kajian psikologis tentang persiapan seorang ayah dalam persiapan menjadi orang tua
1. Keuangan yang relative cukup: penyesuaian akan pendapatan dan pengeluaran karena kehadiran
anggota baru
2. Hubungan yang stabil dengan pasangan: hubungan yang stabil sebelum kehamilan cenderung
akan menjadi lebih dekat karena akan berperan sebagai orang tua
3. Kepuasan dalam hubungan tanpa anak:kehamilan pasangannya akan mengakhiri periode tanpa
anak bagi kehidupan seorang pria. Apabila kehamilan yang tidak direncanakan membuat pria merasa
sulit menerima perubahan dalam hidupnya
- Respon Emosi Pria menunjukkan respon emosi terhadap kehamilan pertama pasangannya
- Gaya pengamat:ayah dalam kategori ini terdiri dari ayah yang bahagia menyambut kehamilan dan
ingin menjadi ayah akan tetapi karena budaya dan malu maka menjauhkan diri dari aktivitas
perawatan kehamilan.
- Tetapi jika tidak menerima kehamilan maka terjadi perasaan ambivalen terhadap kehamilan dan
peran sebagai ayah dan beraksi mejauhkan diri
- Gaya ekspresif:ayah yang menunjukkan kesadaran akan kebutuhan istri dan memberi dukungan,
turut merasakan ketidaknyamanan yg dialami istrinya. Merasa bersemangat sekaligus khawatir
untuk menjadi ayah yang baik
- Gaya instrumental:ayah yang memandang dirinya sebagai manajer kehamilan, terlibat langsung
selama periode kehamilan, persalinan dan neonatal
- Setiap ayah memiliki sikap yang mempengaruhi peilakunya terhadap kehamilan, sehingga dapat
menyesuaikan diri terhadap kehamilan dan peran sebagai orang tua Ingatan tentang cara ia dirawat
ayahnya,pengalamanya merawat anak, persepsinya terhadap peran pria dan ayah dalam kelompok
budaya dan sosialnya akan mengarahkan pilihannya dalam menetapkan tugas dan tangungjawabnya
Calon ayah memerlukan dukungan untuk peran barunya, merasa tidak memiliki contoh sebagai ayah
baru, seperti:
Antisipasi persalinan :
- Hari-hari dan minggu menjelang taksiran persalinan ditandai oleh perasaan cemas dan gelisah
Perhatian utama ayah membawa istri ke fasiliitas kesehatan dan merasa khawatir akan keselamatan
istri dan anaknya Jika ayah mengikuti kelas pendidikan antenatal maka memiliki kemampuan untuk
belajar menjadi pasangan yang terlibat aktif dalam proses menjadi orang tua
- Ayah dengan dirinya sendiri, mengeksplorasi pengalaman dan perasaan pribadi yang
berkaitan dengan transisi menuju peran ayah Ayah, ibu dan bayi, dimana aspek relasional
difokuskan, seperti hubungan ayah-bayi, ibu-bayi, ayah-ibu dan ibu-ayah-bayi; Ayah dan
jaringan dukungan formal, di mana hubungan antara ayah dan jaringan dukungan
profesional formal, termasuk kebijakan publik dan medis dalam bantuan untuk ayah Ayah,
pekerjaan dan masyarakat, mengacu pada studi tentang hubungan antara laki-laki dan
pekerjaan, dengan ayah lain atau dengan keluarga asal mereka.
- Mencakup studi tentang interaksi antara keluarga baru. Hubungan perkawinan merupakan
variabel yang paling banyak dipelajari dalam bidang transisi menuju peran ayah, mungkin
yang paling banyak dimodifikasi sebelum kelahiran bayi. Di antara perubahan perkawinan
yang disebutkan oleh peserta adalah penurunan kehidupan seksual pasangan yang
cenderung meluas dari kehamilan hingga beberapa bulan pertama setelah melahirkan.
