Anda di halaman 1dari 19

BAB IX.

PERANCANGAN KOPLING

Istilah kopling dapat diartikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk menghubung
kan dua buah poros secara bersama pada kedua ujungnya dengan tujuan untuk
meneruskan daya dan putaran. Daya dan putaran diteruskan dari penggerak mula
(motor listrik, motor bakar atau turbin). Secara umum, ada dua jenis kopling yaitu
kopling tetap (kopling kaku) dan kopling tidak tetap (fleksibel).

Kopling tetap dirancang untuk menggabungkan dua ujung poros sehingga tidak
terdapat gerak relatif diantara keduanya. Syarat agar dua poros terhubung dengan baik
oleh kopling tetap ini adalah kedua sumbu poros harus segaris lurus. Jika tidak maka
pada saat beroperasi dapat menyebabkan suara berisik akibat getaran yang timbul.

Gambar dibawah ini memperlihatkan berbagai jenis kopling tetap yang dipakai untuk
meneruskan daya dan putaran.

Perancangan Kopling -120-


Gambar 9-1. Berbagai Jenis Kopling Tetap

Perancangan Kopling -121-


Dari gambar-gambar diatas, selain memanfaatkan baut-mur sebagai komponen
penetap antar kopling juga digunakan rantai, cakar (menyerupai gigi) dan gigi-gigi
(gerigi). Ditinjau dari sisi pembuatan, jenis kopling yang menggunakan penetap
berupa baut-mur merupakan kopling yang paling mudah dibuat karena bentuknya
sederhana (lihat skematik kopling dalam gambar 9-3). Walaupun bentuknya yang
sederhana, keandalan kopling ini tidak diragukan. Untuk membuat kopling itu proses
membubut, menggurdi dan “slotting” (untuk menghasilkan alur pasak) digunakan.

Bentuk lain dari jenis kopling tetap ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Kopling
digunakan untuk menghubungkan gear speed reducer dengan poros engkol. Putaran
output yang dihasilkan oleh gear speed reducer diteruskan ke poros engkol melalui
kopling. Bentuk kopling sangat sederhana hanya dibuat dari pipa dengan ketebalan
5 mm. Sebagai komponen penetap kopling pada poros digunakan pasak dan baut-
mur.

Gambar 9-2. Kopling Tetap Jenis Pipa

Perancangan Kopling -122-


Kegagalan kopling jenis “pipa” ini sangat tergantung pada ketebalannya. Walaupun
bentuknya sederhana tetapi kopling ini tidak disarankan dalam penggunaan.

9.1. Kopling Tetap (coupling)

Salah satu jenis kopling tetap adalah seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Kopling terdiri dari dua buah flens dan beberapa buah baut-mur. Baut-mur pada
kopling ini berfungsi sebagai penetap kedua flens agar tidak saling bergerak relatif.
Pada flens selain terdapat lubang baut juga memiliki lubang poros. Ingat bahwa
fungsi utama dari sebuah kopling adalah menyambungkan dua buah poros berbeda
agar putaran dan daya bisa diteruskan. Oleh karena itu cukup beralasan mengapa pada
kopling tetap terdapat lubang untuk poros. Selanjutnya agar poros tidak slip pada
lubang poros flens maka ditambahkan alur pasak sebagai tempat dudukan pasak.
A
E

Dbc Pasak BD

Poros 1 Poros 2

Baut
Flens
Gambar 9-3. Sketsa Kopling Tetap (Kopling Flens)

Salah satu kelemahan dari kopling tetap seperti terlihat di gambar 9-3 itu adalah
kopling jenis itu dalam pemasangannya, kedua sumbu kopling harus benar-benar
terjamin segaris. Apabila tidak ada jaminan kedua sumbu bisa segaris maka dalam
operasi pemakaiannya memungkinkan timbulnya getaran yang berimbas pada

Perancangan Kopling -123-


munculnya suara berisik. Untuk mengantisipasi ini, para pembuat kopling tetap telah
melakukan modifikasi dengan sedikit mengubah desain kopling sehingga
ketidaksegarisan sumbu-bumbu kopling bisa dieliminir. Kopling yang dimaksud
diperlihatkan dalam gambar 9-4 dibawah ini.

