Anda di halaman 1dari 19

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

BAB IX
DELAYED COKING UNIT
(DCU)

I. Pendahuluan

Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses


pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi
hydrocarbon dengan rantai yang lebih pendek dengan bantuan panas. Proses
perengkahan panas bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi
dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam proses
ini dihasilkan gas, LPG, gasoline (cracked naphtha), gas oil (cracked diesel),
residue atau coke. Feed proses perengkahan panas dapat berupa gas oil
atau residue.

Proses Coking merupakan proses yang menjadi semakin penting dengan


semakin menurunnya kualitas minyak mentah dunia (semakin berat dan
semakin banyak mengandung logam dan conradson carbon). Dengan
semakin meningkatnya kandungan logam dan conradson carbon dari minyak
mentah, delayed coking unit (sering disebut coker) menjadi pilihan utama
untuk mengolah minyak mentah dengan kandungan logam dan conradson
carbon yang tinggi.

II. Teori Delayed Coking Unit

Ketika hidrokarbon ditahan pada temperatur yang tinggi selama periode waktu
tertentu dapat diasumsikan akan pecah menjadi dua atau lebih radikal bebas.
Radikal bebas ini kemudian masuk ke sederetan reaksi yang menghasilkan
produk total dengan rentang molekul yang lebar. Rentang produk ini mulai dari
hidrogen sampai bitumen dan coke. Secara teori, reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut : panas dipergunakan untuk mendisosiasikan senyawa
(compound) membentuk radikal bebas.

C10H22 → C8H17* + C2H5*

Radikal reaktif yang lebih tinggi tidak muncul dalam effluent produk yang di
direngkah secara thermal, tetapi tergantung pada ukuran dan lingkungan
dimana mereka bereaksi dengan radikal yang lain. Senyawa-senyawa
hydrocarbons terdekomposisi menjadi olefins, bergabung dengan radikal yang
lain atau bereaksi dengan permukaan logam. Radikal yang besar tidak stabil
dan terdekomposisi membentuk olefins serta radikal yang lebih kecil.

C6H13* → C5H10 + CH3*


C8H17* → C4H8 + C4H9*
C4H9* → C4H8 + H*

Reaksi rantai radikal bebas berhenti ketika dua radikal berkombinasi atau
ketika terjadi reaksi radikal dengan logam atau racun (poison).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

C8H17* + H* → C8H18

Reaksi polimerisasi dan kondensasi yang muncul pada kondisi perengkahan


thermal (thermal cracking) dapat berlangsung dalam berbagai cara
membentuk tar aromatik.

x C 4H 8 + y C4H 6 + zC3 H →

Coke dan bitumen adalah polimer terakhir (ultimate polymers). Molekul menjadi
sangat besar dengan ikatan silang yang banyak. Tidak adanya hidrogen akan
menurunkan kelarutannya didalam hidrokarbon. Coke mempunyai rasio
hidrogen terhadap carbon kira-kira 1 : 1.

III. Feed dan Produk Delayed Coking Unit

Sumber utama dari umpan Delayed Coking Unit adalah reduced crude dari
Vacuum Distillation Unit. Clarified oil yang merupakan produk dari Fluid
Catalytic Crackers (FCC) dan thermal cracking tars dianggap sebagai
komponen umpan yang juga penting yaitu untuk meningkatkan kualitas coke.

Coking yields dan sifat produk tergantung pada karakteristik umpan dan
kondisi operasi. Terkait dengan operasi coking, klasifikasi yang sangat umum
dipakai untuk menggambarkan unsur utama dari residu adalah asphaltenes,
resins, dan aromatics.

Fraksi asphaltene adalah non-volatile, zat amorf (amorphous substance)


dengan berat molekul tinggi yang mengandung banyak koloid yang terdispersi
di dalam minyak. Asphaltenes terutama tersusun dari carbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, sulfur, vanadium, dan molekul nickel yang tersusun dalam
gugus kompleks (complex clusters) atau lapisan (layers).

Fraksi resin dari residu mempunyai struktur yang sama dengan asphaltenes.
Resin merupakan material yang kental (viscous), yang menjelujur (tacky
materials) dengan volatilitas yang rendah. Berat molekul resin sedikit lebih
rendah daripada asphaltenes dan mengandung sejumlah material yang lebih
terkonsentrasi dari nitrogen dan sulfur.

Sedangkan aromatics adalah struktur yang sederhana yang tersusun dari


enam cincin carbon polisiklis (polycyclic six carbon rings).

Kandungan conradson carbon dari umpan merupakan sifat yang paling


menonjol yang mempengaruhi yield coke. Carbon residue adalah carboneous
material yang dibentuk dan di-pirolisa dari umpan residu dan diukur langsung
dari potensi pembentukan coke dari umpan.

Sifat-sifat yang ikut membantu terjadinya superior coke adalah low sulfur, low
volatile matter content, low metals and ash content, low porosity, low
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

coefficient of thermal expansion (CTE) dan konduktivitas yang baik. Sifat-sifat


yang terakhir ini diukur setelah kalsinasi (calcining).

