Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

GERAKAN PEMBAHARUAN TASWUF AL GHAZALI

DOSEN PENGAMPU : DR Hj Arikhah M.Ag

Disusun oleh : Roja Filiza (1704046051)

JURUSAN TASAWUF DAN PSIKOTERAPI FAKULTAS USHULUDDIN DAN


HUMANIORA UIN WALISONGO SEMARANG 2018
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur selalu kami haturkan kehadirat penguasa seluruh alam yang
tiada lain dan tak ada yang lain kecuali Allah SWT. Karena berkat limpahan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas
penyusunan Makalah Akhlak Tasawuf dengan judul gerakan pembaharuan
tasawuf Imam Ghozali.saya selaku penyusun makalah bagaimanapun juga tak bisa
memendam ucapan terima kasih kepada Ibu selaku dosen pengampu mata kuliah
sejarah perkembangan Tasawuf yang telah memberikan arahan dan bimbingan
dalam penyusunan makalah ini, ke-dua orang tua yang yang tak pernah lelah
mendukung kelancaran tugas kami, serta pada teman-teman yang selalu
memberikan motivasi demi lancarnya penyusunan makalah ini.Dalam makalah ini,
kami akan membahas tentang sejarah kehidupan Al-Ghozali mulai dari masa
tholabul ilmi, guru-guru beliau, murid-murid beliau, kitab-kitab karangan beliau,
sampai masa-masa menjelang akhir hayat beliau.

Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini masih jauh dari
sempurna. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif
sangat kami harapkan dari para pembaca demi perbaikan dan peningkatan
kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.Dan kami berharap,
semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan
para pembaca serta referensi bagi penyusun makalah yang senada di waktu yang
akan datang, Amin.

SEMARANG,16 APRIL 2018

PENYUSUN
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Islam sebagai sistim yang lengkap dan utuh memberi tempat bagi
penghayatan keagamaan dan esoteris sekaligus. Meskipun Islam menempatkan
prinsip keseimbangan kedua bentuk penghayatan tersebut, namun dalam
kenyataannya penekanan pada salah satu bentuk penghayatan itu sulit
dihindarkan. Hal demikian tercatat dalam sejarah pernah menjadi pemicu
timbulnya polemik antara sufi dan ahli syari’at.

Sejak munculnya doktrin fana dan ittihad, terjadinya pergeseran tujuan


akhir dari kehidupan spiritual. Kalau mulanya tasawuf bertujuan hanya untuk
mencintai dan selalu dekat dengan-Nya, sehingga dapat berkomunikasi langsung,
tujuan itu telah meningkat pada penyatuan diri dengan Tuhan. Konsep ini
berangkat dari paradigma, bahwa manusia secara biologis adalah jenis makhluk
yang mampu melakukan transformasi melalui mi’raj spiritual kealam Ilahiyah.
Bersamaan dengan hal tersebut, terjadinya pula pro dan kontra terhadap
konsepsi al-ittihad yang menjadi salah satu sebab terjadinya konflik dalam dunia
pemikiran Islam, baik interen sufisme maupun dengan teolog dan fuqaha.

Akibat dari perbenturan pemikiran itu, maka sekitar abad III H. tampil al-
Junaid (297 H.) menawarkan konsep-konsep tasawuf yang kompromistis antara
sufisme dan ortodoksi. Tujuan gerakan ini adalah untuk mengintegrasikan antara
kesadaran mistik dengan syariat Islam.

Al-Gazali pada awalnya adalah seorang pemikir Islam (mutakallimin dan


filosof), ketika suasana pemikiran di dunia Islam memperlihatkan perkembangan
dan semangat keagamaan yang tinggi. sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia
dalam usaha mencapai kebenaran yang diyakininya, menempuh proses yang
panjang dengan jalan mempelajari seluruh sistem pemahaman keagamaan yang
ada pada masanya.
B.RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana kehidupan dan pencarian jati diri imam al ghazali ?

2.Bagaimana konsep ajaran tasawuf imam al ghazali ?

C.TUJUAN PEMBAHASAN

1.Mengetahui sejarah hidup Imam Al-Ghazali.

2.Mengetahui konsep ajaran tasawuf Imam Al-Ghazali.


