Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

KIE KESEHATAN PADA MASYARAKAT

LAHAN KERING KEPULAUAN

OLEH:

KELOMPOK II

ANGLIRIANY B. OEMATAN
HELENA DOKO
ERIFIN INA D. UMBULOLO
JAMES J. DA SILVA
MARIA I.D. LEDE
MARLIN NURATI LESIK
HEIDY TUNGGA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018
1. Pengertian Daerah Lahan Kering
Lahan kering adalah hamparan lahan tidak pernah digenangi atau tergenang air pada
sebagian besar waktu dalam setahun. Istilah lahan kering seringkali digunakan untuk
padanan upland, dryland atau unirrigated land. Kedua istilah terakhir mengisyaratkan
penggunaan lahan untuk pertanaian pada saat hujan. Upland menunjukan lahan yang
berada di suatu wilayah berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa
penggenagan air seperti lahan padi sawah (Notohadinegoro, 2000).
2. Provinsi NTT Dikategorikan Sebagai Daerah Lahan Kering
Sebagain besar wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada rentang
ketinggian 100 s/d 500 meter di atas permukaan laut dengan luas ± 2.309.747 Ha,
sedangkan sebagian kecil atau 3,65% wilayah Provinsi Nusa tenggara Timur berada
pada ketinggian ± 1.000 m di atas permukaan laut. Lahan dengan Kemiringan ± 15 s/d
40% mencapai 38,07% dan lahan dengan kemiringan >40 % mencapai 35,46%.
Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal 2 musim yaitu musim kemarau dan
musim hujan. Pada bulan Juni – September arus angin berasal dari Australia dan tidak
banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya
pada bulan Desember – Maret arus angin banyak mengandung banyak uap air yang
dari Asia Samudra Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti
setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan
Oktober – November. Walaupun demikian Provinsi Nusa Tenggara Timur dekat
dengan Australia, arus angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan Samudra
Pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap air sudah berkurang yang
menyebebkan volume hujan lebih sedikit di banding dekat dengan Asia. Hal ini
menjadikan NTT sebagai wilayah yang tergolong kering di mana hanya 4 bulan
(Januari – Maret, dan Desembar) yang keadaan relative basah dan 8 bulan sisanya
relative kering. Suhu udara maksimum rata-rata berkisar antara 30 s/d 36ºC dan suhu
udara minimum berkisar antara 21 s/d 24,5ºC,dengan curah hujan rata-rata adalah
1.164 mm/tahun.
Salah satu indikasi tingginya erosi pada lahan kering di NTT adalah tanah
umumnya mempunyai lapisan atas (top soil) yang sangat tipis, bahkan ada yang
hampir hilang. Dengan demikian, konservasi lahan bukan hanya diperlukan pada
daerah beriklim basah, tetapi juga mutlak harus dilakukan pada lahan kering beriklim
kering.
3. Masalah Kesehatan Yang SPESIFIK Ditemukan Di Daerah Lahan Kering Khususnya
Di NTT
1) Diare
2) Malaria
3) TB
4) Gizi Buruk
5) DBD
6) Ispa
7) Filariasis
4. Pendeskripsian Penyakit Malaria
1) Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh
nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki
ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang
dewasa. (Profil Kesehatan Indonesia 2016).
2) Data kasus
Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2009–2016 cenderung
menurun yaitu dari 1,8 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2009 menjadi
0,84 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2016. Papua merupakan provinsi
dengan API tertinggi, yaitu 45,85 per 1.000 penduduk. Angka ini sangat tinggi
jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Empat provinsi dengan API per 1.000
penduduk tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat (10,20), Nusa Tenggara Timur
(5,17), Maluku (3,83), dan Maluku Utara (2,44). Sebanyak 83% kasus berasal dari
Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria menurut
provinsi dapat dilihat pada gambar dibawah:
Angka Kesakitan Malaria (Annual Paracite Incidence/Api) Per 1.000
Penduduk Berisiko Menurut Provinsi Tahun 2016
Sejak tahun 2010 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan telah menggunakan Indikator API di seluruh
Provinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, API
.‰ mengalami penurunan yang signifikan. Pada periode 2011 – 2015 Provinsi
NTT memiliki API yang semakin menurun. Di mana pada tahun 2011 API NTT
sebesar 25 .‰, tahun 2012 menurun menjadi 23 .‰, selanjutnya pada tahun 2013
menurun lagi menjadi 20 .‰, tahun 2014 menjadi 13 .‰, sedangkan pada tahun
2015 menjadi sebesar 36.128 kasus (7 ‰). Berarti terjadi penurunan kasus dan
API pada tahun 2015. Target yang dicapai pada tahun 2015 sesuai Renstra Dinkes.
Provinsi NTT sebesar 17 7 ‰, berarti telah mencapai taregt. Angka ini sangat
bermakna karena diikuti dengan intensifikasi upaya pengendalian malaria yang
salah satu hasilnya adalah peningkatan cakupan pemeriksaan sediaan darah
(konfirmasi laboratorium). Tingginya cakupan pemeriksaan sediaan darah di
laboratorium tersebut merupakan pelaksanaan kebijakan nasional pengendalian
malaria dalam mencapai eliminasi malaria, yaitu semua kasus malaria klinis harus
dikonfirmasi dengan laboratorium. Hasil konfirmasi malaria positip ini dilakukan
dengan pemriksaan mikroskop oleh tenaga mikroskopis dan dipstik bagi
puskesmas yang tidak di dukung tenaga miroskopis. Setiap pasien yang positip ini
barulah bisa diberi dengan pengobatan program seperti Artesunat dan Cloroquin.
Rincian kasus malaria Gambar API periode Tahun 2011 – 2015 sebagai berikut :
Annual Parasite Incidence (Api) Per 1000 Penduduk

