I. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahu cara preformulasi sediaan obat tetes telinga
polimiksin B sulfat
2. Untuk mengetahui cara evaluasi sediaan obat tetes telinga polimiksin
B sulfat
II. Teori Dasar
Guttae adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi, atau suspensi.
Dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara
meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku dalam Farmakope Indonesia
(FI III, 1979 : hal 10)
Menurut (FI III, 1979 : hal 10) Guttae terdiri dari :
1. Guttae Nasales (tetes hidung)
Adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara
meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar dan pengawet.
2. Guttae Oris (tetes mulut) adalah obat tetes yang digunakan untuk
mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air, untuk
dikumur-kumurkan, tidak untuk ditelan.
3. Guttae Opthalmicae (tetes mata) adalah sediaan steril berupa larutan
atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat
pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata.
4. Guttae Auriculares (tetes telinga) adalah obat tetes yang digunakan
untuk telingadengan cara meneteskan obat kedalam telinga. Kecuali
dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa
bukan air.
Sifat dan kandungan tetes telinga menurut (Rahayu Y.P., 2017)
Tetes telinga umumnya berbentuk larutan, emulsi atau suspensi dari satu
atau lebih zat aktif dalam cairan yang cocok untuk penggunaan pada
meatus auditorius eksternus (rongga telinga) tanpa menyebabkan
tekanan yang berbahaya pada membran timpani.
Tetes telinga mengandung cairan pembawa. Cairan pembawa yang
digunakan harus memiliki kekentalan yang sesuai agar obat mudah
menempel pada dinding telinga. Tetes telinga juga mengandung zat
aditif seperti pengawet, antioksidan, buffer, agen viskositas, atau
surfaktan.
Sedangkan menurut (The Pharmaceutical Codex, hal 158) Tetes
telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif
dalam air,dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau
pembawa lain yang cocok.
Jenis obat tetes telinga biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam
jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga
(lilin telinga), untuk mengobati infeksi dan untuk mengobati peradangan
atau rasa sakit pada telinga. Obat tetes telinga dibedakan menjadi dua
berdasarkan fungsinya, yaitu :
1. Guttae Auriculares untuk melepaskan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat
dan kelenjar sebasea dari saluran telinga bagian luar. Pengeluaran
kotoran telinga yang terlalu lama dapat menyebabkan kotoran telinga
menjadi kering dan melekat pada sel-sel epitel sehingga
menimbulkan rasa gatal dan gangguan pendengaran. Kotoran telinga
secara alami diproduksi oleh tubuh untuk melindungi kulit di dalam
telinga.
Kadang-kadangmenumpuk dan menjadi keras, menyebabkan
masalah dengan pendengaran. Tetes telinga Sodium bikarbonat dapat
digunakan untuk melunakkan kotoran telinga yang mengeras dan
tidak memungkinkan untuk dihilangkan.Minyak mineral encer,
minyak nabati dan hidrogen peroksida digunakan untuk melunakkan
kotoran telinga. Selain itu, kondesat dari triethanolamin polipeptida
oleat yang diformulasikan dalam propilen glikol digunakan sebagai
pengemulsi kotoran telinga sehingga membantu pengeluaran
kotoran. Penggunaan karbamida peroksida dalam gliserin anhidrat
juga dapat melepaskan oksigen yang bisa mengganggu keutuhan
kotoran telinga yang terjepit sehingga mempermudah pengeluaran
kotoran telinga.
2. Guttae Auriculares untuk antiinfeksi, analgetik dan antiradang.
Obat-obat yang digunakan pada permukaan bagian luar telinga
untuk melawan infeksi adalah zat-zat seperti kloramfenikol, kolistin
sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat dan nistatin yang berfungsi
melawan infeksi jamur yang diformulasikan ke dalam bentuk tetes
telinga (larutan atau suspensi) dalam gliserin anhidra atau
propilenglikol. Zat pembawa yang kental ini memungkinkan kontak
antara obat dan jaringan telinga lebih lama. Selain itu, sifat zatnya
yang higroskopis menarik kelembapan dari jaringan telinga sehingga
mengurangi peradangan.