Kandungan sulfur yang tinggi tidak disukai untuk pembuatan anoda. Selama
proses grafitisasi (graphitization), evolusi sulfur dari kompleks carbon-sulfur
akan mendorong untuk mematahkan (fracturing) anoda. Kandungan logam
yang tinggi dari coke merusak kedua sifat electrical dan mechanical dari coke.

Volatile carbon matter merupakan sifat coke yang sangat menentukan yang
mempengaruhi harga jual dari green coke yang digunakan untuk industri
pabrik elektroda. Material ini mengandung volatile heavy hydrocarbon yang
tersimpan didalam coke matrix. Selama langkah kalsinasi dari peng-
konversian green coke menjadi calcined coke untuk carbon anodes,
hidrokarbon yang berat diuapkan dan secara esensial dihilangkan untuk
memperbanyak hasil coke yang mempunyai nilai carbon (carbon values)
melebihi 98 persen.

Tiga klasifikasi yang umum dari produk coke adalah sponge (bunga karang),
honeycomb (sarang madu), dan needle (jarum).

Sponge coke dihasilkan dari high resin asphaltene feedstock. Karena adanya
impurities dan low electrical conductivity, sponge coke tidak cocok untuk
pembuatan anoda. Penampakan fisis sponge coke adalah mengandung pori-
pori yang kecil yang dipisahkan oleh dinding yang tebal. Penggunaan dari
coke jenis ini adalah untuk :

• Pembuatan electrode untuk digunakan dalam electrical furnace dalam


pabrik Titanium oxide, baja.
• Pembuatan anode untuk cell electrolytic dipabrik alumina.
• Digunakan sebagai sumber carbon didalam pembuatan elemen
phosphor, calcium carbide, silica carbide.
• Pembuatan graphite.

Honeycomb coke dihasilkan dari low resin-asphaltene feedstock dan setelah


kalsinasi dan grafitisasi dapat menghasilkan anoda dengan kualitas yang
memuaskan. Pori-pori yang elipsoidal terdistribusi secara merata. Pori-porinya
unidirectional dan ketika dipotong melintang minor diameter, struktur
honeycomb terlihat jelas.

Needle coke dihasilkan dari highly aromatic thermal tar atau decanted oil
feedstocks. Pada penampakannya, pori-pori yang unidirectional adalah sangat
kecil (very slender), berbentuk elliptical, dan dihubungkan pada major
diameter. Coke dengan sekelilingnya hampa yg mudah pecah dan setelah
pecah membentuk serpihan (splintery) atau bagian berbentuk jarum (needle).

Disamping coke (typical yield 20% volume on feed) juga dihasilkan :


• Gas
• LPG (typical yield : 6-7% volume on feed)
• Gasoline/cracked naphtha (typical yield : 15-16% volume on feed)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Light Coker Gas Oil/LCGO, typical yield : 35-36% volume on feed


• Heavy Coker Gas Oil/HCGO, typical yield : 30-31%

Cracked distillates Delayed Coking Unit (LCGO dan HCGO) sungguh berbeda
dari distillate yang dihasilkan oleh unit lainnya. Cracked materials lebih olefinic,
lebih padat (denser), kurang stabil, dan incompatible untuk blending dengan
material yang murni (virgin materials). Olefins bersifat tidak stabil, dengan
adanya udara yang cenderung untuk bereaksi membentuk gum. Blending dari
cracked materials dengan virgin materilas pada proporsi tertentu menyebabkan
perubahan pada pelarutan material yang menghasilkan peningkatan
kandungan BS & W-nya, selain juga akan mem-promote terjadinya color
unstability produk.

Tabel I. Typical Yield Delayed Coking Unit


Sulfur, N2, Metals,
Parameter Wt % Vol % °API
wt% PPM wt-ppm
Charge products 100.0 100.0 6.6 4.3 3.00 91
H2 0.9 - - - - -
C4 9.5 - - - - -
C5 1.0 1.6 89.0 - - -
C6 1.8 2.7 76.0 - - -
C7 - 196°C 12.2 16.2 53.4 1.0 40 -
196 - 343°C 28.5 33.0 28.6 2.5 1000 -
343°C 12.5 13.6 19.1 3.7 2200 -
Coke 33.6 - - 5.9 7490 270

Tabel II. Typical Spesifikasi Green Coke dan Calcined Coke

Parameter Green Coke Calcined Coke


Ash content, %wt* 0,1-0,15 < 0,5
Fixed carbon, %wt* 85-87 > 99,5
Moisture, %wt 12-14 < 0,5
Volatile Matter, %wt* 13-15 < 0,5
Sulfur, %wt* 0,3-0,4 < 1,5
Silicon, %wt 0,02-0,03 < 0,05
Iron,%wt 0,01-0,015 < 0,05
Nikel, ppm 100-200 < 0,03
Vanadium, ppm 30-50 0,04
Vibrated Bulk Density (VBD) 0,77-0,84 0,85
Real density - > 2,05
Particle size > 5mm - 35%
Resistivity, ohm-cm - 0,08
Keterangan : * = dry basis
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

IV. Aliran Proses Delayed Coking Unit


Aliran proses Delayed Coking secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 1. Simplified Process Flow Diagram Delayed Coking Unit

Aliran proses dapat dikelompokkan menjadi lima seksi yang berbeda:


1. Seksi coking
2. Seksi fraksinasi
3. Seksi konsentrasi gas
4. Seksi pembangkit steam
5. Seksi penanganan air dan blowdown (dipakai secara intermittent).