- Seperti yang ditunjukkan beberapa artikel, pria aktif membangun hubungannya dengan
bayi . Jika ayah tidak hadir, ibu mengklaim kehadiran dan partisipasinya. Sebaliknya, jika
ayah memiliki ikatan yang kuat dengan bayi dan partisipatif, ia cenderung diabaikan oleh ibu
yang menganggapnya tidak pantas atau berlebihan. Dalam satu atau lain cara, ibu
mengontrol perkembangan hubungan ayah-bayi sebagai "penjaga pintu gerbang" yang
terkadang mengizinkan keterlibatan ayah dan terkadang mencegah. Dalam pengertian ini,
diasumsikan adanya hubungan antara sikap ibu dan perasaan dikucilkan yang diungkapkan
oleh ayah dalam proses pendekatan dan hubungan dengan anaknya.
- Dalam beberapa studi menemukan bahwa tugas merawat bayi sebagian besar merupakan
tanggung jawab ibu Ayah hanya berfungsi sebagai pembantu ibu yang keterampilannya
harus diajarkan. Maternitas dan paternitas akan dibangun dalam hubungan masing-masing
sesuai dengan pengalaman pribadi, dengan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat di mana
dia tinggal
- Beberapa penulis mengakui kemunculan seorang ayah baru di masa kini, yang berusaha
untuk lebih hadir dan partisipatifdalam hubungannya dengan bayi dan pasangannya Dalam
sebuah penelitian, ayah sebagai orang yang tetap berperan sebagai pencari nafkah dan
menjaga keamanan keluarga, tetapi juga, terlibat secara emosional dengan bayi dan
pasangan. Ayah mencari cara sendiri untuk keterlibatan dengan bayinya, yang
karakteristiknya berbeda dari hubungan ibu-bayi. Partisipasi ayah dipandang penting untuk
perkembangan fisik dan emosional bayi
- Pekerjaan terletak pada pencarian model baru paternitas. Pelaksanaan menjadi orang tua
sedang didefinisikan ulang, melampaui model hegemoni lama. Standar baru sedang
diupayakan melalui pertukaran pengalaman dengan ayah lain yang mengalami transformasi
yang sama sehingga menciptakan jaringan dukungan informal. Ayah membutuhkan untuk
berekspresi dan berbagi dengan ayah lainnya, memungkinkan pembentukan model hybrid
dari ayah dari referensi kehidupannya, dari model yang dominan secara budaya, identitas
ayah dibentuk terutama oleh proses identifikasi dengan ayah dari generasinya sendiri, bukan
identifikasi dominan dengan ayahnya sendiri.
- Disebutkan pula pengaruh model paternal yang dibawa sejak masa kanak-kanak dari
mereka yang menjadi ayah, mengarahkan mereka untuk memikirkan kembali dan
mengintegrasikan aspek positif dan negatif dari hubungan lama dengan ayah mereka sendiri.
Mengenai pekerjaan formal, banyak ayah menggambarkan kesulitan untuk kembali bekerja,
mengaku kehilangan kontak lebih dekat dengan bayi dan gagal memantau
perkembangannya dengan cermat. Yang lain menyebutkan perasaan bersalah atas
kesibukannya pada pekerjaan, merasa dikucilkan dari kehidupan sehari-hari keluarga,
meskipun mereka sadar akan kebutuhan untuk kembali bekerja
- Transisi menjadi ayah merupakan proses rumit yang meliputi aspek internal, relasional,
perkawinan dan sosial. Sedangkan untuk pengalaman emosional ayah selama transisi
menjadi orang tua, intensitasnya menyebabkan perubahan besar dalam cara dia
memandang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya
5. asuhan kebidanan prakonsepsi dengan pendekatan manajemen kebidanan yang di dukung
kemampuan berpikir kritis dan rasionalisasi klinis dengan pertimbangan keragaman budaya,
keyakinan, sosial ekonomi, keunikan, serta potensi alamiah individu
Asuhan prakonsepsi diberikan pada perempuan dan laki-laki yang akan menikah (persiapan
menikah) maupun pasangan yang sudah menikah, baik yang belum atau yang akan merencanakan
kehamilan.
• Individu, pasangan, keluarga dan masyarakat yang secara sosial dan ekonomi termarginalisasi atau
terpinggirkan.
