PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh dokter
gigi. Walaupun demikian tidak jarang ditemukan komplikasi dari tindakan ekstraksi gigi yang
dilakukan. Karenanya dokter gigi perlu waspada dan mampu mengatasi kemungkinan
komplikasi yang terjadi.
Pencabutan gigi, merupakan suatu tindaka pembedahan yang melibatkan jaringan tulang dan
jaringan lunak dari rongga mulut, tindakan tersebut dibatasi oleh bibir dan pipi dan terdapat
faktor yang dapat mempersulit dengan adanya gerakan dari lidah dan rahang bawah.
Tindakan ekstraksi gigi ini disebabkan oleh kesadaran dari masyarakat tentang pemeliharaan
kesehatan gigi yang masih rendah, termasuk di Indonesia. Penderita umumnya datang ke
dokter gigi jika telah timbul keluhan yang sangat menggangu dengan kerusakan gigi yang
parah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa orang yang sering mengalami kecemasan
dalam ekstraksi gigi memiliki kondisi kesehatan gigi dan mulutyang lebih buruk
dibandingkan mereka yang tidak mengalami gangguan kecemasan. (4)
Terdapat pula hal yang membahayakan tindakan tersebut yaitu adanya hubungan antara
rongga mulut dan pharynk, larynk, dan oeshophagus. Lebih lanjut daerah mulut selalu
dibasahi oleh saliva dimana terdapat berbagai macam jenis mikroorganisme yang terdapat
pada tubuh manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Ekstraksi gigi adalah tindakan pencabutan atau pengeluaran gigi dari alveolus. Ekstraksi gigi
yang ideal yaitu penghilangan seluruh gigi atau akar gigi dengan minimal trauma atau nyeri
yang seminimal mungkin sehingga jaringan yang terdapat luka dapat sembuh dengan baik
dan masalah prostetik setelahnya seminimal mungkin. (1)
Gigi mungkin perlu di cabut untuk berbagai alasan, misalnya karena sakit gigi itu sendiri,
sakit pada gigi yang mempengaruhi jaringa sekitarnya, atau letak gigi yang salah. Di bawah
ini adalah contoh indikasi dari pencabutan gigi. (1,2,3)
Contohnya jika terjadi karies pada gigi tersebut dan bersifat akut. Dan ekstraksi gigi
merupakan pilihan terakhir.
b. Gigi dengan pulpa nonvital yang tidak dapat dirawat dengan perawatan saluran akar .
Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama beberapa waktu, maka akan nampak
kehlangan tulang yang berlebihan dan mobilitas gigi yang irreversibel. Dalam situasi ini, gigi
yang mengalami mobolitas yang tinggi harus di cabut.
Gigi yang mengalmi supernumary biasanya merupakan gigi impaksi yang harus dicabut. Gigi
supernumary dapat menggangu erupsi dan memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi
tersebut.
e. Alasan orthodontik.
Pasien yang akan menjalani perawatan orthodonsi sering membutuhkan pencabutan gigi
untuk memberikan ruang untuk keselaran gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah
premolar satu rahang atas dan bawah, tapi premolar ke-dua dan gigi insisivus juga kadang-
kadang memerlukan pencabutan dengan alasan yang sama.
f. Sisa akar.
g. Malposisi
Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak dapat ditangani oleh perawat
orthodonsi, gigi tersebut harus di ekstraksi. Contoh umum ini adalam molar ketiga rahang
atas yang keluar ke arah bukal yang patah dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringa
lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk
dilakukakan pencabutan.
h. Estetik
Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk alasan estetik. Contoh kondisi seperti
ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau fluorosis, atau mungkin malposisi yng
berlebihan sangat menonjol. Meskipus ada teknik lain seperti bonding yang dapat meringakan
masalah pewarnaan dan prosedur ortodonsi atau osteotomy dapat digunakan untuk
rekonstruksi ekstraksi dan prostetik.
i. Ekonomis
Indikasi terakhir untuk pencabutan gigi adalah faktor ekonomi. Semua indikasi untuk ekstaksi
yang telah disebutkan diatas dapat menjadi kuat jika pasien tidak mau atau tidak mampu
secara finansial ntuk mendukung keputusan dalam mempertahankan gig tersebut.
Ketidakmampuan pasien untuk membayar prosedur tersebut memungkinkan untuk dilakukan
pencabutan gigi.
Bebas dari mikroorganisme patogen, baik dari rongga mulut, operator, alat dan bahan.
b. Atraumatik
Kegiatan ekstraksi yang terencana adalah pemilihan teknik exodonsi yang tepat mengurangi
risiko.
c. Anestesi
Meliputi bahan anestesi, metode anestesi, dan pemilihan yang tepat. Bahan anestesi lokal
merupakan salah satu bahan yang palig sering digunakan dalam kedokteran gigi. Syarat ideal
suatu bahan anestesi lokal yaitu mula kerjanya cepat dan bekerja lama serta tdak
menyebabkan alergi. (6)
Pencabutan gigi pada pasien-pasien dengan penyakit jantung yang berat harus dilakukan di
rumah sakit, apapun bentuk anestesi yang digunakan. (5)
Yaitu teknik pencabutan gigi tanpa pembedahan, hanya menggunakan prosedur pencabutan
dengan menggunakan tang, elevator maupun kombinasi dari keduanya.
b. Open methods
Adalah suatu teknik pencabutan gigi dengan menggunakan prosedur bedah (surgical
extraction) yang biasa disebut dengan istilah pencabutan transalveolar, yang biasanya
didahului dengan pembuatan flap maupun alveolectomi.