Gambar 9-4. Kopling Tetap (Kopling Flens)

Dalam kopling terdapat empat buah baut bukan sebagai penetap antar kopling tetapi
berfungsi untuk “mengembangkan” karet yang melingkar pada badan baut itu.
Dengan konstruksi kopling seperti itu, flens lebih “aman” dari kerusakan akibat
tekanan baut selama pengencangan karena umumnya flens dibuat dari besi cor kelabu
yang cukup getas. Baut dari kopling ini masih merupakan bagian yang menerima
beban terbesar selama bekerja. Beban yang diterima oleh baut berupa puntiran (torsi)
yang terdistribusi merata di sejumlah baut. Semakin banyak jumlah baut, beban yang
diterima oleh setiap baut menjadi semakin kecil.

Perancangan Kopling -124-


Komponen yang menerima pembebanan cukup besar selama kopling beroperasi
adalah baut. Untuk itu diperlukan perancangan baut untuk menentukan berapa jumlah
baut, diameter baut dan material baut. Beban yang diterima baut merupakan beban
geser yang berasal dari torsi yang ditransmisikan. Gaya geser yang terjadi pada baut
tergantung pada Torsi (T) dan jarak antar pusat baut (Dbc).

T 2T
F= =
(D bc / 2) Dbc
... Pers. 9-1.

jika dalam satu kopling terdapat N jumlah baut, maka tegangan geser yang terjadi
(working stress) pada masing-masing baut adalah :

F F 2T
τ= = =
As N (πd / 4) Dbc × N × (πd 2 / 4)
2 ... Pers. 9-2.

Untuk menentukan diameter baut, perlu diketahui kekuatan material (Sy atau Su) dan
jika diasumsikan tegangan yang bekerja pada baut sama dengan kekuatan material
(artinya faktor keamanannya = 1) maka diameter baut ditentukan dengan persamaan:

8T
d= ... Pers. 9-3.
Dbc × N × πτ d

Apabila dalam merencanakan baut itu diinginkan faktor keamanan lebih dari satu
maka tegangan geser yang terjadi didefinisikan sebagai tegangan yang diizinkan.
Besarnya tegangan yang diizinkan ini dihitung sebesar :
Sy

τ allowable =
2
... Pers. 9-4.
FS

Perancangan Kopling -125-


Dengan demikian untuk mendapatkan diameter baut yang benar-benar aman,
persamaan 8-3 menjadi :

8T
d=
Dbc × N × π ⋅ τ allowable
8T
d= Sy

Dbc × N × π ⋅
2

FS
16 × FS × T
d=
Dbc × N × π ⋅ S y
... Pers. 9-5.

Menurut persamaan 9-5 diatas, diameter baut kopling sangat tergantung pada torsi,
jarak antar pusat baut, jumlah baut dan material baut. Pengaruh dari masing-masing
parameter itu adalah :

1. Torsi yang diterima oleh baut berasal dari daya (P, watt) dan putaran (n, rpm)
yang ditransmisikan. Jika torsi yang diteruskan melalui kopling semakin besar
maka hal itu akan membutuhkan baut berdiameter lebih besar.

P P
Torsi , T = =
ω 2πn / 60

2. Baut merupakan elemen penyatu flens. Jumlah baut minimum yang masih
diizinkan agar kopling dapat beroperasi dengan normal yaitu sebanyak dua buah.
Semakin banyak baut yang dipakai maka bisa memperkecil ukuran baut.

3. Baut dipasangkan pada lubangnya yang terdapat pada flens. Semakin jauh posisi
baut relatif terhadap pusat flens maka dapat memperkecil ukuran baut. Padahal
letak baut yang semakin jauh berarti memperbesar ukuran flens.

4. Umumnya baut dibuat dari material baja. Pemilihan material baut disarankan
membandingkannya dengan material flens. Material baut diinginkan lebih lunak

Perancangan Kopling -126-


daripada material flens. Dengan kondisi seperti itu, kegagalan pada baut lebih
diutamakan daripada kegagalan flens karena baut lebih mudah diganti. Material
baut yang lebih kuat juga mempengaruhi pemilihan ukurannya. Kekuatan yang
lebih tinggi memberikan ukuran yang lebih kecil.