• Remaja perempuan
• Status atau kondisi kesehatan yang kurang atau buruk pada masa prakonsepsi tidak dapat dikenali
dan diperbaiki yang dapat mengakibatkan munculnya berbagai masalah kesehatan pada masa
kehamilan.
• Hasil reproduksi yang buruk yaitu kondisi kesehatan anak yang dilahirkan yang buruk baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
• Kondisi perilaku, faktor individu dan lingkungan yang merugikan kesehatan tidak dapat dikenali
dan diperbaiki yang hal ini nantinya dapat memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan ibu dalam
masa kehamilan.
Perempuan dan pasangannya dapat berkonsultasi kepada tenaga kesehatan baik bidan maupun
dokter untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan prakonsepsi di berbagai fasilitas
kesehatan terdekat, antara lain praktik mandiri bidan/PMB, puskesmas, klinik dokter spesialis
kandungan, ataupun rumah sakit.
Semakin cepat seorang perempuan dan pasangannya mendapatkan asuhan prakonsepsi maka akan
semakin cepat pula diketahuinya berbagai kondisi baik fisik, psikologis, dan sosial pasangan yang
dapat memengaruhi kesiapan dan kesehatan pada masa kehamilan nanti.
Apabila berbagai permasalahan kesehatan yang dapat meliputi kondisi fisik, psikologis, sosial, serta
perilaku, faktor individu dan lingkungan yang merugikan pada masa prakonsepsi dapat terdeteksi
sedini mungkin, maka upaya pencegahan dan perbaikan kondisi kesehatan dapat dilakukan
seoptimal mungkin sebelum terjadinya kehamilan.
Faktor apa sajakah yang menjadi penghalang bagi perempuan dan pasangannya untuk
memperoleh asuhan prakonsepsi?
• Jawaban untuk hal di atas: Setiap perempuan sangat unik atau berbeda-beda. Tidak semua
perempuan memiliki kondisi yang sama dalam hal fisik, psikologis, perilaku, dan faktor lingkungan
sekitarnya yang dapat memengaruhi kesehatan diri perempuan tersebut. Banyak kondisi atau
masalah kesehatan yang merugikan kehamilan dapat diketahui sedini mungkin untuk dilakukan
penanganan yang sesuai jika asuhan prakonsepsi dilaksanakan. Sebagaimana sebuah prinsip yang
sudah dikenal luas “mencegah lebih baik dari pada mengobati”.
• Jawaban untuk hal di atas: Prioritas kesehatan perlu diperhatikan baik perempuan maupun
pasangannya. Adapun asuhan prakonsepsi sebetulnya bersifat fleksibel dalam hal alokasi waktu yang
digunakan dan perempuan bisa berkonsultasi kepada tenaga kesehatan sesuai kesempatan/waktu
yang ia miliki.
Dukungan suami memiliki peran yang besar bagi perempuan dalam memanfaatkan pelayanan
asuhan prakonsepsi. Dalam keluarga yang bersifat patriarki, suami merupakan pengambil keputusan
yang dominan dalam setiap urusan keluarga, termasuk dalam hal kegiatan perempuan untuk
berkonsultasi dalam asuhan prakonsepsi. Rendahnya partisipasi perempuan dalam asuhan
prakonsepsi dapat disebabkan karena suami kurang mendukung perempuan untuk datang ke
fasilitas kesehatan. Para suami terkadang jarang berdiskusi dengan istri mereka perihal rencana
untuk memiliki anak atau tidak memiliki anak.
• Jawaban untuk hal di atas: Para perempuan perlu mengomunikasikan kepada pasangan mereka
dengan cara yang baik dan pada saat yang tepat tentang pentingnya memanfaatkan asuhan
prakonsepsi yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Para perempuan bisa menyampaikan
tujuan dan manfaat asuhan prakonsepsi sehingga pasangan mereka dapat memahaminya dan
memberikan dukungan pada istri untuk mendapatkan pelayanan asuhan prakonsepsi.
