Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kebutuhan

akan

energi

akan

terus

meningkat

sejalan

dengan

perkembangan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melalui UUD 45 telah
mengamanatkan kepada kita untuk mengatur, menggunakan dan memelihara
kekayaan alam nasional tersebut bagi kemakmuran rakyat. Dengan berdasarkan
pada UU no. 8 tahun 1971 didirikanlah perusahaan yang bertugas untuk
mengelola minyak dan gas bumi Indonesia yaitu Preusan Umum Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) yang sampai saat ini merupakan
sebuah BUMN pelaksana tunggal pengusahaan minyak dan gas bumi.
Minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat
organik selama ribuan tahun yang tersimpan di lapisan bumi dalam jumlah yang
sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai
macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan
bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan
petrokimia.
Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga
hitam yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak bumi merupakan campuran
yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai
dari yang paling ringan seperti gas metana sampai dengan aspal yang berat dan
berwujud padat. Produksi komersial minyak bumi dimulai pada tahun 1857 dan
sejak itu produksi terus meningkat. Berbagai teori bermunculan untuk
menjelaskan asal minyak bumi. Teori yang paling popular adalah organic source
materials. Teori ini menyatakan bahwa binatang dan tumbuhan-tumbuhan
berakumulasi dalam tempat yang sesuai, jutaan tahun yang lalu, seperti dalam
swamps, delta atau shallow dalam laut. Disana bahan organik akan
terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.

Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori


yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
binatang dan tumbuhan - tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai,
jutaan tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut.
Disana bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gasgas atau komponen yang larut
dalam air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang
tertinggal dan bahan- bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi
minyak bumi melalui reaksi yang menghasilkan bahan- bahan dengan titik didih
rendah. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir
alam atau reservoir batu kapur.
Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses
pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon
dengan rantai yang lebih pendek dengan bantuan panas. Proses perengkahan
panas bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi dengan boiling range
yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam proses ini dihasilkan gas, LPG,
gasoline (cracked naphtha), gas oil (cracked diesel), residue atau coke. Feed
proses perengkahan panas dapat berupa gas oil atau residue.
Proses coking merupakan proses yang menjadi semakin penting dengan
semakin menurunnya kualitas minyak mentah dunia (semakin berat dan semakin
banyak

mengandung

logam

dan

conradson

carbon).

Dengan

semakin

meningkatnya kandungan logam dan conradson carbon dari minyak mentah,


delayed coking unit (sering disebut coker) menjadi pilihan utama untuk mengolah
minyak mentah dengan kandungan logam dan conradson carbon yang tinggi.
1.2

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan

informasi dan pengetahuan kepada para pembaca mengenai delayed coker.


Sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca serta dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapat dari makalah ini dalam pengembangan ilmu
engineer nya.

1.3

Sasaran
Makalah ini dimaksudkan sebagai pembelajaran bagi mahasiswa

khususnya mahasiswa teknik kimia dan pihak-pihak lain yang membutuhkan


informasi mengenai delayed coker.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Defenisi Delayed Coker


Proses delayed coker dikembangkan dalam rangka me-minimize residue

yang dihasilkan dari pengolahan minyak mentah melalui thermal cracking yang
lebih severe. Jadi pada dasarnya proses delayed coking adalah juga proses thermal
cracking yang dilakukan pada temperatur yang relatif sangat tinggi. Sebagai feed
untuk unit ini kebanyakan adalah vacuum residue (short residue). Pada operasi
sebelum adanya delayed coking unit, operasi thermal cracking dijaga sedemikian
rupa sehingga tidak akan terbentuk coke dalam heater/furnace. Namun dengan
berkembangnya teknologi dan semakin meningkatnya kebutuhan oil product,
telah dapat dikembangkan suatu proses dimana pada pemanasan residue sampai
temeperatur yang tinggi didalam heater/furnace tetapi coke tetap tidak terbentuk
didalam heater/furnace tubes. Hal ini dilakukan dengan memberikan velocity yang
tinggi (residence time yang minimum) didalam heater dan menambah
drum/chamber dioutlet heater untuk tempat terjadinya coking, sehinga proses ini
kemudian disebut "delayed coking".
Dari segi reaksi kimiawi sebenarnya tidak berbeda dengan reaksi didalam
proses thermal cracking yang lain, hanya disini sebagai salah satu produk akhir
adalah carbon (coke). Coke dalam kenyataannya masih mengandung sejumlah
volatile matter (vm) atau hydrocarbon (hc) dengan boiling point tinggi. Untuk
menghilangkan atau mengurangi kandungan volatile matter didalamnya, coke
dipanasi lebih lanjut sampai 2000-2300 degf didalam suatu tanur/kiln yang
berputar (unit calciner). Telah banyak kilang-kilang didunia yang memiliki unit
delayed coking baik dengan tujuan untuk memproduksi calcined coke maupun
dalam rangka maximizing oil products. Produk yang lain seperti unsaturated lpg,
naphtha, gas oil kemudian diproses lebih lanjut untuk mendapatkan produk akhir
yang on-spec. Selanjutnya naphtha diolah lebih lanjut di nhdt (naphtha
hydrotreater), gas oil di proses di hydrocracker.

Proses Coking merupakan proses yang menjadi semakin penting dengan


semakin menurunnya kualitas minyak mentah dunia (semakin berat dan semakin
banyak

mengandung

logam

dan

conradson

carbon).

Dengan

semakin

meningkatnya kandungan logam dan conradson carbon dari minyak mentah,


delayed coker unit menjadi pilihan utama untuk mengolah minyak mentah dengan
kandungan logam dan conradson carbon yang tinggi
Ketika hidrokarbon ditahan pada ?hydrogen?re yang tinggi selama
periode waktu tertentu dapat diasumsikan akan pecah menjadi dua atau lebih
radikal bebas. Radikal bebas ini kemudian masuk ke sederetan reaksi yang
menghasilkan produk total dengan rentang molekul yang lebar. Rentang produk
ini mulai dari hydrogen sampai bitumen dan coke. Secara teori, reaksi yang terjadi
ayaitu, panas dipergunakan untuk mendisosiasikan senyawa (compound)
membentuk radikal bebas.
C10H22 C8H17* + C2H5*
Radikal reaktif yang lebih tinggi tidak muncul dalam effluent produk yang
di direngkah secara thermal, tetapi tergantung pada ukuran dan lingkungan
dimana

mereka

bereaksi

dengan

radikal

yang

lain.

