Anda di halaman 1dari 8

Makalah Pencemaran Air Sungai

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang semakin modern ini sangat


berdampak pada pencemaran air sungai. Sungai di Indonesia semakin tercemar oleh
berbagai bahan pencemar yang pada umumnya disebabkan oleh perilaku manusia.
Dampak negatif yang disebabkan dari adanya pencemaran air sungai tersebut sangat banyak
dan membahayakan mahluk hidup sehingga kita perlu melakukan berbagai langkah untuk
menanggulangi terjadinya pencemaran air sungai di Indonesia. Seperti yang dimuat dalam
pembukaan undang-undang dasar 1945 alenia 4 “memajukan kesejahteraan umum”. Dari
pernyataan ini mengandung maksud bahwa rakyat Indonesia di harapkan hidup dalam kondisi
sejahtera. Untuk mencapai hidup sejahtera di perlukan lingkungan hidup yang sehat.
Lingkungan hidup yang sehat bisa terwujud salah satunya bila air sungai kita bersih dan
sehat, sehingga kita dapat memanfaatkan air sungai tersebut untuk mensejahterakan
kehidupan secara luas. Menurut hasil pengamatan penulis terhadap sungai yang ada di sekitar
tempat tinggal, khususnya Banjarmasin. Sungai tersebut sudah mulai tercemar oleh sampah-
sampah domestik. Sampah-sampah tersebut menghambat aliran sungai bahkan ketika hujan
lebat air sempat meluap sehingga mengalir melalui jalan raya dan sebagian menggenangi
halaman rumah penduduk. Selain itu penduduk yang bermukim di sepanjang aliran sungai
memanfaatkan sungai sebagai tempat lanting atau batang, yaitu sejenis rakit yang terbuat dari
kayu yang berfungsi sebagai tempat untuk MCK, dan sebagainya. Sepanjang sungai semakin
tidak terawat, masyarakat semakin buruk dalam memperlakukan sungai. Hal ini
menyebabkan kualitas air semakin menurun ditambah lagi terjadinya pencemaran air. Hal
tersebut mengubah wajah sungai menjadi tidak teratur,kotor dan bahkan tidak sehat yang
mempengaruhi kesehatan masyarakat yang ada disekitar sungai. Kesadaran penduduk akan
pentingnya sungai merupakan salah satu hal yang penting, Karena dengan kesadaran tersebut
masyarakat dapat menjaga dan melestarikan sungai tanpa paksaan dari pihak manapun
sehingga sungai-sungai di Indonesia menjadi terawat dan terjaga kelestariannya yang dapat
dimanfaatkan manusia untuk mensejahterakan kehidupannya. Dengan memperhatikan ulasan
uraian yang ada di atas, penulis tertarik untuk membuat makalah berjudul “Pencemaran Air
Sungai di Banjarmasin”.