4. Pandangan perempuan /masyarakat yang menganggap asuhan prakonsepsi tidak penting. Adanya
anggapan dalam masyarakat tentang asuhan prakonsepsi kurang penting dibandingkan asuhan
pemeriksaan kehamilan dan persiapan persalinan menjadi penyebab rendahnya keikutsertaan
perempuan dalam pelayanan asuhan prakonsepsi. Hal ini membuat perempuan atau masyarakat
tidak memprioritaskan dan berbagi informasi tentang asuhan prakonsepsi. Selain itu, bagi
perempuan yang ingin merencanakan banyak anak, maka mereka enggan untuk berkonsultasi
kepada tenaga kesehatan terkait perencanaan kehamilannya karena adanya persepsi yang negatif
dari masyarakat/tenaga kesehatan tentang mempunyai banyak anak.
• Jawaban untuk hal di atas: Asuhan pra konsepsi merupakan momen penting bagi perempuan dan
pasangannya untuk menyiapkan kehamilan yang sehat. Hal ini dimungkinkan karena dapat
diketahuinya kondisi/permasalahan kesehatan yang dapat memengaruhi kesehatan ibu janin selama
masa kehamilan sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan atau antisipasi sebelum terjadi
kehamilan. Banyak masalah kesehatan atau komplikasi yang berdampak buruk bagi kesehatan ibu
dan janin selama kehamilan yang dapat dicegah jika perempuan mendapatkan asuhan prakonsepsi.
Para perempuan tidak perlu sungkan untuk berkonsultasi kepada tenaga kesehatan jika ingin
merencanakan akan hamil lagi walaupun sudah memiliki banyak anak. Tenaga kesehatan baik dokter
kandungan maupun bidan yang kompeten akan selalu melayani hak-hak reproduksi perempuan
secara profesional dan memberikan konseling yang sesuai dengan kondisi setiap perempuan yang
diasuh dengan tetap menghormati dan menghargai kondisi atau keputusan perempuan dan
pasangannya.
Salah satu faktor yang menghalangi perempuan mendapatkan asuhan prakonsepsi adalah adanya
anggapan bahwa asuhan prakonsepsi memerlukan biaya yang besar untuk dilakukan berbagai
pemeriksaan dan atau pengobatan, serta jarak fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh dari tempat
tinggal. Faktor kondisi ekonomi seringkali menyebabkan para perempuan tidak mau datang ke
fasilitas kesehatan karena mereka merasa dirinya sehat bahkan saat sakitpun jika mereka masih bisa
melakukan aktivitas, mereka merasa tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan.
• Jawaban untuk hal di atas: Pada dasarnya, asuhan prakonsepsi adalah kegiatan
pengkajian riwayat kesehatan perempuan dan pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan. Hal tersebut
dilakukan untuk memastikan bahwa perempuan dalam kondisi sehat sebelum hamil. Kegiatan ini
umumnya tidak memerlukan biaya yang besar. Jika dari hasil pengkajian riwayat dan pemeriksaan
fisik, seorang perempuan memiliki faktor risiko atau masalah kesehatan tertentu, maka dokter atau
bidan akan membantu perempuan untuk memberikan gambaran dan penjelasan berbagai solusi
penanganan yang sesuai dengan kondisi/kemampuan perempuan. Semua rencana intervensi yang
diperlukan pastinya akan dikomunikasikan pada perempuan dan pasangannya agar perempuan
dapat menentukan sendiri pilihan dan keputusan yang terbaik bagi dirinya. Selain itu, perempuan
tidak perlu datang jauh-jauh ke RS karena asuhan prakonsepsi dapat diakses di praktik mandiri bidan
atau puskesmas terdekat. Hal-hal apa sajakah yang perlu dilakukan atau diperoleh oleh perempuan
dan atau pasangannya selama asuhan prakonsepsi untuk merencanakan kehamilan yang sehat?
Niat perempuan untuk merencanakan kehamilan atau tidak dalam jangka pendek dan panjang serta
risiko kehamilan bagi perempuan perlu diketahui dan disadari oleh perempuan dan pasangannya.
Dokter/bidan biasanya akan melakukan pengkajian dan memberikan pertimbangan tentang rencana
kehidupan reproduksi yang sehat dan kemungkinan penggunaan alat kontrasepsi sesuai rencana
kehidupan reproduksinya dan risiko kehamilan yang dihadapi.