Contoh soal

Rancanglah sebuah kopling kaku yang dipakai untuk meneruskan daya sebesar 15 hp
dan putaran 1.400 rpm dari sebuah motor listrik ke sebuah pompa sentrifugal. Poros
motor listrik memiliki diameter 24 mm dan poros pompa sentrifugal berdiameter 25
mm. Dalam rancangan itu diinginkan kopling yang dibuat dari baja AISI 1040 dengan
Su = 496 MPa dan Sy = 290 MPa.

Jawab :

Dari persoalan diatas, telah diketahui data-data sebagai berikut,

Daya yang ditransmisikan, P = 15 hp = 11 190 watt

Putaran kopling, n = 1.400 rpm (ingat bahwa kopling dipakai untuk


menyambung poros motor listrik dan poros pompa sentrifugal. Karenanya
putaran kopling sama dengan putaran motor listrik).

Diameter poros motor listrik, Dp1 = 24 mm

Diameter poros pompa sentrifugal, Dp2 = 25 mm

Perancangan Kopling -127-


Langkah pertama dalam menyelesaikan persoalan diatas adalah membuat sketsa
kopling secara lengkap (lihat gambar dibawah ini).
A
E

Dbc Pasak BD

Poros 1 Poros 2

Baut
Flens
Sketsa Kopling Tetap (Kopling Flens)

Poros 1 merupakan poros motor listrik dan poros 2 adalah poros pompa sentrifugal.
Setelah menggambarkan sketsa kopling dilanjutkan dengan membuat beberapa
asumsi yang terkait dengan kopling itu. Asumsi-asumsi yang dibuat antara lain :

a. Jumlah baut sebanyak 4 buah

b. Material baut dipilih lebih lunak dibandingkan material kopling yaitu AISI
1020 (Su = 379 MPa dan Sy = 207 MPa).

Permasalahan utama dalam merancang kopling adalah seberapa besar ukuran baut
yang digunakan apabila jumlah dan materialnya telah diasumsikan. Sebelum
merancang baut, bentuk dan dimensi kopling harus ditentukan terlebih dahulu.
Kopling terdiri dari dua flens yang sama, kiri dan kanan. Karena flens kanan
dihubungkan dengan poros berdiameter lebih besar maka fokus perancangan
ditujukan untuk mendapatkan bentuk dan dimensi flens kanan, sedangkan flens kiri
dibuat sama dengan flens kanan.

Diameter poros 2 adalah 25 mm. Jika ditentukan tebal hub sebesar 10 mm maka
diameter hub (Dh) adalah 25 + 10 + 10 = 45 mm. Mengapa tebal hub ditentukan
sebesar 10 mm ? sebetulnya tidak ada petunjuk yang jelas, hanya saja perlu diingat
bahwa di dalam lubang hub terdapat alur pasak. Dengan adanya alur pasak ini bisa

Perancangan Kopling -128-


mengurangi tebal hub. Jadi sebaiknya dibuat lebih tebal dan lebih proporsional agar
hub relatif aman. Semakin tebal memang semakin baik tetapi tidak ekonomik. Jadi
pilihlah tebal yang lebih proporsional. Pemilihan tebal 10 mm lebih didasarkan pada
kebutuhan dan disesuaikan dengan besarnya torsi yang diteruskan.