BAB II PEMBAHASAN A. Kualitas air sungai di Banjarmasin berdasarkan hasil


penelitian Kota Seribu Sungai, Sudah sewajarnya jika sebutan tersebut diberikan masyarakat
untuk Banjarmasin. Kota yang dilalui oleh dua sungai terbesar di Pulau Kalimantan, yaitu
Sungai Martapura dan Sungai Barito sehingga kota ini pun memiliki berpuluh-puluh sungai,
anak sungai dan bahkan kanal-kanal. Sungai memiliki arti yang sangat penting bagi
masyarakat Banjarmasin. Pasar Terapung yang sangat khas Banjarmasin menjadi bukti
penting eksistensi sungai di tengah kehidupan masyarakat. Aktivitas perdagangannya
‘terapung’, baik penjual maupun pembeli bertransaksi diatas sungai dengan menggunakan
perahu khas Banjar, Jukung. Secara historis, Banjarmasin bahkan memiliki peran yang sangat
strategis dalam perdagangan antar pulau karena merupakan wilayah pertemuan Sungai Barito
dan Sungai Martapura. Dimasa kolonial Belanda, Banjarmasin dengan aliran Sungai Barito
yang luas menjadi pelabuhan keluar-masuk barang dari Singapura dan Jawa menuju ke pantai
timur Kalimantan. Selain itu, secara internal, Suku Banjar banyak memanfaatkan keberadaan
sungai tersebut beserta anak sungainya sebagai jalur transportasi utama dengan jukung
sebagai ‘kendaraan’ utama dalam pergerakan masyarakat. Pengaruhnya, sebagian besar
aktivitas dan permukiman masyarakat Banjarmasin berkembang di sekitar sungai dengan
karakteristik rumah mengapung, atau mereka sering menyebut sebagai Rumah Lamin.
Penduduk yang bermukim di sepanjang aliran sungai memanfaatkan sungai sebagai prasarana
transportasi. Selain itu terdapat pula lanting atau batang, yaitu sejenis rakit yang terbuat dari
kayu yang berfungsi sebagai tempat untuk MCK serta sebagai dermaga untuk menambatkan
jukung. Namun dalam perkembangannya, keunikan Banjarmasin tergerus oleh perkembangan
zaman. Simbiosis kehidupan yang terjadi antara masyarakat dan sungai tidak selamanya
berjalan secara mutualisme. Sungai yang ada di Banjarmasin kini mengalami pergeseran
orientasi dimana sungai tidak lagi menjadi ‘muka depan’ aktivitas namun justru menjadi
‘muka belakang’. Perubahan orientasi tersebut secara tidak langsung ternyata memberikan
andil besar terhadap perubahan ‘perlakuan’ terhadap sungai, contohnya sungai menjadi lokasi
bagi pembuangan sampah rumah tangga serta aktivitas ‘belakang’ lainnya seperti MCK.
Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk
industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya kawasan industri memicu terjadinya
peningkatan pencemaran pada air sungai. Hal ini disebabkan karena semua limbah dari
daratan, baik yang berasal dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan
industri dibuang ke sungai. Limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan,
rumah sakit dan industri rumah tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan
terbuang ke saluran drainase dan masuk ke kanal. Limbah yang dibuang pada tempat
pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan terbawa masuk ke kanal atau sungai.
Biasanya air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang semula berwarna
jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan berbau busuk, sehingga tidak layak dipergunakan
lagi oleh warga masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air
minum. Terhadap kesehatan warga masyarakat sekitar dapat timbul penyakit dari yang ringan
seperti gatal-gatal pada kulit sampai yang berat berupa cacat genetik pada anak cucu dan
generasi berikut. Dari data yang dimiliki WALHI Kalimantan Selatan dari Tahun 2008
sampai saat ini kondisi air sungai di Kalimantan Selatan dinilai sudah tercemar zat berbahaya
bagi kesehatan manusia, yakni bisa merusak sel syaraf otak. Zat berbahaya itu antara lain
logam berat seperti merkuri, timbal, besi dan air raksa (emas). Air raksa atau merkuri (Hg)
adalah salah satu logam berat dalam bentuk cair. Manusia telah menggunakan merkuri oksida
(HgO) dan merkuri sulfida (HgS) sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik sejak jaman dulu.
Dewasa ini merkuri telah digunakan secara meluas dalam produk elektronik, industri
pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas, sebagai katalisator, dan lain-lain.
Penggunaan merkuri sebagai elektroda dalam pembuatan soda api dalam industri makanan