Selain kelima seksi tersebut di atas, di dowstream Delayed Coking Unit


biasanya tersedia unit calciner untuk mengubah coke yang diproduksi oleh
Delayed Coking Unit (biasanya disebut green coke) menjadi calcined coke yang
merupakan bahan dasar untuk membuat anode. Di calciner, coke dipanaskan
hingga temperature 1100 s/d 1260 oC terutama untuk menghilangkan volatile
matter.

IV.1. Seksi Coking

Seksi coking terdiri dari coking heaters (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2
train), coke chambers (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2 train), sebuah
fasilitas injeksi anti foam, dan sebuah coke chamber condensate receiver.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Bottom kolom fraksinasi (yang disebut sebagai combined feed karena terdiri
dari fresh feed dan recycle liquid) ditarik oleh pompa bottom fraksinasi dan
dialirkan ke coking heaters.

High Pressure Steam diinjeksikan ke heater radiant coil dengan menggunakan


flow controller untuk membantu linear velocity agar tidak terbentuk coke pada
bagian dalam tube heater. Sebagai tambahan, High Pressure Steam juga
tersedia pada inlet tiap tube heater dengan menggunakan hand control,
namun hanya digunakan dalam kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya
coking/plugging pada tube heater pada saat emergency stop.

Heater effluent kemudian mengalir ke coke chamber. Operasi coke chamber


umumnya menggunakan cycle 48 jam. Pada saat 1 unit coke chamber
mengalami proses coking selama 24 jam, 1 unit coking chamber lainnya
melakukan tahapan proses decoking selama 24 jam juga.

Sepasang coke chamber beroperasi dengan kerangan empat arah (four way
valve) pada inlet coke chamber untuk memungkinkan switching dari satu coke
chamber ke coke chamber lainnya. Untuk mengetahui level coke pada coke
chamber digunakan level detector radioaktif. Sebagai tambahan terhadap line
proses, disediakan line untuk quench water, steam, condensate removal, dan
blowdown.

Material yang tidak membentuk coke (fraksi ringan) meninggalkan top coke
chamber melalui vapor line dan dialirkan ke main fractionator dibawah bottom
tray.

Untuk mencegah kemungkinan penyumbatan (plugging) pada overhead line


coke chamber, maka dialirkan HCGO quench yang diambil dari stream gas oil
HCGO.

Tahapan proses (cycle) Coking-Decoking kedua chamber dapat digambarkan


sebagai berikut :

Tabel III. Tahapan Proses (Cycle) Coking-Decoking Coke Chamber


Coke Chamber A Coke Chamber B
08:00 Start coking 08:00 Selesai proses coking;
switch feed ke A.
08:00 – 08:30 Steaming out (4 ton/jam
steam) coke chamber; uap
dialirkan ke main
fractionator (karena masih
banyak fraksi ringan yang
dapat di-recover).
08:30 – 11:00 Steaming out (8 ton/jam
steam) coke chamber; uap
dialirkan ke blow down
knock out drum (blowdown
system).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

11:00 – 16:00 Water quenching (steam =


8 ton/jam & water = 20
m3/jam).
16:00 – 18:00 Water filling
17:00 Buka top head
18:00 – 20:00 Water draining
20:00 – 24:00 • Buka bottom head.
• Pasang telescopic chute.
• Decoking (boring &
cutting) dengan
menggunakan water jet
(200 kg/cm2).
00:00 – 01:00 Head up
01:00 – 03:00 Stand by
03:00 – 04:00 Test press (s/d 3,8
kg/cm2) & depressure
04:00 – 08:00 Warming up
08:00 Selesai 08:00 Start coking
coking; switch
feed ke coke
chamber B.

Jika diperlukan, anti foam agent diinjeksikan dengan menggunakan pompa


injeksi anti foam agent ke bagian teratas dari masing-masing coke chamber
untuk mencegah foam carry over. Jika level detector coke chamber tidak
berfungsi maka dapat dilakukan injeksi antifoam dengan menggunakan time
base. Injeksi anti foam dengan menggunakan time base biasanya mulai
dilakukan 10 jam sebelum proses coking selesai/sebelum switch ke chamber
lainnya hingga 1 jam setelah proses coking selesai/setelah switch ke chamber
lainnya (11 jam injeksi).