PEMBAHASAN
A.KEHIDUPAN DAN PENCARIAN JATI DIRI IMAM AL GHAZALI

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali al Thusi


(Hujjatul Islam) dilahirkan pada tahun 450 H /1058 M di Ghazalah sebuah daerah
yang berdekatan dengan Thus yang termasuk kekuasaan Khurasan di Persi.
Ayahnya adalah seorang pemintal wol yang kemudian dijualnya. Sedangkan
pemberian nama Ghazali, segolongan orang berpendapat bahwa nama itu di
nisbatkan kepada pekerjaan ayahnya. Golongan yang lain berpendapat bahwa
Ghazali dinisbatkan kepada nama daerahnya yaitu “Ghazalah”. Dalam hal ini Dr.
Jamil Shuliba mengatakan: “walau bagaimanapun nama ghazali (tanpa tasdid)
lebih dekat kebenaranya”.(yang dimaksud adalah pendapat yang kedua).Ayahnya
adalah seorang yang dikenal baik dan sholeh, yang dikarunia dua orang anak yaitu
Abu Hamid (al Ghazali) dan saudaranya Ahmad, seorang penasihat besar yang
bergelar “majduddin”. Sebelum ayahnya meninggal ia berpesan kepada temannya
seorang sufi untuk mendidik kedua anaknya.Semenjak itulah al Ghazali dan
saudaranya dididik dengan kehidupan tasawuf oleh teman ayahnya sampai harta
yang ditinggalkan ayahnya habis untuk keperluan hidup mereka berdua.
Kemudian mereka belajar di sebuah sekolah di Thus dan pindah ke Jurhan. Karena
tidak puas dengan apa yang ia (Ghazali) dapatkan dari pelajaran di Jurhan
akhirnya ia kembali lagi ke Thus.

Setelah tinggal selama 3 tahun di Thus al Ghazali berpikir untuk


melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi dari sebelumnya. Akhirnya ia
pergi ke Nisabur pada tahun 371 M dan berguru dengan seorang ahli kalam
terkenal dari golongan Asy’ari yaitu Abu Ali al Juwaini yang lebih dikenal dengan
sebutan “Imam al Haramain”. Al Ghazali adalah seorang murid yang rajin dan
sungguh-sungguh sehingga ia dapat menguasai berbagai disiplin ilmu seperti fiqih,
ushul fiqih, mantiq dan filsafat bahkan ia termasuk yang menguasai dengan baik
ilmu kalam Asy’ari.Dengan kemampuannya itu ia dapat memahami pemikiran-
pemikiran para filosof dan mengkritisinya serta menolak hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan ia banyak menulis materi-materi
tersebut, karya-karyanya merupakan yang terbaik pada masa itu sehingga orang-
orang banyak yang hormat dan kagum padanya

Al Ghazali selalu menemani gurunya pada setiap kesempatan sampai


gurunya meninggal tahun 378 H, setelah itu ia pindah dari Nisabur ke ‘Askar.
Disana ia bertemu dengan seorang menteri “nidzhamul Mulk”, ia adalah seorang
menteri yang terkenal, kedatangan al Ghazali disambut baik oleh menteri
tersebut dan disediakan tempat tinggal yang layak baginya. Kesempatan ini
dipergunakan menteri itu untuk memanggil para ulama dan imam-imam
didaerahnya untuk menimba ilmu dan berdiskusi dengan al Ghazali. Pada setiap
diskusi tampak al Ghazali selalu menang dalam berargumentasi, dari sinilah
tampak keluasan ilmu dan wawasannya, sehingga ia dikagumi dan dihormati oleh
masyarakat karena keistimewaan yang dimilikinya. Melihat hal ini akhirnya
menteri memberikan kepercayaan kepada al Ghazali untuk mengajar di salah satu
sekolah kerajaan yang terkenal di Baghdad. Al Ghazali menerima tawaran
tersebut dan pada waktu itu umurnya baru 24 tahun bertepatan dengan tahun
484 H.Di Baghdad ia menerima penghormatan luar biasa, bahkan sampai pada
pengkultusan dirinya oleh sebagian orang, dan kemasyhuran beliau melebihi para
ulama-ulama, imam-imam bahkan para menteri dan raja-raja saat itu. Ketika itu al
Ghazali telah banyak mempelajari berbagai bidang disiplin ilmu dan
menguasainya dengan baik, karena itu banyak para ulama dan masyarakat yang
datang dari berbagai daerah untuk menimba ilmu darinya. Di saat yang sama al
Ghalazali mengalami sebuah goncangan yang besar dan keragu-raguan yang luar
biasa di dalam dirinya. Akhirnya ia meninggalkan mengajar dan pergi
mengasingkan diri, dimana waktu itu ia sudah berada pada puncak karirnya yang
belum pernah di alami orang lain pada masa itu.

Hal-hal tersebut justru membuatnya bimbang dalam menjalani kehidupan.


Saat berumur 35 tahun, ia melakukan sebuah pengembaraan demi melakukan
tazkiyyatun nafs (penyucian diri) dengan memelajari banyak hal.
Pengembaraannya ke Syria, Mesir, Jerusalem, Mekah dan Madinah membuahkan
banyak hal. Ia menyadari bahwa terdapat banyak perbedaan dalam pandangan
hidup dan pencarian jati diri manusia sebagai usaha mendekatkan diri kepada
Tuhan. Setelah pengembaraannya berakhir, ia memutuskan untuk hidup sebagai
seorang sufi serta mengajar perihal sufisme di kampung halamannya di Tus hingga
wafat pada 1111 masehi.