Dari diatas diketahui bahwa Annual Parasite Incidence (API) di Provinsi NTT
sejak tahun 2011 telah terjadi penurunan yang bermakna. Dimana penurunan yang
tertinggi terjadi pada tahun 2015.
Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa Provinsi NTT merupakan
Provinsi dengan Kasus Baru Malaria tertinggi dalam satu tahun terakhir yakni
sebesar 117,50/00. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-
Provinsi NTT menunjukkan bahwa pada tahun 2015 jumlah penderita malaria
positif dengan pemeriksaan mikroskop adalah sebanyak 36.128 penderita Pada
tahun 2014 jumlah penderita malaria positif dengan pemeriksaan mikroskop
sebanyak 68.967 orang, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 96.740, hal ini
menunjukkan bahwa ada penurunan penderita malaria pada tahun 2015 jika
dibandingkan pada tahun 2014.
Jumlah Kasus Malaria (+) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2015
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2015
Berdasarkan gambar diketahui bahwa penderita malaria positif yang tertinggi
pada tahun 2015 adalah Kabupaten Lembata dan Sumba Barat Daya.
3) Etiologi
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria (yaitu suatu protozoa darah
yang termasuk genus Plasmodium sp) yang dibawa oleh nyamuk Anopheles sp.
Plasmodium sp ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan
mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan
seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu nyamuk Anopheles sp betina.
Saat ini dikenal ada 5 jenis plasmodium yang dapat menginfeksi manusia
secara alami (Harijanto, 2012), yaitu:
1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian) dan
mudah menyebabkan resisteni obat
2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana
3. Plasmodium malariae, dapat menimbulkan sindrom nefrotik dan penyebab
malaria quartana
4. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale banyak dijumpai di daerah
Afrika dan Pasik Barat, di Indonesia dijumpai di Irian Jaya dan Nusa
Tenggara, memberikan infeksi yang paling ringan dan sembuh spontan
tanpa pengobatan
5. Plasmodium Knowlesi, pertama kali dilaporkan tahun 2004 jenis malaria
baru yang sudah ditemukan di Malaysia, dan juga ditemukan Singapura,
Thailand, Myanmar serta Filipina penularannya dari monyet, bentuk
plasmodium menyerupai P. malariae. Tingkat keganasan seperti
falsifarum dan tingkat kekebalan seperti malaria vivax.