Condensate receiver dipersiapkan untuk menangani kondensat hidrokarbon


yang terakumulasi ketika off-line coke chamber dipanaskan (intermittent
basis). Air dikumpulkan di water boot dan kemudian dikirim ke wour water
degassing drum di sour water stripping unit.

Kondensat hidrokarbon dipompa dengan coke chamber condensate pump


dengan menggunakan flow controller ke line fresh feed pada inlet main
fractionator. Equalizing line diantara receiver dan main fractionator berfungsi
untuk menjaga gas blanket dan mencegah build up vapors di drum.

IV.2. Seksi Fraksinasi

Seksi fraksinasi terdiri dari main fractionator, LCGO Stripper, HCGO stripper,
charge surge drum, main fractionator overhead receiver, dan tanki cracked
slop.

Cold feed ke DCU dipompa dari tangki umpan dengan pompa storage feed
yang dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade dengan surge drum
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

bottom level controller. Cold feed bercampur dengan hot feed dari vacuum
bottom di Vacuum Distillation Unit sebelum masuk ke feed surge drum.

Total fresh feed dari feed surge drum dipompa oleh feed pump dengan
dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade ke fractionator bottom level
controller. Aliran ini kemudian dipanaskan di feed/HCGO heat exchanger, dan
kemudian masuk ke main fractionator melalui distributor. Sebagai alternatif,
terdapat line feed yang masuk ke bottom main fractionator melalui sebuah
distributor yang berada di bawah level liquid normal (50%). Line alternatif ini
biasanya dipakai selama start up atau kapan saja diperlukan untuk
mempertahankan panas didalam kolom. Cracked slop oil dari tangki cracked
slop juga dapat ditambahkan ke fresh feed upstream dari feed/HCGO heat
exchanger yang dikendalikan oleh flow controller.

HCGO ditarik dari HCGO accumulator dan didistribusikan sebagai berikut :


• Dipompa dengan menggunakan pompa sirkulasi dikembalikan ke main
fractionator sebagai reflux.
• Sebagian kecil digunakan sebagai quench ke coke chamber vapor line.
• Mayoritas aliran HCGO dibagi menjadi 3 aliran, yaitu disirkulasi melalui
debutanizer reboiler (dengan dikendalikan oleh flow controller),
disirkulasi melalui feed/HCGO heat exchanger (dengan dikendalikan
oleh flow controller), dan disirkulasi melalui HCGO steam generator
(dengan dikendalikan oleh flow controller), untuk kemudian
dikembalikan ke main fractionator melalui distributor sebagai reflux.
• Net HCGO product mengalir dari HCGO accumulator ke HCGO
stripper. Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam
(dikendalikan oleh flow controller). Net HCGO product kemudian
dipompakan oleh pompa produk melalui HCGO product steam
generator, HCGO product/BFW heat exchanger, dan HCGO product
cooler sebelum dialirkan ke tangki atau ke unit downstream
(Hydrocracker)).

LCGO ditarik dari LCGO accumulator dan dipompakan dengan menggunakan


pompa sirkulasi LCGO, dialirkan ke rich oil/lean oil heat exchanger,
didinginkan di absorber lean oil cooler dan di lean oil trim cooler untuk
kemudian dialirkan ke absorber sebagai lean oil (dengan menggunakan flow
controller). Absorber bottom stream, yang kaya LPG disebut rich oil, mengalir
mengalir melalui rich oil/lean oil heat exchanger (dengan menggunakan
bottom level controller) dan kemudian dikembalikan ke main fractionator
sebagai reflux.

Net LCGO product mengalir dari LCGO accumulator ke LCGO stripper.


Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam (dikendalikan
oleh flow controller). Net LCGO product kemudian dipompakan melalui LCGO
product cooler dan LCGO product trim cooler sebelum menuju tangki
penyimpan atau ke unit downstream (distillate hydrotreater). Stripped vapor
dari stripper dikembalikan ke main fractionator.

Overhead vapors yang meninggalkan top main fractionator dikondensasi


didalam main fractionator overhead condenser, mengalir ke trim cooler dan
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

kemudian dikumpulkan di main fractonator overhead receiver. Liquid dari


receiver sebagian dipompakan kembali ke main fractionator sebagai reflux dan
sebagian lagi dipompakan ke high pressure separators cooler, high pressure
separator trim cooler, dan kemudian ke high pressure separator di seksi
konsentrasi gas. Net off-gas dikirim ke compressor suction drum pada seksi
konsentrasi gas. Air dikumpulkan di water boot dan dipompakan ke Sour
Water Stripping Unit.

IV.3. Seksi Konsentrasi Gas

Seksi konsentrasi gas terdiri dari fractionator off gas compressor, high
pressure separator, kolom absorber, kolom debutanizer, dan LPG splitter.

Gas dari fractionator overhead receiver mengalir ke compressor suction drum.