seperti minyak goreng, produk susu, kertas timah, pembungkus makanan juga kadang
mencemari makanan tersebut. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pencernaan, dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal sedangkan pada anak-anak dapat
menyebabkan Pink Disease/ acrodynia, alergi kulit dan kawasaki disease/mucocutaneous
lymph node syndrome. Selain itu, juga bisa menyebabkan penyakit saraf, lumpuh, kehilangan
indera perasa dan dapat menyebabkan kematian. ”Ada beberapa kasus pencemaran air sungai
di Kalimantan Selatan yang diakibatkan oleh kegiatan industri dan penambangan, seperti
pembuangan limbah industri ke aliran sungai oleh PT Galuh Cempaka, penambangan emas
yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan pasir. Merkuri yang jatuh ke air
akan memunculkan reaksi lanjutan (residu) yang jika diuraikan bakteri akan menjadi senyawa
beracun bernama metil merkuri (CH3Hg). Apabila merkuri yang jatuh ke air melalui sisa-sisa
ikatan tambang emas sampai ke dasar sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Pada manusia,
dampaknya bisa mengenai kinerja saraf tubuh. Ambang batas aman kandungan merkuri
dalam air hanyalah 0,01 miligram. Di atas itu, sudah bisa dipastikan secara bertahap
kandungan ini akan terakumulasi tingkat bahayanya bagi makhluk hidup. Salah satunya
melalui rantai makanan di sekitar sungai. Tidak hanya di dalam air saja merkuri
membahayakan. Pada saat proses pengolahan ternyata juga cukup rawan bagi kesehatan
manusia. Mereka yang membakar emas hasil penambangan menggunakan merkuri, terancam
gangguan saluran pernafasan. Saat emas diolah udara yang dihirup masuk hingga menuju
paru-paru” Terang Dir Kampanye Walhi Kalimantan Selatan Dwitho Frasetiandy.
Dikatakannya, Seperti yang terjadi di sungai Riam Kiwa, di mana airnya tercemar oleh
lemak/minyak dan raksa karena proses penambangan emas. Dalam ketentuan, zat raksa di
setiap liter air paling tinggi 0,001, sedangkan lemak/minyak harus nihil atau tidak ada.
Namun, di sejumlah titik pada Sungai Riam Kiwa ditemukan zat raksa dan lemak yang
melebihi ambang batas. Sampel yang diambil di Pengaron menunjukkan raksa 0,044;
Mataraman 0,057; Martapura 0,051 dan Sungai Tabuk 0,051. Sedangkan kandungan
lemak/minyak di Pengaron ada 11, Mataraman 1, Martapura 2 dan Sungai Tabuk 0.
Semestinya, kandungan lemak/minyak harus tidak ada agar memenuhi standar kesehatan air.
Untuk pencemaran air sungai yang disebabkan oleh proses penambangan, salah satu kasus
yang terjadi adalah sistem pembuangan air limbah penambangan oleh perusahaan
pertambangan batu bara PT Tanjung Alam Jaya yang menuju Sungai Riam Kiwa, Kabupaten
Banjar, Kalsel yang menyebabkan kekeruhan air sangat parah karena banyaknya jumlah
sedimen yang terbawa arus dari pertambangan. Tingkat kekeruhan air di sungai itu sudah
mencapai 438 miligram per liter. Padahal, toleransinya 400 miligram per liter. Tingkat
kekeruhan yang melebihi ambang batas selain mengancam kematian ikan di sungai itu juga
menyebabkan terganggunya kesehatan manusia karena air digunakan untuk mandi dan
konsumsi sehari-hari. Sedangkan unsur lainnya seperti mangan dan besi masih di bawah
ambang toleransi. Kondisi ini memperlihatkan begitu hebatnya tingkat erosi di sekitar sungai
dan anak-anak Sungai Riam Kiwa yang diperkirakan akibat kegiatan penambangan batu bara.
Sedangkan di Banjarmasin hampir seluruh sungainya tercemar oleh logam berat. Untuk
sungai Martapura dengan 8 titik pantau. Yaitu di perairan muara Sungai Martapura, di atas
aliran Sungai Barito, tepatnya di kawasan perairan Pasar Terapung, kawasan perairan dekat
PT Wijaya Tri Utama, kawasan perairan di belakang pabrik karet Banua Lima Sajurus,
kawasan perairan Simpang Empat Sungai Andai, perairan belakang Banua Anyar tepatnya
dekat warung Soto Amat, perairan Sungai Tabuk, serta kawasan perairan belakang Pondok
Darul Salam. Di perairan Sungai Martapura inilah ditemukan pencemaran logam berat, yang
seluruhnya sudah melampaui ambang batas. Untuk merkuri (Hg) misalnya, sudah mencapai
5,876. Sedangkan untuk pencemaran yang disebabkan pertambangan batubara dan besi (Fe)
sebesar 16,209, semestinya batas normalnya hanya 0,3. Timbal (Pb) sudah mencemari
sebesar 0,125 untuk batas normalnya hanya 0,3. Sungai Barito dan Sungai Martapura yang