Senyawa-senyawa

hydrocarbons terdekomposisi menjadi olefins, bergabung dengan radikal yang


lain atau bereaksi dengan permukaan logam. Radikal yang besar tidak stabil dan
terdekomposisi membentuk olefins serta radikal yang lebih kecil.
C6H13* C5H10 + CH3*
C8H17* C4H8 + C4H9*
C4H9* C4H8 + H*
Reaksi rantai radikal bebas berhenti ketika dua radikal berkombinasi atau
ketika terjadi reaksi radikal dengan logam atau racun (poison).
C8H17* + H* C8H18
Reaksi polimerisasi dan kondensasi yang muncul pada kondisi
perengkahan thermal (thermal cracking) dapat berlangsung dalam berbagai cara
membentuk tar aromatik.

Coke dan bitumen adalah polimer terakhir (ultimate polymers). Molekul


menjadi sangat besar dengan ikatan silang yang banyak. Tidak adanya hidrogen
akan menurunkan kelarutannya didalam hidrokarbon. Coke mempunyai rasio
hidrogen terhadap carbon kira-kira 1 : 1.
2.2

Feed dan Produk Delayed Coking


Sumber utama dari umpan Delayed Coking Unit adalah reduced crude dari

Vacuum Distillation Unit. Clarified oil yang merupakan produk dari Fluid
Catalytic Crackers (FCC) dan thermal cracking tars dianggap sebagai komponen
umpan yang juga penting yaitu untuk meningkatkan kualitas coke.
Coking yields dan sifat produk tergantung pada karakteristik umpan dan
kondisi operasi. Terkait dengan operasi coking, klasifikasi yang sangat umum
dipakai untuk menggambarkan unsur utama dari residu adalah asphaltenes, resins,
dan aromatics.
Fraksi asphaltene adalah non-volatile, zat amorf (amorphous substance)
dengan berat molekul tinggi yang mengandung banyak koloid yang terdispersi
didalam minyak. Asphaltenes terutama tersusun dari carbon, hidrogen, nitrogen,
oksigen, sulfur, vanadium, dan molekul nickel yang tersusun dalam gugus
kompleks (complex clusters) atau lapisan (layers). Fraksi resin dari residu
mempunyai struktur yang sama dengan asphaltenes. Resin merupakan material
yang kental (viscous), yang menjelujur (tacky materials) dengan volatilitas yang
rendah. Berat molekul resin sedikit lebih rendah daripada asphaltenes dan
mengandung sejumlah material yang lebih terkonsentrasi dari nitrogen dan sulfur.
Sedangkan aromatics adalah struktur yang sederhana yang tersusun dari enam
cincin carbon polisiklis (polycyclic six carbon rings).
Kandungan conradson carbon dari umpan merupakan sifat yang paling
menonjol yang mempengaruhi yield coke. Carbon residue adalah carboneous
material yang dibentuk dan di-pirolisa dari umpan residu dan diukur langsung
dari potensi pembentukan coke dari umpan. Sifat-sifat yang ikut membantu
terjadinya superior coke adalah low sulfur, low volatile matter content, low
metals and ash content, low porosity, low coefficient of thermal expansion (CTE)
dan konduktivitas yang baik. Sifat-sifat yang terakhir ini diukur setelah kalsinasi

(calcining). Kandungan sulfur yang tinggi tidak disukai untuk pembuatan anoda.
Selama proses grafitisasi (graphitization), evolusi sulfur dari kompleks carbonsulfur akan mendorong untuk mematahkan (fracturing) anoda. Kandungan logam
yang tinggi dari coke merusak kedua sifat electrical dan mechanical dari coke.
Volatile carbon matter merupakan sifat coke yang sangat menentukan yang
mempengaruhi harga jual dari green coke yang digunakan untuk industri pabrik
elektroda. Material ini mengandung volatile heavy hydrocarbon yang tersimpan
didalam coke matrix. Selama langkah kalsinasi dari pengkonversian green coke
menjadi calcined coke untuk carbon anodes, hidrokarbon yang berat diuapkan
dan secara esensial dihilangkan untuk memperbanyak hasil coke yang
mempunyai nilai carbon (carbon values) melebihi 98 persen.
Tiga klasifikasi yang umum dari produk coke adalah :
1. Sponge (bunga karang)
Dihasilkan dari high resin asphaltene feedstock. Karena adanya impurities
dan low electrical conductivity, sponge coke tidak cocok untuk pembuatan anoda.
Penampakan fisis sponge coke adalah mengandung pori-pori yang kecil yang
dipisahkan oleh dinding yang tebal. Penggunaan dari coke jenis ini adalah untuk :
a. Pembuatan electrode untuk digunakan dalam electrical furnace dalam pabrik
Titanium oxide, baja
b. Pembuatan anode untuk cell electrolytic dipabrik alumina
c. Digunakan sebagai sumber carbon didalam pembuatan elemen phosphor,
calcium carbide, silica carbide
d. Pembuatan graphite
2. Honeycomb (sarang madu)
Dihasilkan dari low resin-asphaltene feedstock dan setelah kalsinasi dan
grafitisasi dapat menghasilkan anoda dengan kualitas yang memuaskan. Pori-pori
yang elipsoidal terdistribusi secara merata. Pori-porinya unidirectional dan ketika
dipotong melintang minor diameter, struktur honeycomb terlihat jelas.