Condesate liquid yang terjadi di compressure suction drum dipompa dengan
pompa suction drum dikembalikan ke fractionator overhead receiver. Setelah
di-compress, gas dialirkan ke high pressure separator dan kemudian ke
absorber dikontakkan dengan circulating HCGO (disebut juga sebagai lean oil)
untuk mengambil LPG yang terkandung di dalam gas. Bottom absorber
(disebut juga sebagai rich oil) kemudian mengalir kembali ke main fractionator.
Lean gas dari absorber dialirkan ke fuel gas system.

Liquid high pressure separator dipompakan ke debutanizer melalui


debutanizer feed/bottom heat exchanger. Debutanizer memisahkan high
pressure separator liquid untuk menghasilkan LPG (top product) dan
C5+/cracked naphtha (bottom product). Bottom debutanizer sebagian dialirkan
ke thermosiphon reboiler dan sebagian lagi diambil sebagai produk dialirkan
tangki penyimpan atau ke unit downstream (naphtha hydrotreater) setelah
melalui feed/bottom heat exchanger dan debutanizer bottom cooler.

Overhead kolom dikondensasi secara parsial di debutanizer overhead


condenser sebelum masuk ke debutanizer overhead receiver. Liquidnya
sebagian dipompa sebagai reflux dan sebagian lagi mengalir ke LPG splitter
setelah dipanaskan di LPG splitter feed/bottom heat exchanger.

LPG splitter berfungsi untuk menghilangkan ethane dan komponen yang lebih
ringan dari stream produk LPG. Bottom LPG splitter yang merupakan produk
LPG sebagian dialirkan ke thermosiphon LPG splitter reboiler dan sebagian
lagi diambil sebagai produk LPG dikirim ke tangki penyimpanan setelah
sebelumnya melalui LPG splitter feed/bottom heat exchanger, digunakan
sebagai pemanas. LPG splitter overhead vapor dikondensasi secara parsial di
LPG splitter overhead condenser sebelum masuk ke LPG splitter overhead
receiver. Liquid dari receiver dipompa dengan pompa LPG splitter reflux
kembali ke LPG splitter digunakan sebagai reflux. Sedangkan gas dari
receiver dikirim ke fuel gas system.

IV.4. Seksi Pembangkit Steam

Di Delayed Coking Unit, steam dibangkitkan di beberapa tempat, yaitu :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Di dalam common convection section dari masing-masing sepasang coking


heater
• Di circulating HCGO steam generator.
• Di HCGO product steam generators.

Seksi pembangkit steam terdiri dari sebuah steam disengaging drum, dua
common convection steam generators, sebuah circulating HCGO steam
generator, sebuah product HCGO steam generator, sebuah blowdown system
dan sebuah chemical feed system.

Seksi pembangkit steam menghasilkan tiga macam steam, yaitu :


• High Pressure Steam, dibangkitkan di coking heater common convection
section steam generator.
• Medium Pressure Steam, dibangkitkan di circulating HCGO steam
generator dan di HCGO product steam generator.
• Low Pressure Steam, dibangkitkan di continuous blowdown drum.

IV.5. Seksi Penanganan Air dan Blowdown

Fasilitas water handling dan blowdown terdiri dari sebuah coke pit, sebuah
clarifier, sebuah jet water storage tank, sebuah blowdown condenser knock
out drum, sebuah blowdown condenser, dan sebuah blowodown condenser
separator. Peralatan water handling dipakai untuk hydraulic decoking, water
quench dari coke chambers, dan fines handling. Line blowdown coke
chamber, yang dipakai secara intermittent selama cooling down dan warming
up dari chamber, mengalir ke blowdown condenser knock out drum.

Liquid yang ada di blowdown separator dan blowdown knock out drum
dipompakan dengan pompa blowdown condenser knock out drum melalui
blowdown condenser knockout drum cooler menuju tanki cracked slop pada
seksi fraksinasi. Vapour dari blowdown knock out drum mengalir ke blowdown
condenser separator. Air yang ada di blowodown condenser separator
mengalir ke blowdown separator secara gravitasi. Vapor dari blowdown
condenser separator mengalir ke flare header. Hidrokarbon dari blowdown
separator dan blowdown knock out drum dipompa dengan pompa slop
blowdown condenser separator dan dikirim ke tanki cracked slop pada seksi
fraksionasi.

Coke yang terbentuk di coke chamber dibor dengan menggunakan hydraulic


cutting tools yang menggunakan air tekanan tinggi dari pompa jet hidrolik.
Coke chamber berada diatas coke pit sehingga coke yang telah dibor langsung
dapat jatuh ke coke pit. Coke dari coke pit kemudian dipindahkan ke belt
conveyor dengan menggunakan travelling gantry crane. Air yang digunakan
untuk membor coke yang ada di coke chamber mengalir dari sloped coke pit
melalui vertical bar screen ke dalam settling basin, untuk kemudian
menggunakan settling basin pump out sump pump dipompakan ke clarifier.
Fines and scum pumpout pumps memompa material dari clarifier kembali ke
coke pit, sedangkan air dari clarifier mengalir ke water transfer and quench
pump sump untuk kemudian dikirim ke tanki penampungan jet water. Air dari

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

tanki penampungan inilah yang digunakan untuk membor coke yang ada di
coke chamber dengan menggunakan pompa jet hidrolik ke peralatan decoking.