Setelah menentukan diameter hub, dilanjutkan dengan menentukan diameter flens


(D). Sebelum menentukan diameter flens, didahului dengan menentukan jarak HB.
Pentingnya jarak HB ini adalah untuk menghindari kepala baut atau mur bersentuhan
dengan selubung hub. Jika bersentuhan maka akan menyulitkan dalam operasi
pengencangan baut-mur. Sementara itu, baut dan mur itu sendiri belum diketahui
ukurannya. Cara yang aman adalah tentukan sebesar mungkin jarak HB tetapi tetap
memperhatikan proporsionalitas. Jika berlebih maka nanti setelah ukuran baut-mur
diperoleh, jarak HB bisa ditentukan kembali. Untuk kasus ini, dipilih jarak HB
sebesar 15 mm. Dengan demikian diameter flens adalah D = Dh + 2HB + 2HB = 45
+ 30 + 30 = 105 mm, sedangkan jarak antar pusat baut yaitu Dbc = Dh + 2HB = 45 +
30 = 75 mm. Apabila telah selesai dalam menentukan ukuran flens maka bisa
dilanjutkan dengan menghitung ukuran (diameter) baut.

A
E

HB

Dbc φ22 Pasak Φ25 Dh D

Poros 1
Hub

Flens

Perancangan Kopling -129-


Beban yang diterima oleh baut yaitu torsi yang dihasilkan dari daya dan putaran
motor listrik. Besarnya torsi itu adalah :

P P 60 × 11190
. watt
Torsi , T = = =
ω 2πn / 60 2π ⋅ 1400
. rpm
T = 76,33 ⋅ Nm

Jika faktor keamanan ditentukan sebesar 3, dengan menggunakan persamaan 9-5,


diameter baut minimum yang diperlukan adalah :

16 × FS × T
d=
Dbc × N × π ⋅ S y
16 × 3 × 76.330 Nmm
d=
75 × 4 × π ⋅ 207
d = 4,33 ⋅ mm
Dengan diameter baut yang diperoleh dari perhitungan diatas, diameter yang dipilih
harus lebih besar dari angka itu. Dalam kasus ini dipilih baut metrik M8. Untuk
ukuran baut M8, dimensi flens harus dikoreksi kembali untuk mendapatkan hasil
yang lebih optimum.
A
E

HB=15mm
Dbc=75mm

Φ24 Pasak Φ25 Dh D=105mm

Poros 1
Hub

Flens

Perancangan Kopling -130-


Baut M8 berarti diameter nominalnya 8 mm. Sementara itu diameter kepala baut
sekitar 2 X 8mm = 16 mm. Jarak HB yang sudah ditentukan sebesar 15 mm sudah
cukup aman terutama jika memperhitungkan ukuran kepala baut atau mur agar tidak
bersentuhan dengan selubung hub. Jarak yang tersisa antara selubung hub dengan
diameter luar kepala baut yaitu sekitar 15 - 8 = 7 mm (jarak ini didapat dari selisih
antara HB dan setengah diameter kepala baut). Jarak 7 mm ini relatif besar. Dengan
jarak 2 mm saja sebenarnya sudah cukup memadai. Jika jarak 2 mm ini dipakai, maka
jarak HB terkoreksi menjadi 2 + 8 = 10 mm. Dengan demikian jarak antar pusat baut
(Dbc) terkoreksi yaitu Dh + 2HB = 45 + 2(10) = 65 mm. Dengan besarnya Dbc
terkoreksi maka diameter baut yang baru adalah :

16 × FS × T
d=
Dbc × N × π ⋅ S y
16 × 3 × 76.330 Nmm
d=
65 × 4 × π ⋅ 207
d = 4,66 ⋅ mm
Ternyata tidak banyak terdapat perbedaan dari diameter baut sebelumnya. Dengan
demikian ukuran baut yang sudah ditentukan yaitu M8 sudah benar dan sangat aman.

Bagaimana dengan panjang baut ? dalam persamaan diatas tidak ada variabel yang
menyatakan pengaruh dari panjang baut. Panjang baut dapat ditentukan secara bebas
tetapi sangat tergantung pada jarak A dan E yang ada pada flens. Jarak A dan E
sendiri juga dapat diterka secara bebas dan proporsional.

Perancangan Kopling -131-


9. 2. Kopling Gesek (Clutch) Tipe Pelat

Kopling gesek adalah elemen mesin penerus daya dan putaran yang juga berfungsi
sebagai pemutus daya selama operasinya. Berbeda dengan kopling tetap yang hanya
meneruskan daya dan putaran, kopling gesek ini juga mampu memutuskan putaran
dan daya dari sumber gerak. Contoh aplikasi dari kopling gesek adalah dalam bidang
otomotif atau kendaraan bermotor. Putaran yang terjadi pada roda kendaraan berasal
dari putaran poros engkol motor bakar yang diteruskan oleh kopling dan sistem
transmisi (lihat gambar 9-5).