Untuk membantu mengurangi rasa sakit yang sering menyertai
infeksi telinga, beberapa obat tetes telinga juga mengandung bahan
analgetik seperti antipirin dan anestetika lokal seperti lidokain,
dibukain dan benzokain dalam pelarut propilen glikol dan gliserin
anhidrida. Pengobatan permukaan bagian luar telinga dari infeksi
sering dipertimbangkan dengan pengobatan secara sistemik, yaitu
pemberian antibiotik secara oral.
Polimiksin B sulfat adalah antibiotik peptida siklik polycationic
yang mengikat lipid anionik. Polimiksin B juga merupakan inhibitor
selektif protein kinase C. Mekanismenya yaitu dengan mengikat
lipopolisakarida dari bakteri Gram-negatif mengarah ke
permeabilitas membran selSelain fungsi antibiotik, polimiksin B
telah digunakan untuk membersihkan kontaminasi endotoksin dalam
reagen.(Ferrari 2004).
Polimiksin B dan antibakteri polimiksin lainnya bertindak
terutama dengan mengikat membran fosfolipid dan mengganggu
membran sitoplasma bakteri. Polimiksin B memiliki aksi bakterisidal
pada kebanyakan basil Gram-negatif kecuali Proteus spp. Hal ini
sangat efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa. Dari organisme
Gram-negatif lainnya, Acinetobacter spp., Escherichia coli,
Enterobacterand Klebsiella spp., Haemophilus influenzae,
Bordetella pertussis, Salmonella, dan Shigella spp.(Martindale 36, Hal.
318 ).
V. Preformulasi Eksipien
1. Neomisin sulfat
Pemerian Serbuk putih atau putih
kekuningan, hampir tidak berbau,
hgroskopik. (FI III, 1979 : Hal
429)
Kelarutan Mudah larut dalam air, sangat
sukar larut dalam etanol, tidak
larut dalam aseton, dalam
kloroform dan dalam eter. (FI IV,
1995 : Hal 606)
Stabilitas :
1. Panas 1. Suhu tidak lebih dari 30•C,
stabil pada pH 5-7,5 (FI III,
1979 : Hal 430)
2. Hidrolisis 2. Neomisin sulfatdapatberubah
warnaoleh
cahaya(Martindale, 2009 :
3. Cahaya hal 305)
3. Harus terlindung dari cahaya.
(FI III, 1979 : Hal 430)
Kesimpulan :
Merupakan serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau,
higroskopis, mudah larut dalam air, tidak tahan pada suhu lebih dari
30•C, stabil pada pH 5-7,5
Inkompatibel :
Tidak bercampur dengan substansi anionik dalam larutan, bisa
menimbulkan endapan, juga pada krim yang mengandung Na lauril
sulfat.Tidak bercampur dengan garam cephalotin dan garam
novobiocin (Martindale, 2009 : hal 305)
Cara Sterilisasi :
LAF (Laminat Air Flow)
Kemasan :
Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya (FI III, 1979 :
Hal 430)
7 Kertas perkamen 7
9 Kapas secukupnya
b. Wadah
No Nama wadah Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)
X. Prosedur Pembuatan
Ruan Kerja Prosedur
Grey Area 1. Wadah sediaan disterilisasi
dengan direndap pada etanol 70
% selama 1 malam
2. Semua alat dan bahan
disterilisasi sesuai dengan
ketentuan
3. Setelah setrilisasi semua alat,
bahan dan wadah di masukkan
kedalam white area melalui
transfer box
Grey Area 1. Polimiksin B Sulfat ditimbang
(Ruang Penimbangan) sebanyak 0,000214 g dengan
menggunakan kertas perkamen
steril.
2. Neomisin sulfat ditimbang
sebanyak 0,000107 g dengan
menggunakan kertas perkamen
steril.
3. Propilen glikol diukur sebanyak
21,4 ml dengan menggunakan
gelas ukur steril.
White Area 1. Disiapkan alat dan bahan yang
(ruang pencampuran)
akan digunakan
2. Dimasukkan polimiksin B sulfat
dan Neomisin sulfat kedalam
gelas kimia 200 ml
3. Dimasukkan propilen glikol
sedikit demi sedikit
4. Diaduk hingga homogen
5. Dimasukkan kedalam wadah
dengan menggunakan corong,
kemudaian ditutup rapat.
Ruang Evaluasi Lakukan evaluasi sediaan sesuai
cara yang tercantum pada tabel di
bawah (XI. Evaluasi Sediaan).