B.KONSEP AJARAN TASAWUF IMAM AL GHAZALI

Al- Ghazali memilih tasawuf sunni (tasawuf akhlaki) yang berdasarkan Al-
Quran dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW. Ia menjauhkan semua
kecendrungan gnostis yang memengaruhi para filsuf Islam, sekte Ismailiyah, aliran
Syi’ah, ikhwan Ash-Shafa. Ia menjauhkan tasawufnya dari paham ketuhanan
Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan sehingga dapat dikatakan bahwa
tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak Islam. Corak tasawufnya adalah
psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat dilihat dalam
karya-karyanya seperti Ihya’ Ulum Ad-Din, Minhaj Al-Abidin, Mizan Al-Amal,
Bidayah Al-Hidayah, Mi’raj As-Salikin, Ayuhal Walad.Menurut Al- Ghazali, jalan
menuju tasawuf baru dapat dicapai dengan mematahkan hambatan-hambatan
jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu dapat lepas
dari segala sesuatu yang selain Allah SWT. Dan berhias dengan selalu mengingat
jalan kepada Allah SWT, dan perjalanan hidup mereka adalah yang terbaik, jalan
mereka adalah yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling bersih.
Sebab, gerak dan diam mereka, baik lahir maupun batin, diambil dari cahaya
kenabian. Selain cahaya kenabian, di dunia initidak ada lagi cahaya yang lebih
mampu memberi penerangan.Al-Ghazali menilai negative Syahadat karena
dianggap mempunyai dua kelemahan. Pertama, kurang memperhatikan amal
lahiriah, hanya mengungkapkan kata-kata yang sulit dipahami, mengemukakan
kesatuan dengan Tuhan, dan menyatakan bahwa Allah swtdapat disaksikan.
Kedua,syahadat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan hasil imajinasi sendiri.
Dengan demikian, ia menolak tasawuf semifilsafat meskipun ia mau memaafkan
Al-Hallaj dan Yazid Al-Bustami. Ungkapan-ungkapan yang ganjil itu telah
menyebabkan orang-orang Nasrani salah menilai Tuhannya, seakan-akan ia
berada pada diri Al-Masih.

Al-Ghazali menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu, ia menyodorkan


paham baru tentang makrifat, yaitu pendekatan diri kepada Allah swt tanpa
diikuti penyatuan dengan-Nya. Jalan menuju makrifat adalah perpaduan ilmu dan
amal, sementara buahnya adalah moralitas. Ringkasnya, Al-Ghazali patut disebut
berhasil mendeskripsikan jalan menuju Allah swt. Makrifat menurut Al-Ghazali
diawali dalam bentuk latihan jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase
pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan (maqamat) dan keadaan
(ahwal).Oleh karena itu Al-Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia Islam.
Dialah orang yang mampu memadukan antara ketiga kubu keilmuan islam, yaitu
tasawuf, fiqh, dan ilmu kalam, yang sebelumnya mengalami ketegangan. Al-
Ghazali menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa,
sehingga sampai pada makrifat yang membantu menciptakan (sa’adah).
PENUTUP
KESIMPULAN

Al Ghazali tidak hanya memberikan perkembangan terhadap dunia Islam,


namun juga memengaruhi ajaran Yahudi dan Kristen dalam pandangannya
tentang kembali ke hal yang mendasar atau fundamental dalam kehidupan
beragama.berikut yg termasuk ilmu/karya imam al ghazali adalah bidang
teologi,bidang tasawuf,filsafat,fiqih,dan logika.

Tokoh sufi yang termasuk tasawuf akhlaki adalah Imam Al-Ghazali atau
nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-Ghazali, yang dilahirkan dikampung
Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/ 1058 M. Ia mempelajari
ilmu fiqh kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani. Kemudian, Al-Ghazali
memasuki sekolah tinggi Nizhamiyah di Naizhabur, dan disinilah ia berguru
kepada Imam Haramain. Demikian pula ketika Al-Ghazali lebih mengutamakan
ilmu tasawuf ketimbang ilmu-ilmu lainnya, menyebabkan tumbuhnya pandangan
pada sebagian umat islam yang meremehkan ilmu-ilmu umum. Banyak kaum
muslim selamjutnya lebih memfokuskan pada ilmu-ilmu ukhrawi demi
keselamatan diakhirat dan melalaikan ilmu-ilmu duniawi yang bersifat umum.
Sehingga tidak mengherankan jika Al-Ghazali sering diasosialisasikan dengan
sikap-sikap pasif yang mengajarkan sekap menyendiri dan melepaskan diri dari
keterlibatan dan persoalan-persoalan duniawi.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam Dan Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2013)
B.wiwoho, Bertasawuf di Zaman Edan,(Jakarta;buku republika,2016)
Muhammad Bagir,Al Ghazali Misykat Cahaya,(Bandung,penerbit mizan)

Anda mungkin juga menyukai