IV.6. Level Detector Coke Chamber

Pengukuran level coke chamber tidak dapat menggunakan level


indicator konvensional yang biasa dipakai untuk mengukur
separator karena level yang diukur adalah level padatan berupa
coke. Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur level coke
chamber adalah level detector radiometric. Level detector
radiometric yang sering digunakan sebagai level detector coke
chamber adalah level detector sinar gamma dan sinar neutron.

Secara teoritis sebenarnya ketinggi coke dalam coke chamber


dapat diperkirakan (linear terhadap total flow pass coking heater),
namun level detector tetap sangat diperlukan untuk :
• Mencegah terjadinya foam over ke main fractionator.
• Mengetahui ketinggian foam yang mungkin terjadi saat proses
coking di coke chamber.
• Optimasi penggunaan antifoam.
• Mengetahui ketinggian coke saat selesai proses coking.

Perbedaan kedua level detector tersebut adalah sebagai berikut :


Tabel IV. Perbandingan Level Detector Sinar Gamma & Sinar Neutron
Parameter Sinar Gamma Sinar Neutron
Daya ionisasi Kecil Besar
Daya tembus Sangat besar Sangat besar
Penggunaan Mendeteksi semua Dapat di-setting hanya
fluida yang melalui untuk mendeteksi foam
ruangan diantara yang melalui ruangan
source dan detector diantara source dan
detector
Harga Murah Sangat Mahal
Reliability Tinggi Rendah
Maintenance Mudah Susah
Teknologi Teknologi Lama yang Teknologi baru
masih banyak
digunakan di banyak
unit DCU

Tipe pengukuran level detector di coke chamber biasanya adalah


point source-point detector (level switch; tidak ada trending) untuk
top coke chamber dan point source-rod detector (continuous level
measurement; ada trending) untuk middle dan bottom coke
chamber.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Keterangan gambar : Keterangan gambar :


1 : Point source 1 : Point source
2 : Point detector 2 : Rod detector
3 : Kabel 3 : Kabel
4 : Evaluation unit 4 : Evaluation unit
Gambar 2. Tipe Pengukuran Level Detector Coke Chamber

Berdasarkan pengalaman penulis, walaupun sinar gamma mempunyai


kelemahan tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian foam pada
permukaan coke di coke chamber melainkan mengukur semua fluida yang
melalui source-detector, namun penggunaan sinar gamma sudah cukup
karena mempunyai banyak keunggulan seperti telah disebutkan pada table II
di atas. Mengenai kelemahan sinar gamma yang tidak dapat secara spesifik
mengukur ketinggian foam sama sekali bukan masalah yang besar, karena
secara teoritis pembentukan coke dapat diprediksi karena linear terhadap
flow pass coking heater.

Best practice perhitungan yield Delayed Coking Unit dapat digambarkan dalam
tabel berikut :

Tabel V. Best Practice Perhitungan Yield DCU


Coke, wt% 1.6 x wt% Conradson Carbon a)
Gas (C4-) wt.% 7.8 + 0.144 (wt% Conradson Carbon a) )
Gasoline, wt.% 11.29 – 0.343 (wt% ConradsonCarbon a) )
Gas oil, wt.% 100 – wt% coke – wt% gas – wt% gasoline
Gasoline, vol.% (186.5/(131.5 + °API) (gasoline wt%) b)
Gas oil, vol. % (155.5/(131.5 + °API) (gas oil wt%)b)

Basis perhitungan :
a).
1. Coke drum pressure 35 – 45 psig Gunakan actual Conradson carbon bila ada
2. Feed adalah straight run residu b).
Semua °API adalah untuk fresh feed coker
3. End point gasoil 875 – 925 °F
4. End point gasoline 400°F

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

3,2 meter

Top tangent line

Top point
Top source 137Cs
point detector
3 meter
Middle point
source 137Cs
Middle 18,4 meter
3 meter rod detector
Bottom point 15,4 meter
source 137Cs
12,4 meter
Bottom
9,4 meter
rod detector
19,6-19,8
meter

Bottom tangent line Ketinggian coke (normal) saat akhir


coking (10,8-11 m dari top chamber)

Gambar 3. Contoh Posisi Level Detector Coke Chamber

V. V ariabel Proses Delayed Coking Unit

Coking unit dapat dioperasikan untuk menghasilkan high quality coke ataupun
untuk memaksimumkan yield gas, gasoline, dan produk middle distillate. Yield
dan kualitas produk dipengaruhi oleh variable-variabel operasi sebagai berikut:

V.1. Sumber Crude dan Jenis Umpan

Sumber crude dan jenis umpan mempunyai pengaruh yang besar pada yield
dan kualitas coke. Conradson carbon content umpan merupakan sifat yang
paling menonjol yang menentukan yield dari coke. Kandungan conradson
carbon yang lebih tinggi dari feed menghasilkan coke yield yang lebih tinggi.
Sifat-sifat umpan, yang terdiri dari komponen-komponen asphaltenes, resin,
dan aromatic, serta tingkat impuritiesnya, sangat mempengaruhi kualitas dari
coke.