menjadi sumber kehidupan masyarakat di Kalsel terbukti telah tercemar berbagai unsur
logam berat. "Jika dibiarkan tanpa ada komitmen serius untuk menanggulanginya, bukan
tidak mungkin kasus minamata kembali terjadi," tutur Rachmadi. Kondisi air sungai
mempunyai tingkat kekeruhan tinggi dengan total suspended solid (TSS) mencapai 182-567
mg/l jauh di atas standar 50 mg/l. Kadar DO mencapai 5 mg/l dengan standar -6 mg/l. Di
perairan Sungai Martapura inilah ditemukan pencemaran logam berat, yang seluruhnya sudah
melampaui ambang batas. Untuk mercury (Hg) misalnya, sudah mencapai 5,876. Sedangkan
batas normalnya hanya sebesar 0,001 saja. Sedangkan untuk pencemaran yang disebabkan
pertambangan batubara dan besi (Fe) sebesar 16,209, semestinya batas normalnya hanya 0,3.
Timbal (Pb) sudah mencemari sebesar 0,125 untuk batas normalnya hanya 0,3. Sedangkan
pencemaran air sungai oleh tinja atau kotoran manusia, hampir seluruh aliran sungai baik
besar maupun kecil yang banyak terdapat di dalam kota Banjarmasin tercemar tinja atau
kotoran manusia. Pencemaran dari tinja menjadikan kondisi air sungai mengandung bakteri
jenis coli yang cukup membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Bakteri e-coli ini
ditenggarai sebagai penyebab terbesar penyakit diare pada bayi, balita, dan anak. Sebenarnya
bukan cuma anak-anak yang dikhawatirkan terkena diare, namun juga orang dewasa. Hampir
terlihat di mana-mana air sungai dan air lingkungan pemukiman penduduk tercemar berat
tinja manusia, karena kebiasaan warga yang membuang tinja langsung ke sungai.
Pencemaran tinja ke air sungai di dalam kota Banjarmasin, selain budaya masyarakat yang
sebagian masih suka buang air besar langsung ke sungai, juga akibat "septic tank" atau
tempat penampungan tinja rumah penduduk yang tidak memenuhi standar kesehatan
lingkungan. "Septic tank" kebanyakan pada rumah penduduk termasuk di kawasan
perumahan hanya seadanya, sehingga air tinja mengalir ke mana-mana. Volume tinja yang
mencemari lingkungan bisa dihitung untuk setiap orang warga penduduk buang hajat sekitar
60 gram per hari, dengan jumlah penduduk kota Banjarmasin saat ini mencapai 700 ribu jiwa.
Selain itu, Kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota
Banjarmasin sendiri juga mengungkapkan akibat begitu tingginya tingkat pencemaran limbah
di sungai maka kandungan oksigen dalam air Sungai Barito dan Martapura terus berkurang.
Akibat dari kandungan oksigen dalam air (DO) terus berkurang maka beberapa jenis ikan air
Sungai Martapura kini menghilang. Selain itu, perilaku hidup sehat masyarakat juga masih
sangat rendah, yang diantaranya tercermin dalam kurang bersihnya pengelolaan bahan
makanan serta buruknya penatalaksanaan bahan kimia dan pestisida yang kurang
memperhatikan aspek kesehatan. Sebaikanya sebelum air tersebut di konsumsi di endapkan
terlebih dahulu, kemudian di rebus hingga mendidih 100 derajat celcius selama satu menit,
dengan demikian diharapkan bakteri yang ada dalam air tercemar tersebut bisa mati. Jadi air
sungai Barito tersebut bisa dapat di konsumsi kembali. Selain tercemar pendulangan emas,
Sungai Barito juga terkadang terintrusi air laut sehingga menyebabkan air sungai tersebut
asin, hal ini terjadi pada musim kemarau. Apabila air asin sudah masuk ke pipa, maka tidak
mungkin lagi dijadikan sebagai sumber bahan baku yang saat ini sebagian masih digunakan
PDAM Banjarmasin dan PDAM yang ada diKalimantan. Kadar garam Sungai Barito yang
diambil contohnya yaitu dekat pelabuhan Trisakti Banjarmasin sudah mencapai 4300
miligram per liter, suatu kadar garam yang jauh di atas ambang batas toleransi untuk diolah
menjadi air bersih. Kadar garam air sungai yang bisa diolah menjadi air bersih PDAM
Banjarmasin paling tinggi hanya sekitar 250 miligram per liter. Menurut Muslih ketika
ditemui disela-sela kegiatan pasar murah ibu-ibu PDAM Banjarmasin, kenaikan kadar garam
di Sungai Barito tersebut juga mempengaruhi kadar garam anak sungai Barito yakni Sungai
Martapura atau Sungai Bilu, di mana terdapat lokasi pengambilan air baku PDAM
Banjarmasin. Berdasarkan hasil tes laboratorium PDAM, kandungan kadar garam di Sungai
Bilu di lokasi pengambilan air baku PDAM tercatat 1650 miligram per liter, masih sekitar 50