PROSEDUR PELAKSANAAN EKSTRAKSI GIGI
1. Preoperative radiografi.
2. Sterilkan area insersi anestasi dengan mengaplikasikan iod gliserin.
3. Anestesi local (blok/infiltrasi).
4. Separasi jaringan lunak (gingiva) menggunakan ekskavator/sonde.
5. Luksasi gigi menggunakan bein/elevator/luksator.
6. Apabila sudah luksasi, dilanjutkan menggunakan tang. Rotasi pada akar gigi dengan
akar tunggal, dan gerakan bukal lingual/palatal pada akar jamak.
7. Setelah gigi keluar dari soket, maka diperiksalah masih ada akar sisa atau tulang yang
tajam untuk meminimalisir terjadinya komplikasi pasca eksraksi.
8. Setelah itu dilakukan penekanan soket bekas pencabutan dan diletakkan kain kassa di
atasnya sert pasien diminta untuk menggigit dengan gigi atau jaringan antagonis.
Posisi operator dan kursi gigi pasien saat pencabutan gigi. (1)
Untuk semua gigi, kecuali molar kanan bawah, premolar, dan kaninus, operator berdiri pada
samping kanan pasien. Untuk pencabutan gigi kanan bawah dengan metode intra alveolar,
operator bekerja di balakang pasien.
Tinggi kursi pasien untuk pencabutan gig atas, kursi pasien harus disesuaikan sehingga
daerah kerja lebih kurang 8 cm di bawah bahu operator untuk gigi bawah tinggi kursi pasien
harus diatur sehingga gig yang akan dicabut lebih kurang 16 cm di bawah siku operator. Bila
operator berdiri di belakang pasien, kursi pasien harus direndahkan secukupnya.
a. Kontrol pendarahan.
Setelah melakukan ekstraksi gigi, bukan berarti tanggung jawab seorang dokter gigi terhadap
paien tersebut telah selesai. Sebab, kemungkian adanya komplikasi pada saat atau setelah
melakukan ekstaksi menjadikan seorang dokter gigi untuk mencegah dan menanganinya.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi akan sangat terkait dengan
komplikasi yang terjadi. (1)
BAB III
PENUTUP
BAB IV
KESIMPULAN
Ekstraksi adalah pencabutan gigi yang dilakukan karena berbagai hal. Ada tiga prinsip
dalam ekstraksi gigi, dan juga ada dua macam teknik ekstraksi gigi. Berbagai hahap yang
dilakukan dalam pelaksanaan ekstraksi gigi dan memperhatikan posisi operator dan kursi
pasien saat mencabut gigi. Dan bukan berarti setelah pencabutan selesai dilakukan, tanggung
jawab kita sebagai dokter gigi selesai, kita juga harus memperhatikan akibat apa yang timbul
dari tindakan tersebut speerti pendarahan bahkan syok.
3.2 SARAN
Diharapkan dengan adanya berbagai prinsip dalam pencabutan gigi, dokter gigi dapat
lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan tersebut, hal penting yang tidak boleh dilupaka
adalah memahami cara mengatasi kecemasan pasien agar dalam penangannnya, seorang
dokter gigi dapat menenangkan pasien dari merasa cemas terhadap sakitnya pencabutan.
Masih banyak dokter gigi yang hanya terfokus pada faktor fisik dan tidak memperhatikan
faktor psikis pasien.
Juga adanya usaha promosi tentang kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat perlu
ditingkatkanagar masyarakat yang cenderung takut ke dokter gigi lebih mengenal tentang
kesehatan gigi dan mulut yang sebenarnya tidak menakutkan seperti yang dipandang mereka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakar, Abu. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. C.V. Quantum Sinergis Media.
Yogyakarta. 2012. Hal 90-94.
2. Robinson D. Paul. Tooth Extraction. Wright, Oxford Aucland Boston Johannes Burg
Melbourn New Delhi. 2005, pp: 2.
3. Peterson J. Larry. Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed, The C.V. Mosby Company,
St. Louis, 2003, pp:116-117
4. Pontoh, Beatrix I, Damajanti H. C. Pangemanan, Ni Wayan Mariati. Hubungan
Tingkat Kecemasan Dengan Tingkat Perubahan Denyut Nadi pada Pasien Ekstraksi
Gigi Di Puskesmas Tuminting Manado. Jurnal e-Gigi (eG), Volume 3, Nomor 1.
Januari-Juni 2015. Manado. Hal 13-17
5. Howe L. Geoffrey. Pencabutan Gigi Geligi. Edisi ketiga Revisi. Penerbit buku
Kedokteran, EGC, Jakarta, 1999, pp: 83-90
6. Ikhsan, Muhammad, Ni Wayan Mariati, Christy Mintjelungan, Gambaran
Penggunaan Bahan Anestesi Lokal Untuk Pencabutan Gigi Tetap Oleh Dokter Gigi di
Kota Manado. Jurnal e-Gigi (eG), Volume 1, Nomor 2. September 2013, hlm. 105-
114.