Coke dibentuk dengan mekanisme reaksi yang berbeda, yaitu :


• Mekanisme reaksi pertama, suspensi koloidal dari senyawa asphaltene
dan resin. Disebabkan oleh sifat amorphnya dan konsentrasi impurities
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

yang tinggi, coke yang dihasilkan dari senyawa resin dan asphaltene
tidak dikehendaki untuk menghasilkan high grade carbon anodes.
• Mekanisme reaksi kedua meliputi polimerisasi dan kondensasi dari
aromatics. Coke dihasilkan melalui mekanisme kedua ini mengandung
konsentrasi aromatics yang tinggi dan konsentrasi impurities yang
rendah, yang kemudian akan memberikan premium grade carbon
anode setelah calcining dan graphitization.

V.2. Temperatur Coke Chamber

Temperatur dari coke chamber, yang diatur dengan mevariasikan temperatur


transfer coking heater, mempunyai pengaruh yang penting terhadap yield
maupun kualitas coke. Temperatur outlet dari heater harus dipertahankan
antara 485°C s/d 510°C. Pada temperatur yang lebih rendah dari 485 oC
dihasilkan coke jenis tarry coke, sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi
dari 510°C kecepatan pembentukan coke di dalam heater akan meningkat
tajam.

Untuk rentang temperatur 485°C s/d 510°C untuk jenis umpan yang sama
maka kenaikan temperatur akan memperbaiki kualitas coke. Kenaikan
temperatur coke chamber akan meningkatkan penguapan hidrokarbon,
sehingga akan mengurangi coke volatile carbon matter content, yang
kemudian akan menghasilkan coke yang lebih keras (kualitas yang diinginkan
untuk anode). Namun hal ini akan menyebabkan kandungan impurities
meningkat, karena hidrokarbon yang teruapkan lebih banyak mengandung
hidrokarbon daripada impurities seperti logam dan sulfur yang sebagian besar
tertinggal dalam coke.

Temperatur optimum yang mengakomodir tingkat kecepatan pembentukan


coke pada tube coking heater dan juga mengakomodir kualitas coke dapat
dicapai berdasarkan pengalaman operasi.

V.3. Tekanan Coke Chamber

Secara umum reaksi thermal cracking adalah fungsi waktu dan temperatur.
Namun tekanan coke chamber dapat juga berpengaruh, yaitu dalam hal
menentukan derajat penguapan. Semakin rendah tekanan maka semakin
keras coke yang terbentuk, dan sebaliknya semakin tinggi tekanan maka
semakin lunak coke yang terbentuk. Namun biasanya tekanan coke chamber
dijaga pada kondisi disain, yaitu sekitar 4 kg/cm2g.

V.4. Residence Time

Seperti dijelaskan dalam point V.3, reaksi thermal cracking salah satunya
merupakan fungsi waktu, yaitu residence time. Semakin lama residence time-
nya maka yield coke semakin meningkat. Namun kondisi optimum harus
dicapai untuk mengakomodir yield coke dan kecepatan pembentukan coke
pada tube coking heater maupun pada transfer line (antara coking heater dan
switching valve).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

V.5. Combined Feed Ratio/CFR

Combined Feed Ratio/CFR didefinisikan sebagai volume dari fractionator


bottoms (fresh feed + recycle; atau total flow pass coking heater) dibagi
dengan volume fresh feed. Jika CFR turun maka coke yang dihasilkan akan
lebih keras coke volatile carbon matter content akan berkurang akibat jumlah
umpan yang mengalir dalam tube coking heater berkurang (sehingga linear
velocity pun berkurang yang akan mengakibatkan residence time meningkat)
pada temperature coking heater yang sama. Selain itu, kandungan impurities
pun akan meningkat karena hidrokarbon yang menguap tidak membawa serta
logam dan sulfur.

Combined feed ratio dapat divariasikan dengan mengatur kecepatan


penarikan gas oil (LCGO atau HCGO). Kenaikan penarikan gas oil akan
menurunkan ratio. Typical combined feed ratio Delayed Coking Unit adalah
1,2 s/d 1,4.