3. Needle (jarum).
Needle coke dihasilkan dari highly aromatic thermal tar atau decanted oil
feedstocks. Pada penampakannya, pori-pori yang unidirectional adalah sangat
kecil (very slender), berbentuk elliptical, dan dihubungkan pada major diameter.
Coke dengan sekelilingnya hampa yg mudah pecah dan setelah pecah membentuk
serpihan (splintery) atau bagian berbentuk jarum (needle). Disamping coke
(typical yield 20% volume on feed) juga dihasilkan :
a. Gas
b. LPG (typical yield : 6-7% volume on feed)
c. Gasoline/cracked naphtha (typical yield : 15-16% volume on feed)
d. Light Coker Gas Oil/LCGO, typical yield : 35-36% volume on feed
e. Heavy Coker Gas Oil/HCGO, typical yield : 30-31%
Cracked distillates Delayed Coking Unit (LCGO dan HCGO) sungguh
berbeda dari distillate yang dihasilkan oleh unit lainnya. Cracked materials lebih
olefinic, lebih padat (denser), kurang stabil, dan incompatible untuk blending
dengan material yang murni (virgin materials). Olefins bersifat tidak stabil,
dengan adanya udara yang cenderung untuk bereaksi membentuk gum. Blending
dari cracked materials dengan virgin materilas pada proporsi tertentu
menyebabkan perubahan pada pelarutan material yang menghasilkan peningkatan
kandungan BS & W-nya, selain juga akan mem-promote terjadinya color
unstability product.
Tabel 2.1 Typical Yield Delayed Coking Unit
Parameter

Wt %

Vol

API

Sulfur,

N2,

Metals,

Charge products
H2
C4
C5
C6
C7 - 196C
196 - 343C
343C
Coke

100.0
0.9
9.5
1.0
1.8
12.2
28.5
12.5
33.6

%
100.0
1.6
2.7
16.2
33.0
13.6
-

6.6
89.0
76.0
53.4
28.6
19.1
-

wt%
4.3
1.0
2.5
3.7
5.9

PPM
3.00
40
1000
2200
7490

wt-ppm
91
270

Tabel 2.2 Typical Spesifikasi Green Coke dan Calcined Coke


Parameter
Ash content, %wt*
Fixed carbon, %wt*
Moisture, %wt
Volatile Matter, %wt*
Sulfur, %wt*
Silicon, %wt
Iron,%wt
Nikel, ppm
Vanadium, ppm
Vibrated Bulk Density

Green Coke
0,1-0,15
85-87
12-14
13-15
0,3-0,4
0,02-0,03
0,01-0,015
100-200
30-50
0,77-0,84

Calcined Coke
< 0,5
> 99,5
< 0,5
< 0,5
< 1,5
< 0,05
< 0,05
< 0,03
0,04
0,85

(VBD)
Real density
Particle size > 5mm
Resistivity, ohm-cm
Keterangan : * = dry basis

> 2,05
35%
0,08

2.3

Aliran Proses Delayed Coking Unit


Aliran proses dapat dikelompokkan menjadi lima seksi yang berbeda.

Adapun 5 seksi aliran proses, yaitu :


1. Seksi coking
2. Seksi fraksinasi
3. Seksi konsentrasi gas
4. Seksi pembangkit steam
5. Seksi

penanganan

air

dan

blowdown

(dipakai

secara

intermittent).
Selain kelima seksi tersebut di atas, di dowstream Delayed Coking Unit
biasanya tersedia unit calciner untuk mengubah coke yang diproduksi oleh
Delayed Coking Unit (biasanya disebut green coke) menjadi calcined coke yang
merupakan bahan dasar untuk membuat anode. Di calciner, coke dipanaskan
hingga temperature 1100 s/d 1260 oC terutama untuk menghilangkan volatile
matter.

Gambar 2.1 Simolified Process Flow Diagram DCU

2.3.1

Seksi coking
Seksi coking terdiri dari coking heaters (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika

2 train), coke chambers (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2 train), sebuah fasilitas
injeksi anti foam, dan sebuah coke chamber condensate receiver. Bottom kolom
fraksinasi (yang disebut sebagai combined feed karena terdiri dari fresh feed dan
recycle liquid) ditarik oleh pompa bottom fraksinasi dan dialirkan ke coking
heaters.
High Pressure Steam diinjeksikan ke heater radiant coil dengan
menggunakan flow controller untuk membantu linear velocity agar tidak terbentuk
coke pada bagian dalam tube heater. Sebagai tambahan, High Pressure Steam juga
tersedia pada inlet tiap tube heater dengan menggunakan hand control, namun
hanya digunakan dalam kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya
coking/plugging pada tube heater pada saat emergency stop. Heater effluent
kemudian mengalir ke coke chamber.
Operasi coke chamber umumnya menggunakan cycle 48 jam. Pada saat 1
unit coke chamber mengalami proses coking selama 24 jam, 1 unit coking
chamber lainnya melakukan tahapan proses decoking selama 24 jam juga.
Sepasang coke chamber beroperasi dengan kerangan empat arah (four way valve)
pada inlet coke chamber untuk memungkinkan switching dari satu coke chamber
ke coke chamber lainnya. Untuk mengetahui level coke pada coke chamber
digunakan level detector radioaktif. Sebagai tambahan terhadap line proses,
disediakan line untuk quench water, steam, condensate removal dan blowdown.
Material yang tidak membentuk coke (fraksi ringan) meninggalkan top coke
chamber melalui vapor line dan dialirkan ke main fractionator dibawah bottom
tray.
Untuk mencegah kemungkinan penyumbatan (plugging) pada overhead
line coke chamber, maka dialirkan HCGO quench yang diambil dari stream gas
oil HCGO. Jika diperlukan, anti foam agent diinjeksikan dengan menggunakan
pompa injeksi anti foam agent kebagian teratas dari masing-masing coke chamber
untuk mencegah foam carry over.

Sebagai tambahan terhadap line proses, disediakan line untuk quench water,
steam, condensate removal, dan blowdown. Material yang tidak membentuk coke
(fraksi ringan) meninggalkan top coke chamber melalui vapor line dan dialirkan
ke main fractionator dibawah bottom tray. Untuk mencegah kemungkinan
penyumbatan (plugging) pada overhead line coke chamber, maka dialirkan HCGO
quench yang diambil dari stream gas oil HCGO. Tahapan proses (cycle) CokingDecoking kedua chamber dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2.3 Tahapan Proses (Cycle) Coking-Decoking Coke Chamber
Coke Chamber A
08:00
Start coking
08:00 08:30

08:30 11:00

11:00 16:00

08:00

Coke Chamber B
Selesai proses coking;

switch feed ke A.
Steaming out (4 ton/jam steam) coke chamber;
uap dialirkan ke main fractionator (karena
masih banyak fraksi ringan yang dapat direcover).
Steaming out (8 ton/jam steam) coke chamber;
uap dialirkan ke blow down knock out drum
(blowdown system).
Water quenching (steam = 8 ton/jam & water =
20 m3/jam).

16:00 18:00

Water filling

17:00

Buka top head

18:00 20:00

Water draining

20:00 24:00

00:00 01:00
01:00 03:00

Buka bottom head.


Pasang telescopic chute.
Decoking (boring & cutting)
menggunakan water jet (200 kg/cm2).
Head up
Stand by

03:00 04:00

Test press (s/d 3,8 kg/cm2) & depressure

04:00 08:00

Warming up

08:00

Selesai coking;
switch feed ke
coke chamber B.

08:00

Start coking

dengan

Jika level detector coke chamber tidak berfungsi maka dapat dilakukan
injeksi antifoam dengan menggunakan time base. Injeksi anti foam dengan
menggunakan time base biasanya mulai dilakukan 10 jam sebelum proses coking
selesai/sebelum switch ke chamber lainnya hingga 1 jam setelah proses coking
selesai/setelah switch ke chamber lainnya (11 jam injeksi). Condensate receiver
dipersiapkan untuk menangani kondensat hidrokarbon yang terakumulasi ketika
off-line coke chamber dipanaskan (intermittent basis). Air dikumpulkan di water
boot dan kemudian dikirim ke wour water degassing drum di sour water stripping
unit. Kondensat hidrokarbon dipompa dengan coke chamber condensate pump
dengan menggunakan flow controller ke line fresh feed pada inlet main
fractionator. Equalizing line diantara receiver dan main fractionator berfungsi
untuk menjaga gas blanket dan mencegah build up vapors di drum.
2.3.2

Seksi Fraksinasi
Seksi fraksinasi terdiri dari main fractionator, LCGO Stripper, HCGO

stripper, charge surge drum, main fractionator overhead receiver, dan tanki
cracked slop. Cold feed ke DCU dipompa dari tangki umpan dengan pompa
storage feed yang dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade dengan surge
drum bottom level controller. Cold feed bercampur dengan hot feed dari vacuum
bottom di Vacuum Distillation Unit sebelum masuk ke feed surge drum. Total
fresh feed dari feed surge drum dipompa oleh feed pump dengan dikendalikan
oleh flow controller yang di-cascade ke fractionator bottom level controller.
Aliran ini kemudian dipanaskan di feed/HCGO heat exchanger, dan kemudian
masuk ke main fractionator melalui distributor. Sebagai alternatif, terdapat line
feed yang masuk ke bottom main fractionator melalui sebuah distributor yang
berada di bawah level liquid normal (50%). Line alternatif ini biasanya dipakai
selama start up atau kapan saja diperlukan untuk mempertahankan panas didalam
kolom. Cracked slop oil dari tangki cracked slop juga dapat ditambahkan ke fresh
feed upstream dari feed/HCGO heat exchanger yang dikendalikan oleh flow
controller.

HCGO ditarik dari HCGO accumulator dan didistribusikan sebagai berikut :


a. Dipompa dengan menggunakan pompa sirkulasi dikembalikan ke main
fractionatorsebagai reflux.
b. Sebagian kecil digunakan sebagai quench ke coke chamber vapor line.
c. Mayoritas aliran HCGO dibagi menjadi 3 aliran, yaitu disirkulasi melalui
debutanizer reboiler (dengan dikendalikan oleh flow controller), disirkulasi
melalui feed/HCGO heat exchanger (dengan dikendalikan oleh flow
controller), dan disirkulasi melalui HCGO steam generator (dengan
dikendalikan oleh flow controller), untuk kemudian dikembalikan ke main
fractionator melalui distributor sebagai reflux.
d. Net HCGO product mengalir dari HCGO accumulator ke HCGO stripper.
Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam (dikendalikan
oleh flow controller). Net HCGO product kemudian dipompakan oleh pompa
produk melalui HCGO product steam generator, HCGO product/BFW heat
exchanger, dan HCGO product cooler sebelum dialirkan ke tangki atau ke unit
downstream (Hydrocracker)).
LCGO ditarik dari LCGO accumulator dan dipompakan dengan
menggunakan pompa sirkulasi LCGO, dialirkan ke rich oil/lean oil heat
exchanger, didinginkan di absorber lean oil cooler dan di lean oil trim cooler
untuk kemudian dialirkan ke absorber sebagai lean oil (dengan menggunakan flow
controller). Absorber bottom stream, yang kaya LPG disebut rich oil, mengalir
mengalir melalui rich oil/lean oil heat exchanger (dengan menggunakan bottom
level controller) dan kemudian dikembalikan ke main fractionator sebagai reflux.
Net LCGO product mengalir dari LCGO accumulator ke LCGO stripper.
Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam (dikendalikan oleh
flow controller). Net LCGO product kemudian dipompakan melalui LCGO
product cooler dan LCGO product trim cooler sebelum menuju tangki penyimpan
atau ke unit downstream (distillate hydrotreater). Stripped vapor dari stripper
dikembalikan ke main fractionator.

Overhead vapors yang meninggalkan top main fractionator dikondensasi


didalam main fractionator overhead condenser, mengalir ke trim cooler dan
kemudian dikumpulkan di main fractonator overhead receiver. Liquid dari
receiver sebagian dipompakan kembali ke main fractionator sebagai reflux dan
sebagian lagi dipompakan ke high pressure separators cooler, high pressure
separator trim cooler, dan kemudian ke high pressure separator di seksi
konsentrasi gas. Net off-gas dikirim ke compressor suction drum pada seksi
konsentrasi gas. Air dikumpulkan di water boot dan dipompakan ke Sour Water
Stripping Unit.
2.3.3

Seksi Konsentrasi Gas


Seksi konsentrasi gas terdiri dari fractionator off gas compressor, high

pressure separator, kolom absorber, kolom debutanizer, dan LPG splitter. Gas dari
fractionator overhead receiver mengalir ke compressor suction drum. Condesate
liquid yang terjadi di compressure suction drum dipompa dengan pompa suction
drum dikembalikan ke fractionator overhead receiver. Setelah di-compress, gas
dialirkan ke high pressure separator dan kemudian ke absorber dikontakkan
dengan circulating HCGO (disebut juga sebagai lean oil) untuk mengambil LPG
yang terkandung di dalam gas. Bottom absorber (disebut juga sebagai rich oil)
kemudian mengalir kembali ke main fractionator. Lean gas dari absorber dialirkan
ke fuel gas system.
Liquid high pressure separator dipompakan ke debutanizer melalui
debutanizer feed/bottom heat exchanger. Debutanizer memisahkan high pressure
separator liquid untuk menghasilkan LPG (top product) dan C5+/cracked naphtha
(bottom product). Bottom debutanizer sebagian dialirkan ke thermosiphon
reboiler dan sebagian lagi diambil sebagai produk dialirkan tangki penyimpan
atau ke unit downstream (naphtha hydrotreater) setelah melalui feed/bottom heat
exchanger dan debutanizer bottom cooler.
Overhead kolom dikondensasi secara parsial di debutanizer overhead
condenser sebelum masuk ke debutanizer overhead receiver. Liquidnya sebagian
dipompa sebagai reflux dan sebagian lagi mengalir ke LPG splitter setelah
dipanaskan di LPG splitter feed/bottom heat exchanger.

LPG splitter berfungsi untuk menghilangkan ethane dan komponen yang


lebih ringan dari stream produk LPG. Bottom LPG splitter yang merupakan
produk LPG sebagian dialirkan ke thermosiphon LPG splitter reboiler dan
sebagian lagi diambil sebagai produk LPG dikirim ke tangki penyimpanan setelah
sebelumnya melalui LPG splitter feed/bottom heat exchanger, digunakan sebagai
pemanas. LPG splitter overhead vapor dikondensasi secara parsial di LPG splitter
overhead condenser sebelum masuk ke LPG splitter overhead receiver. Liquid
dari receiver dipompa dengan pompa LPG splitter reflux kembali ke LPG splitter
digunakan sebagai reflux. Sedangkan gas dari receiver dikirim ke fuel gas system.

2.3.4

Seksi Pembangkit Steam

Di Delayed Coking Unit, steam dibangkitkan dibeberapa tempat, yaitu :


a. Di dalam common convection section dari masing-masing sepasang coking
heater
b. Di circulating HCGO steam generator.
c. Di HCGO product steam generators. Seksi pembangkit steam terdiri dari
sebuah steam disengaging drum, dua common convection steam generators,
sebuah circulating HCGO steam generator, sebuah product HCGO steam
generator, sebuah blowdown system dan sebuah chemical feed system.
d. Seksi pembangkit steam menghasilkan tiga macam steam, yaitu :
e. High Pressure Steam, dibangkitkan di coking heater common convection
section steam generator.
f. Medium Pressure Steam, dibangkitkan di circulating HCGO steam generator
dan di HCGO product steam generator.
g. Low Pressure Steam, dibangkitkan di continuous blowdown drum.
2.3.5

Seksi Penanganan Air Dan Blowdown


Fasilitas water handling dan blowdown terdiri dari sebuah coke pit, sebuah

clarifier, sebuah jet water storage tank, sebuah blowdown condenser knock out
drum, sebuah blowdown condenser, dan sebuah blowodown condenser separator.
Peralatan water handling dipakai untuk hydraulic decoking, water quench dari
coke chambers, dan fines handling. Line blowdown coke chamber, yang dipakai
secara intermittent selama cooling down dan warming up dari chamber, mengalir
ke blowdown condenser knock out drum.
Liquid yang ada di blowdown separator dan blowdown knock out drum
dipompakan dengan pompa blowdown condenser knock out drum melalui
blowdown condenser knockout drum cooler menuju tanki cracked slop pada seksi
fraksinasi. Vapour dari blowdown knock out drum mengalir ke blowdown
condenser separator. Air yang ada di blowodown condenser separator mengalir ke

blowdown separator secara gravitasi. Vapor dari blowdown condenser separator


mengalir ke flare header.
Hidrokarbon dari blowdown separator dan blowdown knock out drum
dipompa dengan pompa slop blowdown condenser separator dan dikirim ke tanki
cracked slop pada seksi fraksionasi. Coke yang terbentuk di coke chamber dibor
dengan menggunakan hydraulic cutting tools yang menggunakan air tekanan
tinggi dari pompa jet hidrolik. Coke chamber berada diatas coke pit sehingga coke
yang telah dibor langsung dapat jatuh ke coke pit.
Coke dari coke pit kemudian dipindahkan ke belt conveyor dengan
menggunakan travelling gantry crane. Air yang digunakan untuk membor coke
yang ada di coke chamber mengalir dari sloped coke pit melalui vertical bar
screen ke dalam settling basin, untuk kemudian menggunakan settling basin pump
out sump pump dipompakan ke clarifier. Fines and scum pumpout pumps
memompa material dari clarifier kembali ke coke pit, sedangkan air dari clarifier
mengalir ke water transfer and quench pump sump untuk kemudian dikirim ke
tanki penampungan jet water tanki penampungan inilah yang digunakan untuk
membor coke yang ada di coke chamber dengan menggunakan pompa jet hidrolik
ke peralatan decoking. Selain kelima seksi tersebut di atas, di dowstream Delayed
Coking Unit biasanya tersedia unit calciner untuk mengubah coke yang
diproduksi oleh Delayed Coking Unit (biasanya disebut green coke) menjadi
calcined coke yang merupakan bahan dasar untuk membuat anode. Di calciner,
coke dipanaskan hingga temperature 1100 s/d 1260

C terutama untuk

menghilangkan volatile matter.


2.3.6

Level Detector Coke Chamber


Pengukuran level coke chamber tidak dapat menggunakan level indicator

konvensional yang biasa dipakai untuk mengukur separator karena level yang
diukur adalah level padatan berupa coke. Alat ukur yang biasa digunakan untuk
mengukur level coke chamber adalah level detector radiometric. Level detector
radiometric yang sering digunakan sebagai level detector coke chamber adalah
level detector sinar gamma dan sinar neutron.

Secara teoritis sebenarnya ketinggi coke dalam coke chamber dapat


diperkirakan (linear terhadap total flow pass coking heater), namun level detector
tetap sangat diperlukan untuk :
a. Mencegah terjadinya foam over ke main fractionator.
b. Mengetahui ketinggian foam yang mungkin terjadi saat proses coking di coke
chamber.
c. Optimasi penggunaan antifoam.
d. Mengetahui ketinggian coke saat selesai proses coking.
Tabel 2.4 Perbandingan Level Detector Sinar Gamma & Sinar Neutron
Parameter
Daya ionisasi
Daya tembus
Penggunaan

Sinar Gamma
Sinar Neutron
Kecil
Besar
Sangat besar
Sangat besar
Mendeteksi semua fluida Dapat di-setting hanya
yang

melalui

diantara

ruangan untuk mendeteksi foam

source

dan yang

detector
Harga
Reliability
Maintenance
Teknologi

Murah
Tinggi
Mudah
Teknologi

melalui

diantara

Lama

ruangan

source

dan

detector
Sangat Mahal
Rendah
Susah
yang Teknologi baru

masih banyak digunakan


di banyak unit DCU
Tipe pengukuran level detector di coke chamber biasanya adalah point
source-point detector (level switch; tidak ada trending) untuk top coke chamber
dan point source-rod detector (continuous level measurement; ada trending) untuk
middle dan bottom coke chamber.
Berdasarkan pengalaman penulis, walaupun sinar gamma mempunyai
kelemahan tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian foam pada permukaan
coke di coke chamber melainkan mengukur semua fluida yang melalui sourcedetector, namun penggunaan sinar gamma sudah cukup karena mempunyai
banyak keunggulan seperti telah disebutkan pada table II di atas. Mengenai

kelemahan sinar gamma yang tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian
foam sama sekali bukan masalah yang besar, karena secara teoritis pembentukan
coke dapat diprediksi karena linear terhadap flow pass coking heater.
Best practice perhitungan yield Delayed Coking Unit dapat digambarkan
dalam tabel berikut :
Tabel 2.5 Best Practice Perhitungan Yield DCU
Coke, wt%
Gas (C4-) wt.%
Gasoline, wt.%
Gas oil, wt.%

1.6 x wt% Conradson Carbon a)


7.8 + 0.144 (wt% Conradson Carbon a) )
11.29 0.343 (wt% ConradsonCarbon a)
100 wt% coke wt% gas wt%

Gasoline, vol.%
Gas oil, vol. %

gasoline
(186.5/(131.5 + API) (gasoline wt%) b)
(155.5/(131.5 + API) (gas oil wt%)b)

2.4 Variabel Proses Delayed Coking Unit


Coking unit dapat dioperasikan untuk menghasilkan high quality coke
ataupun untuk memaksimumkan yield gas, gasoline, dan produk middle distillate.
Yield dan kualitas produk dipengaruhi oleh variable-variabel operasi sebagai
berikut :
a. Sumber crude dan jenis
a. Temperatur Coke Chamber
b. Tekanan Coke Chamber
c. Residence Time
d. Combined Feed Ratio/CFR
2.4.1

Sumber Crude dan Jenis Umpan


Sumber crude dan jenis umpan mempunyai pengaruh yang besar pada

yield dan kualitas coke. Conradson carbon content umpan merupakan sifat yang
paling menonjol yang menentukan yield dari coke. Kandungan conradson carbon
yang lebih tinggi dari feed menghasilkan coke yield yang lebih tinggi. Sifat-sifat
umpan, yang terdiri dari komponen-komponen asphaltenes, resin, dan aromatic,

serta tingkat impuritisnya, sangat mempengaruhi kualitas dari coke. Coke


dibentuk dengan mekanisme reaksi yang berbeda, yaitu :
a. Mekanisme reaksi pertama, suspensi koloidal dari senyawa asphaltene dan
resin. Disebabkan oleh sifat amorphnya dan konsentrasi impurities yang
tinggi, coke yang dihasilkan dari senyawa resin dan asphaltene tidak
dikehendaki untuk menghasilkan high grade carbon anodes.
b. Mekanisme reaksi kedua meliputi polimerisasi dan kondensasi dari aromatics.
Coke dihasilkan melalui mekanisme kedua ini mengandung konsentrasi
aromatics yang tinggi dan konsentrasi impurities yang rendah, yang kemudian
akan memberikan premium grade carbon anode setelah calcining dan
graphitization.
2.4.2

Temperatur Coke Chamber


Temperatur dari coke chamber, yang diatur dengan mevariasikan

temperatur transfer coking heater, mempunyai pengaruh yang penting terhadap


yield maupun kualitas coke. Temperatur outlet dari heater harus dipertahankan
antara 485C s/d 510C. Pada temperatur yang lebih rendah dari 485 oC
dihasilkan coke jenis tarry coke, sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi
dari 510C kecepatan pembentukan coke di dalam heater akan meningkat tajam.
Untuk rentang temperatur 485C s/d 510C untuk jenis umpan yang sama
maka kenaikan temperatur akan memperbaiki kualitas coke. Kenaikan temperatur
coke chamber akan meningkatkan penguapan hidrokarbon, sehingga akan
mengurangi coke volatile carbon matter content, yang kemudian akan
menghasilkan coke yang lebih keras (kualitas yang diinginkan untuk anode).
Namun hal ini akan menyebabkan kandungan impurities meningkat, karena
hidrokarbon yang teruapkan lebih banyak mengandung hidrokarbon daripada
impurities seperti logam dan sulfur yang sebagian besar tertinggal dalam coke.
Temperatur optimum yang mengakomodir tingkat kecepatan pembentukan coke
pada tube coking heater dan juga mengakomodir kualitas coke dapat dicapai
berdasarkan pengalaman operasi.
2.4.3

Tekanan Coke Chamber

Secara umum reaksi thermal cracking adalah fungsi waktu dan


temperatur. Namun tekanan coke chamber dapat juga berpengaruh, yaitu dalam
hal menentukan derajat penguapan. Semakin rendah tekanan maka semakin keras
coke yang terbentuk, dan sebaliknya semakin tinggi tekanan maka semakin lunak
coke yang terbentuk. Namun biasanya tekanan coke chamber dijaga pada kondisi
disain, yaitu sekitar 4 kg/cm2g.
2.4.4

Residence Time
Seperti dijelaskan sebelumnya reaksi thermal cracking salah satunya

merupakan fungsi waktu, yaitu residence time. Semakin lama residence time-nya
maka yield coke semakin meningkat. Namun kondisi optimum harus dicapai
untuk mengakomodir yield coke dan kecepatan pembentukan coke pada tube
coking heater maupun pada transfer line (antara coking heater dan switching
valve).
2.4.5

Combined Feed Ratio/CFR


Combined Feed Ratio/CFR didefinisikan sebagai volume dari fractionator

bottoms (fresh feed + recycle; atau total flow pass coking heater) dibagi dengan
volume fresh feed. Jika CFR turun maka coke yang dihasilkan akan lebih keras
coke volatile carbon matter content akan berkurang akibat jumlah umpan yang
mengalir dalam tube coking heater berkurang (sehingga linear velocity pun
berkurang yang akan mengakibatkan residence time meningkat) pada temperature
coking heater yang sama. Selain itu, kandungan impurities pun akan meningkat
karena hidrokarbon yang menguap tidak membawa serta logam dan sulfur.
Combined feed ratio dapat divariasikan dengan mengatur kecepatan penarikan
gas oil (LCGO atau HCGO). Kenaikan penarikan gas oil akan menurunkan ratio.
Typical combined feed ratio Delayed Coking Unit adalah 1,2 s/d 1,4.

Gambar 2.2 Coking Heater (Tampak Samping)

Coke
chamber

Gantry
crane

Coke pit

Belt Conveyor

Gambar 2.3 Coke Chamber, Gantry Crane, Coke Pit, Belt Conveyor

2.5

Level Detector Coke Chamber


Pengukuran level coke chamber tidak dapat menggunakan level indicator

konvensional yang biasa dipakai untuk mengukur separator karena level yang
diukur adalah level padatan berupa coke. Alat ukur yang biasa digunakan untuk
mengukur level coke chamber adalah level detector radiometric. Level detector
radiometric yang sering digunakan sebagai level detector coke chamber adalah
level detector sinar gamma dan sinar neutron.
Secara teoritis sebenarnya ketinggi coke dalam coke chamber dapat
diperkirakan (linear terhadap total flow pass coking heater), namun level detector
tetap sangat diperlukan untuk :
a. Mencegah terjadinya foam over ke main fractionators
b. Mengetahui ketinggian foam yang mungkin terjadi saat proses coking di coke
chamber.
c. Optimasi penggunaan antifoam.
d. Mengetahui ketinggian coke saat selesai proses coking.
Tabel 2.6 Perbandingan level detector sinar gama dabn sinar newton

Tipe pengukuran level detector di coke chamber biasanya adalah point


source-point detector (level switch; tidak ada trending) untuk top coke chamber
dan point source-rod detector (continuous level measurement; ada trending) untuk
middle dan bottom coke chamber.

Gamabr 2.4 Level detector chamber


Keterangan gambar:
1. Point source
2. Point detector
3. Kabel
4. Evaluation unit
Berdasarkan pengalaman penulis, walaupun sinar gamma mempunyai
kelemahan tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian foam pada permukaan
coke di coke chamber melainkan mengukur semua fluida yang melalui sourcedetector, namun penggunaan sinar gamma sudah cukup karena mempunyai
banyak keunggulan seperti telah disebutkan pada table II di atas. Mengenai
kelemahan sinar gamma yang tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian
foam sama sekali bukan masalah yang besar, karena secara teoritis pembentukan
coke dapat diprediksi karena linear terhadap flow pass coking heater.

Gambar 2.5 Contoh Posisi Level Detector coke chamber


2.6

Operasi Delayed Coker


Sebagaimana telah disinggung dalam decoking, coke drum diisi dan

dikosongkan atas dasar suatu time cycle tertentu, sedang fraksinator dioperasikan
secara kontinyu untuk memproduksi lpg, coker naphtha dan coker gas oil. Paling
sedikit harus ada dua coke drum, namun ada pula yang lebih seperti di up ii
dumai yang mempunyai empat coke drum dengan pembagian : dua diisi / in
operation (coking) dan dua yang lain dikosongkan (decoking) typical waktu
pengoperasian dari coke drum adalah sbb : operasi waktu (jam) pengisian dengan
coke 24 memindah (switch) dan steaming out 03 pendinginan (cooling down) 03
drain 02 buka tutup dan decoking 05 tutup kembali dan test 02 pemasangan

kembali 07 spare time 02 48 operating variable dalam delayed coker antara lain
adalah :
a.

Temperatur outlet heater

b.

Tekanan fractionating tower

c.

Temperatur uap ex coke drum yang masuk fractionator

d.

Free carbon content dalam feed


Semakin tinggi temperatur yang keluar heater akan menaikkan proses

cracking dan reaksi coking sehingga akan menaikkan pula jumlah gas dan coker
naptha yang dihasilkan dan sebaliknya produksi coker gas oil yang berkurang.
Menaikkan tekanan di fractionator mempunyai pengaruh yang sama dengan
menaikkan temperatur outlet heater, karena dengan kenaikan tekanan di
fractionator akan menambah jumlah vapor yang terkondensasi termasuk gas oil
yang akan dikembalikan sehingga di-recycle bersama feed ke heater. Temperatur
dari uap hydrocarbon ex coke drum yang semakin tinggi akan menaikkan end
point dari produk coker gas oil sehingga jumlah gas oil yang direcycle menjadi
berkurang akibatnya produksi coke akan berkurang pula. Dalam operasi delayed
coker secara umum dapat dinyatakan bahwa semakin banyak gas oil yang
direcycle akan menaikkan cracking yang selanjutnya akan menghasilkan gas,
coker naphtha, dan coke yang lebih banyak dan menurunnya produksi coker gas
oil.
2.7

Troubleshooting
Permasalahan yang terjadi di Delayed Coking Unit bukan hanya

permasalahan yang terkait dengan proses tetapi tidak jarang juga permasalahan
yang terkait dengan mechanical. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan
troubleshooting yang terjadi di Delayed Coking Unit dapat dilihat dalam table VI
berikut ini :

Tabel 2.7 Contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting DCU


Permasalahan
Inlet
pressure

Penyebab
Terbentuknya coke pada bagian

Troubleshooting
Perbaiki flame pattern.

coking

dalam

Cek

heater

meningkat.

tube

coking

heater

karena:
1

Flame

pattern

tidak

bagus

sehingga

api

menyebabkan hot spot.

umpan,

atur

kembali komposisi umpan.

menyentuh tube yang


2

properties

Perubahan

Imbangi penurunan CFR dengan


penurunan

temperatur

coking

heater.
1

properties

Jika

inlet

pressure

meningkat sangat tajam

umpan

(umpan

yang

(dari 15 ke 19 kg/cm2)

lebih

ringan

pada

berarti

pembentukan

temperatur yang sama

coke pada bagian dalam

akan

tube coking heater sudah

lebih

mudah

membentuk coke).

sangat

Penurunan CFR yang

sehingga unit harus stop

drastis tidak diimbangi

untuk melakukan SAD

penurunan

(Steam-Air Decoking).

temperatur

excessive,

coking heater.
Strainer pompa bottom main

Cleaning strainer pompa bottom

main fractionator

fractionator penuh coke.

fractionator; over strainer ke

loss suction

Loss of feed.

strainer yang stand by (strainer

Pompa

bottom

Menumpuknya

coke

bottom main fractionator.

pada

pompa

bottom

dibuat

tersendiri

fractionator
dan

dibuat

memiliki spare, sedikit berbeda


dengan pompa pada umumnya).
1

Jika strainer bersih, cek


flow fresh feed. Jika
flow fresh feed normal
maka

kemungkinan

besar

terjadi

penumpukan coke pada


bottom

main

fractionator.
demikian

Jika
maka

unit

harus distop dan main

fractionator harus dibuka


untuk
coke

mengeluarkan
yang

ada

di

bottom-nya. Coke yang


menumpuk di bottom ini
dapat berasal dari coke
carry over dari coke
chamber (bentuk coke
akan seperti pasir, lunak
dan berkaca-kaca karena

mengandung silicon based antifoam yang diinjeksikan ke dalam coke chamber untuk
mencegah foaming) atau dapat juga berasal dari coke yang rontok dari dinding main
fractionator yang terbentuk selama normal operasi karena temperature main fractionator
yang lebih tinggi dari pada seharusnya.
Gantry
rusak.

crane

Mechanical problem

Sementara

gantry

crane

diperbaiki,

pemindahan

coke

dari coke pit ke belt conveyor


dilakukan

oleh

beko

(alat

pengangkut/pemindah semacam
traktor).
1

Jika beko tidak mampu


mengimbangi kecepatan
produksi coke (coke pit
untuk menampung coke
penuh),
coking

maka
coke

dapat
(penambahan

cycle
chamber

ditambah
ini

maksimum sekali 28 jam


versus 24 jam normal,
karena di atas 28 jam
maka kemungkinan coke
carry over dari coke

chamber

ke

fractionator

main
semakin

besar.
2

Jika

cycle

sudah

mencapai 28 jam namun


coke pit tetap penuh,
maka unit harus distop.
Belt

conveyor

untuk
dari area coke pit
(penampung)
rusak.

Transfer
truk.

mentransfer coke
ke

Mechanical problem

bin

coke

menggunakan

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
1. Proses Coking merupakan proses yang menjadi semakin penting
dengan semakin menurunnya kualitas minyak mentah dunia (semakin
berat dan semakin banyak mengandung logam dan conradson carbon.
2. Delayed coking unit (sering disebut coker) menjadi pilihan utama
untuk mengolah minyak mentah dengan kandungan logam dan
conradson carbon yang tinggi
3. Sumber utama dari umpan Delayed Coking Unit adalah reduced crude
dari Vacuum Distillation Unit. Clarified oil yang merupakan produk
dari Fluid Catalytic Crackers (FCC) dan thermal cracking tars.
4. Tiga klasifikasi yang umum dari produk coke adalah sponge (bunga
karang), honeycomb (sarang madu), dan needle (jarum). aliran proses
yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi lima seksi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Warta Pertamina Edisi Januari 2011 Modernisasi Kilang. Divisi
Komunikasi Korporat Sekretaris Perseroan PT PERTAMINA (PERSERO).
Budhiarto, Adhi. 2009. Buku Pintar Migas Indonesia : Bab IX - Delayed Coking
Unit.
Conners, J.W. 1981. Changes in Petroleum Coke Quality and Future Prospects.
California: Union Oil Company of
Elliot, John D. 1996. Delayed Coker Design and Operation: Recent Trends and
Innovations. USA Corporation
Ellis, Paul J., Hardin, Edward E. 1993. How Petroleum Delayed Coke Forms In A
Drum. Light Metals
Fatimah Zuhra, Cut. 2003. Penyulingan, Pemrosesan dan Penggunaan Minyak
Bumi. Medan : USU digital Library.
Paul. 2012. Delayed Coking. http://raz2305ans.multiply.com/journal/item/4.
Diakses pada 2 Maret 2016
Rianto. 2009. Harburg Industrial. http://www.tu-harburg.de/vt2/HPChE1/7-1Industrial%20_reactions.pdf
Ryan, dkk. 2009. Makalah Pengilangan Minyak Bumi Dan Nabati: Naptha Rerun
Unit, Plat Forming I, Naptha Hydrotreating Unit Dan Plat Forming Iipt.
Pertamina Up II Dumai. http://www.scribd.com/doc/26913865/Baru-DiEdit. Diakses pada 2 Maret 2016

Anda mungkin juga menyukai