miligram per liter. Akibat lonjakan drastis kadar garam terpaksa pengambilan air baku dari
Sungai Bilu dihentikan operasinya selama tiga jam terhitung, tetapi sejak pagi sudah
dioperasikan lagi karena air surut hingga kadar garam berkurang. Meskipun demikian
penghentian pengambilan air baku Sungai Bilu yang berkapasitas 500 liter per detik, tidak
mempengaruhi suplai air bersih kepada masyarakat, karena pengambilan air baku di Irigasi
Riam Kanan dan Sungai Tabuk tetap berjalan normal. Kepada masyarakat, Muslih
mengimbau untuk sementara tidak memanfaatkan dulu air sungai berkadar garam tinggi itu
untuk konsumsi, karena bila tetap digunakan maka akan sangat mengganggu kesehatan,
khususnya penyakit diare dan kolera. Cepatnya kadar garam masuk ke sungai di Banjarmasin
itu diperkirakan karena debit air di hulu sungai terus berkurang pada saat kemarau, sehingga
tekanan ke hilir lemah akhirnya air laut masuk ke dalam sungai. Selanjutnya sistem
pengelolaan Air di daerah pasang surut (Barito Kuala, Kalimantan Selatan), yaitu tipikal
masalah yang dihadapi di lokasi program SPFS di Barito Kuala, yang terletak di daerah
pasang surut adalah pengaruh dari air asam yang masuk dan meracuni tanaman padi. Untuk
mengatasi hal ini, petani umumnya menggunakan kapur guna mengurangi keasaman tanah
dan air. Metode ini dinilai tidak berkelanjutan karena penggunaan kapur bisa merubah sifat
fisik tanah. Selain masalah intrusi air asam, petani juga menghadapi masalah ketidak andalan
ketersediaan air karena tidak tersedia sistem irigasi. Saat ini, sumber air irigasi hanya berasal
dari aliran air pasang sungai Barito. Air akan mengalir ke sawah hanya pada saat pasang naik.
Dalam kondisi seperti ini, produktivitas padi hanya mencapai 1.9 ton per hektar. Demikian
pula, tidak sembarang varietas padi dapat tumbuh di tipe lahan ini, hanya varietas lokal yang
dapat beradaptasi dengan kondisi ini. Sebagai upaya untuk mengatasi situasi ini secara
berkelanjutan, SPFS mengembangkan suatu sistem pengelolaan air untuk mengelola intrusi
air asam serta untuk mengelola air di lahan. Dalam hal ini, satu bidang lahan akan dikelola
sebagai satu unit hidrologis. Setiap unit hidrologis akan dilengkapi dengan pintu pengatur air
dan saluran-saluran air. Dengan mengoperasikan pintu-pintu, air akan mengalir ke lahan pada
saat pasang naik hingga mencapai tinggi yang diharapkan. Selanjutnya, pintu air akan ditutup
untuk mempertahankan tinggi muka air khususnya pada saat air mulai surut. Pintu-pintu air
juga akan digunakan untuk mencegah intrusi air asam ke lahan sawah. Pengalaman
menunjukkan, setelah diterapkan metode ini, produktivitas padi dapat meningkat hingga 2.7
ton per hektar. Hasil penelitian ternyata kandungan oksigen dalam air tersebut di bawah
ambang batas. Sebagai contoh saja, kandungan udara dalam air yang ideal 6 miligram (Mg)
per liter, tetapi nyatanya di sepuluh titik lokasi yang diteliti kondisinya sudah
memprihatinkan. Akibatnya banyak ikan yang tidak bisa lagi bernapas lantaran oksigen yang
kurang itu. Berkurangnya oksigen tersebut tersebut karena begitu tingginya tingkat
pencemaran di sungai, seperti pencemaran limbah rumah tangga, limbah industri, serta
limbah alam lainnya. Masyarakat Banjarmasin terbiasa membuang sampah ke sungai,
sementara 23 industri kayu dan industri lainnya skala besar di pinggir sungai juga dinyatakan
positip mencemari air dikedua sungai tersebut. Pencemaran limbah demikian mengakibatkan
limbah itu harus diproses oleh jasad organik dalam air. Jasad-jasad dalam air yang
memproses limbah air tersebut ternyata memerlukan oksigen cukup besar pula akhirnya
jumlah oksigen di dalam air terus berkurang. Dampak kian berkurangnya jumlah oksigen
tersebut adalah menghilangnya beberapa jenis ikan terutama ikan khas Sungai Martapura
seperti kelabau, sanggang, lampam, jelawat, dan ikan puyau. Berdasarkan penelitian tersebut
kandungan oksigen di dalam air sungai yang diteliti seperti di Sungai Basirih kandungan
udaranya mencapai 5,36 Mg/L, air Sungai Mantuil 5,8 Ml/L, air Sungai pelambuan 5,8 Mg/L,
air Sungai Kuin Cerucuk 4,8 Mg/L, air Sungai Kayutangi 4,78,Ml/L, air Sungai Banua Anyar
4,79 Ml/L, air Sungai Bilu 5,03 Ml/L, air Sungai Baru 4,74 Ml/L, serta air Sungai Muara
Kelayan 4,79 Ml/L. Sungai-sungai kecil yang diteliti itu merupakan anak sungai Martapura,