Gambar 9-5. Sketsa Sistem Transmisi Manual pada


Kendaraan Bermotor
(Sumber : www.howstuffwork.com)

Sistem transmisi yang berperan mengubah torsi dan putaran, selama pergantiannya
dibantu oleh sebuah kopling gesek. Dalam sistem transmisi manual, perpindahan torsi
dan putaran dilakukan dengan mengubah-ubah pasangan rodagigi. Selama perubahan
dari satu pasangan ke pasangan rodagigi inilah kopling gesek memegang peranan.
Putaran yang ditransmisikan dari mesin ke sistem transmisi disambung dan
diputuskan oleh kopling gesek. Kerja yang saling mendukung dari kedua elemen itu
mampu menghasilkan torsi yang bervariasi yang memang dibutuhkan oleh kendaraan
untuk menghadapi berbagai kondisi beban. Sebagai contoh untuk menghadapi jalan
menanjak dengan beban kendaraan cukup besar maka kebutuhan akan torsi yang
besar mutlak diperlukan. Dalam hal ini, peranan kopling dalam membantu

Perancangan Kopling -132-


memindahkan pasangan rodagigi transmisi ke rangkaian dengan keluaran torsi besar
sangat terlihat.

Gambar 9-6. Letak Kopling Gesek Pada Sistem


Transmisi Kendaraan Bermotor
(Sumber : www.howstuffwork.com)

Sebuah kopling gesek digambarkan secara sederhana seperti terlihat dalam gambar
9-7 dibawah ini. Bagian yang bergesekan berupa pelat bulat yang masing-masing
terpasang pada poros. Untuk meneruskan putaran dan daya dari sumber gerak kedua
pelat harus saling bergesekan dengan mendorong salah satu poros kearah saling
mendekat.

Permukaan gesek

N N
Di D o

Gambar 9-7. Skematik Kopling Gesek

Perancangan Kopling -133-


Jika gaya dorong atau gaya tekan yang diberikan sebesar N maka akan menghasilkan
gesekan pada kedua permukaan gesek. Gesekan yang terjadi pada kopling gesek
cenderung menurunkan putaran akibat adanya efek tahanan. Gaya gesek yang
dihasilkan selanjutnya akan menjadi torsi jika gaya gesek itu dikalikan dengan jari-
jari dimana gaya gesek itu terjadi.

N Ff

T
Gambar 9-8. Gaya dan Torsi Pada
Kopling Gesek

Gaya gesek yang dihasilkan dari gaya dorong N adalah hasil perkalian dari gaya
dorong itu dengan koefisien gesek. Selanjutnya gaya gesek yang dikalikan dengan
jari-jari menghasilkan torsi pada kopling.

Ff = µ ⋅ N
dan ... Pers. 9-6.
T = Ff × R

Di setiap titik pada permukaan gesek kopling, tekanan lokal (p) bervariasi akibat
tidak meratanya tekanan itu. Besarnya gaya dorong (atau gaya normal N) merupakan
hasil perkalian dari tekanan lokal dengan luas permukaan gesek. Untuk menghitung
torsi total yang terjadi pada kopling sementara tekanan pada permukaan gesek tidak
seragam maka hal itu tidak mungkin dilakukan. Untuk itu diperlukan sebuah asumsi
untuk memungkinkan mendapatkan torsi total. Asumsi yang digunakan adalah
Perancangan Kopling -134-
didasarkan pada keausan merata yang terjadi pada permukaan gesek selama kopling
bekerja. Asumsi ini akan menghasilkan produk perkalian tekanan lokal (p) dan
kecepatan linier (V) antara kedua pelat kopling menjadi konstan.

