau
demam. Reaksi ini biasanya timbul dalam 24 jam pertama setelah suntikan dan akan menghilang
dalam 2-3 hari. Bayi yang berusia kurang dari 4 minggu sebaiknya tidak diberikan imunisasi
karena daya imunitas yang ditimbulkan masih belum baik.

4) Imunisasi Hepatitis A

Hepatitis A adalah penyakit hati berat yang ditimbulkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV
dapat ditemukan pada tinja penderita hepatitis A dan biasana menular jika diminum atau makan
sesuatu yang tercemar dengan virus ini. Penyakit ini ditandai dengan gejala seperti flu, kuning
pada mata dan kulit, mencret dan sakit perut.

Imunisasi Hepatitis A dapat mencegah penyakit ini, dan sangat dianjurkan bagi anak berusia 12
bulan atau lebih terutama didaerah endemis. Diperlukan 2 dosis untuk dapat memberikan
kekebalan seumur hidup. Dosis ini diberikan dengan jarak waktu minimal 6 bulan.

5) Imunisasi Varicella

Vaksin varicella merupakan vaksin yang berisi virus hidup. Vaksin ini diberikan di Jepang
selama 20 tahun. Di Amerika Serikat, vaksin ini digunakan dari tahun 1995. Satu dosis vaksin
varicella direkomendasikan untuk anak berusia 12-18 bulan. Anak yang tidak mendapatkan
vaksin ini dapat diberikan satu dosis sampai ketika berusia 13 tahun. Usia diatas itu harus
diberikan 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu terpisah. Anak yang sudah pernah sakit cacar air tidak
perlu diberikan imunisasi ini.

Vaksin ini dapat mencegah cacar air 70% sampai 90% dan dapat mencegah penyakit berat
sampai lebih dari 95%. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan imunitas seumur hidup. Sekitar
1% – 2 % anak yang mendapatkan imunisasi ini tetap menderita cacar air, tetapi biasanya
gejalanya sangat ringan.

Varicella merupakan vaksin yang sangat aman. Pada beberapa anak dapat timbul bengkak dan
kemerahan pada lokasi suntikan. Juga dapat timbul bercak kemerahan dalam 1-3 minggu setelah
imunisasi. Kejadian kejang demam juga pernah dilaporkan setelah imunisasi, namun sangat
jarang. Anak yang diketahui alergi terhadap gelatin atau neomisin jangan diberikan vaksin ini.
Anak dengan efeisiensi imun seperti kanker atau HIV harus dievaluasi oleh dokter terlebih
dahulu sebelum diberikan imunisasi ini.

1. i. Imunisasi pada anak prasekolah

Pemberian imunisasi pada anak adalah penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi misalnya penyakit TBC, diphteri
tetanus, pertusis, polio, campak, dan hepatitis B. Bahkan sekarang telah masuk ke Indonesia
vaksin MMR untuk mencegah measles (campak), mumps (parotitis) dan rubela (campak jerman).
Dengan melaksanakan imunisasi yang lengkap maka diharapkan dapat dicegah timbulnya
penyakit-penyakit yang menimbulkan cacat dan kematian.

1) Imunisasi MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan
disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan
mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa
menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun
kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi
pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.

Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar
getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan
perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme
dengan pemberian vaksin MMR. Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak
terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR
hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi
kepada bayi yang berumur 9 – 12 bulan.

Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12 – 15 bulan. Suntikan pertama mungkin
tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua
pada saat anak berumur 4 – 6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11 – 13
tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang
berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status
imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Cendika dkk. 2010. Panduan Pintar Hamil & Melahirkan, Jakarta : Wahyu Media
Kemenkes RI, 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta
Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta.
EGC.
Medika. Roesli Utami.2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda.
Jakarta
Nanny Lia Dewi, Vivian,DKK. 2010. Asuhan Bayi dan Balita. Jakarta; Salemba
Prawirohardjo Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sarwono, 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Bina Pustaka
Sodikin. 2009.Buku Saku Perawatan Tali Pusat. Jakarta: EGC
Nur Hidayah di 01.12

Anda mungkin juga menyukai