sedangkan Sungai Martapura sendiri adalah bagian dari Sungai Barito. Selain kandungan
udara yang terus berkurang ternyata kandungan besi juga ternyata terlalu tinggi, idealnya
hanyalah 0,3 Ml/l. Hasil penelitian kandungan besi yang ada seperti di sungai Basisih
terdapat kandungan besi 1,1 Mg/L, air Sungai Mantuil 1,91 Mg/L, air Sungai Pelamuan 1,5
Mg/, air Sungai Suaka Insan 1,65 Mg/L, air Sungai Kuin Cerucok 2,08 Mg/L, di air Saungai
Kayutangi 1,76 Mg/L, dan air Sungai banua Anyar 1,84 Mg/L. Berdasarkan catatan lain
bukan hanya kandungan besi, yang tinggi di sungai Banjamasin juga kandungan logam berat
lainnya yang kalau tidak diantisipasi berbahaya bagi kesehatan, seperti kandungan tembaga,
maupun kandungan timah hitam. Jadi, melihat kondisi sungai yang demikian, maka berbagai
kalangan menganjurkan agar pemerintah lebih serius menangani sungai dan membuat
peraturan daerah (Perda) tentang sungai yang memberikan sanksi berat kepada wargamaupun
industri membuang limbah ke sungai. Dengan upaya demikian diharapkan mampu
mengembalikan fungsi sungai bagi kehidupan masyarakat Banjarmasin sekaligus
memperkuat posisi kota Banjarmasin yang dijuluki dengan kota air. B. Dampak yang bisa
ditimbulkan oleh pencemaran air terhadap kesehatan Sepanjang sungai semakin tidak
terawat, masyarakat semakin buruk dalam memperlakukan sungai. Hal ini menyebabkan
kualitas air semakin menurun ditambah lagi terjadinya pencemaran air. Hal tersebut
mengubah wajah sungai menjadi tidak teratur, kotor dan bahkan tidak sehat yang
mempengaruhi kesehatan masyarakat yang ada disekitar sungai. Dampak dari pencemaran
tersebut dikhawatirkan pula mengganggu kehidupan masyarakat, khususnya warga yang
tinggal di bantaran sungai karena hampir sebagian besar masyarakat masih mengandalkan air
sungai untuk minum dan memasak. Sebagaimana diketahui, hingga saat ini warga
Banjarmasin, terutama yang tinggal di pinggiran sungai masih sangat tergantung dengan
keberadaan sungai untuk melakukan aktifitas sehari-hari baik itu, mandi, mencuci, memasak
dan membuang air besar. Bahkan beberapa warung yang berada di pinggir sungai, masih
sering menyuci beras disungai tersebut secara langsung, padahal di sungai itu juga warga
lainnya membuang air besar. Itu dapat menyebabkan kandungan bakteri coliform yang
berasal dari tinja manusia tersebut sangat tinggi di dalam air kedua sungai tersebut dan
kandungannya jauh berada dari ambang batas toleransi. Bila air yang tercemar bakteri
coliform tersebut dikonsumsi tanpa proses pemanasan yang sesuai maka bisa menimbulkan
penyakit diare serta infeksi pencernaan. Dan juga pengaruh yang bisa dirasakan
masyarakatBanjarmasin dengan kandungan besi yang tinggi tersebut banyak warga yang
mengalami kerusakan gigi, tambahnya seraya menyebutkan kandungan besi itu lebih banyak
karena faktor alam yang berawa-rawa. C. Solusi dan cara pengendalian pencemaran air di
Banjarmsin Untuk mencegah agar tidak terjadi pencemaran air, dalam aktivitas kita dalam
memenuhi kebutuhan hidup hendaknya tidak menambah terjadinya bahan pencemar antara
lain tidak membuang sampah rumah tangga, sampah rumah sakit, sampah/limbah industri
secara sembarangan, tidak membuang ke dalam air sungai, danau ataupun ke dalam selokan.
Tidak menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan, karena sisa pupuk dan pestisida
akan mencemari air di lingkungan tanah pertanian. Tidak menggunakan deterjen fosfat,
karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air seperti enceng gondok yang
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air. Pencemaran air yang telah terjadi secara
alami misalnya adanya jumlah logam-logam berat yang masuk dan menumpuk dalam tubuh
manusia, logam berat ini dapat meracuni organ tubuh melalui pencernaan karena tubuh
memakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung logam berat meskipun diperlukan dalam
jumlah kecil. Penumpukan logam-logam berat ini terjadi dalam tumbuh-tumbuhan karena
terkontaminasi oleh limbah industri. Untuk menanggulangi agar tidak terjadi penumpukan
logam-logam berat, maka limbah industri hendaknya dilakukan pengolahan sebelum dibuang
ke lingkungan.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pengkajian diatas, maka dapat