Dengan memasukkan semua faktor-faktor yang sudah dijelaskan diatas maka :

 R + Ri 
T = Ff ×  o 
 2  ... Pers. 9-7.
T = Ff × Rm

Rasio antara Ro dan Ri berada diantara 1,2 - 2,5

Faktor yang tidak ada dalam persamaan diatas adalah laju keausan dari bahan pelat
kopling. Akan tetapi sebetulnya ada kaitan antara keausan dengan luas permukaan
gesek pelat kopling. Jika luas permukaan gesek lebih besar maka keausan pelat
kopling rendah, sedangkan untuk permukaan gesek yang lebih kecil akan
menghasilkan keausan yang lebih besar.

Para produsen material gesek membuat suatu hubungan antara keausan dengan luas
permukaan gesek. Hubungan ini dipakai sebagai alat bantu untuk menerka ukuran
fisik dari pelat kopling ataupun rem cakram. Hubungan ini dinamakan dengan tingkat
keausan (wear rating, WR).

P T×ω
WR = = ... Pers. 9-8.
A A
Tingkat keausan (WR) didasarkan pada perbandingan antara besarnya panas yang
didisipasikan (daya) dengan luas permukaan gesek. Karena satuan WR adalah hp/in2
maka daya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut dan memiliki satuan hp
(horse power):

T[ lb.in] × n[rpm]
P= ... Pers. 9-9.
63.000
Perancangan Kopling -135-
Untuk pemakaian yang sering, WR = 0,04 hp/in2

Untuk pemakaian rata-rata, WR = 0,10 hp/in2

Untuk pemakaian yang jarang, WR = 0,40 hp/in2

Contoh soal

Rancanglah sebuah rem cakram yang mampu menghasilkan torsi pengereman 300
lb.in. Pegas yang menyebabkan gaya dorong diantara bagian yang bergesek
menghasilkan gaya sebesar 320 lb. Koefisien gesek material diketahui 0,25. Rem
akan digunakan dalam pemakaian rata-rata di industri dan menghentikan beban dari
putaran 750 rpm.

Jawab :

Sebelum menjawab persoalan diatas, perlu diidentifikasi data-data apa saja yang
sudah diketahui.

Torsi pengereman, T = 300 lb.in

Gaya dorong (gaya normal), N = 320 lb

Koefisien gesek, µ = 0,25

Putaran awal, n = 750 rpm

Langkah selanjutnya yaitu menghitung gaya gesek dari gaya normal yang dihasilkan
oleh pegas.

Ff = µ ⋅ N = 0,25( 320 ⋅ lb) = 80 ⋅ lb

Gaya gesek dan torsi pengereman dipakai secara bersama untuk mendapatkan
diameter rata-rata cakram rem.

Ro + Ri T 300 ⋅ lb.in
Rm = = = = 3,75 ⋅ in
2 Ff 80 ⋅ lb

Perancangan Kopling -136-


Apabila rasio antara Ro dan Ri ditentukan sebesar 1,5 maka dimensi cakram rem yaitu
:

Ro
= 1,5 → Ro = 1,5 × Ri
Ri
dan

2 Rm = Ro + Ri
2 Rm = 1,5Ri + Ri = 2,5Ri
Rm = 1,25Ri = 3,75
3,75
Ri = = 3 ⋅ in → Ro = 1,5( 3in) = 4,5 ⋅ in
1,25

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung daya pengereman yang menggunakan


persamaan 9-9.

T[ lb.in] × n[rpm]
P=
63.000
300lb. in × 750rpm
P= = 3,57 ⋅ hp
63.000

Daya yang diperoleh dipakai untuk menghitung tingkat keausan rem (WR). Sebelumn
menghitung tingkat keausan, terlebih dahulu harus menghitung luas permukaan
bidang gesek cakram.

π π
A=
4
(D 2
o − Di2 ) =
4
( 9 2 − 62 ) = 35,34 ⋅ in 2

Tingkat keausan (WR) rem adalah :

Perancangan Kopling -137-


P 3,57hp hp
WR = = = 0,101
A 35,34in 2 in 2

Tingkat keausan yang dihasilkan sebesar 0,101 sudah sesuai untuk pemakaian rem
rata-rata.

Perancangan Kopling -138-

Anda mungkin juga menyukai