2. Aktivitas fisik
Semua perempuan dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik/olah raga sesuai kemampuan fisiknya.
4. Semua perempuan usia reproduktif harus mengonsumsi suplemen multivitamin apabila asupan
dari makanan sehari-hari tidak mencukupi. Hal ini untuk mencapai dampak kehamilan yang sehat
dan mencegah kelainan kongenital.
5. Semua perempuan usia reproduktif harus mengetahui bahwa penggunaan suplemen (vitamin,
mineral, ramuan herbal atau tradisional, dll) harus dipastikan tentang keamanannya, dampak dan
efektifitasnya.
6. Semua perempuan usia reproduktif sebaiknya mengonsumsi 0,4 mg (400 μg) asam folat perhari
yang diperoleh dari makanan terfortifikasi dan atau suplemen. Selain itu,direkomendasikan juga
untuk mengonsumsi makanan sehat yang kaya akan asam folat (sayuran hijau, buah-buahan
terutama jerus, kacang-kacangan, makanan tinggi protein seperti daging, hati, telur, produk roti atau
sereal terfortifikasi.
7. Semua perempuan usia reproduktif harus mengetahui pentingnya memenuhi asupan kalsium dari
makanan sehari-hari atau dengan menambah suplemen kalsium apabila asupan sumber kalsium dari
makanan tidak mencukupi.
8. Semua perempuan pada masa prakonsepsi harus dilakukan skrining risiko anemia karena
defisiensi/kekurangan zat besi. Apabila terbukti mengalami anemia, maka perempuan harus
mengonsumsi tablet zat besi untuk memperbaiki kondisi anemia. Semua perempuan usia
reproduktif yang mengalami defisiensi/kekurangan yodium harus menyadari risiko hal tersebut
terhadap kehamilan dan harus mengonsumsi makanan yang mengandung yodium 150 μg setiap hari
sebelum hamil dan sedikitnya 200 μg pada masa kehamilan atau menyusui. Bagi perempuan yang
berada pada wilayah dengan endemis kekurangan yodium disarankan untuk mengonsumsi garam
beryodium. Makanan sumber yodium antara lain garam beryodium, makanan laut, plum kering,
telur, susu, yoghurt.
9. Imunisasi
Semua perempuan usia reproduksi harus mengetahui status imunisasinya antara lain,apakah ia
sudah pernah mendapatkan imunisasi difteri-tetanus toksoid (DT), difteri-tetanus-pertusis (DPT),
measles-mumps-rubella (MMR), hepatitis B dan varisela. Jika diperlukan maka petugas akan
memberikan imunisasi sesuai kebutuhan.
10. Menghentikan atau menghindari paparan tembakau, minuman alkohol, dan pengunaan obat-
obatan atau zat psikoaktif
Semua perempuan harus mengetahui status kesehatannya terkait infeksi menular seksual dan HIV
termasuk perilaku berisiko yang harus dihindari agar dapat mencegah terjadinya infeksi menular
seksual dan HIV. Petugas kesehatan akan memberikan penjelasan tentang tes yang diperlukan sesuai
dengan standar.
• Penderita HIV
• Gangguan gizi (baik kekurangan zat gizi makro, seperti kurang kalori atau protein; maupun
kekurangan zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral)
• Perokok aktif
• Tinggal di pemukiman padat penduduk, ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang
13. Belum ada bukti yang jelas tentang tes toksoplasmosis dapat mengurangi infeksi toksoplasma
gondii dan dapat meningkatkan pengobatan pada perempuan yang terinfeksi. Jika tes
toksoplasmosis dilakukan, perempuan yang hasil tesnya positif harus dipastikan mereka tidak
berisiko mengalami toksoplasmosis saat kehamilan; perempuan yang hasil tesnya negatif dapat
diberikan konseling tentang cara pencegahan infeksi toksoplasmosis.