disimpulkan : 1) Perilaku masyarakat dan industriawan dalam membuang limbah dan
kotorannya ke sungai merupakan sumber/faktor penyebab pencemaran lingkungan perairan
sungai, sehingga sungai mengalami pendangkalan dan penyempitan yang berakibat lebih
lanjut timbulnya banjir karena daya dukung sungai untuk menampung dan mengalirkan air
hujan ke laut sudah mulai berkurang. 2) Konsepsi sungai sebagai tempat pembuangan
sampah dan limbah telah menjadi adat kebiasaan dan sistem nilai budaya masyarakat di
perdesaan maupun di perkotaan. Perilaku menyimpang ini mempunyai andil terhadap
terjadinya banjir yang setiap saat mengancam eksistensi manusia. 3) Pencemaran air sungai
sangat besar pengaruhnya bagi hajad hidup orang banyak karena berbagai kepentingan terkait
di dalamnya, antara lain untuk cuci, mandi, sumber air minum, transportasi, perikanan dan
irigasi sawah. Bahkan sungai juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, olah raga
dan rekreasi. Namun dalam perkembangan peradapan manusia B. Saran Saran yang
penulis sampaikan adalah sebagai berikut: § Sebaiknya kita harus berhati- hati dalam
menggunakan air karena air itu ada yang terpolusi dan ada yang tidak. § Jagalah air di
lingkungan rumah dan sekitar agar tetap bersih dan terhindar dari pencemaran air § Jangan
membuang sampah ke sungai atau kolam, buanglah sampah pada tempatnya agar tidak terjadi
pencemaran air.