4) Faktor Resiko
1. Faktor Manusia dan Nyamuk (Host)
a. Manusia
1) Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Anak yang bergizi
baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral
dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang
bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat
dibandingkan anak bergizi buruk.
2) Jenis kelamin
Perempuan mempunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki tetapi
apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia
yang lebih berat.
3) Imunitas
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya terbentuk
imunitas dalam tubuhnya terhadap malaria demikian jugayang tinggal
di daerah endemis biasanya mempunyai imunitas alami terhadap
penyakit malaria.
4) Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan
alamiah terhadap malaria, misalnya sickle cell anemia dan ovalositas.
5) Status gizi
Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis
malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.
b. Nyamuk
Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan di air.
Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada air. Nyamuk
dewasa sekali bertelur sebanyak ± 100-300 butir, besar telur sekitar 0,5
mm. Setelah 1-2 hari menetas menjadi jentik, 8-10 hari menjadi
kepompong (pupa), dan 1-2 hari menjadi nyamuk dewasa. Umur nyamuk
relatif pendek, nyamuk jantan umurnya lebih pendek (kurang 1 minggu),
sedang nyamuk betina lebih panjang sekitar rata-rata 1-2 bulan. Nyamuk
jantan akan terbang disekitar perindukannya dan makan cairan tumbuhan
yang ada disekitarnya. Nyamuk betina hanya kawin sekali dalam
hidupnya. Perkawinan biasanya terjadi setelah 24-48 jam setelah keluar
dari kepompong. Makanan nyamuk Anopheles betina yaitu darah, yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk Anopheles yang ada di
Indonesia berjumlah 80 spesies. Sampai saat ini di Indonesia telah
ditemukan sejumlah 24 spesies yang dapat menularkan malaria. Tidak
semua Anopheles tersebut berperan penting dalam penularan malaria.
2. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
a) Suhu udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik35. Pada suhu
26,7oC masa inkubasi ekstrinsik pada spesies Plasmodium berbeda-
beda yaitu P.falciparumI 10 samapi 12 hari, P.vivax 8 samapi 11 hari,
P.malariae 14 hari P.ovale 15 hari. Menurut Chwatt (1980), suhu
udara yang optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar antara 25-30o C.
b) Kelembaban udara
Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk.
Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan
menggigit, istirahan, dan lain-lain dari nyamuk. Tingkat kelembaban
60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya
nyamuk. Pada kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan
lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
c) Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada
ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Ketinggian
paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di
atas permukaan laut.
d) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang
merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah,
adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara
manusia dengan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat
diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada arah angin. Jarak
terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas biasanya tidak lebih dari 2-
3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk
Anopheles bisa terbawa sampai 30 km.
e) Hujan
Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi
bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan,
derasnya hujan, jumlah hari hujan jenis vektor dan jenis tempat
perkembangbiakan (breeding place). Hujan yang diselingi panas akan
memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.
f) Tempat perkembangbiakan nyamuk
Tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles adalah
genangangenangan air, baik air tawar maupun air payau, tergantung
dari jenis nyamuknya. Air ini tidak boleh tercemar harus selalu
berhubungan dengan tanah. Berdasarkan ukuran, lamanya air
(genangan air tetap atau sementara) dan macam tempat air, klasifikasi
genangan air dibedakan atas genangan air besar dan genangan air kecil.
b. Lingkungan Kimia
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam
dari tempat perkembangbiakan.
c. Lingkungan Biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar
matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya.
d. Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya
a) Kebiasaan keluar rumah
b) Pemakaian kelambu
c) Obat anti nyamuk
d) Pekerjaan
e) Pendidikan
3. Faktor Agent (Plasmodium)
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun
tidak hidup dimana dalam kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif
dengan manusia yang rentan akan menjadi stimulasi untuk memudahkan
terjadinya suatu proses penyakit. Penyebab penyakit malaria dari genus
Plasamodium, family Plasmodiidae dan ordo Coccidiidae. Hingga saat ini
parasit malaria yang dikenal ada 4 macam, yaitu :
a. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria otak/berat dengan risiko kematian yang tinggi.
b. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
c. Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana.
d. Plasmodium ovale, jarang dijumpai terbanyak ditemukan di Afrika dan
5) Gejala
Gejala umum penyakit malaria yaitu demam. Di duga terjadinya demam
berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon). Gambaran
karakteristik dari malaria adalah demam periodik, anemia dan splenomegali. Berat
ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan
infeksi. Untuk P.falciparum demam tiap 24-48 jam, P.vivax demam tiap hari ke-3,
P.malariae demam tiap hari ke-4, dan P.ovale memberikan infeksi yang paling
ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan. Sebelum timbulnya demam,
biasanya penderita mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual
di hulu hati, atau muntah (semua gejala awal ini disebut gejala prodromal).
Secara klinis ada 3 stadium yang khusus pada malaria, yaitu :
1) Stadium dingin (Cold Stage)
Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi
penderita cepat tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan
(sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada
penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15
menit – 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2) Stadium Panas (Hot Stage)
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami
serangan panas. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan
dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan
sering disertai dengan rasa mual atau muntah-muntah, dapat terjadi syok
(tekanan darah turun). Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya
penderita menjadi sangat haus dan suhu badan bisa meningkat menjadi 41°C.
Stadium ini berlangsung selama 2 – 4 jam diikuti dengan keadaan
berkeringat.
3) Stadium Berkeringat (Sweating Stage)
Pada stadium ini penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh sampai basah, temperatur turun, penderita merasa lemah dan sering
tertidur dan pada saat terbangun akan merasa lemah. Stadium ini berlangsung
selama 2 sampai 4 jam. Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi
interval bebas panas selama 48 – 72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas
berikutnya seperti panas pertama; dan demikian selanjutnya.
6) Kelompok yang Rentan
Malaria dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada
semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Namun
berdasarkan Riskesdas 2013 pada kelompok rentan seperti anak- anak umur 1-9
tahun dan ibu hamil, didapatkan angka positif malaria yang cukup tinggi (1,9 %)
dibanding kelompok umur lainnya. Proporsi penduduk pedesaan yang positif jua
sekitar dua kali lipat lebih banyak (1,7%) dibanding dengan penduduk perkotaan
(0,8%).
7) Pengobatan
Pengobatan malaria harus dilakukan secara efektif. Pemberian jenis obat harus
benar dan cara meminumnya harus tepat waktu yang sesuai dengan acuan
program pengendalian malaria. Pengobatan efektif adalah pemberian ACT
(Artemicin-based Combination Therapy) pada 24 jam pertama pasien panas dan
obat harus diminum habis dalam tiga hari.
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria
dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan sebaiknya
memperhatikan tiga faktor utama, yaitu spesies plasmodium, status klinis
penderita dan kepakaan obat terhadap parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria
yang dapat digunakan untuk memberantas malaria diantaranya malaria falcifarum
adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin,
sulfadoksin-pirimetamin, dan proguanil. Sedangkan untuk mengobati malaria
vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria klorokuin. Namun bila
digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian
primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis
obat klorokuin tetap digunakan.