• Menghindari konsumsi daging mentah atau yang tidak dimasak secara matang dan sayuran
mentah
• Mencuci buah dan sayur dengan bersih dibawah air mengalir sebelum dikonsumsi
• Jika berkebun, harus menggunakan alat pelindung diri atau sarung tangan dan mencuci tangan
setelah berkebun
• Jika memelihara kucing/anjing, hindari kontak langsung dengan kotoran hewan tersebut dan
mendesinfeksi kotoran hewan atau bekasnya dengan larutan desinfektan/larutan untuk pembersih
lantai.
• Sebaiknya menghindari hewan peliharaan seperti kucing atau anjing di sekitar rumah maupun
dikebun atau perternakan hewan karena keberadaan kucing peliharaan di luar ruangan telah
diketahui sebagai faktor risiko infeksi pada hewan ternak seperti domba, kambing, ayam, dan babi.
Apabila hewan ternak tersebut terinfeksi oleh ookista toksoplasma yang berasal dari kotoran kucing,
maka daging hewan ternak tersebut dapat menginfeksi manusia apabila dikonsumsi.
14. Bagi perempuan yang memiliki anak-anak atau bekerja mengasuh bayi atau anak kecil sebaiknya
berupaya mengurangi risiko infeksi sitomegalovirus melalui upaya kewaspadaan umum, misalnya
menggunakan sarung tangan saat membersihkan kotoran atau popok, mencuci tangan segera
menggunakan sabun dan air mengalir setelah membersihkan kotoran atau popok atau jika terpapar
cairan/lendir dari saluran nafas.
15. Menghindari makanan yang mengandung atau berupa keju lembut yang terbuat dari susu yang
tidak dipasteurisasi, makanan siap saji seperti hotdog, daging deli, atau makanan sisa yang disimpan
semalaman. Hal ini sebagai upaya untuk menghindari infeksi bakteri listeria yang berbahaya jika
menginfeksi perempuan hamil.
16. Bagi perempuan yang berencana untuk hamil sebaiknya menghindari perjalanan atau kunjungan
ke daerah endemis malaria. Jika perjalanan tidak dapat dihindari, maka dianjurkan untuk tidak hamil
terlebih dahulu dan dapat menggunakan kontrasepsi hingga kembali ke tempat semula.
17. Perempuan yang berisiko tinggi terinfeksi gonore, sifilis, dan klamidia harus mengikuti skrining
atau tes sebelum merencanakan hamil. Jika hasil tes positif, maka perempuan tersebut harus diobati
dengan tuntas. Adapun perempuan yang termasuk dalam kelompok berisiko terinfeksi gonore, sifilis,
dan klamidia antara lain remaja atau perempuan dengan perilaku seksual berisiko, riwayat infeksi
penyakit yang sama sebelumnya, adanya masalah atau penyakit infeksi menular seksual lainnya,
pekerja seks, adanya keluhan rasa sakit saat buang air kecil/BAK atau adanya pengeluaran sekret
dari saluran kencing, pengguna alkohol atau obat-obat psiko aktif, penderita HIV, perempuan yang
tinggal di daerah dengan kejadian infeksi gonore/sifilis tinggi,
18. Bagi perempuan dengan riwayat infeksi herpes di daerah kelamin harus menyadari bahwa
terdapat risiko penularan dari ibu ke janin dan pada bayi baru lahir. Bagi perempuan yang tidak ada
riwayat penyakit tersebut namun pasangannya menderita infeksi herpes genital, perlu dilakukan
skrining atau tes serologis.