DAFTAR PUSTAKA Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan


Pembangungan, Penerbit Ikrar Mandiriabadi, Jakarta. Pu, Raditya. Waterfront City,
Banjarmasin “Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota” .Kepala Bappeda
Banjarmasin. Warlina. Pencemaran Air, rudyct.com/PPS702-ipb/08234/lina_warlina.pdf,
dikunjungi 8/11/2015 Anonim B.
(http://carapedia.com/pengertian_definisi_lingkungan_hidup_menurut_para_ahli_info951.ht
ml dikunjungi 8/11/2015. Anonim A. 2011 http://jumianto.blogspot.com/2011/03/upaya-
penanggulangan-pencemaran-air.html dikunjungi 8/11/2015. Anonim C. 2008. Lingkungan.
http://tridewi.blogspot.com/2008/05/dampak-pencemaran-air-di-lingkungan.html, dikunjungi
8/11/2015. Anonim D. Penanggulangan Pencemaran Air, http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran-,dikunjungi 8/11/2015 Diposting oleh
Nur Saidah di 03.44

http://nursaidahgeografi2013.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo_62.html

Pencemaran di sungai dan waduk yang menjadi sumber air baku untuk air bersih bagi masyarakat
terus meningkat. Jika pemerintah tidak memperbaiki kualitasnya, dikhawatirkan jadi bom waktu yang
mengancam kesehatan masyarakat.

"Hingga kini pemerintah hanya berdiam diri, dan tidak ada perbaikan sama sekali terhadap kualitas
air. Ini sangat berbahaya bagi kita semua," kata Manager Distribusi Perusahan daerah Air Minum
(PDAM) Bandarmasih Doughlas Sinaga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (22/6).

Berdasarkan hasil penelitian PDAM Bandarmasih terhadap sejumlah sungai yang menjadi sumber air
baku sepanjang 2005-2011, pencemaran logam berat seperti air raksa (Hg), zat besi (Fe), seng (Zn)
hingga arsenik (Ar), terus berlangsung. Sumber air yang tercemar antara lain Sungai Barito,
Martapura, Tabuk, Sungai Bilu dan Waduk Riam Kanan.

Kondisi itu diperparah lagi oleh tingkat kekeruhan BOD, COD serta bakteri e colli yang jauh
melampaui baku mutu air. Akibatnya, PDAM harus mengeluarkan biaya besar untuk penjernihan air.

Menurut Doughlas, untuk menjernihkan air sungai diperlukan biaya Rp350 per liter dan Rp150 untuk
air irigasi Riam Kanan. Oleh karena itu, jangankan untuk membuat air siap minum, membuat air
bersih pun PDAM mengalami kesulitan. Bahkan, pada saat-saat tertentu perusahaan itu terpaksa
berhenti beroperasi, karena tingkat pencemaran yang tinggi dan dinilai berbahaya bagi kesehatan
masyarakat.

Sumber : MediaIndonesia.com

http://www.nawasis.com/air-minum/category/pencemaran%20air/2

https://bebasbanjir2025.wordpress.com/10-makalah-tentang-banjir-2/moehansyah/

Anda mungkin juga menyukai