Gambar 4. Coking Heater (Tampak Samping)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Coke
Chamber

Gantry
Crane

Coke Pit

Belt Conveyor

Gambar 5. Coke Chamber, Gantry Crane, Coke Pit, Belt Conveyor

VI. Troubleshooting

Permasalahan yang terjadi di Delayed Coking Unit bukan hanya


permasalahan yang terkait dengan proses tetapi tidak jarang juga
permasalahan yang terkait dengan mechanical. Beberapa contoh
permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Delayed Coking
Unit dapat dilihat dalam table VI berikut ini :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Tabel VI. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Delayed Coking Unit
Permasalahan Penyebab Troubleshooting
Inlet pressure coking Terbentuknya coke pada bagian dalam tube coking • Perbaiki flame pattern.
heater meningkat. heater karena : • Cek properties umpan, atur kembali
• Flame pattern tidak bagus sehingga api komposisi umpan.
menyentuh tube yang menyebabkan hot spot. • Imbangi penurunan CFR dengan
• Perubahan properties umpan (umpan yang lebih penurunan temperatur coking heater.
ringan pada temperatur yang sama akan lebih • Jika inlet pressure meningkat sangat
mudah membentuk coke). tajam (dari 15 ke 19 kg/cm2) berarti
• Penurunan CFR yang drastis tidak diimbangi pembentukan coke pada bagian dalam
penurunan temperatur coking heater. tube coking heater sudah sangat
excessive, sehingga unit harus stop untuk
melakukan SAD (Steam-Air Decoking).
• Cleaning strainer pompa bottom
fractionator; over strainer ke strainer yang
stand by (strainer pompa bottom
fractionator dibuat tersendiri dan dibuat
memiliki spare, sedikit berbeda dengan
pompa pada umumnya).
• Strainer pompa bottom main fractionator penuh • Jika strainer bersih, cek flow fresh feed.
coke. Jika flow fresh feed normal maka
Pompa bottom main
• Loss of feed. kemungkinan besar terjadi penumpukan
fractionator loss suction
• Menumpuknya coke pada bottom main coke pada bottom main fractionator. Jika
fractionator. demikian maka unit harus distop dan
main fractionator harus dibuka untuk
mengeluarkan coke yang ada di bottom-
nya. Coke yang menumpuk di bottom ini
dapat berasal dari coke carry over dari
coke chamber (bentuk coke akan seperti
pasir, lunak dan berkaca-kaca karena
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

mengandung silicon based antifoam yang


diinjeksikan ke dalam coke chamber
untuk mencegah foaming) atau dapat
juga berasal dari coke yang rontok dari
dinding main fractionator yang terbentuk
selama normal operasi karena
temperature main fractionator yang lebih
tinggi dari pada seharusnya.
• Sementara gantry crane diperbaiki,
pemindahan coke dari coke pit ke belt
conveyor dilakukan oleh beko (alat
pengangkut/pemindah semacam traktor).
• Jika beko tidak mampu mengimbangi
kecepatan produksi coke (coke pit untuk
menampung coke penuh), maka cycle
coking coke chamber dapat ditambah
Gantry crane rusak. Mechanical problem
(penambahan ini maksimum sekali 28 jam
versus 24 jam normal, karena di atas 28
jam maka kemungkinan coke carry over
dari coke chamber ke main fractionator
semakin besar.
• Jika cycle sudah mencapai 28 jam namun
coke pit tetap penuh, maka unit harus
distop.
Belt conveyor untuk Transfer coke menggunakan truk.
mentransfer coke dari
Mechanical problem
area coke pit ke bin
(penampung) rusak.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VII. Istilah-istilah

• BS&W Basic Sediment & Water.


• Cascade Penggabungan antara control satu dengan lainnya.
• Cold feed Umpan dari tangki penyimpan (bukan dari unit
upstream).
• Color unstability Ketidakstabilan warna (biasanya terjadi pada produk
diesel yang mengandung cracked material)
• Cracked naphtha Naphtha yang diproduksi oleh proses thermal
cracking seperti Delayed Coking Unit atau Visbraker.
• Cracked slop Slop (sisa minyak/minyak yang terbuang atau
tercampur dengan air) yang berasal dari unit proses
thermal cracking seperti Delayed Coking Unit atau
Visbraker.
• Feed surge drum Vessel penampung umpan yang berfungsi untuk
menjaga kestabilan penyediaan umpan.
• Gantry crane Alat pengangkut coke untuk memindahkan coke dari
coke pit ke belt conveyor.
• HCGO Heavy Coker Gas Oil, gas oil (yang lebih berat) yang
dihasilkan oleh main fractionator DCU.
• HCGO accumulator Penampung produk HCGO di dalam main fractionator
DCU.
• Hot feed Umpan yang berasal dari unit upstream langsung
(bukan dari tangki penyimpanan).
• LCGO Light Coker Gas Oil, gas oil (yang lebih ringan) yang
dihasilkan oleh main fractionator DCU.
• LCGO accumulator Penampung produk LCGO di dalam main fractionator
DCU.

VIII. Daftar Pustaka

1. “How to predict coker yield”; Castiglioni, B.P.; Hydrocarbon Processing,


September 1983.
2. Operating Manual Naphtha Hydrotreater PERTAMINA Unit Pengolahan II
Dumai.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 19 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Anda mungkin juga menyukai