19. Semua perempuan dengan penyakit diabetes melitus/penyakit gula harus mengetahui
pentingnya melakukan pemeriksaan dan mengontrol gula darah sebelum berencana untuk hamil.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh perempuan penderita diabetes melitus adalah
mengontrol berat badan secara optimal, kontrol intensif ke dokter, pengawasan gula darah mandiri
dengan melakukan pemeriksaan sendiri di rumah, melaksanakan olahraga terprogram dan teratur,
berhenti merokok, mengonsumsi alkohol atau obat-obatan psikoaktif. Dalam beberapa bulan
sebelum hamil, perempuan penderita diabetes harus diperiksa darahnya untuk mengetahui kadar
hemoglobin terglikosilasi (hba1c) untuk memprediksi risiko terjadinya kelainan bawaan pada janin
yang dikandung saat hamil nanti. Jika kadar hba1c mendekati normal, maka risiko kelainan bawaan
pada janin yang dikandung akan menurun. Bagi perempuan yang sulit mengontrol kondisi
diabetesnya, sangat dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi/KB. Pemeriksaan gula darah
sebaiknya dilakukan pada perempuan dengan kelebihan berat badan atau obes (IMT ≥25 kg/m2),
perempuan yang pernah menderita diabetes dalam kehamilan sebelumnya, atau yang memiliki satu
atau lebih faktor risiko diabetes (penderita asam urat, pola makan tidak sehat yaitu konsumsi tinggi
daging olahan tinggi gula serta kurang makanan rendah serat, aktivitas fisik rendah atau kurang
gerak, pengkonsumsi alkohol, perokok, tekanan darah tinggi, haid pertama kali terlambat).
20. Semua perempuan dengan gejala hipotiroid sebaiknya mengikuti skrining/pemeriksaan penyakit
tiroid. Jika terdapat hipotiroid, harus mendapatkan pengobatan yang sesuai sebelum hamil.
21. Perempuan usia reproduktif yang menderita fenilketonuria (penyakit genetik yang menyebabkan
fenilalanin menumpuk di dalam tubuh) harus mengikuti tes/pemeriksaan untuk menentukan kadar
fenilalanin dan menjaga asupan makanan rendah fenilalanin sebelum berencana untuk hamil agar
dapat mencegah dampak buruk pada janin yang dikandung.
22. Perempuan usia reproduktif dengan riwayat penyakit/gangguan kejang, hipertensi, lupus,
penyakit ginjal, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan pembekuan darah, asma,
penyakit/gangguan kejiwaan, harus menyadari risiko penyakitnya dalam kehamilan. Jika perempuan
tersebut berencana akan hamil, harus berkonsultasi dahulu kepada dokter dan dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk perencanaan kehamilan yang sehat, termasuk penggunaan alat
kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi penyakitnya.
23. Semua perempuan usia reproduktif harus mengetahui manfaat tidak merokok sebelum, selama
dan setelah kehamilan. Jika ia perokok aktif, seharusnya berhenti merokok sejak sebelum hamil.
Selain itu perempuan juga harus menghindari paparan asap rokok orang lain.
24. Semua perempuan yang berencana untuk hamil harus mengikuti skrining Riwayat kesehatan
antara lain usia ibu, kondisi medis ibu dan ayah, riwayat hamil, bersalin, dan nifas yang lalu, riwayat
kesehatan keluarga yang idealnya dari 3 generasi harus diketahui baik dari klien maupun
pasangannya dengan tujuan untuk mengidentifikasi kelainan genetik, kelainan bawaan, dan
keterbelakangan mental.
25. Semua perempuan usia reproduktif yang berencana akan hamil sebaiknya menghindari konsumsi
ikan hiu, ikan todak, king mackerel, ddan ikan ubin. Konsumsi ikan lainnya (seperti tuna) juga harus
dibatasi tetapi diperbolehkan hingga dua kali makan masing-masing 3 ons per pekan. Larangan ini
terkait dengan konsentrasi merkuri pada ikan yang ditangkap. Diet atau makan ibu sebaiknya
dilengkapi dengan asam lemak esensial yang bukan bersumber dari makanan laut.
26. Semua perempuan yang memiliki penyakit tertentu yang mengharuskan ia mengonsumsi obat-
obatan tertentu untuk maka harus berkonsultasi dahulu kepada dokter apakah obat-obatan yang
dikonsumsi berdampak pada kesehatan ibu dan anak apabila ia berencana akan hamil. Selain itu,
pemakaian obat-obatan yang dijual bebas, suplemen makanan (termasuk herbal/jamu, produk
penurun berat badan, dan suplemen olahraga) juga harus dikonsultasikan kepada dokter ketika
perempuan merencanakan kehamilan.
27. Perempuan dengan riwayat persalinan prematur, keguguran spontan sebanyak tiga kali, atau
bayi baru lahir mati saat kelahiran, harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebabnya
dan menjalani terapi berdasarkan penyebab selama masa prakonsepsi.
28. Perempuan dengan riwayat bedah sesar pada persalinan sebelumnya harus menunda kehamilan
kehamilan berikutnya paling sedikit selama 18 bulan.
29. Perempuan yang menderita kanker dan mendapatkan terapi kemoterapi atau radiasi harus
berkonsultasi kepada dokter untuk mengetahui efek kanker dan terapi yang dijalani terhadap kondisi
kesuburan. Perempuan yang menerima kemoterapi atau radiasi panggul atau perut memiliki risiko
ketidaksuburan dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Perempuan dengan kanker
payudara yang memperoleh terapi estrogen harus mengetahui bahwa efek terapi dapat
menyebabkan cacat bawaan pada janin jika ia hamil. Perempuan yang sudah selesai menjalani terapi
kanker harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum berencana hamil terkait dengan
kemungkinan adanya mutasi gen,menjalani konseling dan tes genetik sesuai kondisi/kebutuhan,
serta tes atau pemeriksaan tertentu sebelum hamil.
5. Riwayat obstetri yang lalu (hamil, bersalin, nifas), antara lain: persalinan premature, SC, abortus,
kelahiran mati, kelainan uterus, dll.
5. Kebiasaan olahraga
6. Asupan dan pola nutrisi (asupan makronutrien: karbohidrat, protein, lemak; asupan zat besi/asam
folat, iodium, vitamin B, kalsium; kebiasaan konsumsi keju lembut/susu yg tidak dipasteurisasi,
makanan kaleng, makanan sisa semalaman, jamu/herbal,dll; adakah gangguan makan
(anoreksia/bulimia)
7. Riwayat imunisasi (hepatitis B, tetanus-difteri, DPT, campak, mumps, rubella, varisela, covid-19)
dan status imunitasnya
8. Riwayat merokok, konsumsi alkohol, atau paparan asap rokok/pasif, suami perokok
9. Pengunaan obat-obatan (terutama obat-obat yang bersifat teratogenik), obat bebas (aspirin, dll),
obat herbal, obat penurun BB, suplemen olahraga
11. Riwayat penyakit: DM, hipertensi, jantung, ginjal, asma, hepatitis, tuberculosis, HIV, gonore,
sifilis, klamidia, herpes, trikomonas, ISK
12. Riwayat penyakit genetik: penyakit sel sabit, talasemia, hemofilia, fenilketonuria,
keterbelakangan mental, kelainan kromosom (termasuk hasil/luaran kehamilan yang lalu)
13. Riwayat infeksi toksoplasmosis dan atau risiko infeksi toksoplasmosis (makan sayuran/buah yang
tidak dicuci bersih, mengonsumsi daging mentah/kurang matang, mengonsumsi daging babi,
bertani/berkebun, memelihara kucing/anjing)
14. Jika memiliki anak atau bekerja sebagai pengasuh anak/pengajar anak-anak: apakah kontak
dengan anak-anak yang batuk pilek (risiko paparan sitomegalovirus)
15. Riwayat kesehatan mental/gangguan kejiwaan: depresi, gangguan bipolar, psikosis, epilepsi,
penggunaan obat-obat psikotropika
18. Riwayat kesehatan 3 generasi sebelumnya (baik dari wanita maupun pasangannya)→ identifikasi
retardasi mental, kelainan kongenital, kelainan genetic
19. Riwayat psikososial: dukungan suami/keluarga, KDRT, kekerasan seksual, rencana asuhan anak
20. Faktor lingkungan: riwayat paparan radiasi (sinar rontgent, nuklir), paparan pestisida secara
langsung/bahan makanan yg mengandung pestisida, polusi timbal, merkuri dalam sumber air minum
dan tanah, polusi udara dalam ruangan (di rumah/tempat kerja)
21. Lingkungan rumah: pemukiman padat penduduk, ventilasi/cahaya matahari yang kurang
1. TTV
2. Berat badan, TB → analisis/hitung IMT (Lila → bukan gold standar status gizi)
karies)
8. Pemeriksaan ultrasonografi