8) Pencegahan
1. Pencegahan Primer
a. Tindakan terhadap manusia
a) Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus
diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di
daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang
cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting
pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria,
pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
b) Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan
penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
c) Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan
nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan
kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk
mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
d) Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai
senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi
paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya
risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis
untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius.
Beberapa obat-obat anti malaria yang saat ini digunakan sebagai
kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di
Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif
maksimal untk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang
dewasa adalah 100 gram basa. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria
terhadap pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat
dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum
mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu
selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan
selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut. Pengobatan
pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan
obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi
malaria dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka
upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai
pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan profilaksis jangka
panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar.
c. Tindakan terhadap vektor
a) Pengendalian secara mekanis
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang
menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah
mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat
nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
b) Pengendalian secara biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk
hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan
predator atau pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara
biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa
menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara ikan
pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan
sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat
ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai
mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus
thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan,
sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang
mampu memberantas serangga. Pengendalian nyamuk dewasa dapat
dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi.
Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai
darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu
ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari
serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak
diluar rumah (bukan dibawah ko long dekat dengan rumah).
c) Pengendalian secara kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga
mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan
kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi
secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi
berkembang pesat.
2. Pencegahan Sekunder
1) Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini
penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan
konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test))
dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan
kunjungan kasus malaria.
2) Diagnosa dini
a. Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari
penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau
pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu
ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria,
riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,
riwayat mendapat transfusi darah.
b. Pemeriksaan Laboratorium
c. Pemeriksaan mikroskopis
d. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit,
eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah,
pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan
lainnya.
4) Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat
disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala
penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit
dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria
diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan ini sangat beracun
tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga
jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine.
Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian
penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya
gejala.
3. Pencegahan Tersier
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria
berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat
bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu
dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:
a.) Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
b.) Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap
gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.
c.) Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda
vital untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.
b. Rehabilitasi mental/ psikologis
Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada
penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria,
melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat
lanjut.
5. Alasan malaria banyak ditemukan di daerah lahan kering (NTT)
1). Keadaan lingkungan yang kurang mendukung misalnya kondisi iklim yang kurang
bersahabat (curah hujan rendah, gelombang laut yang tinggi, terletak dalam
wilayah gempa bumi), letak wilayah yang terpencil (pulau terpencil atau wilayah
pegunungan yang terisolir), sistem perhubungan an tar wilayah yang belum lancar
(antar kabupaten atau antar kecamatan), dan pada beberapa wilayah kesuburan
tanah dan curah hujan rendah
2). Lingkungan yang buruk, yaitu air tergenang dan udara panas diperlukan untuk
pembiakan nyamuk sehingga menunjang endemisitas penyakit malaria.Penularan
penyakit tular vektor seperti malaria dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu
faktor yang telah diketahui memiliki asosiasi dengan malaria adalah topografi
wilayah yang erat hubungannya dengan pola penularan.
3). Kondisi geografis yang bervariatif mulai dari pantai dan sampai pegunungan yang
memungkinkan tersebarnya tempat perindukan vektor dan resting nyamukyang
sulit untuk dikontrol. Sedangkan transmisi penyakit malaria telah diketahui dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor sosial. di provinsi Nusa Tenggara
Timur juga terdapat faktor lingkungan dan faktor sosial yang hampir sama dengan
daerah endemis malaria di daerah lain. Dengan faktor geografis yang bervariatif
maka lingkungan ekosistem pun akan bervariatif. Ekosistemakan mempengaruhi
hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungannya.
4). Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau
namun hujan yang diselilingi panas juga akan memperbesar kemungkinan
perkembangbiakan nyamuk Anopheles. Frekuensi curah hujan yang moderat
penyinaran yang relatif panjang menambah habitat nyamuk. Luasan habitat
nyamuk tiap species Anopheles bervariasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah
dan frekuensi hari hujan, keadaan geografi, dan sifat fisik lahan. Curah hujan yang
terus berkurang pada lahan pertanian akan menciptakan kondisi lagoon dan
tambak menjadi payau sehingga menciptakan habitat bagi Anopheles sundaicus
(Sukowati, 2004).Syarifuddin, et al., (2008) melakukan pengamatan terhadap pola
musim penularan malaria di Sumba Timur Provinsi NTT menyimpulkan bahwa
parasit malaria (semua species) banyak ditemukan pada musim hujan (Maret) dari
pada saat musim kemarau (Agustus).
6. Solusi untuk mengatasi malaria
1) Peningkatan kualitas dan akses terhadap penemuan dini dan pengobatan malaria
2) Penjaminan kualitas diagnosis malaria melalui pemerikasaan laboratorium
maupun Rapid Diagnostic Test (RDT)
3) Perlindungan terhadap kelompok rentan didaerah endemis
4) Pengutan penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans kasus malaria
5) Intervensi vektor termasuk surveilans malaria
6) Penguatan sistem logistik malaria
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Malaria. Universitas Sumatera Utara. Pdf. http// repository.usu.ac.id.


(diakses pada 25 Februari 2018 pukul 01.50).
Babba, Ikrayama. 2007. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria
(Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura). Semarang: Universitas
Diponegoro.
Dinkes. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015. Nusa
Tenggara Timur.
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal. Provinsi Nusa Tenggara Timur.
http://ditjenpdt.kemendesa.go.id. diakses pada 25 Februari 2018 pukul 02.10).
Kemenkes. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Kemenkes. 2014. Situasi Malaria di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi. Jakarta
Selatan : Kementerian Kesehatan RI.
Wahyunto,. Shofiyati Rizatus. 2012. Prospek Pertanian Lahan Kering dalam
Mendukung Ketahanan Pangan. Jakarta: Pusat Penilitian dan Pengembangan Pertanian.
Se,. Markus. 2016. Hubungan anatar Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan
Malaria di Wilayah UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores Nusa Tenggara
Timur. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai