PERANCANGAN KOPLING
Istilah kopling dapat diartikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk menghubung
kan dua buah poros secara bersama pada kedua ujungnya dengan tujuan untuk
meneruskan daya dan putaran. Daya dan putaran diteruskan dari penggerak mula
(motor listrik, motor bakar atau turbin). Secara umum, ada dua jenis kopling yaitu
kopling tetap (kopling kaku) dan kopling tidak tetap (fleksibel).
Kopling tetap dirancang untuk menggabungkan dua ujung poros sehingga tidak
terdapat gerak relatif diantara keduanya. Syarat agar dua poros terhubung dengan baik
oleh kopling tetap ini adalah kedua sumbu poros harus segaris lurus. Jika tidak maka
pada saat beroperasi dapat menyebabkan suara berisik akibat getaran yang timbul.
Gambar dibawah ini memperlihatkan berbagai jenis kopling tetap yang dipakai untuk
meneruskan daya dan putaran.
Bentuk lain dari jenis kopling tetap ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Kopling
digunakan untuk menghubungkan gear speed reducer dengan poros engkol. Putaran
output yang dihasilkan oleh gear speed reducer diteruskan ke poros engkol melalui
kopling. Bentuk kopling sangat sederhana hanya dibuat dari pipa dengan ketebalan
5 mm. Sebagai komponen penetap kopling pada poros digunakan pasak dan baut-
mur.
Salah satu jenis kopling tetap adalah seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Kopling terdiri dari dua buah flens dan beberapa buah baut-mur. Baut-mur pada
kopling ini berfungsi sebagai penetap kedua flens agar tidak saling bergerak relatif.
Pada flens selain terdapat lubang baut juga memiliki lubang poros. Ingat bahwa
fungsi utama dari sebuah kopling adalah menyambungkan dua buah poros berbeda
agar putaran dan daya bisa diteruskan. Oleh karena itu cukup beralasan mengapa pada
kopling tetap terdapat lubang untuk poros. Selanjutnya agar poros tidak slip pada
lubang poros flens maka ditambahkan alur pasak sebagai tempat dudukan pasak.
A
E
Dbc Pasak BD
Poros 1 Poros 2
Baut
Flens
Gambar 9-3. Sketsa Kopling Tetap (Kopling Flens)
Salah satu kelemahan dari kopling tetap seperti terlihat di gambar 9-3 itu adalah
kopling jenis itu dalam pemasangannya, kedua sumbu kopling harus benar-benar
terjamin segaris. Apabila tidak ada jaminan kedua sumbu bisa segaris maka dalam
operasi pemakaiannya memungkinkan timbulnya getaran yang berimbas pada
Dalam kopling terdapat empat buah baut bukan sebagai penetap antar kopling tetapi
berfungsi untuk “mengembangkan” karet yang melingkar pada badan baut itu.
Dengan konstruksi kopling seperti itu, flens lebih “aman” dari kerusakan akibat
tekanan baut selama pengencangan karena umumnya flens dibuat dari besi cor kelabu
yang cukup getas. Baut dari kopling ini masih merupakan bagian yang menerima
beban terbesar selama bekerja. Beban yang diterima oleh baut berupa puntiran (torsi)
yang terdistribusi merata di sejumlah baut. Semakin banyak jumlah baut, beban yang
diterima oleh setiap baut menjadi semakin kecil.
T 2T
F= =
(D bc / 2) Dbc
... Pers. 9-1.
jika dalam satu kopling terdapat N jumlah baut, maka tegangan geser yang terjadi
(working stress) pada masing-masing baut adalah :
F F 2T
τ= = =
As N (πd / 4) Dbc × N × (πd 2 / 4)
2 ... Pers. 9-2.
Untuk menentukan diameter baut, perlu diketahui kekuatan material (Sy atau Su) dan
jika diasumsikan tegangan yang bekerja pada baut sama dengan kekuatan material
(artinya faktor keamanannya = 1) maka diameter baut ditentukan dengan persamaan:
8T
d= ... Pers. 9-3.
Dbc × N × πτ d
Apabila dalam merencanakan baut itu diinginkan faktor keamanan lebih dari satu
maka tegangan geser yang terjadi didefinisikan sebagai tegangan yang diizinkan.
Besarnya tegangan yang diizinkan ini dihitung sebesar :
Sy
τ allowable =
2
... Pers. 9-4.
FS
8T
d=
Dbc × N × π ⋅ τ allowable
8T
d= Sy
Dbc × N × π ⋅
2
FS
16 × FS × T
d=
Dbc × N × π ⋅ S y
... Pers. 9-5.
Menurut persamaan 9-5 diatas, diameter baut kopling sangat tergantung pada torsi,
jarak antar pusat baut, jumlah baut dan material baut. Pengaruh dari masing-masing
parameter itu adalah :
1. Torsi yang diterima oleh baut berasal dari daya (P, watt) dan putaran (n, rpm)
yang ditransmisikan. Jika torsi yang diteruskan melalui kopling semakin besar
maka hal itu akan membutuhkan baut berdiameter lebih besar.
P P
Torsi , T = =
ω 2πn / 60
2. Baut merupakan elemen penyatu flens. Jumlah baut minimum yang masih
diizinkan agar kopling dapat beroperasi dengan normal yaitu sebanyak dua buah.
Semakin banyak baut yang dipakai maka bisa memperkecil ukuran baut.
3. Baut dipasangkan pada lubangnya yang terdapat pada flens. Semakin jauh posisi
baut relatif terhadap pusat flens maka dapat memperkecil ukuran baut. Padahal
letak baut yang semakin jauh berarti memperbesar ukuran flens.
4. Umumnya baut dibuat dari material baja. Pemilihan material baut disarankan
membandingkannya dengan material flens. Material baut diinginkan lebih lunak
Contoh soal
Rancanglah sebuah kopling kaku yang dipakai untuk meneruskan daya sebesar 15 hp
dan putaran 1.400 rpm dari sebuah motor listrik ke sebuah pompa sentrifugal. Poros
motor listrik memiliki diameter 24 mm dan poros pompa sentrifugal berdiameter 25
mm. Dalam rancangan itu diinginkan kopling yang dibuat dari baja AISI 1040 dengan
Su = 496 MPa dan Sy = 290 MPa.
Jawab :
Dbc Pasak BD
Poros 1 Poros 2
Baut
Flens
Sketsa Kopling Tetap (Kopling Flens)
Poros 1 merupakan poros motor listrik dan poros 2 adalah poros pompa sentrifugal.
Setelah menggambarkan sketsa kopling dilanjutkan dengan membuat beberapa
asumsi yang terkait dengan kopling itu. Asumsi-asumsi yang dibuat antara lain :
b. Material baut dipilih lebih lunak dibandingkan material kopling yaitu AISI
1020 (Su = 379 MPa dan Sy = 207 MPa).
Permasalahan utama dalam merancang kopling adalah seberapa besar ukuran baut
yang digunakan apabila jumlah dan materialnya telah diasumsikan. Sebelum
merancang baut, bentuk dan dimensi kopling harus ditentukan terlebih dahulu.
Kopling terdiri dari dua flens yang sama, kiri dan kanan. Karena flens kanan
dihubungkan dengan poros berdiameter lebih besar maka fokus perancangan
ditujukan untuk mendapatkan bentuk dan dimensi flens kanan, sedangkan flens kiri
dibuat sama dengan flens kanan.
Diameter poros 2 adalah 25 mm. Jika ditentukan tebal hub sebesar 10 mm maka
diameter hub (Dh) adalah 25 + 10 + 10 = 45 mm. Mengapa tebal hub ditentukan
sebesar 10 mm ? sebetulnya tidak ada petunjuk yang jelas, hanya saja perlu diingat
bahwa di dalam lubang hub terdapat alur pasak. Dengan adanya alur pasak ini bisa
A
E
HB
Poros 1
Hub
Flens
P P 60 × 11190
. watt
Torsi , T = = =
ω 2πn / 60 2π ⋅ 1400
. rpm
T = 76,33 ⋅ Nm
16 × FS × T
d=
Dbc × N × π ⋅ S y
16 × 3 × 76.330 Nmm
d=
75 × 4 × π ⋅ 207
d = 4,33 ⋅ mm
Dengan diameter baut yang diperoleh dari perhitungan diatas, diameter yang dipilih
harus lebih besar dari angka itu. Dalam kasus ini dipilih baut metrik M8. Untuk
ukuran baut M8, dimensi flens harus dikoreksi kembali untuk mendapatkan hasil
yang lebih optimum.
A
E
HB=15mm
Dbc=75mm
Poros 1
Hub
Flens
16 × FS × T
d=
Dbc × N × π ⋅ S y
16 × 3 × 76.330 Nmm
d=
65 × 4 × π ⋅ 207
d = 4,66 ⋅ mm
Ternyata tidak banyak terdapat perbedaan dari diameter baut sebelumnya. Dengan
demikian ukuran baut yang sudah ditentukan yaitu M8 sudah benar dan sangat aman.
Bagaimana dengan panjang baut ? dalam persamaan diatas tidak ada variabel yang
menyatakan pengaruh dari panjang baut. Panjang baut dapat ditentukan secara bebas
tetapi sangat tergantung pada jarak A dan E yang ada pada flens. Jarak A dan E
sendiri juga dapat diterka secara bebas dan proporsional.
Kopling gesek adalah elemen mesin penerus daya dan putaran yang juga berfungsi
sebagai pemutus daya selama operasinya. Berbeda dengan kopling tetap yang hanya
meneruskan daya dan putaran, kopling gesek ini juga mampu memutuskan putaran
dan daya dari sumber gerak. Contoh aplikasi dari kopling gesek adalah dalam bidang
otomotif atau kendaraan bermotor. Putaran yang terjadi pada roda kendaraan berasal
dari putaran poros engkol motor bakar yang diteruskan oleh kopling dan sistem
transmisi (lihat gambar 9-5).
Sistem transmisi yang berperan mengubah torsi dan putaran, selama pergantiannya
dibantu oleh sebuah kopling gesek. Dalam sistem transmisi manual, perpindahan torsi
dan putaran dilakukan dengan mengubah-ubah pasangan rodagigi. Selama perubahan
dari satu pasangan ke pasangan rodagigi inilah kopling gesek memegang peranan.
Putaran yang ditransmisikan dari mesin ke sistem transmisi disambung dan
diputuskan oleh kopling gesek. Kerja yang saling mendukung dari kedua elemen itu
mampu menghasilkan torsi yang bervariasi yang memang dibutuhkan oleh kendaraan
untuk menghadapi berbagai kondisi beban. Sebagai contoh untuk menghadapi jalan
menanjak dengan beban kendaraan cukup besar maka kebutuhan akan torsi yang
besar mutlak diperlukan. Dalam hal ini, peranan kopling dalam membantu
Sebuah kopling gesek digambarkan secara sederhana seperti terlihat dalam gambar
9-7 dibawah ini. Bagian yang bergesekan berupa pelat bulat yang masing-masing
terpasang pada poros. Untuk meneruskan putaran dan daya dari sumber gerak kedua
pelat harus saling bergesekan dengan mendorong salah satu poros kearah saling
mendekat.
Permukaan gesek
N N
Di D o
N Ff
T
Gambar 9-8. Gaya dan Torsi Pada
Kopling Gesek
Gaya gesek yang dihasilkan dari gaya dorong N adalah hasil perkalian dari gaya
dorong itu dengan koefisien gesek. Selanjutnya gaya gesek yang dikalikan dengan
jari-jari menghasilkan torsi pada kopling.
Ff = µ ⋅ N
dan ... Pers. 9-6.
T = Ff × R
Di setiap titik pada permukaan gesek kopling, tekanan lokal (p) bervariasi akibat
tidak meratanya tekanan itu. Besarnya gaya dorong (atau gaya normal N) merupakan
hasil perkalian dari tekanan lokal dengan luas permukaan gesek. Untuk menghitung
torsi total yang terjadi pada kopling sementara tekanan pada permukaan gesek tidak
seragam maka hal itu tidak mungkin dilakukan. Untuk itu diperlukan sebuah asumsi
untuk memungkinkan mendapatkan torsi total. Asumsi yang digunakan adalah
Perancangan Kopling -134-
didasarkan pada keausan merata yang terjadi pada permukaan gesek selama kopling
bekerja. Asumsi ini akan menghasilkan produk perkalian tekanan lokal (p) dan
kecepatan linier (V) antara kedua pelat kopling menjadi konstan.
R + Ri
T = Ff × o
2 ... Pers. 9-7.
T = Ff × Rm
Faktor yang tidak ada dalam persamaan diatas adalah laju keausan dari bahan pelat
kopling. Akan tetapi sebetulnya ada kaitan antara keausan dengan luas permukaan
gesek pelat kopling. Jika luas permukaan gesek lebih besar maka keausan pelat
kopling rendah, sedangkan untuk permukaan gesek yang lebih kecil akan
menghasilkan keausan yang lebih besar.
Para produsen material gesek membuat suatu hubungan antara keausan dengan luas
permukaan gesek. Hubungan ini dipakai sebagai alat bantu untuk menerka ukuran
fisik dari pelat kopling ataupun rem cakram. Hubungan ini dinamakan dengan tingkat
keausan (wear rating, WR).
P T×ω
WR = = ... Pers. 9-8.
A A
Tingkat keausan (WR) didasarkan pada perbandingan antara besarnya panas yang
didisipasikan (daya) dengan luas permukaan gesek. Karena satuan WR adalah hp/in2
maka daya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut dan memiliki satuan hp
(horse power):
T[ lb.in] × n[rpm]
P= ... Pers. 9-9.
63.000
Perancangan Kopling -135-
Untuk pemakaian yang sering, WR = 0,04 hp/in2
Contoh soal
Rancanglah sebuah rem cakram yang mampu menghasilkan torsi pengereman 300
lb.in. Pegas yang menyebabkan gaya dorong diantara bagian yang bergesek
menghasilkan gaya sebesar 320 lb. Koefisien gesek material diketahui 0,25. Rem
akan digunakan dalam pemakaian rata-rata di industri dan menghentikan beban dari
putaran 750 rpm.
Jawab :
Sebelum menjawab persoalan diatas, perlu diidentifikasi data-data apa saja yang
sudah diketahui.
Langkah selanjutnya yaitu menghitung gaya gesek dari gaya normal yang dihasilkan
oleh pegas.
Gaya gesek dan torsi pengereman dipakai secara bersama untuk mendapatkan
diameter rata-rata cakram rem.
Ro + Ri T 300 ⋅ lb.in
Rm = = = = 3,75 ⋅ in
2 Ff 80 ⋅ lb
Ro
= 1,5 → Ro = 1,5 × Ri
Ri
dan
2 Rm = Ro + Ri
2 Rm = 1,5Ri + Ri = 2,5Ri
Rm = 1,25Ri = 3,75
3,75
Ri = = 3 ⋅ in → Ro = 1,5( 3in) = 4,5 ⋅ in
1,25
T[ lb.in] × n[rpm]
P=
63.000
300lb. in × 750rpm
P= = 3,57 ⋅ hp
63.000
Daya yang diperoleh dipakai untuk menghitung tingkat keausan rem (WR). Sebelumn
menghitung tingkat keausan, terlebih dahulu harus menghitung luas permukaan
bidang gesek cakram.
π π
A=
4
(D 2
o − Di2 ) =
4
( 9 2 − 62 ) = 35,34 ⋅ in 2
Tingkat keausan yang dihasilkan sebesar 0,101 sudah sesuai untuk pemakaian rem
rata-rata.